Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi
glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 mL/min/1,73 m2 selama 3
bulan atau lebih yang irreversible dan didasari oleh banyak faktor (NKF K/DOQI 2000;
Kallenbach et al. 2005). Apabila kerusakan ini mengakibatkan laju filtrasi
glomelurus/GFR berkurang hingga di bawah 15 ml/min/1,73 m2 dan disertai kondisi
uremia, maka pasien mengalami gagal ginjal tahap akhir atau disebut dengan End Stage
Renal Disease (ESRD).
Saat ini penderita gagal ginjal kronik di dunia mengalami peningkatan sebesar 20-25%
setiap tahunnya (USRDS 2008 dalam Harwood. Lori et al. 2009). Menurut data PERNEFRI
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia)mencapai 70.000, namun yang terdeteksi menjalani
gagal ginjal kronis dan menjalani cuci darah/haemodialysis hanya sekitar 4000 sampai
dengan 5000 saja. Angka mortalitas pasien gagal ginjal kronik semakin meningkat seiring
meningkatnya angka kejadian penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung
sebagai penyebabnya dan komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Menurut
data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2006, gagal ginjal kronik menempati urutan ke 6
penyebab kematian yang dirawat di rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di RSUP Fatmawati, menurut data Instalasi Rekam Medik
RSUP Fatmawati Jakarta jumlah penderita penyakit ginjal kronik pada tahun 2011
sebanyak 1629 orang.
Penatalaksanaan untuk mengatasi masalah GGK terdapat dua pilihan (Markum 2009)
yaitu pertama, penatalaksanaan konservatif meliputi diet protein, diet kalium, diet natrium,
dan pembatasan cairan yang masuk. Kedua, dialisis dan transplantasi ginjal merupakan
terapi pengganti pada pasien. Terapi pengganti yang sering dilakukan pada pasien GGK
adalah dialisis.
Oleh karena permasalahan tersebut, makalah ini disusun agar perawat mampu
memahami dengan baik mengenai gagal ginjal kronik serta mampu menerapkan asuhan
keperawatan yang tepat bagi penderita gagal ginjal kronik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi


Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga peritoneal bagian
atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada
sisi ini, terdapat hilus ginjal, yaitu tempat struktur-sturuktur pembuluh darah, sistem
limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal
sangat bervariasi tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi
lain. Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal).
Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram (Aziz dkk.2008).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true capsule
(kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak peri renal. Di sebelah
kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang berwarna
kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perineal dibungkus oleh
fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan
dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urin pada saat terjadi trauma ginjal. Selain
itu, fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat metastasis tumor
ginjal ke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau
disebut jarinagn lemak pararenal (Aziz dkk. 2008).

Gambar 1. Anatomi Ginjal (Aziz dkk. 2008)

Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal
kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon (Aziz dkk. 2008). Ginjal
kanan tingginya sekitar 1 cm di atas ginjal kiri (Faiz &Moffat 2004).
Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan medula ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di dalam medula banyak terdapat
duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas glomeruli
dan tubuli ginjal. Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di
dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme tubuh disekresi bersama air dalam
bentuk urin (Aziz dkk. 2008).
Gambar 2. Sistem Nefron Ginjal (Aziz dkk. 2008)

Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises
ginjal untuk disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor,
infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri
atas epitel transisional dan dindingnya terdiri otot polos yang mampu berkontraksi untuk
mengalirkan urin sampai ureter (Aziz dkk. 2008).
Ginjal bekerja untuk menyaring darah sebanyak kurang lebih 200 liter tiap harinya dan
juga membuang sisa-sisa metabolisme serta kelebihan cairan tubuh melalui urin. Selain
membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urin, ginjal berfungsi juga dalam:
1. Melakukan kontrol terhadap sekresi hormon-hormon aldostreon dan Anti Diuretik
Hormon (ADH)
2. Mengatur metbolisme ion kalsium dan vitamin D
3. Menghasilkan hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel
darah merah, renin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah, kalsitriol atau
vitamin D3 yaitu bentuk aktif dari vitam D yang berfungsi mengatur tekanan darah
dengan cara mengatur keseimbangan kadar kalsium, dan hormon prostaglandin (Aziz
dkk. 2008).

2.2 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer 2008). Gagal ginjal kronik
merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular
Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan
(Kallenbach et al. 2005). Menurut KDIGO (2013) Gagal ginjal kronik merupakan suatu
keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan yang
mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):
a. Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
b. Abnormalitas sedimen urin
c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus ginjal
d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
f. Mempunyai riwayat transplantasi ginjal
2. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)
Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi gangguan
pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak pembuluh darah tersebut. Akibatnya,
darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih sedikit, dan tekanan darah di dalam ginjal
tidak bisa dikendalikan. Bila unit penyaring yang terganggu, maka suplai darah kurang dan
gangguan tekanan darah akan membuat ginjal tidak mampu membuang zat-zat tidak
terpakai lagi. Selain itu ginjal juga tidak bisa mempertahankan keseimbangan cairan dan
zat-zat kimia di dalam tubuh, sehingga zat buangan bisa masuk kembali ke dalam darah.
Juga mungkin terjadi, zat kimia yang dibutuhkan tubuh dan protein akan ikut keluar
bersama urin (Syamsir & Iwan 2007).
Pada gagal ginjal kronik penderita hanya dapat berusaha menghambat laju tingkat
kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak menjadi gagal ginjal terminal (GGT), suatu
kondisi dimana ginjal sudah tidak dapat berfungsi lagi. Kondisi gagal ginjal kronik ini
biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya menahun, dengan sedikit gejala pada awalnya,
bahkan lebih sering penderita tidak merasakan adanya gejala dan diketahui fungsi ginjal
sudah menurun 25% dari normal. Beberapa penyakit yang memicu terjadinya penyakit
aggal ginjal kronik, antara lain diabetes, hipertensi, dan batu ginjal (Syamsir & Iwan 2007).

2.3 Tahapan Perkembangan Gagal Ginjal Kronik


Tahapan perkembangan gagal ginjal kronik, yaitu (Baradero dkk. 2005):
1. Penurunan cadangan ginjal
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
c. BUN dan kreatinin serum masih normal
d. Pasien asimtomatik
2. Gagal ginjal
a. 75-80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. Anemia ringan dan azotemia ringan
e. Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
b. BUN dan kreatinin serum meningkat
c. Anemia, azotemia, asidosis metabolik
d. Berat jenis urin
e. Poliuria dan nokturia
f. Gejala gagal ginjal
4. End-stage renal disease (ESRD)
a. Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
c. BUN dan kreatinin tinggi
d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
e. Berat jenis urin tetap 1,010
f. Oliguria
g. Gejala gagal ginjal

2.4 Etiologi
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes mellitus (tipe 1 atau
tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage Renal Failure (ERFD) di seluruh
dunia adalah IgA nephropathy (penyakit inflamasi ginjal). Komplikasi dari diabetes dan
hipertensi adalah rusaknya pembuluh darah kecil di dalam tubuh, pembuluh darah di ginjal
juga mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga mengakibatkan gagal ginjal kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan yang negara lain.
Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab paling banyak terjadi gagal ginjal
kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh hipertensi sebanyak 27% Dan
glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas 2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal
kronik sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada
ginjal, hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).

Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas, antara lain
(Price & Wilson 2003):
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2003):
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis/refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan ikat SLE
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik DM
Gout, hiperparatiroidisme
Amilodosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, obat TBC
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra

2.5 Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem yaitu Cause,
GFR category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik merupakan stadium 5 dari
CKD atau biasa disebut dengan End-stage Renal Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal
kronik apabila dari hasil tes nilai eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2 clinical practice guideline for the
evaluation and management of chronic kidney disease:
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)

GFR category GFR (ml/min/1.73 m2) Terms

G1 >90 Normal or high

G2 60–89 Mildly decreased*

G3a 45–59 Mildly to moderately decreased

G3b 30–44 Moderately to severely decreased

G4 15–29 Severely decreased

G5 <15 Kidney failure

* Relatif pada level dewasa

Tabel 3. Kategori Albuminuria (KDIGO 2013)

ACR AER ACR Terms


category (mg/24hrs) (mg/mmol)
A1 < 30 <3 Normal to mildly increased

A2 30-300 3–30 Moderately increased*

A3 > 300 >30 Severely increased**

* Relatif pada level dewasa


** Termasuk sindrom nefrotik (ACR > 220 mg/mmol)

GFR = glomerular filtration rate


AER = albumin excretion rate
ACR = albumin-to-creatinine ratio

2.6 Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk mengeluarkan sisa
metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin, dan asam urat sehingga terjadi
keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini diawali dengan kerusakan dan penurunan fungsi
nefron secara progresif akibat adanya pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa ginjal
menimbulkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Selanjutnya
penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan
peningkatan sisa metabolisme dalam tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan BUN dalam
keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan
dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai stadium
insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia
(berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali.
Pengeluaran urin normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang
diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90% dari massa
nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya hanya 10% dari
keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita biasanya oliguri
(pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi
ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh.
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal kronis,
akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR 60% belum merasakan keluhan, tetapi
sudah ada peningkatan kadar ureum dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia,
badan lemas, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai terjadi.

2.7 Manifestasi Klinis


Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan secara lambat dan
progresif dari fungsi ginjal. Biasanya terjadi akibat komplikasi dari kondisi medis lain yang
serius. Tidak seperti gagal ginjal akut yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal
kronis terjadi secara bertahap. Gagal ginjal kronis terjadi dalam hitungan minggu, berbulan-
bulan, atau bahkan bertahun-tahun sampai ginjal perlahan berhenti bekerja, mengantarkan
pada stadium akhir penyakit ginjal (ESRD). Perkembangan yang sangat lambat inilah yang
mengakibatkan gejala tidak muncul sampai adanya kerusakan besar.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 1996):
1. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
2. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin
tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare 2001):


1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub pericardial
e. Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
e. Kejang
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Kelemahan pada tungkai
d. Fraktur tulang
e. Foot drop
7. Reproduktif
a. Amenore
b. Atrofi testekuler

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah:
1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam (24
jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan : menetap
pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio urin/
serum saring (1 : 1).
5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.
6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak mampu
mengabsorpsi natrium.
7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna merah
diduga nefritis glomerulus.

Anda mungkin juga menyukai