Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Gagal Ginjal Kronis

a. Pengertian

Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal ginjal stadium akhir

adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana

kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan serta elektrolit yang mengakibatkan uremia atau

azotemia (Trisa Siregar, 2020). Gagal ginjal kronis adalah penurunan

fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Biasanya, gagal ginjal

10
11

kronis ini diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah dan tidak dapat

disembuhkan (Harmilah, 2020).

Ginjal memiliki peran penting untuk mempertahankan stabilitas

volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler.

Salah satu fungsi penting ginjal lainnya adalah untuk

mengekskresikan produk-produk akhir atau sisa metabolisme tubuh,

misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Apabila sisa metabolisme

tubuh tersebut dibiarkan menumpuk, zat tersebut bisa menjadi racun

bagi tubuh, terutama ginjal (Suryawan et al., 2016).

Menurut pedoman The National Kidney Foundation's Kidney

Disease Outcome Quality Initiative (NKF KDOQI), GGK

didefinisikan sebagai kerusakan ginjal persisten dengan kerusakan

kerusakan atau fungsional seperti mikroalbuminuria atau proteinuria,

hematuria, kelainan histologis atau radiologis, dan/atau menurunnya

laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi menjadi m2 selama 3 bulan.

(Alwi et al., 2016). Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan beban

kesehatan global dengan biaya ekonomi yang tinggi terhadap sistem

kesehatan dan merupakan faktor risiko independen untuk penyakit

kardiovaskular (CVD). (Hill et al., 2016)


12

b. Etiologi

Menurut (Harmilah, 2020), banyak kondisi klinis yang

menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Kondisi klinis yang

memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis (GGK) dapat

disebabkan dari ginjal sendiri maupun luar ginjal.

1) Penyakit dari ginjal

a) Penyakit dari saringan (glomerulus) glomerulonephritis

b) Infeksi kuman, peilonefritis, urethritis

c) Batu ginjal (nefrolitiasis)

d) Kista di ginjal ( polcystis kidney)

e) Trauma langsung pada ginjal

f) Keganasan pada ginjal

g) Sumbatan : batu, tumor, penyempitan


13

2) Penyakit umum diluar ginjal

a) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol

tinggi

b) Dyslipidemia

c) Systemic lupus erythematosus (SLE)

d) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

e) Preeklamsia

f) Obat-obatan

g) Kehilangan banyak cairan luka bakar

c. Patofisiologi
14

Gagal ginjal kronis dimulai fase awal gangguan, keseimbangan

cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih

bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai

fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis ginjal

kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat

mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa

meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya, serta

mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang

mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat

sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.

Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan

tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi

protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi

pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang.

Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk

jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara

progresif fungsi ginjal turun drastis dengan manifestasi penumpukan

metabolitme metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi

sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak

manifestasi pada setiap organ tubuh. Pelepasan renin akan meningkat

bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan

hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan


15

tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma.

(Harmilah, 2020).

d. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Suryono (2001) dalam (Nuari &

Widayati, 2017) adalah sebagai berikut :

1) Gangguan Kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas, akibat perikarditis,

effuse persikardie dan gagal jantung akibat penimbunan cairan,

gangguan irama jantung dan edema.

2) Gangguan
16

Pulmonal nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum

kental dan riak suara krekels.

3) Gangguan

Gastrointestinal Anoreksia, nausea dan fortinus yang

berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan

pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas

bau ammonia.

4) Gangguan Musculoskeletal

Resiles reg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu di

gerakkan), Burning feet sindrom (rasa kesemutan dan terbakar


17

terutama di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan

hipertrofi otot-otot ekstremitas

5) Gangguan Integumen

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan

akibat penimbunan urokom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis

dan rapuh.

6) Gangguan Endokrin

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun,

gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa,

gangguan metabolic lemak dan vitamin D.


18

7) Gangguan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam basa

Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi

kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemis,

hipomagnesemia, hipokalsemia.

8) System hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi

eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum

tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup

ertosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan

fungsi thrombosis dan trombositopen.

e. Komplikasi
19

Komplikasi yang dapat di timbulkan oleh gagal ginjal kronik

adalah (Baugman, 2000) dalam (Prabowo, 2014) :

1) Penyakit tulang

Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung

akan mengakibatkan deklafisikasi matriks tulang, sehingga tulang

akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama

akan menyebabkan fraktur pathologis.

2) Penyakit Kardiovaskuler

Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak

secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi

glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi

ventrikel kiri).
20

3) Anemia

Selain dalam fungsi sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam

rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritroprotri yang

mengalami difisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan

hemoglobin.

4) Disfungsi Seksual

Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering

mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria, pada

wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia.

f. Penatalaksanaan
21

1) Kepatuhan diet

Kepatuhan diet merupakan satu penatalaksanaan untuk

mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus dengan

prinsip rendah protein, rendah garam, rendah kalium dimana

pasien harus meluangkan waktu menjalani pengobatan yang

dibutuhkan (Sumigar, Rompas, & Pondang, 2015).

2) Terapi Konservatif, tujuan dari terapi konservatif adalah

mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,

meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit (Price & Sylvia, 2006, dalam

Husna, 2010).

3) Terapi Pengganti
22

Ginjal, terapi pengganti ginjal, dilakukan pada penyakit ginjal

kronik stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15 mL/menit.

Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan

transplantasi ginjal (Suwitra, 2006, dalam Husna, 2010)

g. Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung diagnosis

GGK, antara lain (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :

1) Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum.

2) Hiperkalemia, penurunan bikarbonat serum, hipokalsemia,

hiperfosfatemia, hiponatremia (pada GGK tanpa Overload).

3) Hipoalbuminemia tersebab oleh banyak protein yang keluar

bersama urin.

4) Anemia normokrom normostik tersebab oleh penurunan

produksi hormone eritropoetin.

5) Urinalisis : Proteinuria, diduga akibat gangguan pada

glomerulus atau tubulointerstitial.


23

6) Sel darah merah pada sedimen ureine, diduga ada

glomerulonefritis proliferative. Piuria dan atau sel darah merah

dalam urine, diduga adalah nefritis interstitial (terutama jika

terjadi eosinofiluria) atau infeksi saluran kemih.

7) Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan

protein total.

8) Elektroforesis protein urin dan serum untuk melihat protein

monoklon, kemungkinan adanya myeloma multiple.

9) Antibody antinuklir (antinuclear antibody, ANA), kadar anti-

doublestranded DNA untuk melihat adanya lupus eritematosus

sistemik (systemic lupus erythematosus, SLE).

10) Kadar komplemen serum untuk menunjukkan

glomerulonephritis.

11) C-ANCA (cytoplasmic anti-neutrophilic cytoplasmic antibody)

and PANCA (perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic

antibody) untuk diagnosis granulomatosis Wegener dan

poliartritis nodosa atau poliangitis mikroskopik.

12) Serologi Hepatitis B dan C, HIV, Venereal Disease Research

Laboratory (VDRL) : Berhubungan dengan glomerulonefritis.

Pemeriksaan atau hasil pemeriksaan diagnostic yang mendukung

diagnosis GGK adalah (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :


24

1) Sinar-X Abdomen Melihat gambaran batu radio atau

nefrokalsinosis.

2) Pielogramintravena Jarang dilakukan karena potensi toksin,

sering digunakan untuk diagnosis batu ginjal.

3) Ultrasonografi ginjal Untuk melihat ginjal polikistik dan

hidronefrosis, yang tidak terlihat pada awal obstruksi, Ukuran

ginjal biasanya normal pada nefropati diabetic.

4) CT Scan Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi

penyebab GGK

5) MRI Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal. Angiografi untuk

diagnosis stenosis arteri ginjal, meskipun arteriografi ginjal masih

menjadi pemeriksaan standart.

6) Voding cystourethogram (VCUG) Pemeriksaan standart untuk

diagnosis refluk vesikoureteral.

2. Hemodialisa

a. Pengertian
25

Hemodialisis dapat di definisikan sebagai suatu proses

pengubahan komposisi solute darah oleh larutan lain (cairan dialisat)

melalui membrane semi permeabel (membrane dialysis). Tetapi pada

prinsipnya, hemodialisis adalah suatu proses pemisahan atau

penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu membrane semi

permeabel yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal

baik akut maupun kronik (Suhardjono, 2014).

Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal

dengan menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser),

yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk

sisa metabolism dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit pada pasien gagal ginjal (Hutagaol, 2017).

b. Prinsip Hemodialisa

Terdapat 3 komponen utama yang terlihat dalam proses

hemodialisis yaitu alat dialiser, cairan dialisat dan sistem pengantara

darah. Dialiser adalah alat dalam proses dialysis yang mampu


26

mengalirkan darah dan dialisat dalam 26 komponen-komponen di

dalamnya, dengan dibatasi membran semi permeabel (Depner, 2015).

Hemodialisis merupakan gabungan dari proses difusi dan

ultrafiltrasi. Difusi adalah perpindahan zat terlarut melalui membrane

semi permeabel. Laju difusi terbesar terjadi pada perbedaan

konsentrasi molekul terbesar.Ini adalah mekanisme utama untuk

mengeluarkan molekul kecil seperti urea, kreatinin, elektrolit, dan

untuk menambahkan serum bikarbonat. Zat terlarut yang terkait

dengan protein tidak dapat dibuang melalui difusi karena protein yang

terikat tidak dapat menembus membran (Suhardjono, 2014).

c. Jenis Hemodialisa

Jenis hemodialisis dibagi menjadi dua yaitu (Tjokroprawiro,

2015):

1) Hemodialisis pada gangguan ginjal akut

2) Hemodialisis pada penyakit ginjal kronis:


27

a) Hemodialisis konvensional: hemodialisis kronis biasanya

dilakukan 2- 3 kali per minggu, selama sekitar 4-5 jam untuk

setiap tindakan.

b) Hemodialisis harian: biasanya digunakan oleh pasien yang

melakukan cuci darah sendiri di rumah, dilakukan selama 2

jam setiap hari.

c) Hemodialisis nocturnal: dilakukan saat pasien tidur malam, 6-

10 jam per tindakan, 3-6 kali dalam seminggu

d. Komplikasi

Komplikasi akut yang paling sering terjadi adalah hipotensi

terutama pada pasien diabetes. Hipotensi pada HD dapat dicegah

dengan melakukan evaluasi berat badan kering dan modifikasi dan

ultrafiltrasi, sehingga diharapkan jumlah cairan yang dikeluarkan

lebih banyak pada awal dibandingkan pada akhir dialysis. Kram otot

juga sering terjadi selama proses hemodialisis.


28

Beberapa faktor pencetus yang dihubungkan dengan kejadian

kram otot ini adalah adanya gangguan perfusi otot karena

pengambilan cairan yang agresif dan pemakaian dialisat rendah

sodium.Reaksi anafilaktoid terhadap dialiser sering dijumpai pada

pemakaian pertama (Suhardjono, 2014).

Komplikasi kronik pasien hemodialisis dapat dibagi menjadi dua

kategori yaitu :

1) Komplikasi yang sering terjadi karena terapi hemodialisis seperti

hipotensi, anemia, endocarditis, dll.

2) Komplikasi yang terjadi karena penyakit ginjal primer seperti

nefropati, kronik gromeluropati, glomerulonefritis, dll.

3) Komplikasi kronik atau komplikasi jangka panjang yang dapat

terjadi pada pasien yang mengalami terapi hemodialisa antara

lain, penyakit kardiovaskular (Suhardjono, 2014).


29

e. Lama Menjalani hemodialisa

Kidney Desease Outcome Quality Initiative (KDOQI)

merekomendasikan bahwa pasien dengan residual kidney function

rendah (kurang dari 2ml/mnt) menjalani hemodialisis tiga kali

seminggu dengan durasi 3 jam setiap kali hemodialisis (Rocco et al,

2015). Membagi lama hemodialisis menjadi 3 yaitu, kurang dari 12

bulan, 12-24 bulan, dan lebih dari 24 bulan (Pranoto, 2010).

Pasien yang menjalani hemodialisis selama lebih dari 10 tahun

kemudian melakukan transplantasi ginjal memiliki hasil yang lebih

buruk dibandingkan dengan pasien yang melakukan transplantasi

ginjal yang sebelumnya melakukan terapi hemodialisis dalam waktu

yang lebih singkat (Pranoto, 2010). Periode sakit dapat mempengaruhi

kepatuhan.

Beberapa penyakit yang tergolong penyakit kronik, banyak

mengalami masalah kepatuhan.Pengaruh sakit yang lama, belum lagi

perubahan pola hidup yang kompleks serta komplikasi yang sering

muncul sebagai dampak sakit yang lama mempengaruhi bukan hanya

pada fisik pasien, namun juga emosional, psikologis, dan sosial.Pada

pasien hemodialisis didapatkan hassil riset yang memperlihatkan


30

perbedaan kepatuhan pada pasien yang sakit kurang dari 1 tahun

dengan yang lebih dari 1 tahun.Semakin lama sakit yang diderita,

maka resiko penurunan tingkat kepatuhan semakin tinggi (Widayati,

2015)

f. Efek samping dan Komplikasi

Meskipun keamanan prosedur hemodialisis telah meningkat pesat

selama bertahun-tahun, prosedur ini bukan tanpa resiko. Komplikasi

yang mungkin terjadi selama tindakan hemodialisis secara umum

yaitu (Tjokroprawiro, 2015) :

1) Pada Penderita :

a) Hipotensi dan hipertensi.


31

Hipotensi merupakan komplikasi yang paling sering

dilaporkan selama hemodialissi.

b) Sindroma disequilibrium akibat perbedaan keccepatan

perubahan kadar molekul pada masing-masing kompartemen

tubuh.

c) Kram

d) Mual dan muntah

e) Sakit kepala

f) Nyeri dada dan aritmia

g) Gatal

h) Reaksi demam.

Dapat disebabkan karena reaksi pirogen maupun infeksi.

2) Komplikasi Teknik:
32

a) Hemolisis, dapat terjadi akibat kontaminan dari air dialisat

atau pengaturan suhu dialisat yang kurang tepat.

b) Pembekuan darah dalam saluran maupun tabung dialiser

c) Bocornya membaran dialiser

d) Emboli udara

e) Reaksi dialiser

f) Alergi terhadap heparin

g. Dampak Hemodialisa

Hemodialisis merupakan salah satu pilihan terapi pada pasien gagal

ginjal kronik.sehingga hemodialisis membutuhkan waktu yang lama

dan harus dijalani dengan rutin, dan dapat mengganggu aktivitas

penderita serta dapat mengubah kondisi fisik penderita seprti kulit

bersisik, berawarna hitam, dan menurunnya kualitas penderita. Juga

dapat mengganggu psikologis penderita sperti gangguan konsentrasi,

proses berfikir, hingga gangguan dalam hubungan sosial lainnya.


33

h. Komponen Hemodialisis

1) Membran semipermeable atau dialiser: dialiser adalah bagian dari

peralatan untuk menyaring darah. Berbentuk tabung yang terdiri

dari

2) Kompatemen (ruang) yaitu kompartemen darah dan kompartemen

dialisat. Masing-masing kompatermen memiliki saluran masuk

dan keluar. Terdapat berbagai jenis membrane dialiser, perbedaan

masing-masing dialiser ditentukan oleh ukuran pori, bahan

membrane, luas permukaan, efisiensi membrane.

Konsentrat dialisat terdiri dari 2 bagian yaitu cairan asma dan

cairan/serbuk bas. Masing-masing bagian mempunyai komposisi

elektrolit yang berbeda. Terdaapat berbagai jenis konsentrat

dialisat dengan komposisi elektrolit yang berbeda-beda seperti

kadar kalium, kadar glukosa, kadar magnesium. Pemilihan

konsentrat dialisat tergantung dengan kebutuhan penderita.


34

3) Selang darah terdiri dari beberapa bagian:

a) Area selang pada pompa aliran darah

b) Selang aliran anti koagulant

c) Buble trap untuk pengamanan terhadap emboli udara

d) Port untuk obat-obatan

4) Anti koagulant: terdapat berbagai pilihan seperti heparin, LMWH,

citrate.

5) Akses vascular

a) Kateter vena sentral: umumnya bersifat sementara, sering

digunakan pada penderita yang membutuhkan hemodialisis

pada kasus gangguan ginjal akut maupun kronis sebelum

mempunyai akses permanen.

b) Akses vascular fistula: umumnya bersifat permanen,

digunakan pada pasien penyakit ginjal kronis. Sebuah fistula


35

radiocephalic dengan menyambung arteri dan vena melalui

anastomosis. Keuntungan dari pengguanan AV fistula adalah

tingkat infeksi yang lebih rendah, karena tidak ada bahan asing

yang terlibat dalam pembentukan mereka, tingkat yang lebih

tinggi alirandarah dan lebih rendah insiden trombosis.

c) Graft arteri: graft ditanam di bawah kulit untuk

menghubungkan arteri dan vena, biasanya terbuat dari bahan

sintetis, dan harus diganti apabila graft mengalami kerusakan.

Digunakan pada penderita ginjal kronis

3. Musik instrumental

a. Pengertian

Musik merupakan bunyi nada yang menyenangkan untuk

didengar. Musik berbeda-beda ada yang keras, ribut, dan lembut yang
36

membuat orang senang mendengar. Orang cenderung untuk

mengatakan indahwterhadap musik yang disukainya.

Musik terdapat banyak jenis salah satunya yaitu musik

instrumental, musik instrumentalmadalah musik yang melantun tanpa

vokal hanya instrument alat musik atau backing vocal saja yang

melantun, terapi musik instrumental telah banyak digunakan guna

menurunkan detak jantung dan menormalkan tekanan darah terhadap

seseorang yang menderita hipertensi (Tuti Meihartati, 2018).

Terapi musik instrumental dipercaya bisa menurunkan nyeri

fisiologis, stress, dan kecemasan serta teknik penyembuhan dengan

menggunakan bunyi atau irama (Meihartati Tuti, 2019). Dalam hal

penurunan tekanan darah, diduga bahwa konsentrasi katekolamin

plasma mempengaruhi pengaktifan simpato adrenalin dan enegeri dan

menyebabkan terjadinya pelepasan hormon hormon stress.

Mendengarkan musik dengan irama lambat akan mengurangi

pelepasan katekolamin kedalam pembuluh darah, sehingga

konsentrasik katekolamin dalam plasma menjadi rendah. Hal ini

mengakibatkan tubuh mengalami relaksasi, denyut jantung berkurang

dan tekanan darah menjadi turun. (Afandi, 2015)


37

b. Manfaat

Manfaat terapi musik instrumental menurut (Meihartati, 2018)

antara lain :

1) Mampu mengubah perasaan yang tidak menyenangkan

2) Mampu memperlambat dannmenyeimbangkan gelombang otak

3) Mempengaruhi pernapasan

4) Mempengaruhi denyutrjantung, nadi, danrtekanan darah

5) Menstabilkan suhu tubuh

6) Meningkatkan endorphin

7) Bisa mengatur hormon berhubungan dengan stress

8) Merangsang pencernaan

9) Meningkatkan daya tahan tubuh

10) Menimbulkan rasamaman dan sejahtera

11) Mengurangi rasa sakit

c. Prosedur
38

Beberapa dasar terapi musik yang bisa dilakukan (Dayat, 2012)

1) Untuk melakukan terapi musik dalam relaksasi, dilakukan dalam

tempat yang tenang, terbebas dari gangguan. Juga bisa

disempurnakan dengan aromanlilin wangi aromaterapie agar bisa

menenangkan tubuh.

2) Untuk dipermudah pada awalnya bisa mendengarkan berbagai

jenis musik, ini berguna dalam respon terhadap tubuh responden

dan dilanjutkan sesuai prosedur.

3) Saat musik dimainkan, dengarkan secara bersamaan seolah

pemain sedang berada diruangan memainkan musik. Dan bisa

memilih tempat yang sesuai, biarkan suara musik mengalir

keseluruh tubuh responden, bukan sekedar bergaung dikepala.

4) Peneliti melakukan terapi musik kurang lebih 30 menit sampai

satu jam setiap hari, jika tidak memiliki waktu cukup dalam

waktu 10 menit, karena selama waktu 10 menit bisa membantu

pikiran untuk istirahat.

5) Saat pikiran sudah tenang sehingga tubuh mengalami relaksasi.

Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan darah dan denyut

jantung
39

4. Frekuensi Denyut Jantung

a. Pengertian

Jantung merupakan salah satu organ yang penting dalam proses

peredaran darah dalam tubuh manusia. Jantung memiliki fungsi

utama untuk memompa darah, sehingga dapat diedarkan ke seluruh

tubuh. Jantung selalu dalam kondisi baik dan sehat. Salah satu

indikator jantung yang sehat bisa dilihat dari frekuensi denyut

jantung. Denyut jantung atau dikenal juga dengan denyut nadi adalah

tanda penting dalam bidang medis yang bermanfaat untuk

mengevaluasi dengan cepat kesehatan atau kebugaran seseorang.

Adapun frekuensi normal untuk anak usia 10 tahun ke atas dan

dewasa berkisar antara 60-100 kali per menit (Kozier, 2015)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi denyut jantung


40

1) Jenis Kelamin

Biasanya frekuensi denyut jantung seorang wanita

cenderung lebih tinggi daripada seorang pria. Pada kondisi

normal, seorang wanita memiliki denyut jantung yang berkisar

antara 72-80 denyut/menit, sedangkan seorang pria akan

memiliki denyut nadi berkisar antara 64-72 denyut/menit

(Awaludin, 2017)

2) Usia

Pada janin, denyut jantung dapat mencapai 140-160

denyut/menit. Semakin bertambah usia seseorang, semakin

rendah frekuensi denyut jantung. Hal ini sangat erat

hubungannya dengan kurangnya proporsi kebutuhan energi

dalam tubuh.
41

3) Kegiatan atau Aktivitas Tubuh

Ketika manusia sedang melakukan kegiatan, energi sangat

dibutuhkan. Dalam hal ini berupa oksigen dan glukosa. Jika

dibandingkan dengan manusia yang tidak melakukan kegiatan

apapun, seperti duduk atau tidur.

Untuk memenuhi kebutuhan sumber energi dan oksigen

tersebut, jantung dituntut untuk memompa darah lebih cepat

dibandingkan dengan biasanya karena di dalam darah terdapat

banyak oksigen yang diperlukan untuk dialirkan saat aktivitas

berlebih.

4) Suhu Tubuh

Frekuensi denyut jantung akan semakin cepat ketika suhu tubuh

semakin tinggi. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan


42

metabolisme sehingga sangat diperlukan peningkatan pasokan

oksigen dan pengeluaran karbon dioksida.

5) Komposisi Ion

Keseimbangan komposisi ion di dalam darah sangat

memengaruhi berdenyutnya nadi/ jantung secara normal. Jika

terjadi ketidakseimbangan ion maka hal itu akan menyebabkan

bahaya bagi kesehatan jantung terutama dalam denyut nadi.

c. Penatalaksanaan untuk mempertahankan denyut jantung

Usaha untuk menurunkan tekanan darah dan mempertahankan

denyut jantung dalam rentang normal (60-100 x/menit) dapat

dilakukan melalui dua cara yaitu farmakologi dan non-farmakologi.

Cara farmakologi merupakan kewenangan atau tugas dari dokter,


43

sedangkan profesional pelayanan kesehatan yang lain misalkan

perawat menggunakan cara non-farmakologi.

Terapi musik adalah penggunaan musik untuk relaksasi,

mempercepat penyembuhan, meningkatkan fungsi mental dan

menciptakan rasa sejahtera. Musik dapat mempengaruhi fungsifungsi

fisiologis, seperti respirasi, denyut nadi, dan tekanan darah (Djohan,

2006). Musik dan suara alam dapat meminimalkan persepsi pasien

terhadap suara-suara dilingkunan sekitarnya atau pikiran-pikiran

yang membuat cemas dan meningkatkan nyeri pada pasien tersebut,

ada konvergensi yang terjadi antara input sensorik seperti halnya

terapi musik relaksasi suara alam serta kombinasi keduanya dan

output saraf yang mengatur rasa sakit dan respon stress. Badan

penelitian dan kualitas perawatan kesehatan di Ronchester,

Minnesota merekomen-dasikan bahwa manajemen nyeri dan

kecemasan bisa dilakukan dengan tehnik relaksasi seperti musik dan

suara alam (nature sound) serta distraksi (Sussane et al, 2011)


44

B. Kerangka Teori Penyebab Gagal Ginjal Kronik


Glomerulonefritis kronik (24%).
Nefropati diabetik (15%).
Nefrosklerosis hipertensif (9%).
Penyakit ginjal polikistik (8%).
Pielonefritis kronis dan nefritis interstisial lain
(8%).

Gagal
Ginjal
Kronik

Dialisis Tindakan
konservatif
Hemod
ialisis

Dampak HD
Cemas
Stress
Faktor-faktor yang Kelelahan
mempengaruhi Gangguan tidur
Frekuensi denyut Gangguan fungsi fisik
jantung
Jenis Kelamin
Usia
Aktivitas
Frekuensi
Komposisi tubuh Penatalak
Denyut
Suhu sanaan
Jantung
Komposisi ion

Farmakologi Non
Farmakologi

Frekuensi Denyut Rasa Musik


Jantung turun Nyaman Instrumental
45

Gambar 2. 1 Kerangka Teori


Sumber ; (Dossey, B. M., & Lyn, 2020)., (Hidayat, 2017)

Keterangan
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

C. Kerangka Konsep
46

Variabel
TerapiBebas
Musik Alam Variabel Terikat

Frekuensi Denyut
Jantung

Gambar 2.2 Kerangka Teori

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pernyataan penelitian (Nursalam, 2017). Hipotesis dalam penelitian ini adalah

Ha : Ada pengaruh terapi musik instrumental terhadap frekuensi denyut

jantung saat intradialisis pada pasien GGK di RSUD Pandan Arang Boyolali:

Ho :tidak ada pengaruh terapi musik instrumental terhadap frekuensi denyut

jantung saat intradialisys pada pasien GGK di RSUD Pandan Arang Boyolali:
47

Anda mungkin juga menyukai