PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal
kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon (Aziz dkk. 2008). Ginjal
kanan tingginya sekitar 1 cm di atas ginjal kiri (Faiz &Moffat 2004).
Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan medula ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di dalam medula banyak terdapat
duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas glomeruli
dan tubuli ginjal. Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di
dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme tubuh disekresi bersama air dalam
bentuk urin (Aziz dkk. 2008).
Gambar 2. Sistem Nefron Ginjal (Aziz dkk. 2008)
Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises
ginjal untuk disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor,
infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri
atas epitel transisional dan dindingnya terdiri otot polos yang mampu berkontraksi untuk
mengalirkan urin sampai ureter (Aziz dkk. 2008).
Ginjal bekerja untuk menyaring darah sebanyak kurang lebih 200 liter tiap harinya dan
juga membuang sisa-sisa metabolisme serta kelebihan cairan tubuh melalui urin. Selain
membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urin, ginjal berfungsi juga dalam:
1. Melakukan kontrol terhadap sekresi hormon-hormon aldostreon dan Anti Diuretik
Hormon (ADH)
2. Mengatur metbolisme ion kalsium dan vitamin D
3. Menghasilkan hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel
darah merah, renin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah, kalsitriol atau
vitamin D3 yaitu bentuk aktif dari vitam D yang berfungsi mengatur tekanan darah
dengan cara mengatur keseimbangan kadar kalsium, dan hormon prostaglandin (Aziz
dkk. 2008).
2.2 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer 2008). Gagal ginjal kronik
merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular
Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan
(Kallenbach et al. 2005). Menurut KDIGO (2013) Gagal ginjal kronik merupakan suatu
keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan yang
mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):
a. Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
b. Abnormalitas sedimen urin
c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus ginjal
d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
f. Mempunyai riwayat transplantasi ginjal
2. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)
Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi gangguan
pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak pembuluh darah tersebut. Akibatnya,
darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih sedikit, dan tekanan darah di dalam ginjal
tidak bisa dikendalikan. Bila unit penyaring yang terganggu, maka suplai darah kurang dan
gangguan tekanan darah akan membuat ginjal tidak mampu membuang zat-zat tidak
terpakai lagi. Selain itu ginjal juga tidak bisa mempertahankan keseimbangan cairan dan
zat-zat kimia di dalam tubuh, sehingga zat buangan bisa masuk kembali ke dalam darah.
Juga mungkin terjadi, zat kimia yang dibutuhkan tubuh dan protein akan ikut keluar
bersama urin (Syamsir & Iwan 2007).
Pada gagal ginjal kronik penderita hanya dapat berusaha menghambat laju tingkat
kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak menjadi gagal ginjal terminal (GGT), suatu
kondisi dimana ginjal sudah tidak dapat berfungsi lagi. Kondisi gagal ginjal kronik ini
biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya menahun, dengan sedikit gejala pada awalnya,
bahkan lebih sering penderita tidak merasakan adanya gejala dan diketahui fungsi ginjal
sudah menurun 25% dari normal. Beberapa penyakit yang memicu terjadinya penyakit
aggal ginjal kronik, antara lain diabetes, hipertensi, dan batu ginjal (Syamsir & Iwan 2007).
2.4 Etiologi
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes mellitus (tipe 1 atau
tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage Renal Failure (ERFD) di seluruh
dunia adalah IgA nephropathy (penyakit inflamasi ginjal). Komplikasi dari diabetes dan
hipertensi adalah rusaknya pembuluh darah kecil di dalam tubuh, pembuluh darah di ginjal
juga mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga mengakibatkan gagal ginjal kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan yang negara lain.
Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab paling banyak terjadi gagal ginjal
kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh hipertensi sebanyak 27% Dan
glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas 2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal
kronik sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada
ginjal, hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).
Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas, antara lain
(Price & Wilson 2003):
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2003):
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis/refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan ikat SLE
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik DM
Gout, hiperparatiroidisme
Amilodosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, obat TBC
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra
2.5 Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem yaitu Cause,
GFR category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik merupakan stadium 5 dari
CKD atau biasa disebut dengan End-stage Renal Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal
kronik apabila dari hasil tes nilai eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2 clinical practice guideline for the
evaluation and management of chronic kidney disease:
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)
2.6 Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk mengeluarkan sisa
metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin, dan asam urat sehingga terjadi
keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini diawali dengan kerusakan dan penurunan fungsi
nefron secara progresif akibat adanya pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa ginjal
menimbulkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Selanjutnya
penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan
peningkatan sisa metabolisme dalam tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan BUN dalam
keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan
dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai stadium
insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia
(berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali.
Pengeluaran urin normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang
diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90% dari massa
nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya hanya 10% dari
keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita biasanya oliguri
(pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi
ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh.
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal kronis,
akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR 60% belum merasakan keluhan, tetapi
sudah ada peningkatan kadar ureum dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia,
badan lemas, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai terjadi.