Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK

Oleh :

SRI WAHYUNI
14420202188

PROGRAM STUDI PROFESI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
A. Konsep Medis
1. Definisi
Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) merupakan salah satu penyakit yang
menjadi masalah besar di dunia. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit
yang menyebabkan fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya
tidak mampu melakukan fungsinya dengan baik (Cahyaningsih, 2009).
Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini
mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang
menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas
sehingga kualitas hidup pasien menurun (Ali, Masi, & Kallo, 2017).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Zasra, Radias, Harnavi, &
Syaiful, 2018).
2. Etiologi
a. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur
pada arteriol di seluruh tubuh. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi
lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat
langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal
Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus
dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak, yang menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronik (Ali, Masi, & Kallo, 2017).
b. DM
Apabila kadar gula darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes
dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah pada glomerulus sehingga
apabila tidak dapat dikontrol dengan baik maka lama kelamaan akan
menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih parah (Ali, Masi, & Kallo, 2017).
c. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan salah satu penyebab penting dari
penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis (GN) adalah suatu keadaan
dimana terjadi inflamasi pada glomerulus (Yusria & Suryaningsih, 2020).
d. Pielonefritis kronik
Pielonefritis kronik merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal
kronik. Diperkirakan bahwa kerusakan ginjal pada pielonefritis kronik
disebabkan oleh refluks urine terinfeksi ke dalam ureter yang kemudian
masuk ke dalam parenkim ginjal (refluks intrarenal). Pielonefritis kronik
karena refluks vesikoureter merupakan salah satu penyebab utama gagal
ginjal kronik (Adhiatama, Wahab, & Widyantara)
e. Obat-obatan
Kebiasaan mengkomsumsi berbagai jenis obat-obatan yang
mengandung bahan lithium dan siklosporin dapat memicu terjadinya gagal
ginjal. Hal ini desebabkan karena ginjal bekerja terlalu keras untuk
menyaring semua limbah yang dihasilkan dari sisa-sisa obat dalam tubuh
(Kalengkongan, Makahaghi, & Tinungki, 2018)
f. Pola hidup
Bebagai penelitian mengemukakan bahwa merokok, minuman
beralkohol, sering mengkonsumsi daging merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya gagal ginjal kronik. Dimana berbagai bahan kimia yang terdapat
dalam rokok dan diserap tubuh dapat menyebabkan penurunan laju GFR
(Kalengkongan, Makahaghi, & Tinungki, 2018)
3. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronis melibabtkan kerusakan dan menurunnya
nefron dengan kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Ketika laju filtrasi
glomerulus menurun, nitrogen, urea, serum meningkat dan kreatinin meningkat.
Nefron tersisa yang masih berfungsi mengalami hipertrofi saat menyaring zat
yang terlarut yang besar. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengonsentrasi urin secara adekuat. Tubulus kehilangan kemampuan untuk
mereabsorbsi elektrolit secara bertahap. Terkadang, hasilnya adalah
pembuangan garam sehingga urin mengandung banyaknatrium dan memicu
terjadinya poliuria berat.
Ketika kerusakan ginjal berlanjut dan terjadi penurunan jumlah nefron
yang masih berfungsi, laju filtrasi glomerulus total menurun lebih jauh
sehingga tubuh tidak mampu mengeluarkan kelebihan air, garam, dan produk
limbah lainnya melalui ginjal. Ketika laju filtrasi glomerulus kurang dari 10-20
mL/min, tubuh akan mengalami keracunan urem. Jika penyakit tidak diatasi
dengan dialisis atau traspalantasi, hasil akhir dari gagal ginjal adalah uremia
dan kematian (Yasmara, 2016).
4. Manifestasi Klinis
Manefestasi yang terjadi pada gagal ginjal kronis antara lain yaitu pada
sistem cardiovaskuler, gastrointestinal, neurologis, integumen, pulmoner,
muskuloskletal dan psikologis (Rachmadi, 2010) yaitu:
a. Kardiovaskuler:
1) Hypertensi, diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktifitas
sistem renin angiotension aldosteron
2) Gagal jantung kongestif
3) Edema pulmoner, akibat dari carian yang berlebihan
b. Gastrointestinal: Anoreksia, mual dan muntah, perdarahan GI, ulserase,
perdarahan mulut, nafas bau amonia
c. Neurologis: Perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
kedutan otot sampai kejang
d. Integumen: Pruritis atau penumpukan urea pada lapisan kulit, perubahan
warna kulit seperti keabu-abuan, kulit kering dan berisik, kuku tipis dan rapuh
e. Pulmoner: Adanya sputum kental dan liat, pernafasan dangkal, kusmaul
sampai terjadinya edema pulmonal
f. Muskuloskletal: Dapat tejadi fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsiferon,
kram otot, dan kehilangan kekuatan otot
g. Psikologis: Penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada harga dirirendah
(HDR), ansietas pada penyakit dan merasa ingin mati (Kalengkongan,
Makahaghi, & Tinungki, 2018).
5. Komplikasi
a. Anemia
Ginjal berfunngsi untuk memproduksi hormon, sehingga apabila terjadi
gagal ginjal kronik akan menimbulkan penurunan produksi eritropoetin
yang dapat menyebabkan anemia (Susianti, 2019). Eritropoitin adalah
hormon yang berperan dalam mematangkan sel darah merah yang
diproduksi disumsum tulang belakang.
b. Osteodistofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan
metabolisme mineral.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan pada
pasien GGK ialah pemeriksaan ultrasonografi (USG). Ultrasonografi saat
ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal
ginjal untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem collecting dan
pembuluh darah ginjal. Pemeriksaan USG pada ginjal untuk mengetahui
adanya pembesaran ginjal, kristal, batu ginjal, dan mengkaji aliran urin
dalam ginjal (Gani, Ali, & Paat, 2017).
b. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan merupakan alat yang digunakan untuk
mendiagnosa dan mengevaluasi masalah ginjal seperti batu ginjal, stenosis
arteri renalis, anatomi ginjal, staging carcinoma pada ginjal. Salah satu
parameter yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi ukuran ginjal
yaitu dengan melakukan CT Scan. Sampai saat ini penggunaan CT Scan
hanya direkomendasikan untuk mengetahui gambaran abnormalitas dari
ginjal guna menegakkan diagnosis dan melakukan rencana terapi (Dewi,
Margiani, & Ayusta, 2019).

c. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan laboratorium menurut Barbara Engram (1999) meliputi,
Kreatinin dan BUN serum keduanya tinggi karena beratnya, klirens
kreatinin menunjukan penyakit ginjal tahap akhir bila berkurang
sampai90%, elektrolit serum menunjukan peningkatan kalium, fosfor,
kalsium, magnesium dan produk fosfor-kalsium, dengan natrium
serumrendah, gas darah arteri menunjukan asidosis metabolik (nilaih pH,
kadar bikarbonat dan kelebihan basa di bawah rentang normal), hemoglobin
dan hematokrit dibawah rentangnormal, Jumlah sel darah merah dibawah
rentang normal, Kadar alkalin fosfat mungkin tinggi bila metabolisme
tulang dipengaruhi.
7. Penatalaksanaan
Menurut (Pius & Herlina, 2019) pengobatan gagal ginjal kronik dapat
dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan konservatif dan dialisis atau
transplantasi ginjal.
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan:
1. Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
b) Diet rendah kalium
c) Diet rendah natrium
d) Pengaturan cairan
2. Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
b) Hiperkalemia
c) Anemia
d) Asidosis
e) Diet rendah fosfat
b. Dialisa dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan
penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Hamodialisa adalah suatu proses dimana komposisi solute darah
diubah oleh larutan lain melalui membran semi permiabel, hemodialisa
terbukti sangat bermanfaat dan meningkatkan kualitas hidup pasien
(Brunner & Suddarth, 2005; Wijaya, 2013). Pada umumnya hemodialisa
pada pasien GKK dilakukan 1 atau 2 kali seminggu dan sekurang-
kurangnya berlangsung selama 3 bulan secara berkelanjutan (Wiliyanarti &
Muhith, 2019).
Transplantasi ginjal merupakan terapi paripurna (Total Renal
Replacement Teraphy) untuk menolong pasien dengan kegagalan organ
ginjalnya, sehingga pasien merasa tidak lagi sakit ginjal dan dapat hidup
dengan normal, serta lebih unggul baik dari segi prosedur, kualitas hidup,
ketergantungan pada fasilitas medis, biaya, dan diyakini dapat
meningkatkan harapan hidup tanpa harus menjalani cuci darah lagi (susant,
2019).
a. Suplemen
Suplemen yang terbanyak digunakan adalah suplemen kesehatan yaitu
calfera yang mengandung multivitamin, mineral, asam folat, zat besi dan
kalsium. Vitamin dan mineral penting untuk metabolisme. asam folat
dibutuhkan selain untuk memenuhi kekurangan asam folat dan mencegah
anemia. Calfera juga mengandung zat besi untuk memenuhi kekurangan zat
besi saat menjalani terapi dialisis dan pencegahan anemia (Tuloli, Madania,
Mustapa, & Tuli, 2019).
8. Prognosis
Rustina (2012) dalam menyataka (Mardhatillah, Arsin, Syafar, &
Hardianti, 2020) bahwa dengan pasien yang telah lama menjalani terapi
hemodialisis cenderung memiliki tingkat cemas lebih rendah dibandingkan
dengan responden yang baru menjalani hemodialisis, hal ini disebabkan karena
dengan lamanya seseorang menjalani hemodialisis, maka seseorang akan lebih
adaptif dengan tindakan dialisis. Pasien yang sudah lama menjalani terapi
hemodialisis kemungkinan sudah dalam fase penerimaan. Pertama kali pasien
gagal ginal kronik didiagnosa harus menjalani dialisis jangka panjang.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan menurut wijaya dan putri (2013), diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Data Demografi : Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun,
namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang
diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-
obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan. yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan Riwayat sakit yang diderita pasien
sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik,
hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian
bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat DM, hipertensi pada keluarga
dapat beresiko menrunnya sakit DM maupun hipertensi terhadap anggota
keluarga lain
d. Riwayat kesehatan sekarang Adanya keluhan penurunan aktivitas fisik,
sesak nafas, odema pada perifer.
e. Pola-pola fungsional
1) Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
2) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
3) Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta
pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas
dibantu.
4) Pola istirahat dan tidur
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
5) Pola persepsi dan koknitif
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan
kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi
dengan jelas.
6) Integritas Ego
Ansietas, ketakutan, emosi kesal, misal : perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
f. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran : umumnya keadaan umum Lemah, aktifitas dibantu, terjadi
penurunan sensifitas nyeri. tingkat kesadaran pasien bervariasi dari
compos mentis sampai coma.
2) Vital sign : karna kondisi ginjal yg tidak dapat mengatasi keseimbangan
cairan, kebanyakan klien CKD akan mengalami tekanan darah naik,
respirasi rate mungking meningkat, nadi meningkat dan reguler.
3) Kepala dan leher : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
4) Mata : simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, mata anemis
5) Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
6) Hidung : simetris, kebersihan baik, tidak ada lesi
7) Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan
pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi
8) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada,
nyeri telan.
9) Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar
suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
10) Abdomen : Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,
perut buncit
11) Ekstrimitas : Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu,
terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 2
detik.
12) Genital : Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
13) Kulit : Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosis
1) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi,
diabetesmelitus
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cederabiologis
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan
5) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirahbaring.
6) Resiko penurunan curah jantung b/d tekanan darah meningkat
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia


berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi:
dengan gangguan jam maka hipervolemia 1. Periksa tanda dan gejala 1. Mengetahui tanda dan gejala
mekanisme meningkat dengan kriteria hipervolemia (edema, dispnea, hipervolemia
regulasi hasil : suara napas tambahan)
1. Asupan cairan meningkat 2. Monitor intake dan output 2. Mengetahui intake & output
2. Haluaran urin meningkat cairan cairan
3. Edema menurun 3. Monitor jumlah dan warna urin 3. Mengetahui kandungan
4. Tekanan darah 90- Terapeutik urine
120/60-80 mmHg 4. Batasi asupan cairan dan garam 4. Membatasi cairan yang
5. Turgor kulit membaik Edukasi masuk kedalam tubuh
5. Jelaskan tujuan dan prosedur 5. Klien paham cara
pemantauan cairan membatasi cairan
Kolaborasi 6. Untuk membuang kelebihan
6. Kolaborasai pemberian diuretik garam dan air dari dalam
tubuh melalui urine
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 Observasi
perifer jam jam maka sirkulasi 1. Periksa sirkulasi periver (mis. 1. Sirkulasi perifer dapat
berhubungan meningkat dengan kriteria Nadi perifer, edema, pengisian menunjukkan tingkat
dengan hasil : kapiler, warna, suhu, ankle keparahan penyakit
hipertensi, 1. Denyut nadi perifer brachial index)
diabetesmelitus meningkat 2. Monitor panas, kemerahan, 2. Mencegah komplikasi
2. Penyembuhan luka nyeri atau bengkak pada decubitus
meningkat ekstermitas
3. Sensasi meningkat Teraupetik
4. Warna kulit pucat 3. Hindari pemasangan infus atau 3. Untuk meningkatkan
menurun pengambilan darah di daerah kapasitas pembuluh darah
5. Edema perifer menurun keterbatasan perfusi
6. Nyeri ekstremitas 4. Hindari pengukuran tekanan 4. Hasilnya tidak akurat
menurun darah pada ekstermitas dengan
7. Parastesia menurun keterbatasan perfusi
8. Kelemahan otot menurun 5. Hindari penekanan dan 5. Mencegah keparahan cedera
9. Kram otot menurun pemasangan tourniquet pada
10. Bruit femoralis menurun area yang cidera
11. Nekrosis menurun 6. Lakukan perawatan kaki dan 6. Mencegah infeksi
12. Pengisian kapiler kuku
membaik Edukasi
13. Akral membaik 7. Anjurkan berolah raga rutin 7. Memperlancar sirkulasi
14. Turgor kulit membaik 8. Anjurkan minum obat darah
15. Tekanan darah sistolik pengontrol tekanan darah, 8. Menghindari pembekuan
membaik antikoagulan,dan penurun darah
16. Tekanan darah diastolik kolestrol, jika perlu
membaik 9. Anjurkan minum obat
17. Tekanan arteri rata-rata pengontrol tekanan darah 9. Tekanan darah normal
membaik secara teratur
18. Indeks anklebrachial 10. Informasikan tanda dan gejala
membaik darurat yang harus dilaporkan 10. Meningkatkan pengetahuan
(mis. Raasa sakit yang tidak klien
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)

3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi
dengan agen jam jam maka nyeri teratasi 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengidentifikasi kebutuhan
cedera biologis dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi, untuk intervensi
1. Kemampuan frekuensi, kualitas, intensitas
menuntaskan aktifitas nyeri
meningkat 2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengetahui tingkat nyeri
2. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respons nyeri non 3. Melihat respon nyeri klien
3. Meringis menurun verbal
4. Sikap protektif menurun 4. Identifikasi faktor yang 4. Untuk pemberian intervensi
5. Gelisah menurun memperberat dan yang tepat
6. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
7. Menarik diri menurun Terapeutik
8. Perasaan takut 5. Berikan teknik 5. Meningkatkan relaksasi
mengalami cidera tulang nonfarmakologis yntuk
menurun mengurangi rasa nyeri (mis.
9. Anoreksia menurun TENS, hipnosis, akupresur,
10. Ketegangan otot menurun terapi musik, biofeedback,
11. Pupil dilatasi menurun terapi pijat, aromaterapi,
12. Muntah menurun teknik imajinasi terbimbing,
13. Mual menurun kompres hangat/dingin, terapi
14. Frekuensi nadi membaik bermain)
15. Tekanan darah membaik 6. Kontrol lingkungan yang 6. Memberikan kenyamanan
16. Fokus membaik memperberat rasa nyeri (mis. klien
17. Fungsi berkemih suhu ruangan, pencahayaan,
membaik kebisingan) 7. Meningkatkan penhetahuan
18. Perilaku membaik 7. Fasilitasi istirahat dan tidur klien tentang penyebab
nyeri
Edukasi
8. Ajarkan teknik 8. Membantu klien dalam
nonfarmakologis untuk melakukan teknik relaksasi
mengurangi rasa nyeri secara mandiri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian 9. Analgetik dapat mengurangi
analgetik, jika perlu nyeri

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit


integritas kulit keperawatan selama 3x24 Observasi :
berhubungan jam jam maka integritas kulit 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
dengan dan jaringan meningkat gangguan integritas kulit (mis. gangguan integritas kulit
perubahan status dengan kriteria hasil : Perubahan sirkulasi,
cairan 1. Elastisitas meningkat perubahan status nutrisi,
2. Hidrasi meningkat peneurunan kelembaban, suhu
3. Perfusi jaringan lingkungan ekstrem,
meningkat penurunan mobilitas)
4. Kerusakan jaringan Terapeutik
menurun 2. Ubah posisi setiap 2 jam jika 2. Menghindarkan terjadinya
5. Kerusakan lapisan kulit tirah baring luka
menurun 3. Gunakan produk berbahan 3. Mencegah kulit tidak kering
6. Kemerahan menurun petrolium atau minyak pada
7. Pigmentasi abnormal kulit kering
menurun 4. Hindari produk berbahan 4. Mencegah kerusakan kulit
8. Jaringan parut menurun dasar alkohol pada kulit
9. Nekrosis menurun kering
10. Tekstur membaik Edukasi 5. Menjadikan kulit lembab
5. Anjurkan minum air yang
cukup

5. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi


aktivitas yang keperawatan 3x 24 jam Observasi :
berhubungan toleransi aktivitas meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi 1. Untuk mengetahui penyebab
dengan tubuh yang menyebabkan kelelahan
ketidakseimbang Kriteria Hasil : kelelahan
an antara suplai • Kemudahan dalam 2. Monitor kelelahan fisik dan 2. Untuk mngindari terjadinya
dan kebutuhan melakukan aktivitas emosional letih
oksigen, sehati-hari cukup 3. Monitor pola dan jam tidur 3. Mengetahui pola tidur
tirahbaring. meningkat 4. Monitor lokasi dan pasien
• Kekuatan tubuh bagian ketidaknyamanan selama 4. Mengetahui faktor
atas dan bawah melakukan aktivitas ketidaknyamanan dalam
meningkat Terapeutik : beraktivitas
• Keluhan lelah menurun 5. Sediakan lingkunan yang 5. Memberikan kenyamanan
• Disnea saat aktivitas nyaman dan rendah stimulus pasien
menurun 6. Lakukan latihan rentang gerak 6. Aktivitas yang berlebihan
pasif/aktif akan memperburuk keadaan
klien
7. Berikan aktifitas distraksi 7. Jika beraktivitas dengan
yang menenangkan teratur maka terhindar dari
cedra
8. meminimalkan atrofi otot,
8. Fasilitasi duduk disisi tempat
meningkatkan sirkulasi,
tidur, jika tidak mampu
membantu mencegah
berjalan
Edukasi : kontraktur.
9. Anjurkan tirah baring 9. Dengan mengajarkan tirah
baring kepada pasien,
diharapkan agar pasien bisa
merasa nyaman dengan
10. Anjurkan melakukan aktivitas keadaan
secara bertahap 10. Dengan melakukan terapi
11. Anjurkan menghubungi fisik dapat menghilangkan
perawat jika tanda dan gejala rasa letih dan lemah pada
tidak berkurang klien
11. Untuk memberikan tindakan
Kolaborasi : yang tepat sesuai tanda dan
12. Kolaborasi dengan ahli gizi gejala
tentang cara meningkatkan 12. Meningkatkan kebutuhan
asupan makanan nutrisi klien
6 Resiko Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung
penurunan curah keperawatan selama 3x8 jam Observasi:
jantung b/d diharapkan penurunan curah 1. Identifikasi tanda dan gejala 1. Penurunan curah jantung
tekanan darah jantung meningkat dengan primer penurunan curah dapat diidentifikasi melalui
meningkat kriteria hasil: jantung (mis. Dispnea, tanda dan gejala yang
1. Kekuatan nadi perifer kelelahan) muncul (kelelahan, edema,
meningkat ortopnea)
2. Tekanan darah membaik 2. Monitor tekanan darah 2. TD pada pasien dengan
100-130/60- 90 mmHg curah jantung perlu untuk
3. Lelah menurun dimonitor untuk membantu
4. Dispnea menurun penegakan diagnostik
(frekuensi 16-24 x/menit) 3. Monitor hasil lab 3. Nilai lab sangat diperlukan
Terapeutik: untuk menegakan diagnostik
4. Posisikan semi-fowler atau 4. Posisi semi fowler diberikan
fowler agar klien nyaman dan
membuat sirkulasi darah
berjalan dengan baik
5. Berikan terapi oksigen 5. Pemberian terapi O2 untuk
Edukasi pemenuhan oksigenasi
pasien
6. Ajarkan teknik relaksasi 6. Teknik relaksasi napas
napas dalam dalam dapat membentu
7. Kolaborasi dalam mengurangi nyeri
8. Kolaborasi pemberian 7. Antiaritmia adalah obat
antiaritmia, jika perlu yang diberikan untuk
menangani kondisi aritmia,
4. Evaluasi
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
S : Pasien mengatakan perut membesar
Paien mengatakan kedua kaki bengkak
O : Tampak edema pada kedua kaki
Tampak Asites diperut pasien
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi,
diabetesmelitus
S : Pasien mengatakan kaki sudah jarang kesemutan hanya sekali
O : Turgor kulit baik
- CRT < 2 detik
- TD: 140/90 mmHg
- N: 80x/menit
- RR: 26x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
- Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu)
- Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas
- Monitor hasil laboratorium yang dibutihkan
- Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
- Kolaborasi pemberian transfuse darah
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
S : - Pasien mengatakan nyeri berkurang
P : Iritasi lambung
Q : Tertusuk-tusuk
R : Ulu hati
S: 4
T: Hilang timbul
O: Pasien dapat mengontrol nyeri dengan teknik napas dalam dan
mengompres air hangat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi:
- Identifikasi karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri
- Identifikasi ketidaknyamanan secara non verbal
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisngan)
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia, perubahan status
cairan
S : klien mengatakan gatal berkurang
O : tampak kulit masih kering
A : kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Mengkaji karakteristik kulit
- Menjaga kebersihan kulit
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring.
S:
- Pasien mengatakan merasa lemas
- Pasien mengatakan sesak napas sudah berkurang
O : Tekanan darah meningkat dan nadi dalam batas normal
A : masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
- Libatkan keluarga dalam melakukan aktifitas, jika perlu
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
6. Resiko penurunan curah jantung b/d tekanan darah meningkat
S : Pasien mengatakan sudah tidak sesak napas
O : Tekanan darah 120/80 mmHg
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
Monitor tekanan darah
Glomelunefritis, Pielonefritis, DM, Hipertensi
Pola hidup, Obat

GFR menurun → Sekresi renin → Angiotension


↓ ↓
GGK Td ↑ → Sakit kepala → Nyeri

Sekresi Protein, Retensi Na Sekresi eritropoietin ↓


Ureum, Na terganggu ↓ ↓
CES ↑ Produuksi Hb ↓
↓ ↓
Tekanan kapiler ↑ Suplay O2 ke jaringan ↓
↓ ↓
Volume interstisial ↑ Ketidakefektifan
Perfusi jaringan

Edema → ↓
↓ Intoleransi aktivitas
Hipervolemia

Pruritus

Gg. Integritas kulit

Preload ↑

Res. penurunan Curah
jantung
DAFTAR PUSTAKA

Adhiatama, A. T., Wahab, Z., & Widyantara, I. F. (n.d.). Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Pasien Hemodialisis
Di RSUD Tugurejo Semarang.
Ali, A. R., Masi, G. N., & Kallo, V. (2017). Perbandingan kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronik dengan comorbid faktor diabetes militus dan hipertensi diruangan
hemodialisa RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Jurnal Keperawatan.
Dewi, G. A., Margiani, N. N., & Ayusta, I. M. (2019). Rerata ukuran ginjal dewasa
normal dengan computed tomography di RSUP Sanglahtahun 2017. JURNAL
MEDIKA UDAYANA.
Gani, N. S., Ali, R. H., & Paat, B. (2017). Gambaran Ultrasonografi Ginjal pada
Penderita Gagal Ginjal Kronik di Bagian Radiologi FK Unsrat/SMF Radiologi
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 1 April – 30 September 2015.
Jurnal e-Clinic (eCl).
Kalengkongan, D. J., Makahaghi, Y. B., & Tinungki, Y. L. (2018). Faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan chronik kidney disease (CKD) penderita yang dirawat
di rumah sakit daerah liunkendage tahuna. Jurnal ilmiah sesebanua.
Mardhatillah, Arsin, A., Syafar, M., & Hardianti, A. (2020). Ketahanan hidup pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP DR. Wahin
Sudirohusodo Makassar. JKMM.
Pius, S. E., & Herlina, S. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur
pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalanihemodialisis di rumah sakit
tarakan jakarta. Jurnal keperawatan widya gantari indonesia.
Susianti, H. (2019). Memahami interpretasi pemeriksaan laboratorium gagal ginjal
kronik. Malang: UB Pres.
Tuloli, T. S., Madania, Mustapa, M. A., & Tuli, E. P. (2019). Evaluasi Penggunaan
Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud
Toto Kabila Periode 2017-2018. ejournal.poltektegal.
Wiliyanarti, P. F., & Muhith, A. (2019). Life experience of chronic kidney diseases
undergoing hemodialysis therapy. NurseLine Journal.
Yasmara, R. a. (2016). Rencana asuhan keperawatan medikal bedah. Jakarta: ECG.
Yusria, L., & Suryaningsih, R. (2020). Diagnosis dan manajemen glomerulonefritis
kronik.
Zasra, R., Radias, Z., Harnavi, H., & Syaiful, A. (2018). Indikasi dan Persiapan
Hemodialis Pada Penyakit Ginjal Kronik. Jurnal Kesehatan Andalas.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1438/1/cover%20sampai%20akhir.pdf

Anda mungkin juga menyukai