Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara
menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan
non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Fungsi
primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra
sel dalam batas-batas normal (Carpenito, 2001).
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
gomerulus, reabsorbsi ginjal dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar
1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20 sampai 25
persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang masuk
ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla
(Mansjoer, 2007).
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-
communicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi,
diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit
menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat
utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem
vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini
sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke,
penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah
perifer (Mansjoer, 2007).
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang
memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal.
Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti

1
penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna,
kelainan di tulang dan otot serta anemia (Johnson, M., et all, 2000).
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih
mengutamakan diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik
yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau
transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah
menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung
pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan
secara dini.
Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis
dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal
ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal
kronik dapat dikendalikan.

II. Rumusan masalah


A. Apa definisi gagal ginjal kronik ?
B. Apa saja klasifikasi gagal ginjal kronik?
C. Apa saja etiologi penyakit gagal ginjal kronik ?
D. Bagaimana patofisiologi penyakit gagal ginjal kronik ?
E. Apa saja manifestasi klinis penyakit gagal ginjal kronik ?
F. Apa saja komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik?
G. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada gagal ginjal
kronik?
H. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien gagal ginjal kronik?
I. Bagaimana pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal
kronik?
J. Diagnosa apa saja yang dapat muncul pada kasus gagal ginjal kronik?
K. Apa saja intervensi yang dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal
kronik?
L. Bagaimana konsep hemodialisa ?

2
III. Tujuan Penulisan
A. Untuk memahami pengertian gagal ginjal kronis.
B. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik.
C. Untuk memahami etiologi penyakit gagal ginjal kronik.
D. Untuk memahami patofisiologi penyakit gagal ginjal kronik.
E. Unuk mengetahui manfestasi klinis penyakit gagal ginjal kronik.
F. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik.
G. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit gagal ginjal
kronik.
H. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien gagal ginjal kronik.
I. Untuk mengetahui pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien gagal
ginjal kronik.
J. Untuk mengetahui diagnosa apa saja yang dapat muncul pada pasien
gagal ginjal kronik.
K. Untuk memahami intervensi apa saja yang dapat dilakukan pada pasien
gagal ginjal kronik.
L. Untuk mengetahui konsep hemodialisa

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik


A. Definisi
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible  dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2002).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal
yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi
ginjal  yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan
dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan
tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, suzanene C,
2001).
B. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3
stadium :
1. Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal.
b. Asimptomatik.
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR.
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam
diet).
b. Kadar kreatinin serum meningkat.

4
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan).
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat.
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit.
c. Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010.
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality
Initiative) merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus):
a. Stadium 1   kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73
m2).
b. Stadium 2   kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan
LFG antara (60 -89 mL/menit/1,73 m2).
c. Stadium 3   kelainan )ginjal dengan LFG antara (30-59
mL/menit/1,73m2).
d. Stadium 4   kelainan ginjal dengan LFG antara
15-29mL/menit/1,73m2).
e. Stadium 5   kelainan ginjal dengan LFG (<
15 mL/menit/1,73m2 ) atau gagal ginjal terminal.
C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit
parenkim ginjal difusi dan bilateral (Brunner & Suddarth, 2002).
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale.
8. Nefropati obstruktif.
9. Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
10. Saluran kemih bagian bawah: hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra (Brunner
& Suddarth, 2002).
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/ daya saring. Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus (Mansjoer, 2007).
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/ menit atau lebih rendah
(Smeltzer, suzanene C, 2001).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam

6
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat
(Mansjoer, 2007).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik antara lain sebagai
berikut :
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental,
berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak,
udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah (Smeltzer, 2001).
Manifestasi klinik menurut (Santoso, 2007) adalah sebagai
berikut:
1. Sistem kardiovaskuler :
a. Hipertensi.
b. Edema periorbital.
c. Pembesaran vena.
2. Sistem Pulmoner :
a. Krekel.
b. Nafas dangkal.
c. Kusmaull.
d. Sputum kental dan riak.
3. Sistem gastrointestinal :
a. Anoreksia, mual dan muntah.
b. Perdarahan saluran GI.
c. Ulserasi dan pardarahan mulut.
d. Nafas berbau ammonia
4. Sistem musculoskeletal :
a. Kram otot.
b. Kehilangan kekuatan otot.

7
c. Fraktur tulang.
5. Sistem Integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat.
b. Pruritis.
c. Kulit kering bersisik.
d. Kuku tipis dan rapuh.
e. Rambut tipis dan kasar.
6. Sistem Reproduksi
a. Amenore.
b. Atrofi testis.
F. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis dan efusi pericardial, akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
system rennin-angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoitis, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisa.
5. Penyakit tulang serta.
6. Asidosis metabolic.
7. Sepsis.
8. Neuropati perifer.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1) Ureum kreatinin.
2) Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
1) Analisis urin rutin.

8
2) Mikrobiologi urin.
3) Kimia darah.
4) Elektrolit.
c. Identifikasi perjalanan penyakit
1) Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT).
2) GFR dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
         
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
3) Hb, trobosit, factor pembekuan.
2. Radiologi
a. Foto polos abdomen.
b. USG.
c. Nefrotogram.
H. Penatalaksanaan
1. Dialisis (cuci darah).
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih).
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat.
4. Transfusi darah dan Transplantasi ginjal (Santosa, 2007).

9
II. Konsep Hemodialisa
A. Definisi
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu
proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui
suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal
merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa.
Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitudifusi solute dan air
dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap
perbedaankonsentrasi atau tekanan tertentu.Sedangkan menurut
Tisher dan Wilcox (1997).
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan
air dari darah pasien melewati membran semipermeabel(dializer)
kedalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk
memindahkansebagian besar volume cairan. Pemindahan ini
dilakukan melalui ultrafiltrasi dimanatekanan hidrostatik
menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan
perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan
memperbesar jalan masuk padavaskuler, antikoagulansi dan
produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien,hemodialisa
telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal
akutdan kronik di Amerika Serikat. (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah
filter khusus yangdinamakan dializer (suatu membran
semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah
dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuahmesin
diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran
darah, maka dibuatsuatu hubungan buatan antara arteri dan vena
(fistula arteriovenosa) melalui pembedahan. (NKF, 2006).

10
A. Indikasi hemodialisa
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak
ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah
untuk menentukan kapan pengobatan harus
dimulai.Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan
berdasarkan kesehatan penderita yangterus diikuti dengan
cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya
dimulaiapabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja
purna waktu, menderita neuropati perifer atau
memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya
juga dapatdimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6
mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml padawanita dan
glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit.
Penderita tidak bolehdibiarkan terus menerus berbaring
ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari
tidak dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (PERNEFRI) (2003) secaraideal semua pasien
dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit,
LFGkurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5mL/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain
indikasi tersebut jugadisebutkan adanya indikasi khusus
yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,
hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik
diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan
bahwa hemodialisa biasanyadimulai ketika bersihan
kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding
dengankadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang
terdapat gejala-gejala uremia dan secaramental dapat

11
membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan
hemodialisa.Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga
menyebutkan bahwa indikasi relatif darihemodialisa adalah
azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang
dapatdidialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah
perikarditis uremia, hiperkalemia,kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan
asidosisyang tidak dapat diatasi.
B. Kontraindikasi hemodialisa
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi
dari hemdialisa adalahhipotensi yang tidak responsif
terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindromotak organik.Sedangkan menurut PERNEFRI
(2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalahtidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa,
akses vaskuler sulit,instabilitas hemodinamik dan
koagulasi.Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit alzheimer,demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dankeganasan lanjut.
C. Tujuan hemodialisa
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari
pengobatan hemodialisa antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi,
yaitumembuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh,
seperti ureum, kreatinin, dan sisametabolisme yang
lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan
cairan tubuhyang seharusnya dikeluarkan sebagai
urin saat ginjal sehat

12
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunanfungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu
program pengobatan yang lain.
D. Prinsip hemodialisa
Secara sederhana proses dialisis hanya memompa darah
dan dializat melalui membran dializer (Levy,dkk., 2004)
1. Dialysate
adalah larutan air murni yang mengandung,
klorida, natrium kalium, magnesium, kalsium,
dextrose, bicarbonat atau asetat.
2. Di dalam dialyzer darah dan dialysate dipisahkan
oleh membrane semipermiabel. Darah mengandung
sisa produk metabolism berupa ureum, creatin, dan
lainnya.Sedangkan dialysate tidak mengandung
produk sisa metabolisme. Karena perbedaan
konsentrasi ini akan terjadi proses difusi dalam
dialyzer.
3. Proses difusi akan maksimal bila arah aliran
darah dan dialisat berlawanan (counter current
flow). Kecepatan aliran darah dan dialisat dalam
dialiser juga berpengaruh pada peningkatan proses
difusi.
4. Proses konveksi dalam dialyzer dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan tekanan dalam membran
dialyzer (trans membrane pressure)
5. Proses Hemodialisa konvensional, molekul
denganukuran kecil tidak semua terlepas denagan
proses konveksi saja.Tetapi hampir semua molekul
dengan ukuran kecil terlepas dengan proses difusi.
Sebaliknya molekul dengan ukuran besar

13
(B2mikroglobulin dan vit B12) dikeluarkan
efektif dengan proseskonveksi.Hal ini telah
menyebabkanpeningkatan penggunaan20metodeUF
di Hemodialis untuk meningkatkan penghapusan
molekul MW lebih besar.
E. Komponen hemodialisa
1. Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisa memompa darah dari pasien ke
dialyzer sebagai membran semipermiabel dan
memungkinkan terjadi proses difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi karena terdapat cairan dialysate didalam
dialyzer. Proses dalam mesin hemodialisa
merupakan proses yang komplek yang mencakup
kerja dari deteksi udara, control alarm mesin dan
monitor data proses hemodialisa (Misra, 2005)

.
Gambar.2.1. Sirkuit hemodialysis

2. Ginjal Buatan (dialyzer)

14
Dialyzer atau ginjal buatan adalah tabung yang
bersisi membrane semipermiabel dan mempunyai
dua bagian yaitu bagian untuk cairan dialysate
dan bagian yang lain untuk darah
(Levy,dkk.,2004). Beberapa syarat dialyzer yang
baik (Heonich & Ronco,2008) adalah volume
priming atau volume dialyzer rendah, clereance
dialyzer tinggi sehingga bisa menghasilkan
clearance urea dan creatin yang tinggi tanpa
membuang protein dalam darah, koefesien
ultrafiltrasi tinggi dan tidak terjadi tekanan
membrane yang negatif yang memungkinkan terjadi
back ultrafiltration, tidak mengakibatkan reaksi
inflamasi atau alergi saat proses hemodialisa
(hemocompatible), murah dan terjangkau, bisa
dipakai ulang dan tidak mengandung racun.
Syarat dialyzer yang baik adalah bisa
membersihkan sisa meta bolisme dengan ukuran
molekul rendah dan sedang, asam amino dan
protein tidak ikut terbuang saat proses
hemodialisis,volume dialyzer kecil, tidak
mengakibatkan alergi atau biocompatibility
tinggi, bisa dipakai ulang dan murah harganya
(Levy, dkk., 2004)
3. Dialysate
Dialysate adalah cairan elektrolit yang
mempunyai komposisi seperti cairan plasma
yang digunakan pada proses hemodialysis
(Hoenich & Ronco, 2006). Cairan dialysate
terdiri dari dua jenis yaitu cairan acetat yang
bersifat asam dan bicarbonat yang bersifat basa.

15
Kandungan dialysate dalam proses hemodialisis
menurut Reddy & Cheung ( 2009).
4. Blood
Line (BL) atau Saluran Darah Blood line
untuk proses hemodialisa terdiri dari dua bagian
yaitu bagian arteri berwarna merah dan bagian
vena berwarna biru. BL yang baik harus
mempunyai bagian pompa, sensor vena, air leak
detector (penangkap udara), karet tempat injeksi,
klem vena dan arteri dan bagian untuk heparin
(Misra, 2005). Fungsi dari BL adalah
menghubungkan dan mengalirkan darah pasien ke
dialyzer selama proses hemodialysis.
5. Fistula Needles
Fistula Needles atau jarum fistula sering
disebut sebagai Arteri Vena Fistula (AV Fistula)
merupakan jarum yang ditusukkan ke tubuh
pasien PGK yang akan menjalani hemodialisa.
Jarum fistula mempunyai dua warna yaitu warna
merah untuk bagian arteri dan biru untuk bagian
vena.
F. Proses hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk
tindakan hemodialisa berfungsimempersiapkan cairan
dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah
melewatisuatu membran semipermeabel, dan memantau
fungsinya termasuk dialisat dan sirkuitdarah korporeal.
Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik.
Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan
untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan
larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran

16
membran dalam alatdialisa, dan kecepatan aliran darah dan
larutan mempengaruhi pemindahan larutan.(Tisher &
Wilcox, 1997).
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin
hemodialisa dan suatu saringansebagai ginjal tiruan yang
disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring
danmembersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat
sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk
melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler
sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam
mesin hemodialisa.(NKF, 2006).
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri
dari membran semipermeabelyang terdiri dari dua bagian,
bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat.
Darahmengalir dari arah yang berlawanan dengan arah
dialisat ataupun dalam arah yang samadengan arah aliran
darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau
capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler
halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian
tengah tabung-tabung kecil ini, dan dialisat membasahi
bagian luarnya.Dializer ini sangat kecil dan kompak karena
memiliki permukaan yang luas akibatadanya banyak tabung
kapiler. (Price & Wilson, 1995).
Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa
yang dilakukan di luar tubuh.Selama hemodialisa darah
dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk
kedalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah
membran semipermeabel(dializer) yang terdiri dari dua
ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan
yanglain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi
difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh

17
dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio
venosashunt (AV-shunt).
Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga
menyebutkan bahwa suatu sistem dialisaterdiri dari dua
sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah
mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur
arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali
ke pasien melalui jalur vena. Dialisat membentuk saluran
kedua. Air krandifiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai
dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengankonsentrat
dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk
dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian
dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akanmengalir
di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase.
Keseimbanganantara darah dan dialisat terjadi sepanjang
membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses
difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Kemudian menurut Price dan Wilson (1995)
komposisi dialisat diatur sedemikianrupa sehingga
mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit
dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan
elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal.Unsur-unsur
yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-, asetat
dan glukosa.Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat
berdifusi dengan mudah dari darah ke dalamdialisat karena
unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat
yang lebihtinggi konsentrasinya dalam dialisat, akan
berdifusi ke dalam darah. Tujuanmenambahkan asetat
adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia.
Asetatdimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi bikarbonat.
Glukosa dalam konsentrasi yangrendah ditambahkan ke

18
dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam
dialisatyang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan
hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa
dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan
dapatdicapai dengan membuat perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat
perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai
denganmeningkatkan tekanan positif di dalam
kompartemen darah dializer yaitu denganmeningkatkan
resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan
efek vakumdalam ruang dialisat dengan memainkan
pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekananhidrostatik
diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan
difusi solut. Sirkuitdarah pada sistem dialisa dilengkapi
dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %,
sebelumdihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan
darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah
melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau
mungkin jugamemerlukan pompa darah untuk membantu
aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200sampai 400
ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin
secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui
infus lambat untuk mencegah pembekuandarah. Perangkap
bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena
akanmenghalangi udara atau bekuan darah kembali ke
dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan
pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan
monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai
parameter. (Price & WILLSON, 1995)

19
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya
hemodialisa disesuaikan dengankebutuhan individu. Tiap
hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2
kaliseminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15
jam/minggu dengan QB 200–300mL/menit. Sedangkan
menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3–
5 jamdan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2–
3 hari diantara hemodialisa,keseimbangan garam, air, dan
pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut
berperanmenyebabkan anemia karena sebagian sel darah
merah rusak dalam proses hemodialisa.
Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat
pada suhu tubuh akanmeningkatkan kecepatan difusi, tetapi
suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisissel-sel
darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien
meninggal. Robekan padamembran dializer yang
mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi
olehfotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan
biasanya dilakukan tiga kaliseminggu, dan lama pengobatan
berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenissistem
dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.

(National Kidney Foundation, 2001)

20
G. Komplikasi hemodialisa
Selama proses hemodialisis sering muncul komplikasi
yang berbedabeda untuk setiap pasien. Komplikasi
hemodialisis menurut Katanko dan Levin (2008) adalah
intradialytic hipotension, kram otot, mual muntah, emboli
udara dan sakit kepala. Menurut Armiyati (2010) salah satu
komplikasi selama hemodialisis adalah hipertensi.
1. Intradialytic Hypotension (IDH)
Intradialytic Hypotension adalah tekanan
darah rendah yang terjadi ketika proses hemodialisis
sedang berlangsung. IDH terjadi karena penyakit
diabetes millitus, kardiomiopati, left ventricular
hypertrophy (LVH), status gizi kurang baik,
albumin rendah,kandungan Na dialysate rendah,
target penarikan cairan atau target ultrafiltrasi yang
terlalu tinggi, berat badan kering terlalu rendah dan
usia diatas 65 tahun.
2. Kram otot
Kram otot yang terjadi selama hemodialisis
terjadi karena target ultrafiltrasi yang tinggi dan
kandungan Na dialysate yang rendah.
3. Mual dan muntah
Komplikasi mual dan muntah jarang berdiri
sendiri, sering menyertai hipotensi dan merupakan
salah satu presensi klinik disequillibrium syndrom.
Bila tidak disertai gambaran klinik lainnya harus
dicurigai penyakit hepar atau gastrointestinal.
4. Sakit kepala
Penyebab tidak jelas, tapi bisa berhubungan
dengan dialisasis acetat dan disequillibrium syok
syndrome (DDS).

21
5. Emboli udara
Emboli udara dalam proses hemodialisis
adalah masuknya udara kedalam pembuluh darah
selama prose hemodialisis.
6. Hipertensi
Keadaan hipertensi selama proses
hemodialisis bisa diakibatkan karena kelebihan
cairan, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron,
kelebihan natrium dan kalsium, karena
erythropoietin stimulating agents dan pengurangan
obat anti hipertensi.
Komplikasi yang muncul dalam proses
hemodialisis tidak bisa diduga sebelumnya dan
harus segera diatasi. Menurut Sukandar (2006)
ketika terjadi hipotensi intradialisis dan kram otot,
penanganan yang harus dilakukan adalah
menurunkan QB, menurunkan ultrafiltrasi dan
memberikan cairan NaCl 0,9%. Bila terjadi
komplikasi sakit dada atau terjadi disequillibrium
syok syndrome (DSS) penangana yang dilakukan
adalah menurunkan QB, menurunkan quick of
dialysate, menurunkan ultrfiltrasi, dan pemberian
oksigen.
H. Teknik hemodialisa
1. Persiapan Mesin dan Perangkat HD
a. Pipa pembuangan sudah masuk dalam
saluran pembuangan
b. Sambungkan kabel mesin dengan stop
kontak
c. Hidupkan mesin ke rinse selama 15-30
menit

22
d. Pindahkan ke posisi dialyze lalu
sambungkan slang dialisat ke jaringan
tempat dialisat yang telah disiiapkan.
e. Tunggu sampai lampu hijau
f. Tes conductivity dan temperature
g. Gantungkan saline normal sebanyak 4
flatboth yang telah diberikanheparin
sebanyak 25-30 unit dalam masing-masing
flatboth
h. Siapkan ginjal buatan sesuai dengan
kebutuhan pasien
i. Siapkan blood lines dan AV fiskula
sebanyak banyaknya
j. Ginjal buatan dan blood lines diisi saline
normal (priming)
k. Sambungkan dialisatelines pada ginjal
buatan
l. Sambil mempersiapkan pasien slang inlet
dan outlet disambungkanlalu jalankan blood
pump (sirkulasi tertutup)
2. Persiapan penderita
Indikasi hemodialisa :
Segera/indikasi mutlak : over hidrasi atau edema
paru, hiperkalemi,oliguri berat atau anuria,
asidosis, hipertensi maligna.
a. Dini/profilaksi : gejala uremia (mual
muntah) perubahan mental, penyakit tulang,
gangguan pertumbuhan dan seks, perubahan
kualitashidup. Bila penderita baru yang
datang di ruang HD, sebelum kitamelakukan
HD terlebih dahulu periksa kembali hasil-

23
hasil pemeriksaan yang penting (Hb,
hematokrit, ureum, kreatinin, danHbsAg),
hal ini perlu untuk menentukan tindak lanjut
suatu HD.
3. Langkah-langkah HD :
a. Timbang dan catat berat badan
1) Ukur dan catat tekanan darah (dapat
digunakan untuk
menginterpretasikan kelebihan
cairan)
2) Tentukan akses darah yang akan
ditusuk
3) Bersihkan daerah yang akan ditusuk
dengan betadine 10% lalualcohol
70% kemudian ditutup pakai duk
steril.
4) Sediakan alat-alat yang steril didalam
bak spuit kecil : spuit 2,5cc sebanyak
1, spuit 1 cc 1 buah, mangkok kecil
berisi saline 0,9%dan kasa steril
5) Sediakan obat-obatan yang perlu
yaitu lidonest dan heparin.
6) Pakai masker dan sarung tangan
steril
7) Lakukan anestesi local didaerah
akses darah yang akan ditusuk
8) Tusuk dengan AV fistula lalu
berikan heparin sebanyak 2000unit
pada inlet sedangkan outlet sebanyak
1000 unit.

24
9) Siap sambungkan ke sirkulasi
tertutup yang telah disediakan.
10) Aliran darah permulaan sampai 7
menit 75 ml/menit
kemudiandinaikkan perlahan sampai
200 ml/menit
11) Tentukan TMP sesuai dengan
kenaikkan berat badan.
12) Segera ukur kembali tekanan darah,
nadi, pernapasan, akses darahyang
digunakan dicatat dalam status yang
telah tersedia.
4. Perawatan pasien hemodialisa
a. Perawatan sebelum hemodialisa
1) Mempersiapkan perangkat HD
2) Mempersiapkan mesin HD
3) Mempersiapkan cara pemberian
heparin
4) Mempersiapkan pasien baru dengan
memperhatikan factor bio psiko
sosial, agar penderita dapat bekerja
sama dalam hal program HD
5) Mempersiapkan akses darah
6) Menimbang berat badan, mengukur
tekanan darah, nadi, pernapasan
7) Menentukan berat badan kering
8) Mengambil pemeriksaan rutin dan
sewaktu
b. Perawatan selama hemodialisa
Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang
diobservasi yaitu penderitadan mesin HD.

25
1) Observasi terhadap pasien HD
a) Tekanan darah, nadi diukur
setiap 1 jam lalu dicatat
dalamstatus
b) Dosis pemberian heparin
dicatat setiap 1 jam dalam
status
c) Cairan yang masuk
perparenteral maupun peroral
dicatat jumlahnya dalam
status
d) Akses darah dihentikan
2) Observasi terhadap mesin HD
a) Kecepan aliran darah /Qb,
kecepatan aliran
dialisat/Qddicatat setiap 1
jam
b) Tekanan negatif, tekanan
positif, dicatat setiap jam
c) Suhu dialisa, conductivity
diperhatikan bila perlu
diukur.
d) Jumlah cairan dialisa, jumlah
air diperhatikan setiap jam.
e) Ginjal buatan, slang darah,
slang dialisat dikontrol setiap
1 jam.
c. Perawatan Sesudah Hemodialisa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan
yaitu cara menghentikanHD pada pasien dan
mesin HD:

26
1) Cara mengakhiri HD pada pasien
a) Ukur tekanan darah dan nadi
sebelum slang inlet dicabut.
b) Ambil darah untuk
pemeriksaan laboratorium.
c) Kecilkan aliran darah
menjadi 75 ml/menit.
d) Cabut AV fistula intel/ lalu
bilas slang inlet
memakaisaline normal
sebanyak 50-100 cc, lalu
memakai udara hinggasemua
darah dalam sirkulasi
ekstrakorporeal kembali
kesirkulasi sistemik.
e) Tekan pada bekas tusukan
inlet dan outlet selama 5-
10menit, hingga darah
berhenti dari luka tusukan.
f) Tekanan darah, nadi,
pernapasan ukur kembali lalu
catat.
g) Timbang berat badan lalu
dicatat.
h) Kirimkan darah ke
laboratorium
2) Cara mengakhiri mesin Hemodialisa
a) Kembalikan tekanan
negative, tekanan positif, ke
posisinol.

27
b) Sesudah darah kembali ke
sirkulasi sistemik cabut
selangdialisat lalu
kembalikan ke Hansen
connector.
c) Kembalikan tubing dialisat
pekat pada konektornya.
d) Mesin ke posisi rinse, lalu
berikan cairan
desifektan(hipoclhoride
pekat) sebanyak 250 cc, atau
cairan formalin 3%sebanyak
250 cc.
e) Bila formalin dibiarkan
selama 1-2 x 24 jam, baru
mesindirinsekan kembali

28
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
Pengkajian dilakukan secara cepat, antara lain :
a. Airway
1) Lidah jatuh kebelakang.
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut.
3) Adanya sekret.
b. Breathing
1) Pasien sesak napas dan cepat letih.
2) Pernapasan Kusmaul.
3) Dispnea.
4) Napas berbau amoniak.
c. Circulation
1) TD meningkat.
2) Nadi kuat.
3) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka.
4) Capillary refill > 3 detik.
5) Akral dingin.
6) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung.
d. Disability
Pemeriksaan neurologis  GCS menurun bahkan terjadi
koma, kelemahan dan
keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai.
1) Allert : sadar penuh, respon bagus.
2) Voice Respons : kesadaran menurun, berespon suara.
3) Pain : respons  kesadaran menurun, tidak
berespon terhadap suara, berespon
terhadap rangsangan nyeri.

29
4) Unresponsive : kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, tidak
bersespon terhadap
nyeri.

2. Pengkajian sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan
pertolongan atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event.
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe.
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang.
3. Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-
abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-
engah.
4. Riwayat kesehatan
Faktor risiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi
kulit, infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat
nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit keganasan, nefritis
herediter) (Carpenito, 2001).
B. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena
retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.

30
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke
jaringan menurun.
(Brunner & Suddarth, 2002)
C. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
penurunan curah jantung pada pasien tidak terjadi.
Dengan kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan
bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal,
nadi perifer kuat.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur.
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi
ginjal).
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, beratnya (skala
0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri.
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R : Kelelahan dapat menyertai GGK serta anemia.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh
karena retensi Na dan H2O)
Tujuan:

31
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien
dapat mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input
dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda
vital
R: Menentukan intervensi lanjutan.
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien
dapat mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil.
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi.
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan
memerlukan intervensi.

32
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan.
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social.
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan
makanan.
4. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pola
napas kembali normal / stabil.
Dengan kriteria hasil : RR 20x/m.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi napas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan secret.
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan napas dalam
R: Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran O2.

c. Atur posisi senyaman mungkin


R: Mencegah terjadinya sesak napas.
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak
atau hipoksia.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
integritas kulit dapat terjaga.
Dengan kriteria hasil : mempertahankan kulit utuh dan
menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit.

33
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan.
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek.
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia.
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit.
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin
untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera.
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit.

34
BAB IV
PENUTUP

I. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible  dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddarth, 2002).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal 
yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam
kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis,
penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit
kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit
endokrin (diabetes).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu stadium 1 (penurunan cadangan ginjal), stadium 2
(insufisiensi ginjal) dan stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia).
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik antara lain sebagai berikut :
gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi. Gejala yang lebih lanjut :
anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik
waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah (Smeltzer, 2001).
Jika penyakit GGK tidak segera ditangani kemungkinan dapat
menimbulkan komplikasi seperti, hiperkalemia akibat penurunana
ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebih,
perikarditis dan efusi pericardial, akibat retensi produk sampah uremik dan
dialysis yang tidak adekuat, hipertensi akibat retensi cairan dan natrium

35
serta malfungsi system rennin-angiotensin-aldosteron, anemia akibat
penurunan eritropoitis, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan darah
selama hemodialisa, penyakit tulang serta, asidosis metabolic, sepsis dan
neuropati perifer (Smeltzer, suzanene C, 2001).

Penatalaksanaan : Dialisis (cuci darah), obat-obatan: antihipertensi,


suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih), diit rendah protein dan tinggi karbohidrat, transfusi
darah dan Transplantasi ginjal.
Hemodialisa adalah sebuah terpi medis pengganti ginjal, yang
digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut
maupun kronik. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
hemodialisa merupakan alat medis yang berteknologi canggih
menggunakan konsep ilmu fisika fluida. Alat yang berperan dalam dunia
kesehatan ini membantu menangani pasien gagal ginjal.

II. Saran
Disarankan bagi mahasiswa yang akan melakukan asuhan
keperawatan langsung pada pasien gagal ginjal kronik, diharapkan terlebih
dahulu mahasiswa dapat memahami pengertian dari gagal ginjal kronik,
tanda gejala, penatalaksanaan serta asuhan keperawatan gagal ginjal
kronik secara teoritis. Supaya mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik secara baik dan terstruktur.

36
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, suzanene C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedal brunner and
suddarth. Alih bahasa :agung waluyo (et al).edisi 8 volume 2. Jakarta:
EGC

37

Anda mungkin juga menyukai