Disusun Oleh :
2. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah:
a. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-
gaskimiawi.
b. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
c. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK
d. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang
yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang
relatif muda, walaupun tidak merokok
3. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut
Jackson (2014):
a. Asma: Jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran
pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran
nafas yang menimblkan sesak atau sulit bernafas, selain sesak nafas
penderita juga mengalami nyeri dada, batuk batuk dan juga nyeri
b. Bronkitis kronik: Peradangan yang terjadi pada saluran udara atau
saluran bronkus, serangan bronchitis yang terjadi berulang kali dan
berlanjut lebih dari beberapa minggu dapat bias mengidentifikasikan
terjadinya brinkitis kronik
c. Emfisema: Penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau
Alveolus pada paru-paru, seiring waktu kerusakan kantong udara
semakin parah sehingga sehingga membentuk kantong besar dari
beberapa kantong kecil yang pecah.
4. Anatomi
Anatomi organ pernafasan :
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungandenganrongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat
hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang
(ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam
diliputi oleh selaput lender yang berbulu getaryang disebut bersilia,
hanya bergerak kearah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan
dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada
2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebrator akalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set
yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat
gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembung alveoli
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru
kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra
superior, lobus media, dan lobus inferior.
5. Patways
Faktor
predisposisi
Gangguan Ketidak
pertukaran gas efektifan
pola nafas
6. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok Komponen- komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi
yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (Jackson, 2014).
7. Manisfestasi klinik
Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah :
Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti susah
bernapas, kelemahan badan, batuk kronik, nafas berbunyi, mengi atau
wheezing dan terbentuknya sputum dalam saluran nafas dalam waktu yang
lama. Salah satu gejala yang paling umum dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap lanjutan dari
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dypsnea dapat memburuk bahkan
dapat dirasakan ketika penderita sedang istirahat atau tidur.
Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini adalah
sesak nafas yang berlangsung terus menerus. Menurut Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) Internasional (2012), pasien dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami perubahan bentuk dada.
Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada antero-posterior
dan transversal sebanding atau sering disebut barrel chest.Kesulitan bernafas
juga terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu
bernafas dengan menggunakan otot bantu pernafasan dalam jangka waktu
yang lama, maka akan terjadi hipertropi otot dan pelebaran di sela-sela iga
atau daerah intercostalis. Bila telah mengalami gagal jantung kanan, tekanan
vena jugularis meninggi dan akan terjadi edema pada ekstremitas bagian
bawah.
Hal ini menandakan bahwa terlah terjadi penumpukan cairan pada tubuh
akibat dari gagalnya jantung memompa darah dan sirkulasi cairan ke seluruh
tubuh. Palpasi tektil fremitus tada emfisema akan teraba lemah, perkusi
terdengar suara hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
dan hepar terdorong ke bawah. Bunyi nafas vesikuler normal atau melemah,
ronkhi pada waktu nafas biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi akan terdengar
lebih panjang dari pada inspirasi dan bunyi jangtung juga terdengar menjauh.
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Chest X-ray
b. Uji Faal Paru Dengan Spirometri dan Bronkodilator (post
bronchodilator)
c. TLC (Total Lung Capacity)
d. Kapasitas Inspirasi
e. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2
menurun dan PCO2 normal meningkat (pada bronchitis kronis dan
emfisema). Sering kali menurun pada asma dengan pH normal atau
asidosis, alkaiosis respiratori ringan sekunder akibat terjadinya
hiperventilasi.
f. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi,
kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran
kelenjar mukus (bronchitis)
g. Pemeriksaan Darah Lengkap : dapat menggambarkan adanya
peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan eosinofil
(asma)
h. Kimia Darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang
kemungkinannya berkurang pada emfisema primer
i. Sputum Kultur : pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum
pasien yang diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan
untuk menentukan jenis antibiotik yang paling tepat. Infeksi saluran
pernafasan yang berulang merupakan penyebab dari ekserbasi akut
pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
9. Komplikasi
a. Infeksi Saluran Nafas
Biasanya muncul pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Hal tersebut sebagai akibat terganggunya mekanisme
pertahanan normal paru dan penurunan imunitas. Oleh karena status
pernafasan sudah terganggu, infeksi biasanya akan mengakibatkan
gagal nafas akut dan harus segera mendapatkan perawatan di rumah
sakit (Black, 2014).
b. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb (kantong
udara dalam alveoli) pada penderita emfisema. Pecahnya belb itu
dapat menyebabkan pneumothoraks tertutup dan membutuhkan
pemasangan selang dada (chest tube) untuk membantu paru
mengembang kembali (Black, 20014).
c. Dypsnea
Seperti asma, bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema dapat
memburuk pada malam hari. Pasien sering mengeluh sesak nafas yang
bahkan muncul saat tidur (one set dyspnea) dan mengakibatkan pasien
sering terbangun dan susah tidur kembali di waktu dini hari. Selama
tidur terjadi penurunan tonus otot pernafasan sehingga menyebabkan
hipoventilasi dan resistensi jalan nafas meningkat, dan akhirnya
pasien menjadi hipoksemia (Black, 2014).
d. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tingkat PO2<55 mmHg
dengan nilai saturasi O2<85%. Pada awalnya pasien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada
tahap lanjut akan timbul gejala seperti sianosis (Permatasari, 2016).
e. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat peningkatan nilai PCO2
(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain, nyeri kepala, fatigue,
letargi, dizziness, dan takipnea. Asidosis respiratori yang tidak
ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan dypsnea, psikosis,
halusinasi, serta ketidaknormalan tingkah laku bahkan koma.
Hiperkapnia yang berlangsung lama atau kronik pada pasien Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menyebabkan gangguan tidur,
amnesia, perubahan tingkah laku, gangguan koordinasi dan bahkan
tremor (Hartono, 2013).
f. Kor Pulmonale
Kor pulmonale (yang disebut pula gagal jantung kanan) merupakan
keadaan tarhadap hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan, yang dapat
terjadi akibat komplikasi sekunder karena penyakit pada struktur atau
fungsi paru-paru atau system pembuluh darah. Keadaan ini bisa terjadi
pada stadium akhir berbagai gangguan kronik yang mengenai paru-
paru, pembuluh darah pulmoner, dinding dada dan pusat kendali
pernafasan. Kor pulmonale tidak terjadi pada gangguan yang berasal
dari penyakit jantung kongenital atau pada gangguan yang mengenai
jantung sebelah kiri (Hartono, 2013)
B. Konsep keperawatan
1. Pengakjian Fokus
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan PPOK adalah dispneu
(bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk dan mengi
pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal
- Riwayat penyakit sekarang
pasien PPOK mengeluh batuk berdahak, biasanya dirasakan seiap
hari selama paling sedikit 3 bulan dalam satu tahun dan paling lama
berlangsung 2 tahun berturut – turut (bronchitis kronis dan
emfisema)
- Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa dahulu seperti adany
infeksi saliran pernafasan atas dan sakit tenggorokan. Riwayat
serangan , frekuensi, waktu dan alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala PPOK
- Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mendeita yang
mungkin dapat menyebabkan PPOK seperti asma bronchial
bronchitis kronis, dan emfisema
c. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, di mulai dengan pengukuran
tanda – tandai vital meliouti nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan
frekuensi pernafasan. Keadaan umum pada klien dengan PPOK
biasanya apatis, dan somnolen kadang juga compos mentis
- Tanda- tanda vital
TD dapat normal / naik / turun, nadi dapat normal, penuh/tidak kuat,
lemah/kuat, teratur/tidak, Respiratory rate meningkat, suhu dapat
normal, meningkat/demam
- Pemeriksaan Fisik
Thorax dan dada
a) Inspeksi
Bentuk dada Barrel chest, pada bernafas klien menggunakan otot
bantu pernafasan (retraksi intercosta), irama/pola nafas tidak teratur
b) Palpasi
Taktil fremitus biasanya menurun
c) Perkusi
Hiperresonan pada area paru (mis: jebakaan udara dengan
emfisema); bunyi pekak ada area paru (mis: konsulidasi, cairan,
mukosa).
d) Auskultasi
Pasien Penyakit Paru Obstrutif Kronik sering mengalami penurunan
suara nafas, ekspirasi memanjang, bunyi jantung menjauh, terdapat
ronki atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa.
2. Pemeriksaan diagnostik
a. Pengukuran fungsi jantung
b. Analisa gas darah
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. Hemoglobin (Hb) dan hematocrit (Ht) polisitemia sekunder
e. Pemeriksaan sputum
f. Pemeriksaan Radiologi Thoraks foto (AP dan Lateral)
g. Pemeriksan Bronkhogram
h. EKG
3. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (D.0003)
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Hipersekresi
jalan napas (D.0001)
3. Rencana keperawatan
2. Terapi oksigen
- Monitor kecepatan
aliran oksigen
- Monitor posisi alat
terapi oksigen
- Monitor efektifitas
terapi oksigen
(oksimetri, analisa gas
darah)
- Pertahankan
kepatenan
jalan napas
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
3.Dukungan ventilasi
- Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu
napas
- Monitor status
respirasi
dan oksigen
- Memberikan posisi
semi fowler
- Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
- Kolaborasi dalam
pemberian
bronchodilator
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Intervensi Utama :
tidak efektif asuhan keperawatan 1. Manajemen jalan
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan napas
Hipersekresi status kenyamanan - Monitor Monitor
jalan napas pasien meningkat bunyi napas tambahan
ditandai dengan : dengan kriteria hasil : (mis. mengi, wheezing,
-batuk tidak efektfi ronkhi
-tidak mampu batuk a. Luaran Utama kering, gurgling)
-sputum berlebih, Bersihan jalan napas - Monitor sputum
-mengi,wheezing -Batuk efektif ( jumlah, warna, aroma)
atau ronkhi kering meningkat - Lakukan fisioterapi
- Produksi sputum dada, jika perlu
menurun ( postural drainage )
- Mengi menurun -Posisikan semi fowler
- Wheezing menurun atau fowler
-Dispnea menurun -Berikan minuman
-Gelisah menurun hangat
-Berikan oksigen, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
- Ajarkan teknik batuk
efektif
Pemantauan respirasi
-Monitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya napas
-Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul)
-Monitor kemampuan
batuk efektif
-Monitor adanya
produksi sputum
-Auskultasi bunyi napas