Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA PASIEN

DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK

OLEH
KHOLIDA FITRIANA

231030230548

PROGRAM PROFESI NERS


STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Penyakit Gagal Ginjal Kronik merupakan sebuah penurunan fungsi
ginjal dalam jangka waktu menahun yang menyebabkan kerusakan
jaringan yang progresif. Tahap terakhir dari gagal ginjal kronik yaitu
gagal ginjal terminal yang merupakan keadaan fungsi ginjal sudah
sangat buruk. Tes klirens keatinin dapat digunakan untuk menunjukkan
perbedaan dari gagal ginjal kronik dengan gagal ginjal terminal
(Divanda et al., 2019).
Gagal ginjal kronik adalah suatu kerusakan fungsi ginjal progresif
sehingga menyebabkan terjadinya uremia atau biasa disebut dengan
kelebihan urea dalam darah. Gagal ginjal kronik merupakan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dalam jangka waktu menahun yang
menyebabkan tubuh gagal menjaga keseimbangan metabolisme dan
cairan elektrolit. Penyakit gagal ginjal kronik tahap akhir ditandai
dengan penurunan keadaan fungsi ginjal irreversible dan pada suatu
derajat diperlukan tindakan transpaltasi ginjal (Rahayu, 2018) . Fungsi
ginjal akan bermasalah jika ginjal tidak berfungsi dengan baik. Hasil
dari sisa metabolisme akan menumpuk pada tubuh dan akan berubah
menjadi racun. Pada pasien penderita gagal ginjal kronik pada saat
dilakukan pemeriksaan akan ditemukan ureum darah dan kreatinin
mengalami peningkatan. Ureum pada darah merupakan hasil dari
proses penguraian protein yang mengandung nitrogen dan dapat
berubah menjadi respons dalam pemecahan protein (Arjani, 2017).

b. Etiologi
Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit
ginjal herediter, nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis,
dan hipertensi. Sedangkan kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia
banyak disebabkan karena infeksi yang terdapat pada saluran kemih,
batu pada saluran kencing, nefropati diabetic, nefroskelosis hipertensi, dan
lain sebagainya (Divanda et al., 2019). Penyakit gagal ginjal kronik
terbesar disebabkan oleh faktor penyakit ginjal hipertensi dengan jumlah
presentase 37%. Gagal ginjal kronik dengan etiologi hipertensi disebabkan
karena kerusakan pada pembuluh darah yang terdapat pada ginjal
sehingga menghambat ginjal dalam memfiltrasi darah dengan baik.
Kejadian peningkatan jumlah pasien yang sedang menjalani terapi
hemodialisis, dengan jumlah pasien hemodialisis per minggu sebanyak
3.666 (Hidayah, 2018) .
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang sedang
menjalani terapi hemodialis yaitu defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan
darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium beserta darah merupakan bagian dari penyebab dari
terjadinya anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Anemia pada
pasien dengan penyakit tersebut juga dapat disebabkan akibat dari
kurangnya jumlah zat besi juga pada asupan makanan. Untuk itu terapi
pemberian suplemen zat besi juga perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekurangan zat besi (Arjani, 2017).
c. Patofisiologi
Patofisiologi awal dari penyakit gagal ginjal kronik sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya namun proses selanjutnya mayoritas sama.
Dari berbagai macam penyebabnya seperti nefropati DM, penyakit ginjal
turunan, darah tinggi maupun infeksi yang terjadi pada saluran kemih
yang kemudian menimbulkan rusaknya glomerulus diteruskan dengan
terjadinya kerusakan pada nefron yang terdapat pada glomerulus sehingga
nilai Glomerulus Filtration Rate mengalami penurunan, hal ini akan
memicu terjadinya penyakit gagal ginjal kronik dimana fungsi ginjal akan
terjadi ketidakstabilan pada proses ekskresi maupun sekresi. Hilangnya
kadar protein yang mengandung albumin serta antibodi yang
disebabkan karena kerusakan pada glomerulus akan menyebabkan tubuh
mudah terinfeksi dan aliran darah akan mengalami penurunan (Divanda,
2019). (Rahayu, 2018) mengemukakan perubahan pada fungsi ginjal
semakin lama jangka waktu yang dibutuhkan memungkinkan terjadinya
kerusakan yang jauh lebih parah pada suatu nefron. Luka scerotik akan
menyebabkan glomelurus mengurangi fungsi ginjal yang kemudian tindak
lanjut pada pasien dengan darah tinggi pada gagal ginjal dapat
dikondisikan. Jika penyakit ini tidak segera ditangan kemungkinan
terjadinya gagal ginjal akan meningkat. Kelainan pada fungsi ginjal
biasanya sering dialami oleh orang yang sudah dewasa. Kelainan ginjal
berdasarkan waktunya dibagi menjadi dua yaitu gagal ginjal kronik serta
gagal ginjal akut. Gagal ginjal akur merupakan penurunan fungsi pada
ginjal yang terjadi secara mendadak.
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik menurut (Rao, 2012) adalah sebagai
berikut :
a. Sistem kardiovaskuler : Manifestasi klinis pada sistem kardiovaskuler
antara lain hipertensi, gagal jantung kongestif, dan pembesaran pada vena
jugularis akibat dari cairan yang berlebihan.
b. Pulmoner ditandai dengan adanya krekels, sputum kental, serta napas
dangkal.
c. Gejala dermatologi seperti gatal – gatal pada kulit yang disebabkan
adanya penyumbatan kristal ureum di area kulit bagian bawah, kulit
kering dan bersisik, kulit bewarna abu – abu mengkilat, rambut tipis dan
mudah rapuh.
d. Gejala gastrointensial seperti anoreksia, mual, muntah, cegukan, indra
penciuman menurun, konstipasi serta diare.
e. Gejala neurologi seperti kelemahan, tingkat kesadaran menurun, kejang,
susah untuk berkonsentrasi.
f. Salah satu gejala dari musculoskeletal seperti kram pada otot, otot
mengalami penurunan kekuatan, patah tulang serta tekanan pada kaki.
g. Gejala reproduksi seperti amenor serta atrofi testikuler.
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang sedang
menjalani terapi hemodialisis yaitu defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan
darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium
beserta retensi darah merupakan bagian dari penyebab dari terjadinya anemia
pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik terhadap pasien dengan gagal ginjal
kronik menurut (Musyahida, 2016) antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisa pada urine dapat digunakan untuk menunjang dan melihat terjadinya
kelainan pada fungsi ginjal. Analisa urine juga dapat digunakan untuk
mengetahui ketidaknormalan terhadap produksi urine. Pada pasien dengan
penyakit gagal ginjal kronik akan mengalami kekurangan output urin dan
kekurangan jumlah frekuensi urin.
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui kelainan fungsi ginjal yaitu :
1) Flat flat radiografi untuk mengetahui klasifikasi dari ginjal.
2) Computer Tomography Scan untuk mengetahui dengan jelas bagian
anatomi ginjal.
3) Intervenous Pyelography digunakan sebagai evaluasi dari kerja ginjal
dengan menggunakan kontras.
4) Arterional Angiography untuk mengetahui kapiler ginjal, vena serta sistem
arteri menggunakan kontras.
5) Magnetic Rosonance Imaging untuk mengevaluasi suatu persoalan yang
diakibatkan oleh infeksi pada ginjal.
6) Biopsi Ginjal digunakan untuk diagnosa kelainan pada ginjal dengan cara
mengambil jaringan pada ginjal kemudian dianalisa.
f. Komplikasi
Komplikasi yang akan terjadi terhadap penyakit gagal ginjal kronik
salah satunya adalah anemia, anemia yang terjadi terhadap laki – laki dapat
terjadi ketika hemoglobin <13g/dl dan pada perempuan saat hemoglobin
<12g/dl (Ismatullah, 2015). Anemia yang terjadi pada pasien gagal ginjal
kronik disebabkan oleh pengurangan terhadap massa nefron yang selanjutnya
menyebabkan produksi eritropoetin menurun.
1. Penatalaksanaan Medis
a. Manajemen terapi
Tujuannya untuk melindungi fungsi ginjal dari faktor yang mengakibatkan
terjadinya gagal ginjal kronis. Manajemen dapat dilaksanakan dengan
menggunakan obat obatan serta terapi diet yang diperlukan untuk
mengurangi jumlah limbah uremik yang terdapat dalam darah (Musyahida,
2016)
b. Antasida
Antasida adalah suatu zat senyawa alumunium yang dapat menjaga fosfor
yang terdapat pada saluran pencernaan. Beberapa dokter menganjurkan
kalsium karbonat pada dosis tinggi anatasida berbasis alumunium disebabkan
karena tingginya gejala neurologis serta osteomalasia. Obat ini menjaga
fosfor yang terdapat pada saluran usus serta menunjang konsumsi dosis pada
antasida yang lebih sedikit. Kalsium karbonat serta fosforbinding akan
ditunjang dengan makanan yang berkhasiat. Antasida magnesium seharusnya
dijauhi untuk menjaga dari terjadinya kelebihan magnesium
(Musyahida, 2016)
c. Antihipertensi
Berbagai macam obat antihipertensi dan pemantauan terhadap volume cairan
intravaskular dapat digunakan untuk penekanan terjadinya hipertensi. Gagal
jantung serta edema pada paru – paru akan membutuhkan penyembuhan
melalui cara membatasi jumlah cairan, dialisis, agen inotropik, serta agen
diuretik. Asidosis metabolik yang diakibatkan oleh gagal ginjal kronis
menyebabkan tanda gejala serta tidak membutuhkan terapi, tetapi suplemen
natrium bikarbonat ataupun dialisis kemungkinan dibutuhkan untuk melihat
asidosis apabila terdapat sebuah gejala (Musyahida, 2016).
d. Eritropoetin
Terjadinya anemia yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik
dapat diberikan terapi obat dengan epogen. Terapi epogen dilakukan saat
hematokrit 33% menjadi 38%, dan berfungsi untuk mengatasi gejala anemia.
Epogen dapat diberikan melalui intravena maupun subkutan dalam tiga kali
seminggu (Musyahida, 2016)
e. Terapi gizi
Terapi gizi pada pasien dengan gagal ginjal kronik diberikan untuk
mengurangi jumlah cairan yang masuk dan tertimbun pada tubuh. Asupan
cairan 500 ml sampai dengan 600 ml lebih banyak dibandingkan dengan
output cairan dalam bentuk urin selama 24 jam. Vitamin serta suplemen
dibutuhkan karena pembatasan terhadap diet protein. Pasien dengan dialisis
kemungkinan akan kehilangan vitamin yang telah larut pada darah saat
pelaksanaan hemodialisa (Musyahida, 2016).
f. Terapi dialisis
Hiperkalemia dapat diberikan pencegahan dengan dilakukannya dialisis
yang memungkinkan dengan cara mengeluarkan kalium serta pemantauan
kepada semua jenis obat obatan yang masuk kedalam tubuh. Dialisis
dilakukan saat pasien tidak mampu mempertahankan pola hidup yang sesuai
terhadap terapi pengobatan konservatif (Musyahida, 2016).

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Asesmen fokus keperawatan yang perlu dilakukan pengawasan terhadap
pasien dengan gagal ginjal kronik menurut (Hasbullah, 2017):
a. Anamnesa
1) Biodata
Tidak terdapat ciri khusus untuk terjadinya gagal ginjal kronik, namun laki –
laki seringkali mempunyai risiko yang lebih tinggi berkaitan dengan
pekerjaan dan gaya hidup yang tidak sehat.
2 Keluhan
Keluhan sangat bermacam – macam terutama bila memiliki penyakit
pendamping sekunder. Keluhan ini bisa berupa keluarnya urine mengalami
penurunan dari oliguria-anuria, penurunan kesadaran disebabkan komplikasi
sistem peredaran darah, ventilasi, anoreksia dan mual muntah, diaforesis,
kelelahan, nafas berbau seperti urea dan pruritus
3) Riwayat kesehatan
Keluhan anoreksia, mual dan muntah, penambahan berat badan, penurunan
output urin, perubahan irama pernapasan, perubahan kulit fisiologis dan
berbau seperti urea saat bernapas
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji riwayat penyakit sebelumnya seperti halnya ISK, gangguan pada
jantung, konsumsi obat yang berlebihan, diabetes melitus, hipertensi atau
batu yang tedapat di dalam saluran kemih.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronik bukan merupakan suatu penyakit yang dapat menular dan
menurun sehingga faktor genetik tidak begitu berdampak terhadap penyakit
jenis ini. Namun pasien dengan riwayat DM dan hipertensi memiliki resiko
kronis (karena penyakit ini termasuk bersifat herediter).
6) Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selamanya memiliki gangguan jika klien memiliki koping
adaptif yang baik. Perubahan psikososial memungkinkan terjadi saat klien
mengalami adanya perubahan pada struktur fungsi tubuh dan menjalani
proses dialisa.
7) Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Kondisi tubuh pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya mengalami
kelemahan, tingkat kesadaran bergantung pada tingginya tingkat toksisitas.
Pada saat dilakukan pemeriksaan TTV biasanya ditemukan data RR
meningkat, dan terjadi hipertensi maupun hipotensi sesuai dengan kondisi
yang ada.
8) Sistem pernapasan
Terdapat bau semacam urea pada saat bernafas. Jika kejadian suatu
komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik maka pernapasan
akan terjadi gangguan patologis. Pola napas semakin cepat sebagai tanda dari
tubuh menjaga kestabilan ventilasi.
9) Sistem hematologi
Ditemukan pada uremia berat. Selain itu, kemungkinan akan terjadi
peningkatan tekanan dalam darah, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi
jantung, nyeri dada, dispnea, gangguan irama detak jantung dan sistem
peredaran darah lainnya. Keadaan ini akan meningkat jika kandungan sisa
metabolisme dalam tubuh semakin meningkat, keadaan semakin parah
karena tidak efektif dalam ekskresi. Selain itu pada aliran darah itu sendiri
bisanya merupakan penyakit yang disebabkan oleh anemia karena
penurunan eritropoetin.
10) Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran karbon tinggi dan sirkulasi otak terganggu, karena itu
pasien akan mengalami penurunan kognitif dan diorientasi gagal ginjal
kronik.
11) Sistem kardiovaskuler
Hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan terjadinya gagal
ginjal kronik. Tekanan darah yang mengalami peningkatan akan
mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan menimbulkan terjadinya
retensi natrium air,hal ini akan menambah kinerja pada jantung.
12) Sistem endokrin
Terkait pola perilaku seksual, klien dengan gagal ginjal kronik akan
mengalami ketidakfungsian seksualitas dikarenakan hormon reproduksi
berkurang. Selain itu jika gagal ginjal kronik bersangkutan dengan DM maka
sekresi insulin akan mengalami gangguan yang berpengaruh pada terjadinya
metabolisme.
13) Sistem perkemihan
Kegagalan ginjal secara menyeluruh akan mengakibatkan penurunan output
urine 400 ml/hari.
14) Sistem pencernaan
Gangguan pada sistem pencernaan banyak diakibatkan karena stress efect.
Ditemukan mual, muntah, diare dan anoreksia.
15) Sistem muskuloskeletal
Penurunan fungsi / kegagalan fungsi ginjal ini berpengaruh terhadap proses
terjadinya demineralisasi tulang, hal ini akan terjadi beberapa resiko tinggi
terkena osteoporosis.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda tanda vital
Tekanan darah mengalami peningkatan, suhu tubuh mengalami peningkatan,
kelemahan nadi, aritmia, pernapasan memiliki irama yang tidak teratur
a) Mata : terdapat warna kemerahan, mengeluarkan air, penglihatan tidak
jelas, edema orbital, konjungtiva anemis
b) Rambut : mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau amonia, mual, muntah, dan
peradangan pada gusi.
d) Leher : vena mengalami pembesaran
e) Dada dan thoraks : penggunaan otot bantu pernapasan, nafas dangkal,
pneumonitis, edema pulmoner, friction rubpericardial.
f) Abdomen : nyeri pada pinggang, asites.
g) Genetalia : amenore, atropi testikuler.
h) Ekstermitas : capillary kembali dalam waktu >3 detik, kuku menjadi rapuh,
kusam dan tipis, kekuatan kaki mengalami penurunan, sensasi seperti
terbakar pada kaki.
2. Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervensi
a. Diagnosa keperawatan (SDKI) menurut (Tim Pokja SDKI, DPP,2018)
1) Pola nafas tidak efektif b.d edema paru d.d penggunaan otot bantu
nafas, pola nafas abnormal, pernafasan cuping hidung
2) resiko deficit nutrisi b.d nausea d.d mengeluh mual, merasa ingin muntah,
merasa asam di mulut
3) intoleransi aktivitas b,d kelemahan d.d mengeluh Lelah, sianosis, merasa
tidak nyaman setelah beraktivitas
b. Intervensi keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif b.d edema paru d.d penggunaan otot bantu nafas,
pola nafas abnormal, pernafasan cuping hidung

Tujuan dan kriteria hasil :


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Pola
nafas tidak efektif membaik. Dengan kriteria hasil :
a) penggunaan otot bantu nafas menurun (5)
b) pernafasan cuping hidung menurun (5)
c) dispnea menurun (5)
d) frekuensi nafas membaik (5)
e) kedalaman nafas membaik (5)
Intervensi keperawatan :
Observasi
a) monitor pola nafas (frekeunsi, kedalaman, usaha nafas)
b) monitor bunyi nafas tambahan ( gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
c) monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
a) posisikan semi fowler atau fowler
b) berikan minum hangat
c) lakukan fisiotherapi dada jika perlu
d) berikan oksigenasi jika perlu
Edukasi
a) anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
b) ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
a) kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu
2) resiko deficit nutrisi b.d nausea d.d mengeluh mual, merasa ingin muntah,
merasa asam di mulut
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan status nutrisi
membaik, dengan kriteria hasil :
a) frekuensi makan membaik (5)
b) nafsu makan membaik (5)
c) perasaan cepat kenyang menurun (5)
d) pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat (5)
Intervensi keperawatan :
Observasi
a) identifikasi status nutrisi
b) identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) identifikasi makanan yng disukai
d) identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e) identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
f) monitor asupan makanan
g) monitor berat badan
h) monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
a) lakukan oral hygiene sebelum makan
b) fasilitasi menentukan pedoman diet
c) sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d) berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e) berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f) berikan suplemen makanan jika perlu
g) anjurkan diet yang diprogramkan
Edukasi
a) anjurkan posisi duduk, jika mampu
b) ajarkan diet yang dipogramkan
Kolaborasi
a) kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( Pereda nyeri, antiemetic)
jika perlu
b) kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang di butuhkan jika perlu

3) intoleransi aktivitas b,d kelemahan d.d mengeluh Lelah, sianosis, merasa


tidak nyaman setelah beraktivitas
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan toleransi
aktivitas meningkat, dengan kriteria hasil :
a) saturasi oksigen meningkat (5)
b) kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari- hari
meningkat (5)
c) perasaan lemah menurun (5)
d) sianosis menurun (5)
e) frekuensi nafas membaik (5)
f) warna kulit membaik (5)
Intervensi keperawatan :
Observasi
a) identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b) monitor kelelahan fisik dan emosional
c) monitor pola dan jam tidur
d) monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
a) sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus ( mis: cahaya, suara, kunjungan)
b) lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
c) berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
d) fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
a) anjurkan tirah baring
b) anjurkn melakukan aktivitas secara bertahap
c) anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
d) ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a) kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

A. Pathways
Hipertensi Diabetes melitus nefrolitiasis

Kerusakan di ginjal
Syndrome uremia retensi Na+ eritropoetin↓
- Pruritus → D.0129 - oedem→D.0009 intoleransi
- Asam lambung ↑ →D.0032 - oedem paru →D.0005 aktivitas →D.0056

Note:
D.0129 = Gangguan integritas kulit
D.0032 = Risiko deficit nutrisi
D.0009 = Hipervolemi
D.0005 = Pola nafas tidak efektif
D.0056 = Intoleransi aktivitas

Anda mungkin juga menyukai