OLEH
KHOLIDA FITRIANA
231030230548
b. Etiologi
Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit
ginjal herediter, nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis,
dan hipertensi. Sedangkan kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia
banyak disebabkan karena infeksi yang terdapat pada saluran kemih,
batu pada saluran kencing, nefropati diabetic, nefroskelosis hipertensi, dan
lain sebagainya (Divanda et al., 2019). Penyakit gagal ginjal kronik
terbesar disebabkan oleh faktor penyakit ginjal hipertensi dengan jumlah
presentase 37%. Gagal ginjal kronik dengan etiologi hipertensi disebabkan
karena kerusakan pada pembuluh darah yang terdapat pada ginjal
sehingga menghambat ginjal dalam memfiltrasi darah dengan baik.
Kejadian peningkatan jumlah pasien yang sedang menjalani terapi
hemodialisis, dengan jumlah pasien hemodialisis per minggu sebanyak
3.666 (Hidayah, 2018) .
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang sedang
menjalani terapi hemodialis yaitu defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan
darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium beserta darah merupakan bagian dari penyebab dari
terjadinya anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Anemia pada
pasien dengan penyakit tersebut juga dapat disebabkan akibat dari
kurangnya jumlah zat besi juga pada asupan makanan. Untuk itu terapi
pemberian suplemen zat besi juga perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekurangan zat besi (Arjani, 2017).
c. Patofisiologi
Patofisiologi awal dari penyakit gagal ginjal kronik sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya namun proses selanjutnya mayoritas sama.
Dari berbagai macam penyebabnya seperti nefropati DM, penyakit ginjal
turunan, darah tinggi maupun infeksi yang terjadi pada saluran kemih
yang kemudian menimbulkan rusaknya glomerulus diteruskan dengan
terjadinya kerusakan pada nefron yang terdapat pada glomerulus sehingga
nilai Glomerulus Filtration Rate mengalami penurunan, hal ini akan
memicu terjadinya penyakit gagal ginjal kronik dimana fungsi ginjal akan
terjadi ketidakstabilan pada proses ekskresi maupun sekresi. Hilangnya
kadar protein yang mengandung albumin serta antibodi yang
disebabkan karena kerusakan pada glomerulus akan menyebabkan tubuh
mudah terinfeksi dan aliran darah akan mengalami penurunan (Divanda,
2019). (Rahayu, 2018) mengemukakan perubahan pada fungsi ginjal
semakin lama jangka waktu yang dibutuhkan memungkinkan terjadinya
kerusakan yang jauh lebih parah pada suatu nefron. Luka scerotik akan
menyebabkan glomelurus mengurangi fungsi ginjal yang kemudian tindak
lanjut pada pasien dengan darah tinggi pada gagal ginjal dapat
dikondisikan. Jika penyakit ini tidak segera ditangan kemungkinan
terjadinya gagal ginjal akan meningkat. Kelainan pada fungsi ginjal
biasanya sering dialami oleh orang yang sudah dewasa. Kelainan ginjal
berdasarkan waktunya dibagi menjadi dua yaitu gagal ginjal kronik serta
gagal ginjal akut. Gagal ginjal akur merupakan penurunan fungsi pada
ginjal yang terjadi secara mendadak.
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik menurut (Rao, 2012) adalah sebagai
berikut :
a. Sistem kardiovaskuler : Manifestasi klinis pada sistem kardiovaskuler
antara lain hipertensi, gagal jantung kongestif, dan pembesaran pada vena
jugularis akibat dari cairan yang berlebihan.
b. Pulmoner ditandai dengan adanya krekels, sputum kental, serta napas
dangkal.
c. Gejala dermatologi seperti gatal – gatal pada kulit yang disebabkan
adanya penyumbatan kristal ureum di area kulit bagian bawah, kulit
kering dan bersisik, kulit bewarna abu – abu mengkilat, rambut tipis dan
mudah rapuh.
d. Gejala gastrointensial seperti anoreksia, mual, muntah, cegukan, indra
penciuman menurun, konstipasi serta diare.
e. Gejala neurologi seperti kelemahan, tingkat kesadaran menurun, kejang,
susah untuk berkonsentrasi.
f. Salah satu gejala dari musculoskeletal seperti kram pada otot, otot
mengalami penurunan kekuatan, patah tulang serta tekanan pada kaki.
g. Gejala reproduksi seperti amenor serta atrofi testikuler.
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang sedang
menjalani terapi hemodialisis yaitu defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan
darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium
beserta retensi darah merupakan bagian dari penyebab dari terjadinya anemia
pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik terhadap pasien dengan gagal ginjal
kronik menurut (Musyahida, 2016) antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisa pada urine dapat digunakan untuk menunjang dan melihat terjadinya
kelainan pada fungsi ginjal. Analisa urine juga dapat digunakan untuk
mengetahui ketidaknormalan terhadap produksi urine. Pada pasien dengan
penyakit gagal ginjal kronik akan mengalami kekurangan output urin dan
kekurangan jumlah frekuensi urin.
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui kelainan fungsi ginjal yaitu :
1) Flat flat radiografi untuk mengetahui klasifikasi dari ginjal.
2) Computer Tomography Scan untuk mengetahui dengan jelas bagian
anatomi ginjal.
3) Intervenous Pyelography digunakan sebagai evaluasi dari kerja ginjal
dengan menggunakan kontras.
4) Arterional Angiography untuk mengetahui kapiler ginjal, vena serta sistem
arteri menggunakan kontras.
5) Magnetic Rosonance Imaging untuk mengevaluasi suatu persoalan yang
diakibatkan oleh infeksi pada ginjal.
6) Biopsi Ginjal digunakan untuk diagnosa kelainan pada ginjal dengan cara
mengambil jaringan pada ginjal kemudian dianalisa.
f. Komplikasi
Komplikasi yang akan terjadi terhadap penyakit gagal ginjal kronik
salah satunya adalah anemia, anemia yang terjadi terhadap laki – laki dapat
terjadi ketika hemoglobin <13g/dl dan pada perempuan saat hemoglobin
<12g/dl (Ismatullah, 2015). Anemia yang terjadi pada pasien gagal ginjal
kronik disebabkan oleh pengurangan terhadap massa nefron yang selanjutnya
menyebabkan produksi eritropoetin menurun.
1. Penatalaksanaan Medis
a. Manajemen terapi
Tujuannya untuk melindungi fungsi ginjal dari faktor yang mengakibatkan
terjadinya gagal ginjal kronis. Manajemen dapat dilaksanakan dengan
menggunakan obat obatan serta terapi diet yang diperlukan untuk
mengurangi jumlah limbah uremik yang terdapat dalam darah (Musyahida,
2016)
b. Antasida
Antasida adalah suatu zat senyawa alumunium yang dapat menjaga fosfor
yang terdapat pada saluran pencernaan. Beberapa dokter menganjurkan
kalsium karbonat pada dosis tinggi anatasida berbasis alumunium disebabkan
karena tingginya gejala neurologis serta osteomalasia. Obat ini menjaga
fosfor yang terdapat pada saluran usus serta menunjang konsumsi dosis pada
antasida yang lebih sedikit. Kalsium karbonat serta fosforbinding akan
ditunjang dengan makanan yang berkhasiat. Antasida magnesium seharusnya
dijauhi untuk menjaga dari terjadinya kelebihan magnesium
(Musyahida, 2016)
c. Antihipertensi
Berbagai macam obat antihipertensi dan pemantauan terhadap volume cairan
intravaskular dapat digunakan untuk penekanan terjadinya hipertensi. Gagal
jantung serta edema pada paru – paru akan membutuhkan penyembuhan
melalui cara membatasi jumlah cairan, dialisis, agen inotropik, serta agen
diuretik. Asidosis metabolik yang diakibatkan oleh gagal ginjal kronis
menyebabkan tanda gejala serta tidak membutuhkan terapi, tetapi suplemen
natrium bikarbonat ataupun dialisis kemungkinan dibutuhkan untuk melihat
asidosis apabila terdapat sebuah gejala (Musyahida, 2016).
d. Eritropoetin
Terjadinya anemia yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik
dapat diberikan terapi obat dengan epogen. Terapi epogen dilakukan saat
hematokrit 33% menjadi 38%, dan berfungsi untuk mengatasi gejala anemia.
Epogen dapat diberikan melalui intravena maupun subkutan dalam tiga kali
seminggu (Musyahida, 2016)
e. Terapi gizi
Terapi gizi pada pasien dengan gagal ginjal kronik diberikan untuk
mengurangi jumlah cairan yang masuk dan tertimbun pada tubuh. Asupan
cairan 500 ml sampai dengan 600 ml lebih banyak dibandingkan dengan
output cairan dalam bentuk urin selama 24 jam. Vitamin serta suplemen
dibutuhkan karena pembatasan terhadap diet protein. Pasien dengan dialisis
kemungkinan akan kehilangan vitamin yang telah larut pada darah saat
pelaksanaan hemodialisa (Musyahida, 2016).
f. Terapi dialisis
Hiperkalemia dapat diberikan pencegahan dengan dilakukannya dialisis
yang memungkinkan dengan cara mengeluarkan kalium serta pemantauan
kepada semua jenis obat obatan yang masuk kedalam tubuh. Dialisis
dilakukan saat pasien tidak mampu mempertahankan pola hidup yang sesuai
terhadap terapi pengobatan konservatif (Musyahida, 2016).
A. Pathways
Hipertensi Diabetes melitus nefrolitiasis
Kerusakan di ginjal
Syndrome uremia retensi Na+ eritropoetin↓
- Pruritus → D.0129 - oedem→D.0009 intoleransi
- Asam lambung ↑ →D.0032 - oedem paru →D.0005 aktivitas →D.0056
Note:
D.0129 = Gangguan integritas kulit
D.0032 = Risiko deficit nutrisi
D.0009 = Hipervolemi
D.0005 = Pola nafas tidak efektif
D.0056 = Intoleransi aktivitas