PENDAHULUAN
1.4. Manfaat
a. Teoritis
Makalah ini diharapkan menjadi bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan
ilmu kesehatan serta teori-teori kesehatan khususnya tentang asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik
b. Praktis
1. Bagi Instituti Pendidikan
Sebagai tambahan informasi tentang asuhan keperawatan pasien gagal ginjal
kronik
2. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman baru tentang asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik
3. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan menjadi bahan pengembangan ilmu, menambah
wawasan bagi pembacanya, dan penambah referensi bagi penulis selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) adalah penurunan fungsi
ginjal secara progresif dimana massa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi
mempertahankan lingkungan internal tubuh (Black, J.M., dan Hawks, 2005).
Merupakan penyakit ginjal tahap akhir, bersifat progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
Gagal ginjal Kronik merupakan terjadinya penurunan fungsi ginjal dalam jangka
waktu menahun yang menyebabkan tubuh gagal menjaga keseimbangan
metabolisme dan cairan elektrolit. Penyakit gagal ginjal kronik tahap akhir ditandai
dengan penurunan keadaan fungi ginjal irreversible dan pada suatu derajat
diperlukan tindakan transpaltasi ginjal (Rahayu, 2018)
Fungsi ginjal akan bermasalah jika ginjal tidak berfungsi dengan baik. Hasil dari
sisa metabolisme akan menumpuk pada tubuh dan akan berubah menjadi racun.
Pada pasien penderita gagal ginjal kronik pada saat dilakukan pemeriksaan akan
ditemukan ureum darah dan kreatinin mengalami peningkatan. Ureum pada darah
merupakan hasil dari proses penguraian protein yang mengandung nitrogen dan
dapat berubah menjadi respons dalam pemecahan protein (Arjani, 2017).
2. Etiologi
Menurut (Rendi & TH, 2019) penyebab gagal ginjal kronik adalah
a. Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis
b. Penyakit peradangan glumerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa skelrosi sistemik)
e. Penyakit kongenital dan herediter (Penyakit ginjal polikistik asidosis tubulus
ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, Gocit, Hiperparatiroirisme)
g. Netropati toksik
h. Nefropati Obstruksi (Batu saluran kemih)
3. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik beragam, bergantung pada proses penyakit
penyebab. Tanpa melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi
interstisial dan fibrosis adalah ciri khas gagal ginjal kronik dan menyebabkan
penurunan fungsi ginjal. Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap
awal, saat nefron hilang nefron fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi.
Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak
partikel zat terlarut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal yang hilang.
Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada mengalami
sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada
akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus diduga menjadi penyebab
cedera tubulus. Proses hilangnya fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus
berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal telah teratasi. Perjalanan
gagal ginjal kronik beragam, berkembang selama periode bulanan hingga tahunan.
Pada tahap awal, seringkali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak
terkena mengkompensasi nefron yang hilang. Laju filtrasi glomerulus (LFG) sedikit
turun dan pada pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatinin serum normal.
Ketika penyakit berkembang dan LFG turun lebih lanjut, hipertensi dan beberapa
manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di
tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi, atau obstruksi saluran kemih) dapat
menurunkan fungsi dan memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut.
Kadar serum kreatinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi oliguria, dan
manifestasi uremia muncul. Pada gagal ginjal kronik tahap akhir, LFG kurang dari
10% normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan hidup
(Lemone, Burke, & Bauldoff, 2016).
4. Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis,
diantaranya adalah :
a. Usia
Usia yang lebih tua mempunyai resiko GGK yang lebih besar dibanding usia
yang lebih muda. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) merupakan
proses “normal aging” dimana ginjal tidak dapat meregenerasikan nefron
yang baru, sehingga terjadi kerusakan ginjal, atau proses penuaan terjadi
penurunan jumlah nefron. Pada usia 40 tahun jumlah nefron yang berfungsi
berkurang sekitar 10% setiap 10 tahun dan pada usia 80 tahun, hanya 40%
nefron yang berfungsi. Hasil Baltimore Longitudinal Study of Aging (BLSA)
menunjukkan terjadinya penurunan klirens kreatinin rata – rata 0,75
mL/min/tahun pada individu tanpa penyakit ginjal atau penyakit penyerta
lainnya dari waktu ke waktu seiring bertambahnya usia, namun tidak semua
individu mengalami penurunan klirens kreatinin, hal ini karena adanya faktor
komorbid yang akan mempercepat penurunan LFG
b. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih besar mengalami GGK. Data Indonesian Renal
Registry (IRR) dan di Australia menunjukkan bahwa resiko GGK pada laki –
laki lebih besar dibanding perempuan. Hal ini disebabkan karena pengaruh
perbedaan hormon reproduksi, gaya hidup seperti konsumsi protein, garam,
rokok, dan konsumsi alkohol pada laki-laki dan perempuan.
c. Sosial Ekonomi Individu
dengan sosial ekonomi rendah memiliki resiko lebih besar. Studi kohort di
Amerika Serikat juga menyimpulkan bahwa lakilaki kulit putih dan perempuan
Afrika - Amerika dengan status sosial ekonomi rendah memiliki resiko lebih
besar untuk mengalami GGK dibandingkan dengan status sosial ekonomi
yang lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena akses untuk mendapatkan
pemeriksaan fungsi ginjal dan pengobatan lebih lebih kecil pada masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah.
d. Penyakit Pemicu
Diabetes melitus (DM) dan hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya
gangguan fungsi ginjal. Hasil analisis menunjukkan bahwa individu dengan
DM beresiko 2,5 kali lebih besar untuk terjadinya GGK dibandingkan yang
tidak DM. hal ini dikarenakan kadar gula dalam darah tinggi yang akan
mempengaruhi struktur ginjal, merusak pembuluh darah halus diginjal.
Sedangkan individu dengan hipertensi beresiko 3,7 kali lebih besar untuk
terjadinya GGK dibandingkan yang tidak hipertensi. Hubungan antara PGK
dan hipertensi adalah siklik, penyakit ginjal dapat menyebabkan tekanan
darah naik dan sebaliknya hipertensi dalam waktu lama dapat menyebabkan
gangguan ginjal. e. Obesitas Obesitas mempunyai resiko 2,5 kali lebih besar
untuk mengalami GGK. Obesitas menyebabkan aktivasi system syaraf
simpatis, aktivasi system Sistem renin-angiotensin (RAS), sitokin adiposity
(misalnya : leptin), kompresi fisik ginjal akibat akumulasi lemak intrarenal dan
matriks ekstraseluler, perubahan hemodinamik-hiperfiltrasi karena
peningkatan tekanan intraglomuler, gangguan tekanan ginjal natriuresis
(tekanan tinggi dibutuhkan ekskresi natrium). Hal tersebut dapat
menyebabkan kerusakan ginjal. (Eva & Sri, 2015)
5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik menurut Baradero, Dayrit, & Siswadi (2009)
dan Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) yaitu:
a. Sistem hematopoietik: Anemia (cepat lelah) dikarenakan eritropoietin menurun,
trombositopenia dikarenakan adanya perdarahan, ekimosis dikarenakan
trombositopenia ringan, perdarahan dikarenakan koagulapati dan kegiatan
trombosit menurun
b. Sistem kardiovaskular: Hipervolemia dikarenakan retensi natrium, hipertensi
dikarenakan kelebihan muatan cairan, takikardia, disritmia dikarenakan
hiperkalemia, gagal jantung kongestif dikarenakan hipertensi kronik, perikarditis
dikarenakan toksin uremik dalam cairan pericardium
c. Sistem pernafasan: Takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremik atau fetor,
sputum yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar
pneumonitis, pleural friction rub, edema paru
d. Sistem gastrointestinal: Anoreksia, mual dan muntah dikarenakan hiponatremia,
perdarahan gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan konstipasi.
e. Sistem neurologi: Perubahan tingkat kesadaran (letargi, bingung, stupor, dan
koma) dikarenakan hiponatremia dan penumpukan zatzat toksik, kejang, tidur
terganggu, asteriksis
f. Sistem skeletal: Osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri sendi dikarenakan
ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan ketidakseimbangan hormon paratiroid
yang ditimbulkan
g. Kulit: Pucat dikarenakan anemia, pigmentasi, pruritus dikarenakan uremic frost,
ekimosis, lecet
h. Sistem perkemihan: Haluaran urine berkurang, berat jenis urine menurun,
proteinuria, fragmen dan sel urine, natrium dalam urine berkurang semuanya
dikarenakan kerusakan nefron
i. Sistem reproduksi: Interfilitas dikarenakan abnormalitas hormonal, libido
menurun, disfungsi ereksi, amenorea
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul menurut (Corwin, 2009) antara lain:
a. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,
asidosis metabolic, azotemia, dan uremia
b. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok merangsang
kecepatan pernafasan
c. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremic, dan pruritus
(gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi
d. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit
ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
f. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian
7. Pemeriksaan Diagnostik
A. Urine
a) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
b) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
c) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
d) Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
e) tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
f) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
g) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
h) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3 - 4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah dan fragmen
B. Darah
a) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
b) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
c) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
d) GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e) Natrium serum : rendah
f) Kalium: meningkat
g) Magnesium : Meningkat
h) Kalsium ; menurun
i) Protein (albumin) : menurun
C. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
D. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
E. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
F. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
G. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
H. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
8. Pencegahan
a. Rajin beraktivitas fisik & Berolahraga agar badan tetap bugar
b. Menjaga kadar gula darah tetap normal
c. Menjaga tekanan darah tetap normal
d. Menjaga berat badan ideal
e. Minum air putih 8 – 10 gelas per hari
f. Tidak Merokok
g. Periksa fungsi ginjal secara berkala
h. Tidak konsumsi obat anti nyeri dalam jangka panjang tanpa anjuran dokter
9. Penatalaksanaan
a. Dialisis
b. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid
c. Diit rendah protein
d. Transplantasi Ginjal
10. Pathway
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal
ginjal kronik menurut Prabowo (2014) dan Le Mone & Burke (2016) :
a. Anamnesa
1) Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
2) Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang menurun dari oliguriaanuria,
penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasiventilasi,
anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan
pruritus.
3) Riwayat kesehatan
Keluhan anoreksia, mual, kenaikan berat badan, atau edema, penurunan output
urin, perubahan pola napas, perubahan fisiologis kulit dan bau urea pada napas.
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit ISK, payah jantung, penggunaan
obat-obat berlebihan, diabetes melitus, hipertensi atau batu saluran kemih.
5) Riwayat kesehatan
keluarga Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
6) Riwayat psikososial Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jka klien memiliki
koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan
psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh
dan menjalani proses dialisa.
7) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan
RR meningkat (Tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi.
8) Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patalogis gangguan. Pola
napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi (Kusmaul)
9) Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya
terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi jantung, chest pain,
dyspnue, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini
akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh
karena tidak efektif dalam eksresinya. Selain itu, pada fisiologi darah sendiri
sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
10)Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi
cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya
disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
11)Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran
akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium
dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung.
12)Sistem endokrin Berhubungan dengan pola seksualitas,
klien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena
penurunan hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes militus, makan akan ada gangguan
dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses metabolisme.
13)Sistem perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah
penurunan urin output < 400 ml/hr bahkan sampai pada anuria
14)Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect). Sering ditemukan anoreksia, mual, muntah dan diare.
15)Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/ kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada
proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
2) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,edema
periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : pernapasan cuping hidung
d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangan gusi.
3) Leher : pembesaran vena leher.
4) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan
kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub
pericardial.
5) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
6) Genital : atropi testikuler, amenore.
7) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
8) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
Derajat edema:
- Derajat I: Kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik.
- Derajat II: Kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik.
- Derajat III: Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
- Derajat IV: Kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data
pengkajian diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada pasien gagal
ginjal kronis, antara lain :
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi.
b. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis.
c. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
e. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin.
f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
h. Resiko perdarahan ditandai dengan gangguan gastrointestinal
i. Risiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi :
Intervensi :
https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1468/1/1.%20Ahmad%20Yusuf
%20P07220118061.pdf
http://repo.poltekkes-palangkaraya.ac.id/2753/1/BUKU%20ASKEP%20GAGAL
%20GINJAL.pdf
https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1062/1/KTI%20INDRI%20JAYANTI.pdf
https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-
pembuluh-darah/bagaimana-mencegah-penyakit-ginjal-kronis
SATUAN ACARA PENYULUHAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman juga tak bisa menghindarkan kesibukan masyarakat baik
perkotaan maupun pedesaan. Hal ini mempengaruhi masyarakat tidak peduli akan
kesehatannya, termasuk mengenai penyakit Gagal ginjal kronik ini.
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik yaitu dengan mengurangi minum, operasi dan
cuci darah ( hemoliadisa ).
SAP tentang Gagal Ginjal Kronik, akan membahas tentang Diit yang tepat untuk
pasien Gagal Ginjal Kronik
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan mengenai Gagal Ginjal Kronik (GGK)selama 15
menit, pasien dapat memahami mengenai diet untuk pasien GGK.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan mengenai gagal ginjal kronikselama 15
menit, penduduk mampu memahami dan menjelaskan:
a) Menjelaskan pengertian gagal ginjal kronik
b) Menyebutkan penyebab gagal ginjal kronik
c) Menyebutkan gejala gagal ginjal kronik
d) Menyebutkan tujuan diet untuk pasien gagal ginjal akut / kronik
e) Menyebutkan bahan makanan yang dianjurkan
f) Menyebutkan makan yang tidak dianjurkan atau dibatasi
B. Kisi-kisi Materi
1. Pengertian GGK
2. Etiologi GGK
3. Manifestasi klinik GGK
4. Penatalaksanaan GGK
5. Perawatan GGK dirumah
6. Tujuan Diet pada pasien dengan penyakit Gagal Ginjal Kronik
C. Media
1. LCD
2. Powerpoint
3. Meja
4. Kursi
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. Rencana Pelaksanaan
F. Setting Tempat
G. Evaluasi
Almatsier. 2016. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Edisi Ke-6. Jakarta: Gramedia. Brunner &
Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Rendi, Clevo M. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedal dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Noha Medika.