Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN X

DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GIJAL KRONIK ( CKD )

DI RSUD LOEKMONO HADI KUDUS

LING LIAN LAUZAH


522043

PROGRAM PROFESI NERS STIKES

TELOGOREJO SEMARANG

2023
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Chronic Kidney Disease CKD adalah suatu proses patologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya dan berakhir pada gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan
laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
CKD (Suwitra, 2010).
Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia atau
azotemia (Brunner & Suddarth, 2016)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kondisi gagalnya ginjal dalam
menjalankan fungsinya mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
dan elektrolit karena rusaknya struktur ginjal yang progresif ditandai dengan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) dalam darah (Muttaqin & Sari, 2014).

2. ETIOLOGI/FAKTOR RESIKO
CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit komplikasi yang
bisa menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal (Muttaqin & Sari 2011). Menurut
Robinson (2013) dalam Prabowo dan Pranata (2014) penyebab CKD, yaitu:
a) Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis)
b) Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)
c) Kelainan vaskuler (renal nephrosclerosis)
d) Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
e) Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
f) Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida)
Sedangkan menurut Muttaqqin & Sari (2011) kondisi klinis yang bisa memicu
munculnya CKD, yaitu:
1) Penyakit dari ginjal
a) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis
b) Infeksi kuman: pyelonephritis, ureteritis
c) Batu ginjal: nefrolitiasis
d) Kista di ginjal: polycitis kidney
e) Trauma langsung pada ginjal
f) Keganasan pada ginjal
g) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
2) Penyakit umum di luar ginjal
a) Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi sangat
berkaitan erat untuk terjadinya kerusakan pada ginjal. Saat kadar insulin dalam
darah berlebih akan menyebabkan resistensi insulin yang dapat meningkatkan
lipolisis pada jaringan adiposa yang membuat lemak dalam darah meningkat
termasuk kolesterol dan trigliserida. Hiperkolesterolemia akan meningkatkan
LDL-kol dan penurunan HDL-kol yang akan memicu aterosklerosis karena
ada akumulasi LDL-kol yang akan membentuk plak pada pembuluh darah.
Terbentuknya plak akan membuat retensi natrium sehingga tekanan darah
naik. Retensi ini yang nantinya akan merusak struktur tubulus ginjal
(Noviyanti dkk, 2015).
b) Dyslipidemia karena dapat memicu aterosklerosis akibat akumulasi LDL-
kol sehingga memunculkan plak pada pembuluh darah yang akan
meningkatkan tekanan darah karena ada retensi natrium bisa membuat ginjal
rusak (Noviyanti dkk, 2015).
c) SLE (Systemic Lupus Erythematosus) adalah penyakit autoimun yang dapat
menyebabkan peradangan pada jaringan dan pembuluh darah di semua bagian
tubuh, terutama menyerang pembuluh darah di ginjal. Pembuluh darah dan
membran pada ginjal akan menyimpan bahan kimia yang seharusnya ginjal
keluarkan dari tubuh karena hal ini ginjal tidak berfungsi sebagaimana
mestinya (Roviati, 2012).
d) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis karena apabila tidak
segera diobati maka bakteri, virus dan parasit akan menggerogoti organ yang
ditempati hingga nanti akan menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah
dan menyerang organ lain seperti ginjal (Mohamad dkk, 2016).
e) Preeklamsi menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal yang berakibat GFR menurun dan laju ekskresi kreatinin dan
urea juga menurun (Fadhila dkk, 2018).
f) Obat-obatan seperti antihipertensi memiliki efek samping yaitu
meningkatkan serum kreatinin jika digunakan dalam jangka panjang (Irawan,
2014)
g) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar, diare) akan
membuat seseorang mengalami dehidrasi sehingga akan membuat urine
menjadi lebih pekat (Arifa dkk, 2017).

3. KLASIFIKASI/TIPE/JENIS
Dalam Muttaqin dan Sari, 2011 CKD memiliki kaitan dengan penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR), maka perlu diketahui derajat CKD untuk
mengetahui tingkat prognosanya.

Tabel 2.1 Klasifikasi National Kidney Foundation

Stadium Deskripsi GFR


(ml/menit/1,73
m2)

1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat >90

2 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat atau berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

(Sumber: Sudoyo, 2015)


Penurunan GFR menurut Suwitra (2009) dalam Kandacong (2017) dapat diukur
dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault untuk mengetahui derajat penurunan
fungsi ginjal:
(140−𝑈𝑀𝑈𝑅)𝑋 𝐵𝐵
LFG/GFR (ml/mnt/1.73m²) = +)
72𝑋𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎(𝑚𝑔)
𝑑𝑙

*) pada perempuan dikalikan 0,85

4. ANATOMI FISIOLOGI

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak dirongga peritoneak
bagian atas.bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke
medial, pada sisi ini, terdapat hilus ginjal,yaitu tempat struktur pembuluh
darah,sistem limfatik,sistem saraf,dan ureter menuju dan meninggalkan
ginjal,besar dan berat ginjal sangat bervariasi tergantung pada jenis kelamin,
umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi lain,ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5
cm(panjang) x 6cm (lebar) x 3,5cm (tebal) beratnya bervariasi sekitar 120-
170gram (aziz dkk 2007)

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true
capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak peri
renal,di sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal /
suprarenal yang berwarna kuning,kelenjar adrenal bersama sama ginjal dan
jaringan lemak perineal dibungkus oleh fasia gerota,fasia ini berfungsi sebagai
barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkin ginjal serta
mencegah ekstravasi urin pada saat terjadi trauma ginjal, selain itu fasia gerota
dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat metastasus tumor ginjal ke
organ sekitarnya, diluar fasua gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau
disebut lemak pararenal (aziz dkk 2008)

Gambar 1 anatomi fisiologi (aziz dkk,2008)


Disebelah posterior,ginjal dilindungi oleh otot otot punggung yang tebal serta
tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ organ
intraperitoneal, ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon . dan duodenum,sedangkan
ginjal kiri dikelilingi oleh lien,lambung,pancreas,jejunum,dan kolon (aziz dkk,2008),
ginjal kanan tingginya sekitar 1cm di atas gonjal kiri (faiz & moffat 2004).

Secara anatomic ginjal terbagi dalam dua bagian,yaitu korteks dan medulla
ginjal,didalam korteks terdapat berjuta-juta nefron,sedangkan di dalam medulla
banyak terdapat duktuli ginjal,nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang
terdiri atas glomeruli dan tubuh ginjal,darah yang membawa sisa-sisa hasil
metabolism tubuh difiltrasi didalam glomeruli kemudian ditubuli ginjal beberapa zat
yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolism
tubuh disekresi bersama air didalam bentuk urin(aziz dkk 2008).

Gambar 2 sistem nefron ginjal (aziz dkk 2008)

Urin yang terbentuk didalam nefron disalurkan melaluio piramida ke sistem


pelvikalises ginjal untuk disalurkan kedalam ureter sistem pelvikalises ginjal terdiri
atas kaliks minor, infundibulum,kaliks mayor,dan pielum pelvis renalis,mukosa
sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri otot polos
yang mampu berkontraksi untuk mengalirkanurin sampai urine (aziz dkk 2008)

Ginjal bekerja untuk menyaring darah sebanyak kurang lebih 200 liter tiap
harinya dan juga membuang sisa sisa metabolism tubuh melalui urin,ginjal berfungsi
juga dalam:
1. Melakukan control terhadap sekresi hormon-hormon aldosterone dan anti deuretik
hormone (ADI)

2. Mengatur metabolism ion kalsium dan vitamin D

3. Menghasilkan hormone,Antara lain,eritropoetin yang berperan dalam


pembentukan sel darah,kalsitriol atau vitamin D3 yaitu bentuk aktif dari vitamin D
yang berfungsi mengatur tekanan darah dengan cara mengatur keseimbangan
kadar kalsium dan hormone prosglandin (aziz dkk,2008)
5. PATHWAYS

Glomerulonefritis Diabetes melitus Hipertensi Ginjal polikistik

Kronik , pielonefritis kronik


Viskositas darah Volume darah ke ginjal Terbentuk kista pada
parenkim ginjal
Ukuran ginjal , terbentuk jaringan
parut Perfusi ke ginjal Ginjal tidak mampu menyaring darah
yang terlalu banyak

Kerusakan ginjal

GFR

Gangguan fungsi ginjal berlangsung kronik

PGK (CKD)

Kerusakan glomerulus Kerusakan tubulus Produksi eritropoetin

Fungsi sumsum tulang


Permeabilitas kapi ler Jumlah glomerulus yang Terganggunya fungsi belakang
berfungsi absorbsi, sekresi ,
Loss Protein ekresi
Produksi sel darah
Proteinuria masif Klirens ginjal merah ... (1)
Menumpuknya toksik
Hipoalbumin metabolit (fosfat, Anemia
Tertimbunnya hidrogen, urea,
Tekanan onkotik produk hasil amonia, kreatinin, dsb)
Kadar Hb menurun
metabolisme
Transudasi cairan protein di dalam Uremia
intravascular ke intertisiil darah Transport
O2 menurun
Hipovolemi Pada GI Pada Kulit Pada
Hipoksia sel
Aktivitas renin angiotensin Neuromuskular dan jaringan
Ganguan
aldosteron .... (2) keseimbangan Pruritus Kulit kering
asam basa Iritasi saraf Metabolisme
Digaruk perasa nyeri
Retensi Na & air anaerob
Iritasi lambung

Edema Penumpukan
Asam lambung Risiko Gangguan Integritas Kulit Nyeri Nyeri asam laktat
kepala otot pada
Hipervolemia Mual,muntah jaringan
Nausea
Berlebihan & Kelelahan
berkepanjangan Nyeri akut

Intoleransi Aktivitas
Resiko Defisist Nutrisi Risiko Perfusi
Perifer Tidak
Efektif
6. PATOFISIOLOGI
CKD diawali dengan menurunnya fungsi ginjal, sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) ada yang utuh dan yang lainnya rusak. Akibatnya nefron
yang utuh atau sehat mengambil ahli tugas nefron yang rusak. Nefron yang sehat
akhirnya meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsinya dan ekskresinya meski
GFR mengalami penurunan, serta mengalami hipertropi. Semakin banyak nefron
yang rusak maka beban kerja pada nefron yang sehat semakin berat yang pada
akhirnya akan mati. Fungsi renal menurun akibatnya produk akhir metabolisme
dari protein yang seharusnya diekskresikan kedalam urin menjadi tertimbun dalam
darah dan terjadi uremia yang mempengaruhi semua sistem tubuh (Nursalam &
Batticaca, 2009; Mutaqqin & Sari, 2011; Haryono, 2013). Salah satunya yaitu
sistem integumen karena adanya gangguan pada reabsorbsi sisa-sisa metabolisme
yang tidak dapat dieksresikan oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan natrium
dan ureum yang seharusnya dikeluarkan bersama urine tetap berada dalam darah
pada akhirnya akan diekskresikan melalui kapiler kulit yang bisa membuat
pigmen kulit juga berubah (Baradero, Dayrit, & siswadi, 2009; Haryono, 2013;
Prabowo & Pranata 2014). Karena sisa limbah dari tubuh yang seharusnya
dibuang melalui urine terserap oleh kulit maka dapat menyebabkan pruritus,
perubahan warna kulit, uremic frosts dan kulit kering karena sering melakukan
hemodialisa (LeMone dkk, 2015). Sindrom uremia juga bisa menyebabkan respon
pada muskuloskeletal yaitu terdapat ureum pada jaringan otot yang bisa
menyebabkan otot mengalami kelemahan, kelumpuhan, mengecil dan kram.
Akibatnya bisa menyebabkan terjadi miopati, kram otot dan kelemahan fisik
(Muttaqin & Sari, 2014).
Saat seseorang mengalami gangguan pada jaringan otot bisa membuat kesulitan
dalam beraktivitas hingga tirah baring yang lama hingga bisa menyebabkan
penekanan pada area tulang yang menonjol dan akan terjadi luka tekan. Sehingga
terjadilah gangguan integritas kulit pada penderita CKD
7. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2011) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi) Manifestasi klinik menurut Suyono (2011) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan spuntum kental.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau amonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg syndrom (pegal pada kaki sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor,
miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan
vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa
Biasanya terjadi retensi garam dan air, tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositipenia.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urin
Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria)/anuria.
Warna: secara abnormal urin keruh,mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan
menunjukan adanya darah, Hb, mioglobulin, forffirin.
Berat jenis: < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukan kerusakan ginjal
berat).
Osmolaritas: < 350 Mosm/kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio
urin/sering 1:1.
Kliren kreatinin: mungkin agak menurun
Natrium: > 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secar bulat, menunjukkan
kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada. pH, kekeruhan,
glukosa, SDP dan SDM.
2. Darah
BUN: Urea adalah produksi akhir dari metabolise protein, peningkatan
BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau
gagal ginjal.
Kreatinin: produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan
kreatinin posfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kr eatinin
meningkat.
Elektrolit: natrium, kalium, kalsium dan posfat.
Hematology: Hb, thrombosit, Ht dan leukosit.
3. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter, pielografi retrograde
dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible arteriogram ginjal.
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler massa.
4. Sistouretrogram
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi.
5. Ultrasonografi ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologist.
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif.
8. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
pengangkatan tumor selektif (Haryono, 2013).

9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2011)

10. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Penatalaksanaan Penatalaksanaan gagal ginjal kronik menurut Muttaqin (2014),
sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan medis
1. Koreksi hiperkalemi
2. Koreksi anemia
3. Koreksi asidosis
4. Pengendalian hipertensi
5. Transplantasi ginjal
6. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.
b. Penatalaksanaan non medis
1. Hitung intake dan output.
2. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Terapkan program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang memadai dan
sesuai dengan batasab regimen terapi.
c. Penatalaksanaan Farmakologis
1. Hiperfosfatemi dan hipokalesmia ditangani dengan obat yang dapat
mengikat fosfat dalam saluran cerna (mis : kalsium 17 karbonat, kalsium
asetat, sevelemer hydrochloride) semua agen pengikat harus diberikan
bersama makanan.
2. Hipertensi ditangani dengan pengontrolan volume intravaskular dan obat
hipertensi.
3. Gagal jantung dan edema pulmonal ditangani dengan pembatasan cairan,
diet rendah natrium, diuresis, agens inotropik (mis: digoksin / dobutamin),
dan dialisis.
4. Asidosis metabolik dibatasi, jika perlu dengan suplemen natrium
bikarbonat atau dialisis.
5. Pasien diobservasi untuk melihat tanda awal kelainan neurologik (mis;
kedutan, sakit kepala, delirium, atau aktivitas kejang), diazepam
intravaskular (Valium) atau fenitoin (Dilantin) diberikan untuk mengatasi
kejang.
6. Anemia ditangani dengan rekombinan eritropoietein manusia (Epogen),
hemoglobin dan hematokrit dipantau secara berkala.
7. Heparin diberikan sesuai kebutuhan untuk mencegah bekuan darah pada
jalur dialisis selama terapi.
8. Suplemen besi dapat diresepkan.
9. Tekanan darah dan kalium serum dipanatu secara terus-menerus.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan CKD meliputi beberapa hal,
yaitu:

a) Biodata

Tanyakan identitas klien meliputi nama lengkap, tanggal lahir, alamat dan
sebagainya lalu cocokkan dengan label nama untuk memastikan bahwa setiap
rekam medis, catatan, hasil tes dan sebagainya memang milik klien
(Gleadle,2007). Menurut Prabowo & Pranata (2014) pekerjaan dan pola hidup
tidak sehat juga memiliki keterkaitan dengan penyakit CKD karena itu laki-laki
sangat beresiko.

b) Keluhan utama
Pada klien CKD dengan masalah kulit biasanya memiliki keluhan seperti kulit
kering sampai bersisik, kasar, pucat, gatal, mengalami iritasi karena garukan,
edema (Nursalam, & Baticaca, 2009; Muttaqin & Sari, 2011).

c) Riwayat kesehatan sekarang


Klien akan mengeluhkan mengalami penurunan urine output (oliguria) sampai
pada anuria, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, adanya
perubahan pada kulit. Kondisi ini terjadi karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan dalam filtrasi
(Muttaqin & Sari, 2014; Prabowo & Pranata, 2014).

d) Riwayat penyakit dahulu


Riwayat pemakaian obat-obatan, ada riwayat gagal ginjal akut, ISK, atau
faktor predisposisi seperti diabetes melitus dan hipertensi biasanya sering
dijumpai pada penderita CKD (Muttaqin & Sari, 2011).

e) Riwayat Psikososial
Menurut Muttaqin & Sari (2014) CKD bisa menyebabkan gangguan pada
kondisi psikososial klien seperti adanya gangguan peran pada keluarga karena
sakit, kecemasan karena biaya perawatan dan pengobatan yang banyak, gangguan
konsep diri (gambaran diri).

f) Kebutuhan dasar manusia meliputi:


1) Pola nutrisi: Pada klien CKD terjadi peningkatan BB karena adanya edema,
namun bisa juga terjadi penurunan BB karena kebutuhan nutrisi yang kurang
ditandai dengan adanya anoreksia serta mual atau muntah
(Rendi & Margareth, 2012).

2) Pola eliminasi: Pada klien CKD akan terjadi oliguria atau penurunan pro
duksi urine kurang dari 30 cc/jam atau 500 cc/24 jam. Bahkan bisa juga terjadi
anuria yaitu tidak bisa mengeluarkan urin selain itu juga terjadi perubahan
warna pada urin seperti kuning pekat, merah dan coklat
(Haryono 2013; Debora, 2017).

3) Pola istirahat dan tidur: Pada klien CKD istirahat dan tidur akan terganggu
karena terdapat gejala nyeri panggul, sakit kepala, kram otot dan gelisah dan
akan memburuk pada malam hari
(Haryono, 2013).

4) Pola aktivitas: Pada klien CKD akan terjadi kelemahan otot dan kelelahan
yang ekstrem
(Rendi & Margareth, 2012).

5) Personal Hygiene: Pada klien CKD penggunaan sabun yang mengandung


gliserin akan mengakibatkan kulit bertambah kering
(Prabowo & Pranata, 2014).

Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

Pemeriksaan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik


meliputi:
1) Tekanan darah: pada klien CKD tekanan darah cenderung mengalami
peningkatan dari hipertensi ringan hingga berat. Sedangkan rentang
pengukuran tekanan darah normal pada dewasa yaitu 100-140/60-90 mmHg
dengan rata-rata 120/80 mmHg dan pada lansia 100-160/ 60-90 mmHg dengan
rata-rata 130/180 mmHg.
2) Nadi: pada klien CKD biasanya teraba kuat dan jika disertai dengan
disritmia jantung nadi akan teraba lemah halus. Frekuensi normal pada nadi
orang dewasa yaitu 60-100 x/menit.
3) Suhu: pada klien CKD biasanya suhu akan mengalami peningkatan karena
adanya sepsis atau dehidrasi sehingga terjadi demam. Suhu pada dewasa
normalnya berbeda pada setiap lokasi. Pada aksila 36,4⁰C, rektal 37,6°C, oral
37,0°C.
4) Frekuensi pernapasan pada klien CKD akan cenderung meningkat karena
terjadi takipnea dan dispnea. Rentang normal frekuensi pernapasan pada
dewasa 12-20 x/menit dengan rata-rata 18 x/menit.
5) Keadaan umum pada klien CKD cenderung lemah dan nampak sakit berat
sedangkan untuk tingkat kesadaran menurun karena sistem saraf pusat yang
terpengaruhi sesuai dengan tingkat uremia yang mempengaruhi (Rendi &
Margareth, 2012; Muttaqin & Sari, 2014; Debora, 2017).

Setelah pemeriksaan TTV selesai selanjutnya pemeriksaan fisik, meliputi:


1) Kepala
Inspeksi:
Pada klien CKD, rambut tampak tipis dan kering, berubah warna dan
mudah rontok, wajah akan tampak pucat, kulit tampak kering dan kusam
(Williams & Wilkins, 2011; Debora 2017).
Palpasi:
Rambut akan terasa kasar, kulit terasa kasar (Haryono, 2013)
2) Telinga
Inspeksi:
Periksa kesimetrisan dan posisi kedua telinga, produksi serumen, warna,
kebersihan dan kemampuam mendengar. Pada klien CKD lihat adanya uremic
frost (Nursalam & Batticaca, 2009; Debora, 2017).
Palpasi:
Periksa ada tidaknya massa, elastisitas atau nyeri tekan pada tragus,
pada klien CKD kulit akan terasa kasar karena kering
(Nursalam & Batticaca, 2009; Debora, 2017).
3) Mata
Inspeksi:
Pada klien CKD akan tampak kalsifikasi (endapan mineral kalsium
fosfat) akibat uremia yang berlarut-larut di daerah pinggir mata, di sekitar
mata akan tampak edema, penglihatan kabur dan konjungtiva akan terlihat
pucat jika ada yang mengalami anemia berat (Chamberlain’s, 2012;Haryono,
2013; Debora, 2017).
Palpasi:
Bola mata akan teraba kenyal dan melenting, pada sekitar mata akan
teraba edema (Chamberlain’s, 2012; Debora, 2017).
4) Hidung
Inspreksi:
Periksa adanya produksi sekret, ada atau tidak pernapasan cuping
hidung, kesimetrisan kedua lubang hidung, pada kulit akan telihat kering dan
kusam (Chamberlain’s, 2012; Debora, 2017).
Palpasi:
Periksa ada massa dan nyeri tekan pada sinus atau tidak, ada dislokasi
tulang hidung atau tidak, akan terasa kasar
(Chamberlain’s, 2012; Debora, 2017).
5) Mulut
Inspeksi:
Pada saat bernapas akan tercium bau ammonia karena faktor uremik,
ulserasi pada gusi, bibir tampak kering
(Williams & Wilkins, 2011).
6) Leher
Inspeksi:
Periksa ada massa atau tidak, pembengkakan atau kekakuan leher, kulit
kering, pucat, kusam (Williams & Wilkins, 2011; Debora, 2017).
Palpasi:
Periksa adanya pembesaran kelenjar limfe, massa atau tidak. Periksa
posisi trakea ada pergeseran atau tidak, kulit terasa kasar (Debora, 2017).
7) Dada
a) Paru
Inspeksi:
Pada klien CKD pergerakan dada akan cepat karena pola napas juga
cepat dan dalam (kusmaul), batuk dengan ada tidaknya sputum kental dan
banyak apabila ada edema paru batuk akan produktif menghasilkan sputum
merah muda dan encer, pada kulit akan ditemukan kulit kering, uremic frost,
pucat atau perubahan warna kulit dan bersisik (Haryono, 2013; Prabowo &
Pranata, 2014).
Palpasi:
Periksa pergerakan dinding dada teraba sama atau tidak, terdapat nyeri
dan edema atau tidak, kulit terasa kasar dan permukaan tidak rata
(Debora,2017).
Perkusi:
Perkusi pada seluruh lapang paru normalnya resonan dan pada CKD pekak
apabila paru terisi cairan karena edema (Debora, 2017).
Auskultasi:
Dengarkan apa ada suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing,
pleural friction rub dan stridor (Debora, 2017).
b) Jantung
Inspeksi:
Normalnya akan tampak pulsasi pada ICS 5 midklavikula kiri katup
mitrialis pada beberapa orang dengan diameter normal 1-2 cm (Debora, 2017).
Palpasi:
Normalnya akan teraba pulsasi pada ICS 5 midkalvikula kiri katup
mitrialis (Debora, 2017).
Perkusi:
Normalnya pada area jantung akan terdengar pekak pada ICS 3-5 di
sebelah kiri sternum (Debora, 2017).
Auskultasi:
Pada klien CKD akan terjadi disritmia jantung dan akan terdengar
bunyi jantung murmur (biasanya pada lansia) pada klien CKD yang memiliki
hipertensi (Haryono 2013; Debora, 2017).
8) Abdomen
Inspeksi:
Kulit abdomen akan tampak mengkilap karena asites dan kulit kering,
pucat, bersisik, warna cokelat kekuningan, akan muncul pruritus (Williams &
Wilkins, 2011; Debora, 2017).
Auskultasi:
Dengarkan bising usus di keempat kuadran abdomen (Debora, 2017).
Perkusi:
Klien dengan CKD akan mengeluh nyeri pada saat dilakukan
pemeriksaan di sudut costo-vertebrae pada penderita penyakit ginjal (Debora,
2017)
Palpasi:
Lakukan palpasi pada daerah terakhir diperiksa yang terasa nyeri,
teraba ada massa atau tidak pada ginjal (Debora, 2017).
9) Kulit dan kuku
Inspeksi:
Kuku akan menjadi rapuh dan tipis, kulit menjadi pucat, kering dan
mengelupas, bersisik, akan muncul pruritus, warna cokelat kekuningan,
hiperpigmentasi, memar, uremic frost, ekimosis, petekie (Nursalam &
Batticaca, 2009; Muttaqin & Sari, 2011; Williams & Wilkins, 2011;
Chamberlain’s, 2012)
Palpasi:
CRT > 3 detik, kulit teraba kasar dan tidak rata
(Muttaqin & Sari, 2011).
Menurut Amano dkk (2017) tingkatan kulit kering menggunakan 5 poin skala
kekeringan melalui visual.
Tabel 2.2 Skor kulit kering

Skor Deskripsi
0 Kulit normal, tidak mengelupas
1 Sedikit mengelupas, kulit tampak kasar, tampak
sedikit keputihan
2 Mengelupas, permukaan agak kasar
3 Ditandai dengan adanya sisik dan tampak sedikit
celah, kasar, tampak retakan
4 Bersisik parah, sangat kasar
(Sumber: Amano dkk, 2017)

10) Genetalia
Inspeksi:
Lihat kebersihan genetalia, tampak lesi atau tidak (Debora, 2017).
11) Ekstermitas
Inspeksi:
Pada klien CKD terdapat edema pada kaki karena adanya gravitasi
biasanya ditemukan di betis dan paha pada klien yang bedrest, kelemahan,
kelelahan, kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik (Rendi & Margareth, 2012;
Haryono 2013)
Palpasi:
Turgor kulit > 3 detik karena edema, kulit teraba kering dan kasar
(Chamberlain’s, 2012)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
Menurut Nanda Nic-Noc, 2015:
a. Kelebihan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan
volume urin, kelebihan asupan cairan dan natrium, peningkatan aldosteron
sekunder dari penurunan GFR.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan renal berhubungan dengan penurunan
suplai O2 dan nutrisi kejaringan sekunder terhadap penurunan COP.
c. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin.
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan retensi cairan intertisial
dari edema paru, hiperventilasi dan respons asidosis metabolik.

3. RENCANA KEPERAWATAN

Berdasarkan teori rencana keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa

diatas adalah NANDA NIC-NOC International, 2015.

Tabel 2.1

Intervensi Keperawatan Chronic Kidney Disease (CKD)

No DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC


1. Kelebihan volume cairan Tujuan dan Fluid
dan elektrolit berhubungan Kriteria Hasil Management
dengan penurunan volume urin, 1. Electrolit and 1) Pertahankan
kelebihan asupan cairan dan acid base catatan
natrium, peningkatan aldosteron balance intake dan output
sekunder dari penurunan GFR 2. Fluid balance yang
3. Hydration akurat
Kriteria Hasil : 2) Pasang urin
1) Terbebas dari kateter jika
edema, diperlukan
efusi, anaskara 3) Monitor hasil
2) Bunyi nafas lab yang
bersih, tidak sesuai dengan
ada retensi
dyspneu/ortopneu cairan (BUN ,
3) Terbebas dari Hmt ,
distensi osmolalitas urin )
vena jugularis, 4) Monitor vital
4) Memelihara sign
tekanan vena 5) Monitor
sentral, tekanan indikasi
kapiler retensi / kelebihan
paru, output jantung cairan (cracles,
dan CVP ,
vital sign DBN edema, distensi
5) Terbebas dari vena
kelelahan, leher, asites)
kecemasan atau 6) Kaji lokasi dan
bingung luas
edema
7) Monitor
masukan
makanan / cairan
8) Monitor status
nutrisi
9) Berikan
diuretik sesuai
interuksi
10) Kolaborasi
pemberian
obat:
11) Monitor berat
badan
12) Monitor
elektrolit
13) Monitor tanda
dan
gejala dari odema
2. Ketidakefektifan perfusi Tujuan dan Peripheral
jaringan renal Kriteria Hasil Sensation
berhubungan dengan 1. Circulation status Management
penurunan suplai O2 2. Electrolite and 1) Observasi
dan nutrisi kejaringan Acid status hidrasi
sekunder terhadap penurunan Base Balance (kelembaban
COP. 3. Fluid Balance membran
4. Hidration mukosa, TD
5. Tissue Prefusion ortostatik,
: renal dan keadekuatan
6. Urinari dinding nadi)
elimination 2) Monitor HMT,
Kriteria Hasil: Ureum,
1) Tekanan systole albumin, total
dan protein,
diastole dalam batas serum osmolalitas
normal dan
2) Tidak ada urin
gangguan 3) Observasi
mental, orientasi tanda-tanda
kognitif cairan berlebih/
dan kekuatan otot retensi
3) Na, K, Cl, Ca, (CVP menigkat,
Mg, BUN, oedem,
Creat dan Biknat distensi vena leher
dalam dan
batas normal asites)
4) Tidak ada 4) Pertahankan
distensi vena intake dan
leher output secara
5) Tidak ada bunyi akurat
paru 5) Monitor TTV
tambahan Pasien
6) Intake output Hemodialisis:
seimbang 6) Observasi
7) Tidak ada oedem terhadap
perifer dehidrasi, kram
dan asites otot
8) Tdak ada rasa dan aktivitas
haus yang kejang
abnormal 7) Observasi
9) Membran reaksi
mukosa lembab tranfusi
Hematokrit dbn 8) Monitor TD
Warna dan bau urin 9) Monitor BUN,
dalam Creat,
batas normal HMT dan
elektrolit
10) Timbang BB
sebelum
dan sesudah
prosedur
11) Kaji status
mental
12)Monitor CT
Pasien Peritoneal
Dialisis:
13) Kaji
temperatur, TD,
denyut perifer, RR
dan BB
14) Kaji BUN,
Creat pH,
HMT, elektrolit
selama
prosedur
15)Monitor
adanya
respiratory
distress
16)Monitor
banyaknya dan
penampakan
cairan
17)Monitor tanda-
tanda infeksi
3. Risiko penurunan curah Tujuan dan Cardiac Care
jantung berhubungan Kriteria Hasil 1) Evaluasi
dengan ketidakseimbangan 1. Cardiac Pump adanya nyeri
cairan dan elektrolit, effectiveness dada
gangguan frekuensi, 2. Circulation 2) Catat adanya
akumulasi/penumpukan Status disritmia
urea toksin. 3. Vital Sign Status jantung
Kriteria Hasil: 3) Catat adanya
1) Tanda Vital tanda dan
dalam rentang gejala penurunan
normal (Tekanan cardiac putput
darah, 4) Monitor status
Nadi, respirasi) pernafasan yang
2) Dapat menandakan gagal
mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada 5) Monitor
kelelahan balance cairan
3) Tidak ada edema 6) Monitor respon
paru, pasien
perifer, dan tidak terhadap efek
ada pengobatan
asites antiaritmia
4) Tidak ada 7) Atur periode
penurunan latihan
kesadaran dan istirahat untuk
5) AGD dalam menghindari
batas normal kelelahan
6) Tidak ada 8) Monitor
distensi vena toleransi
leher aktivitas pasien
7) Warna kulit 9) Monitor adanya
normal dyspneu, fatigue,
tekipneu dan
ortopneu
10) Anjurkan
untuk
menurunkan stress
11) Monitor TD,
nadi,
suhu, dan RR
12) Monitor VS
saat pasien
berbaring, duduk,
atau
berdiri
13) Auskultasi TD
pada
kedua lengan dan
bandingkan
14) Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum, selama,
dan
setelah aktivitas
15) Monitor
jumlah, bunyi
dan irama jantung
16) Monitor
frekuensi dan
irama pernapasan
17) Monitor pola
pernapasan
abnormal
18) Monitor suhu,
warna,
dan kelembaban
kulit
19) Monitor
sianosis
perifer
20) Monitor
adanya
cushing triad
(tekanan
4. Ketidakefektifan pola Tujuan dan Airway
napas berhubungan Kriteria Hasil Management
dengan retensi cairan 1. Respiratory 1) Posisikan
intertisial dari edema Status : Gas pasien untuk
paru, hiperventilasi dan exchange memaksimalkan
respons asidosis metabolik. 2. Keseimbangan ventilasi
asam 2) Pasang mayo
Basa, Elektrolit bila perlu
3. Respiratory 3) Lakukan
Status : fisioterapi
ventilation dada jika perlu
4. Vital Sign Status 4) Keluarkan
Kriteria Hasil: sekret
1) dengan batuk atau
Mendemonstrasikan suction
peningkatan 5) Auskultasi
ventilasi dan suara nafas,
oksigenasi yang catat adanya suara
adekuat tambahan
2) Memelihara 6) Berikan
kebersihan bronkodilator ;
paru paru dan bebas 7) Barikan
dari pelembab
tanda tanda distress udara
pernafasan 8) Atur intake
3) untuk
Mendemonstrasikan cairan
batuk mengoptimalkan
efektif dan suara keseimbangan.
nafas 9) Monitor
yang bersih, tidak respirasi dan
ada status O2
sianosis dan 10) Catat
dyspneu pergerakan
(mampu dada,amati
mengeluarkan kesimetrisan,
sputum, mampu penggunaan otot
bernafas tambahan, retraksi
dengan mudah, otot
tidak ada supraclavicular
pursed lips) dan
4) Tanda tanda vital intercostal
dalam 11) Monitor suara
rentang normal nafas,
5) AGD dalam seperti dengkur
batas normal 12) Monitor pola
6) Status neurologis nafas :
dalam bradipena,
batas normal takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne
stokes, biot
13) Auskultasi
suara nafas,
catat area
penurunan /
tidak adanya
ventilasi
dan suara
tambahan
14) Monitor TTV,
AGD,
elektrolit dan
ststus
mental
15) Observasi
sianosis
khususnya
membran
mukosa
16) Jelaskan pada
pasien
dan keluarga
tentang
persiapan
tindakan dan
tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction,
Inhalasi)
17) Auskultasi
bunyi
jantung, jumlah,
irama
dan denyut
jantung
DAFTAR PUSTAKA

Devada Chandra Eza Huzzella . 2018 . Karya Tulis Ilmiah : Studi Kasus Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan KetidakefektifanPerfusi
Jaringan Perifer di Ruang Hemodelisa Rumah Sakit Umum Daerah Bangli Pasuruan.
Program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika Jombang

Haryono, R. 2013. Keperawatan Medikal bedah : Sstem Perkemihan. Yogyakarta: PT. Andi
Offset.

Ida Parwati . 2019 . Karya Tulis Ilmiah AsuhanKeperawatan Pada Klien Chronic Kidney
Disease Dengan Masalah Resiko Gangguan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti
Waluya Sawahan Malang . Program Studi D- III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Panti Waluya Malang

Marianne Lusi Oktaviani . 2017 . Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Chronic Kidney
Disease (CKD) di Irna Non Bedah Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr.M Djamil
Padang . Poltekkes Kemenkes Padang

Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.


Jakarta: Salemba Medika . http://digilib.ukh.ac.id/repo/disk1/31/01-gdl-arieflukma-
1527-1-ktifull-1.pdf

Muttaqin & Sari. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika

Nanda . (2015) . Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor
Heather , Shigemi Kamitsuru. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai