Disusun Oleh :
RIKI HANAFI (KHGD22056)
4. Patofisiologi
Menurut Nuari & Widayati (2017) :
1) Penurunan GFR (Glomelulaar Filtration Rate) Penurunan GFR dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksa klirens
kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin akan
menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN)
juga akan meningkat.
2) Gangguan klirens renal Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeri yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal )
3) Retensi cairan dan natrium Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi
penahanan cairan dan natrium, meningkatkan resiko terjadinya edema,
gagal jantung kongestif dan hipertensi.
4) Anemia Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, difisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran.
5) Ketidakseimbangan kaliem dan fosfat Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, yang lain akan turun,. Dengan menurunya GFR
(Glomelulaar Filtration Rate), maka terjadi peningkatan kadar fosfat
serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar
kalsium ini akan memicu sekresi peratormon, namun dalam kondisi
gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathornom, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase
awal gangguan keseimbangan cairan, penanganan gram, serta
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi yang bergantung pada bagian
ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi kinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena
nefronnefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.
Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresinya, serta mengalami hipertrofi (Muttaqin & Sari, 2011).
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nerfon yang
ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan
progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran
darah ginjal akan berkurang. Pelepasan rennin akan meningkat bersama
dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar
terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan
bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai
respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun
secara derastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang
seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom
uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ
tubuh (Muttaqin & Sari, 2011).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Suryono (2001) dalam (Nuari & Widayati,
2017) adalah sebagai berikut :
1) Gangguan Kardiovaskuler : Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas,
akibat perikarditis, effuse persikardie dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2) Gangguan Pulmonal: Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum
kental dan riak suara krekels.
3) Gangguan Gastrointestinal: Anoreksia, nausea dan fortinus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan
pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
4) Gangguan Musculoskeletal: Resiles reg sindrom (pegal pada kakinya
sehingga selalu di gerakkan), Burning feet sindrom (rasa kesemutan
dan terbakar terutama di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan
dan hipertrofi otot-otot ekstremitas.
5) Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning-kuningan akibat penimbunan urokom, gatal-gatal akibat
toksik, kuku tipis dan rapuh.
6) Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
7) Gangguan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam basa :
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemis, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
8) System hematologi: Anemia yang disebabkan karena berkurangnya
produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup ertosit
dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi
thrombosis dan trombositopen
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat di timbulkan oleh gagal ginjal kronik adalah
(Baugman, 2000) dalam (Prabowo, 2014) :
1) Penyakit tulang : Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara
langsung akan mengakibatkan deklafisikasi matriks tulang, sehingga
tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama
akan menyebabkan fraktur pathologis.
2) Penyakit Kardiovaskuler: Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik
akan berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid,
intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi
hipertrofi ventrikel kiri).
3) Anemia: Selain dalam fungsi sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritroprotri yang mengalami
difisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4) Disfungsi Seksual: Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka
libido sering mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria,
pada wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia
7. Penatalaksanaan
1) Kepatuhan diet kepatuhan diet merupakan satu penatalaksanaan untuk
mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip
rendah protein, rendah garam, rendah kalium dimana pasien harus
meluangkan waktu menjalani pengobatan yang dibutuhkan (Sumigar,
Rompas, & Pondang, 2015).
2) Terapi Konservatif, tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah
memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan
keluhankeluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Price & Sylvia, 2006, dalam Husna, 2010).
3) Terapi Pengganti Ginjal, terapi pengganti ginjal, dilakukan pada
penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15
mL/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006, dalam Husna,
2010).
B. Hemodialisis 1. Pengertian
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien
dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit
ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisis
adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi
sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis
waktu singkat. Penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan
mencegah kematian. Hemodialisis tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya
aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner
& Suddarth, 2006 ; Nursalam, 2006).
2. Tujuan
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut
diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi
(membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin,
dan sisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam
mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin
saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil
menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid,
2009).
3. Prinsip-prinsip Hemodialisa
Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama yaitu
(Pardede, 2009):
1) Proses Difusi Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut
yang disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat
terlarut dalam darah dan dialisat. Perpindahan molekul terjadi dari
zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah.
Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu membrane semi
permeable yang membatasi kompartemen darah dan kompartemen
dialisat.
2) Proses Ultrafiltrasi Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane
semi permeable akibat perbedaan tekanan hidrostatik pada
kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Tekanan
hidrostatik /ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini
ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen darah (positive
pressure) dan tekanan negatif dalam kompartemen dialisat (negative
pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam
mmHg.
3) Proses Osmosis Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang
terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic (osmolalitas) darah
dan dialisat. 9 Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada
peritoneal dialysis (Haryati, 2010)
4. Durasi Hemodialisa
Waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan
individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali
seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan
QB 200–300 mL/menit. Hemodialisa regeluer dikatakan cukup bila
dilaksanakan secara teratur, berkesinambungan, selama 9-12 jam setiap
minggu (Suwitra, 2010).
Komplikasi Akut Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi
yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering
terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil. Tabel
5. Komplikasi
1) Hipotensi: Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi,
infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis
2) Hipertensi: Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
3) Reaksi Alergi : Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
11
4) Aritmia: Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu cepat,
obat antiaritmia yang terdialisis
5) Kram Otot : Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
6) Emboli Udara: Udara memasuki sirkuit darah
7) Dialysis disequilibirium: Perpindahan osmosis antara intrasel dan
ekstrasel menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
8) Gatal,
9) Kontaminasi bakteri/ Endotoksin : Demam, mengigil, hipotensi oleh
karena kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air
6. Pathway
C. Asuhan Keperawatan Pasien Hemodialisa 1. Pengkajian
1) Keluhan:Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas,
pusing, gatal, baal-baal, bengkak- bengkak, sesak, kram, BAK tidak
lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan, susah tidur, berdebar,
mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri dada,
nyeri punggung,susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap,
nyeri otot, nyeri pada penusukkan jarum,rembes pada akses darah,
keringat dingin, batuk berdahak/tidak
2) Riwayat Kesehatan Saat IniPengembangan Keluhan Utama dengan
perangkat PQRST dan pengaruhnya terhadap aktivitassehari-hari
3) Riwayat Kesehatan DahuluMenanyakan adanya riwayat infeksi
saluran kemih, infeksi organ lain, riwayat kencing batu/obstruksi,
riwayat konsumsi obat-obatan, jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat
penyakitendokrin, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah
tinggi, riwayat kehamilan, riwayatdehidrasi, riwayat trauma.
4) Riwayat Kesehatan KeluargaMenanyakan riwayat diabetes, hipertensi,
riwayat penyakit ginjal yang lain.Cantumkan genogram min. tiga
generasi.
5) Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas istirahat/tidur
• Lelah,, lemah atau malaise
• Insomnia
• Tonus otot menurun
• ROM berkurang
b.Sirkulasi
• Palpitasi, angina, nyeri dada
• Hipertensi, distensi vena jugularis
• Disritmia
• Pallor
• Hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus
• Edema periorbital-pretibial
• Anemia
• Hiperlipidemia
• Hiperparatiroid
• Trombositopeni
• Pericarditis
• Aterosklerosis
c. Eliminasi
• Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase
lanjut
• Disuri, kaji warna urin
• Riwayat batu pada saluran kencing
• Ascites, meteorismus, diare, konstipasi
d.Nutrisi/cairan
• Edema, peningkatan BB
• Dehidrasi, penurunan BB
• Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
• Efek pemberian diuretic
• Turgor kulit
• Stomatitis, perdarahan gusi
• Lemak subkutan menurun
• Distensi abdomen
• Rasa haus
• Gastritis ulserasi
e.Neurosensor
• Sakit kepala, penglihatan kabur
• Letih, insomnia
• Kram otot, kejang, pegal-pegal
• Iritasi kulit
• Kesemutan, baal-baal
f. Nyeri/kenyamanan
• Sakit kepala, pusing
• Nyeri dada, nyeri punggung
• Gatal, pruritus
• Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
g.Oksigenasi
• Pernapasan kusmaul
• Napas pendek-cepat
• Ronchi
h.Seksual
• Penurunan libido
• Haid (-), amenore
• Gangguan fungsi ereksi
• Produksi testoteron dan sperma menurun
• Infertile
i. Pengkajian Psikososial
• Integritaqs ego
• Interaksi social
• Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
• Stress emosional
• Konsep diri
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul Pre
HD
1) Gangguan Rasa nyaman b.d gejala penyakit (gatal)
2) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
3) Pola nafas tidak efektif b.d penurunan energi
Intra HD
1) Nyeri Akut b.d Agen pencedara Fisik
2) Risiko infeksi b.d Efek prosedur invasive
Post HD
1) Keletihan b,d Kondisi Fisiologis penyakit Kronis
Intra HD
DX Tujuan Intervensi
1 Setelah dilakuakan intervensi 1. Lakukan penusukkan yang tepatdan
keperawatan selama 1x 30 menit hati-hati untuk mengurangiresiko
diharapkan tidak ada keluhan nyeri yang berlebihan
pada saat ditusuk dengan kriteria 2. Berikan anestesi local padadaerah
hasil yang akan ditusuk untukmengurangi
1. Ekspresi wajah tenang rasa nyeri terutamasaat punksi
femoralis. Bisa berbentuk injeksi atau
spray.
3. Ajarkan dan anjurkan teknik
relaksasi dan distrraksi
4. Lakukan kompres dingin
untukmemblok rasa nyeri
5. Kaji tingkat nyeri, apakah
hilangsetelah penusukkan,
menetapatau bertambah
Post HD
DX Tujuan Intervensi
1 Setelah dilakuakan intervensi Manajemen Energi
keperawatan selama 1x 15 menit 1. Observasi
diharapkan tidak ada keluhan
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
2. Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
- Fasilitasi untuk duduk semi
fowler di sisi tempat tidur,
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukkan aktivitas
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan