PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari asuhan keperawatan ini adalah untuk mengetahui gambaran
asuhan keperawatan pada penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan hipotensi di
ruang Hemodialisa.
2
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengkajian keperawatan pada penserita, asuhan keperawatan
pada penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan hipotensipada Ny. S
Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada penderita asuhan
keperawatan pada penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan hipotensi pada
Ny. S
Untuk mengetahui tanda dan gejala hipotensi pada saat dialisis
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penderita hipotensi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Tahapan GGK
Semua individu dengan laju filtrasi glomerolus (GFR) <60 mL/men/1.73 m2
selama 3 bulan diklasifikasikan sebagai memiliki penyakit ginjal kronis, terlepas
dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal. Alasan untuk termasuk orang-orang adalah
bahwa penurunan fungsi ginjal untuk tingkat atau lebih rendah merupakan
kehilangan setengah atau lebih tingkat dewasa fungsi ginjal normal, yang mungkin
terkait dengan sejumlah komplikasi.
4
Semua individu dengan kerusakan ginjal diklasifikasikan sebagai memiliki
penyakit ginjal kronis, terlepas dari tingkat GFR. Alasan untuk termasuk individu
dengan GFR >60 mL/men/1.73 m2adalah bahw GFR dapat dipertahankan pada
tingkat normal atau meningkat meskipun kerusakan ginjal substansial dan bhwa
psien dengan kerusakan ginjal berada pada resiko yang meningkat dari dua besar
hasil dri penyakit ginjal kronis: hilangnya fungsi ginjal dan perkembangn penyakit
kardiovaskuler.
Hilangnya protein dalam urin dianggap sebagai penanda independen untuk
perburukan fungsi ginjal dan penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, pedoman
Inggris menambahkan huruf “P” untuk tahap penyakit ginjal kronis jika ada
kehilangn protein yang signifikan. Pada ggl ginjl kronik terdapat 5 tahap, yaitu:
Tahap 1
Fungsi sedikit berkurang; kerusakan ginjal dengan GFR normal atau relatif
tinggi (≥90 mL/men/1.73 m2). Kerusakan ginjal didefinisikan sebagai kelainan
patologis atau penanda kerusakan, termasuk kelainan pada tes darah atau urin
atau studi pencitraan.
Tahap 2
Ringan, penurunan GFR (60 - 89 mL/men/1.73 m2) dengan kerusakn ginjal.
Kerusakan ginjal didefinisikan sebagai kelainan patologis atau penanda
kerusakan, termasuk kelainan pada tes darah atau urin atau studi pencitraan.
Tahap 3
Sedang, penurunan GFR (30 – 59 mL/men/1.73 m2) pedoman Inggris
membedakan antara tahap 3A (GFR 45 – 59) dan tahap 3B (GFR 30 – 44)
untuk tujuan skrining dan rujukan.
Tahap 4
Parah, penurunan pada GFR (15 – 29 mL/men/1.73 m2). Persiapan untuk terapi
pengganti ginjal.
Tahap 5
Ditetapkan gagal ginjal (GFR <15 mL/men/1.73 m2), atau terapi pengganti
ginjal permanen (RRT).
5
B. HEMODIALISIS
1. Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksnkn fungsi
tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan
cara mengalir dari sisi cirn yng lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cirn
yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran
semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekanan eksternal
pada membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari
selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat
dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin dan asam urat berdifusi.
Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi
kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk
melewati pori-pori menbran. Perbedaan konsentrasi zat pada kebua kompartemen
disebut gradien konsentrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu
fungsinya.
Sistem ginjal buatan:
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara
darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif alam arus darah
dan tekanan negati (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses
ultrafiltrasi).
c. Mempertahankan dan mengembalikan sistem buffer tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
6
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodialisa, aliran darah
yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke
dialifer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke
dalam tubuh.
2. Indikasi
Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa:
Peningkatan BUN > 20 – 30 mg%/hari
Serum kreatinin > 2 mg%/hari
Hiperkalemia
Overload cairan yang parah
Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis pada CRF
BUN > 200 mg%
Creatinin >8 mg%
Asidosis metabolik yang prah
Uremic encelopati
C. HIPOTENSI INTRADIALISIS
1. Defenisi
Banyak definisi yang menyebutkan tentang hipotensi intradialisis, menurut
Shahgholian, Ghafourifard dan Mortazavi (2008) hipotensi intradialisis adalah
penurunan tekanan darah sistolik > 30% atau penurunan tekanan diastolic sampai
dibawah 60 mmHg yang terjadi pada saat pasien menjalani hemodialisis.
Hipotensi intradialisis juga dapat di definisikan sebagai penurunan tekanan darah
sistolik >40 mmHg atau diastolik > 20 mmHg dalam waktu 15 menit ( Teta 2006).
Sedangkan menurut Nationl Kidney Foundation 2002 Hipotensi Intrdialisis di
definisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik > 20mmHg atau penurunan
MAP >10 mmHg saat pasien hemodialisis yang dihubungkan dengan gejala ; perut
tidak nyaman, menguap, mual muntah, kram otot, pusing dan cemas. (diambil dari
tesis Yunie Armiaty). Banyak faktor yang menyebabkan hipotensi intradialisis
yaitu berhubungan dengan volume, vasokontriksi yang tidak adekuat, faktor
jantung dan lainnya ( Daugridas, Blake & Ing, 2007 )
7
2. Etiologi
Adapun faktor intradialisis ( diambil dari tesis Yunie Armiaty ) menurut
Thomas, 2003; Kallenbach, et al, 2005 ; Sulowicz dan Radziszaweski, 2006;
FMCNCA, 2007 da Daugridas Blake dan Ing, 2007 yaitu :
1. Kecepatan ultrafultrasi yang tinggi
2. Waktu dialysis yang pendek dengan ultrafiltrasi yang tinggi
3. Disfungsi jantung
4. Disfungsi otonom (diabet, uremia)
5. Terapi anti hipertensi
6. Makan selama hemodialisis
7. Tidak akuratnya dalam penentuan berat badan kering pasien
8. Luasnya permukaan membrane dializer
9. Hipokalsemia dan hipokalemi
10. Kadar natrium yang rendah dan penggunaan dialisat setat
11. Perdarahan, anemia dan sepsis serta hemolysis
3. Patofisiologi
Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa penyebab dari IDH adalah
multifaktorial. Pada satu sisi kondisi pasien mencetuskan penurunan tekanan darah
selama hemodialisis: umur, comorbid seperti diabetes dan kardiomiopati, anemia,
large interdyalitik weight gain (IDWG), penggunaan obat –obatan antihipertensi.
Pada sisi lain, fakto – faktor yang berhubungan dengan dialisis itu sendiri dapat
berkontribusi terhadap instabilitas hemodinamik : sesi hemodialisis yang pendek,
laju intra filtrasi yang tinggi, temperatur dialisat yang tinggi, konsentarsi sodium
dialisat yang rendah, inflamasi yang disebabkan aktifitas dari membran dan lain –
lain. Faktor yang kelihatannya paling dominan dari kejadian IDH ini adalah
berkurangnya volume sirkulasi darah agresif, dikarenakan ultrafiltrasi, penuruna
osmolalitas ekstraseluler dengan cepat yang berhubungan dengan perpindahan
sodium, dan ketidakseimbangan antara ultrafiltrasi dan plasma refailing. Dari segi
pandangan fisiologi, IDH dapat dipandang sebagai suatu keadaan
ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler dalam merespon penurunan volume
darah sacara adekuat. Respon adekuat dari sistem kardiovaskuler termasuk refleks
aktifitasi sistem syaraf simpatetik, termasuk takikardi dan fasokonstriksi arteri dan
8
vena yang merupakan respon dari underfiling dan hipofolemia. Mekanisme
kompensasi ini dapat terganggu pada beberapa pasien, yang akan menyebabkan
mereka mempunyai faktor resiko terjadinya IDH. Bagaimanapun, hal – hal seperti
ini sulit untuk diukur dan untuk dimodifikasi. Suatu study komprehensif mengenai
regulasi volume darah selama HD, dapat menolong kita untuk mengerti tentang
kemungkinan IDH pada individu pasien.
9
4. Pathway
Etiologi :
Infeksi, Zat Toksik, Vaskuler, Obstruksi saluran kemih
GFR
Retensi Na
Tekanan kapiler
Volume Interstisial
Preload naik
Metabolisme An aerob
Fatique (kelelahan)
Nyeri otot, sendi
Resiko Injuri
10
5. Manifestasi klinis
Mnifestsi klinis hipotensi intradialis yang terjadi pada umumnya :
a. Tekanan darh < 90/60mmHg
b. Sering pusing dan menguap
c. Penglihatan terkadang dirasakan kurang jelas (kunang – kunang ) terutama
sehabis duduk lama lalu berjalan
d. Keringat dingin
e. Merasa cepat lelah tak bertenaga
f. Bahkan mengalami pingsan yang berulang
g. Pada pemeriksaan secara umum detak / denyut nadi teraba lemah
h. Penderita tampak pucat, hal ini disebabkan suplai darah yang tidak
maksimum keseluruh jaringan tubuh.
12
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Terdiri dari :
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Index eritrosit ( MCH, MCV, MCHC )
Laju endap darah
b. EKG
c. Pemeriksaan elektrolit plasma untuk mendeteksi gangguan keseimbangan
cairan tubuh
d. Pemeriksaan laboratorium berkala sebagai deteksi dini penyakit kronispada
lansia
D. ASUHAN KEPERAWATAN
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian perawat dalam merumuskan diagnose keperawatan,
ddiagnose keperawatan yang mungkin muncul pada pasien terkait dengan
terjadinya komplikasi saat hemodialisa :
a. Resiko terjadi komplikasi injuri : hipotensi, hipertensi, sakit dada, sakit
kepala, aritmia, mual, muntah, menggigil, kejang, penurunan kesadaran,
berhubungan dengan efek samping tindakan hemodialisis.
b. Resiko perubahan perfusi jaringan (perifer, renal, kardiak dan cerebral)
berhubungan dengan sirkulasi darah sekunder terhadap adanya hipotensi
dan hipertensi.
c. Resiko penurunan kardiak output berhubungan dengan hipotensi
intradialisis, adanya aritmia dan nyeri dada.
d. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala, nyeri dada, nyeri otot berhubungan
dengan penurunan perfusi jaringan.
e. Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
14
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk menagtasi masalah yang muncul adalah :
a. Pengawasan kondisi pasien
Pengawasan (monitoring) merupakan intervensi utama untukmencegah dan
mengatasi komplikasi. Pengawasan terhadap pasien dan mesin harus
dilakukan perawat setiap jam pada saat hemodialisis dan dilakukan lebih
sering pada pasien yang tidak stabil ( Kallenbach, et, al, 2005 ).
Pengawasan saat hemodialisis menurut Lemone & Burke (2008) dan
Kallenbach, et, al (2005) adalah :
1) Pengawasan terhadap pasien meliputi pengawasan tanda vital,
kesadaran dan respon pasien selama prosedur. Respon pasien dalam hal
ini terkait dengan timbulnya komplikasi berupa sakit kepala, sakit dada,
kram, kejang, mual, muntah dll.
2) Pengawasan terhadap perlengkapan dan mesin meliputi pengawasan
terhadap tekanan arteri, tekanan vena, UFR,QB, QD, pengawasan
dialiser, selang darah dan sambungan, pengawasan setting pada
monitor, pompa heparin dan alarm udara serta monitoring volume darah
dan nilai hemotacrit selama hemodialisis.
b. Pengaturan ulang mesin dan perlengkapan
Pengaturan ulang dilakukan bila timbul komplikasi, misalnya dengan
menurunkan UFR, QB, QD dan TMP serta pengaturan ulang suhu dialisat.
c. Melakukan keterampilan
Keterampilan keperawatan yang perlu dilakukan diantaranya adalah :
1) Pengaturan posisi pasien misalnya pengaturan posisi trendelenburg
pada pasien hipotensi, pengturn posisi datar pada pasien hipertensi
2) Memberikan kompres hangat pada area yang nyeri terutama pda otot
dan pada pasien demam
3) Massage pada area yang nyeri ( nyeri kepala, otot, dada )
4) Dukungan psikologis pada pasien yang mengalami kecemasan.
d. Edukasi
e. Kolaborasi
4. Evaluasi
15
E.
16