Oleh:
SISKA RAHMAWATI
NIM 1114901230406
Disusun Oleh :
SISKA RAHMAWATI
NIM 1114901230406
Mengetahui,
( ) ( )
A. Konsep Gagal Ginjal Kronik
a. Definisi Gagal Ginjal Kronik
Penyakit Gagal Ginjal Kronik merupakan sebuah penurunan fungsi
ginjal dalam jangka waktu menahun yang menyebabkan kerusakan
jaringan yang progresif. Tahap terakhir dari gagal ginjal kronik yaitu gagal
ginjal terminal yang merupakan keadaan fungsi ginjal sudah sangat buruk.
Tes klirens keatinin dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan dari
gagal ginjal kronik dengan gagal ginjal terminal (Divanda et al., 2019).
Gagal ginjal kronik adalah suatu kerusakan fungsi ginjal progresif
sehingga menyebabkan terjadinya uremia atau biasa disebut dengan
kelebihan urea dalam darah. Gagal ginjal kronik merupakan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dalam jangka waktu menahun yang menyebabkan
tubuh gagal menjaga keseimbangan metabolisme dan cairan elektrolit.
Penyakit gagal ginjal kronik tahap akhir ditandai dengan penurunan
keadaan fungsi ginjal irreversible dan pada suatu derajat diperlukan
tindakan transpaltasi ginjal (Rahayu, 2018).
Fungsi ginjal akan bermasalah jika ginjal tidak berfungsi dengan baik.
Hasil dari sisa metabolisme akan menumpuk pada tubuh dan akan berubah
menjadi racun. Pada pasien penderita gagal ginjal kronik pada saat
dilakukan pemeriksaan akan ditemukan ureum darah dan kreatinin
mengalami peningkatan. Ureum pada darah merupakan hasil dari proses
penguraian protein yang mengandung nitrogen dan dapat berubah menjadi
respons dalam pemecahan protein (Arjani, 2017).
b. Etiologi
Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit
ginjal herediter, nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis,
dan hipertensi. Sedangkan kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia
banyak disebabkan karena infeksi yang terdapat pada saluran kemih, batu
pada saluran kencing, nefropati diabetic, nefroskelosis hipertensi, dan lain
sebagainya (Divanda et al., 2019). Penyakit gagal ginjal kronik terbesar
disebabkan oleh faktor penyakit ginjal hipertensi dengan jumlah presentase
37%. Gagal ginjal kronik dengan etiologi hipertensi disebabkan karena
kerusakan pada pembuluh darah yang terdapat pada ginjal sehingga
menghambat ginjal dalam memfiltrasi darah dengan baik. Kejadian
peningkatan jumlah pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisis,
dengan jumlah pasien hemodialisis per minggu sebanyak 3.666 (Hidayah,
2018).
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang
sedang menjalani terapi hemodialis yaitu defisiensi dari eritropoetin.
Kehilangan darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium beserta darah merupakan bagian dari penyebab dari
terjadinya anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Anemia pada
pasien dengan penyakit tersebut juga dapat disebabkan akibat dari
kurangnya jumlah zat besi juga pada asupan makanan. Untuk itu terapi
pemberian suplemen zat besi juga perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekurangan zat besi (Arjani, 2017).
c. Patofisiologi
Penyakit gagal ginjal kronis awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Mula - mula karena adanya zat toksik, infeksi dan
obtruksi saluran kemih yang menyebabkan retensi urine atau sulit
mengeluarkan urin. Dari penyebab tersebut, Glomerular Filtration Rate
(GFR) di seluruh nefron turun dibawah normal. Hal yang dapat terjadi dari
menurunnya GFR meliputi : sekresi protein terganggu, retensi Na /
kelebihan garam dan sekresi eritropoitin turun. Hal ini mengakibatkan
terjadinya sindrom uremia yang diikuti oleh peningkatan asam lambung
dan pruritis.
Asam lambung yang meningkat akan merangsang mual, dapat juga
terjadi iritasi pada lambung dan perdarahan jika iritasi tersebut tidak
ditangani dapat menyebabkan melena atau feses berwarna hitam. Proses
retensi Na menyebabkan total cairan ektra seluler meningkat, kemudian
terjadilah edema. Edema tersebut menyebabkan beban jantung naik
sehingga terjadilah hipertrofi atau pembesaran ventrikel kiri dan curah
jantung menurun.
Proses hipertrofi tersebut diikuti juga dengan menurunnya aliran darah
ke ginjal, kemudian terjadilah retensi Na dan H2O atau air meningkat. Hal
ini menyebabkan kelebihan volume cairan pada pasien GGK. Selain itu
menurunnya cardiak output atau curah jantung juga dapat mengakibatkan
kehilangan kesadaran karena jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan
oksigen di otak sehingga menyebabkan kematian sel. Hipertrofi ventrikel
akan mengakibatkan difusi atau perpindahan O2 dan CO2 terhambat
sehingga pasien merasakan sesak. Adapun Hemoglobin yang menurun
akan mengakibatkan suplai O2 Hb turun dan pasien GGK akan mengalami
kelemahan atau gangguan perfusi jaringan (Nurarif, 2015).
d. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik menurut (Rao, 2018) adalah sebagai
berikut :
1) Sistem kardiovaskuler : Manifestasi klinis pada sistem kardiovaskuler
antara lain hipertensi, gagal jantung kongestif, dan pembesaran pada
vena jugularis akibat dari cairan yang berlebihan.
2) Pulmoner ditandai dengan adanya krekels, sputum kental, serta napas
dangkal.
3) Gejala dermatologi seperti gatal – gatal pada kulit yang disebabkan
adanya penyumbatan kristal ureum di area kulit bagian bawah, kulit
kering dan bersisik, kulit bewarna abu – abu mengkilat, rambut tipis
dan mudah rapuh.
4) Gejala gastrointensial seperti anoreksia, mual, muntah, cegukan, indra
penciuman menurun, konstipasi serta diare.
5) Gejala neurologi seperti kelemahan, tingkat kesadaran menurun, kejang,
susah untuk berkonsentrasi.
6) Salah satu gejala dari musculoskeletal seperti kram pada otot, otot
mengalami penurunan kekuatan, patah tulang serta tekanan pada kaki.
7) Gejala reproduksi seperti amenor serta atrofi testikuler.
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang
sedang menjalani terapi hemodialisis yaitu defisiensi dari eritropoetin.
Kehilangan darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium beserta retensi darah merupakan bagian dari penyebab dari
terjadinya anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
e. Klasifikasi
Menurut (Indri, 2020) klasifikasi Gagal ginjal kronis dibagi dalam 3
stadium, antara lain:
1) Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini keatinin serum yaitu molekul limbah kimia
hasil metabolisme otot dan kadar BUN atau Blood Urea Nitrogen
normal, dan penderita asimtomatik tau pasien tidak merasakan gejala
penyakit. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes
pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
2) Stadium II, dinamakan infufisiensi ginjal:
Pada stadium ini, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi
telah rusak.
GFR besarnya 25% dari normal.
Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal.
Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari sampai
700 ml dan poliuria atau sering berkemih dari hari biasanya (akibat
dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3) Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia:
Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya
sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal.
Kreatinin serum dan BUN atau Blood Urea Nitrogen akan
meningkat dengan mencolok.
Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (Indri, 2020):
Arjani, I. (2017). Gambaran Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum Pada Pasien
Gagal Ginjak Kronoik (GGK) Yang Mengalami Terapi Hemodialisis Di
RSUD Sanjiwani Gianyar. Mediatory: The Journal Of Medical
Laboratory, 4(2), 145-153. https://doi.org/10.33992/m.v4i2.64
Divanda, D. (2019). Asuhan Gizi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSUD
Panembahan Senopati Bantul. 8-25
Hidayah. (2018). Kerasionalan Antihipertensi Dan Antidiabetik Oral Pasien Gagal
Ginjal Kronik Dengan Etiologi Hipertensi Dan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
RSI Siti Khadijah Palembang
Indri. J. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronis
Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Retrieved from
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/395/1/selesai.pdf.