Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA GAGAL GINJAL KRONIK

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 2


ANNA ETTY
GRACE YULINDA
ADE SUWARYO
ANGGIE DWIJAYANTI
LANJAR ENGGO WINARUM

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS M. H THAMRIN JAKARTA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Gagal ginjal yang terus-menerus telah menjadi masalah medis di seluruh
dunia yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah kematian. Glomerular filtration
rate (GFR) dan albuminuria dijadikan sebagai indikator terbaik fungsi ginjal,
peningkatan albuminuria dikaitkan dengan risiko tinggi gagal ginjal yang
membutuhkan terapi pengganti ginjal (Y. Zhou dan J. Yang 2021).
Penyakit gagal ginjal kronik merupakan kondisi yang terjadi karena
menurunnya fungsi ginjal untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Penyakit
gagal ginjal kronik termasuk dalam kategori penyakit yang tidak terinfeksi atau tidak
berpindah kepada orang, dimana proses perjalanannya memerlukan waktu yang
lama, dan tidak dapat pulih kembali ke kondisi semula, nefron yang mengalami
kerusakan tidak lagi berfungsi normal. Gagal ginjal kronik adalah cedera ginjal
progresif dan mematikan yang mengganggu kekuatan ginjal untuk menjaga
metabolisme, proporsi air, elektrolit, dan limbah nitrogen (Inayati et al., 2021).
Prevalensi penyakit ginjal kronis menurut WHO (2018) menjelaskan
bahwa gagal ginjal kronik adalah masalah kesehatan terdapat 1/10 penduduk dunia
diidentikkan dengan penyakit ginjal kronis dan diperkirakan 5 sampai 10 juta
kematian pasien setiap tahun, dan diperkirakan 1,7 juta kematian setiap tahun
karena kerusakan ginjal akut (Zulfan et al., 2021). Jumlah penyakit gagal ginjal
kronik di Jawa Barat mencapai 131.846 jiwa dan menjadi provinsi tertinggi di
Indonesia, jawa tengah menduduki urutan kedua dengan angka mencapai 113.045
jiwa, sedangkan jumlah pasien gagal ginjal kronik di Sumatera Utara adalah 45.792
jiwa. Dalam uraian tersebut jumlah pada laki-laki adalah 355.726 jiwa, sedangkan
pada perempuan adalah 358.057 jiwa (Kemenkes, 2019).
Umumnya, gagal ginjal kronis diobati dengan menerima hemodialisis atau
transplantasi. Hemodialisis adalah pengganti ginjal dengan tujuan mengeluarkan
racun, dan zat sisa metabolisme dalam tubuh disaat ginjal tidak dapat lagi berfungsi
dengan normal. Dilakukan selama 2 sampai 3 kali dalam seminggu, tindakan
hemodialisa dilakukan selama 4 sampai 5 jam (Efendi Zulfan et al., 2020).
Gagal ginjal kronik dapat berkembang menjadi penyakit ginjal stadium
akhir, di mana ginjal berhenti bekerja dan dapat mengancam jiwa. Hampir semua
pasien penyakit ginjal kronik memerlukan hemodialisis, meskipun pasien menerima
hemodialisis secara teratur, hemodialisis tidak dapat sepenuhnya menggantikan
fungsi ginjal. Ada banyak masalah yang dihadapi pasien akibat gagal ginjal seperti
anemia, tekanan darah tinggi dan penurunan gairah seks (Rahayu et al., 2018).
Pasien sangat membutuhkan dorongan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
yang memiliki manfaat dalam manajemen dan penyesuaian penyakit. Dukungan
keluarga merupakan persepsi sikap, perilaku, dan penerimaan keluarga pasien
hemodialisa saat menerima hemodialisis. Berikan berbagai bentuk dukungan
keluarga, seperti dukungan emosional, penghargaan, informasi, dan alat (Wiliyanarti
& Muhith, 2019).
Penyakit gagal ginjal kronik akan menimbulkan berbagai masalah seperti
nyeri akut, gangguan terhadap pertukaran gas, hipervolemia, ansietas, defisit nutrisi,
intoleransi aktivitas dan lain - lain. Masalah tersebut harus segera diatasi agar tidak
terjadi komplikasi yang lebih berbahaya seperti keadaan penderita semakin buruk
dan menyebabkan komplikasi yang lain (Rahayu, 2018).
Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan yaitu menjaga tekanan darah,
menjaga jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh, memberikan diet rendah
protein, natrium serta kalium untuk mengurangi beban pada ginjal. Terapi pengganti
ginjal atau hemodialisa juga dapat dilakukan untuk menjaga fungi ginjal agar tidak
terjadi kematian, namun terapi ini tidak dapat menyembuhkan fungsi ginjal secara
menyeluruh. Dari uraian tersebut diatas, penulis berharap akan mendapat gambaran
pelaksanaan terhadap *Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik?
1.3. Tujuan Studi Kasus
a. Tujuan Umum
Mendeskripsikan Proses Keperawatan terkait Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal
Kronik
b. Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan Gagal Ginjal Kronik
2. Mendeskripsikan diagnosa asuhan keperawatan Gagal Ginjal Kronik
3. Mendekripsikan rencana tindakan asuhan keperawatan Gagal Ginjal Kronik
4. Mendeskripsikan tindakan asuhan keperawatan Gagal Ginjal Kronik
5. Mendeskripsikan evaluasi asuhan keperawatan Gagal Ginjal Kronik

1.4. Manfaat
a. Teoritis
Makalah ini diharapkan menjadi bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan
ilmu kesehatan serta teori-teori kesehatan khususnya tentang asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik
b. Praktis
1. Bagi Instituti Pendidikan
Sebagai tambahan informasi tentang asuhan keperawatan pasien gagal ginjal
kronik
2. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman baru tentang asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik
3. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan menjadi bahan pengembangan ilmu, menambah
wawasan bagi pembacanya, dan penambah referensi bagi penulis selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Gagal ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) adalah penurunan fungsi
ginjal secara progresif dimana massa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi
mempertahankan lingkungan internal tubuh (Black, J.M., dan Hawks, 2005).
Merupakan penyakit ginjal tahap akhir, bersifat progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
Gagal ginjal Kronik merupakan terjadinya penurunan fungsi ginjal dalam jangka
waktu menahun yang menyebabkan tubuh gagal menjaga keseimbangan
metabolisme dan cairan elektrolit. Penyakit gagal ginjal kronik tahap akhir ditandai
dengan penurunan keadaan fungi ginjal irreversible dan pada suatu derajat
diperlukan tindakan transpaltasi ginjal (Rahayu, 2018)
Fungsi ginjal akan bermasalah jika ginjal tidak berfungsi dengan baik. Hasil dari
sisa metabolisme akan menumpuk pada tubuh dan akan berubah menjadi racun.
Pada pasien penderita gagal ginjal kronik pada saat dilakukan pemeriksaan akan
ditemukan ureum darah dan kreatinin mengalami peningkatan. Ureum pada darah
merupakan hasil dari proses penguraian protein yang mengandung nitrogen dan
dapat berubah menjadi respons dalam pemecahan protein (Arjani, 2017).

2. Etiologi
Menurut (Rendi & TH, 2019) penyebab gagal ginjal kronik adalah
a. Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis
b. Penyakit peradangan glumerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa skelrosi sistemik)
e. Penyakit kongenital dan herediter (Penyakit ginjal polikistik asidosis tubulus
ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, Gocit, Hiperparatiroirisme)
g. Netropati toksik
h. Nefropati Obstruksi (Batu saluran kemih)
3. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik beragam, bergantung pada proses penyakit
penyebab. Tanpa melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi
interstisial dan fibrosis adalah ciri khas gagal ginjal kronik dan menyebabkan
penurunan fungsi ginjal. Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap
awal, saat nefron hilang nefron fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi.
Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak
partikel zat terlarut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal yang hilang.
Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada mengalami
sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada
akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus diduga menjadi penyebab
cedera tubulus. Proses hilangnya fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus
berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal telah teratasi. Perjalanan
gagal ginjal kronik beragam, berkembang selama periode bulanan hingga tahunan.
Pada tahap awal, seringkali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak
terkena mengkompensasi nefron yang hilang. Laju filtrasi glomerulus (LFG) sedikit
turun dan pada pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatinin serum normal.
Ketika penyakit berkembang dan LFG turun lebih lanjut, hipertensi dan beberapa
manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di
tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi, atau obstruksi saluran kemih) dapat
menurunkan fungsi dan memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut.
Kadar serum kreatinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi oliguria, dan
manifestasi uremia muncul. Pada gagal ginjal kronik tahap akhir, LFG kurang dari
10% normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan hidup
(Lemone, Burke, & Bauldoff, 2016).

4. Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis,
diantaranya adalah :
a. Usia
Usia yang lebih tua mempunyai resiko GGK yang lebih besar dibanding usia
yang lebih muda. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) merupakan
proses “normal aging” dimana ginjal tidak dapat meregenerasikan nefron
yang baru, sehingga terjadi kerusakan ginjal, atau proses penuaan terjadi
penurunan jumlah nefron. Pada usia 40 tahun jumlah nefron yang berfungsi
berkurang sekitar 10% setiap 10 tahun dan pada usia 80 tahun, hanya 40%
nefron yang berfungsi. Hasil Baltimore Longitudinal Study of Aging (BLSA)
menunjukkan terjadinya penurunan klirens kreatinin rata – rata 0,75
mL/min/tahun pada individu tanpa penyakit ginjal atau penyakit penyerta
lainnya dari waktu ke waktu seiring bertambahnya usia, namun tidak semua
individu mengalami penurunan klirens kreatinin, hal ini karena adanya faktor
komorbid yang akan mempercepat penurunan LFG
b. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih besar mengalami GGK. Data Indonesian Renal
Registry (IRR) dan di Australia menunjukkan bahwa resiko GGK pada laki –
laki lebih besar dibanding perempuan. Hal ini disebabkan karena pengaruh
perbedaan hormon reproduksi, gaya hidup seperti konsumsi protein, garam,
rokok, dan konsumsi alkohol pada laki-laki dan perempuan.
c. Sosial Ekonomi Individu
dengan sosial ekonomi rendah memiliki resiko lebih besar. Studi kohort di
Amerika Serikat juga menyimpulkan bahwa lakilaki kulit putih dan perempuan
Afrika - Amerika dengan status sosial ekonomi rendah memiliki resiko lebih
besar untuk mengalami GGK dibandingkan dengan status sosial ekonomi
yang lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena akses untuk mendapatkan
pemeriksaan fungsi ginjal dan pengobatan lebih lebih kecil pada masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah.
d. Penyakit Pemicu
Diabetes melitus (DM) dan hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya
gangguan fungsi ginjal. Hasil analisis menunjukkan bahwa individu dengan
DM beresiko 2,5 kali lebih besar untuk terjadinya GGK dibandingkan yang
tidak DM. hal ini dikarenakan kadar gula dalam darah tinggi yang akan
mempengaruhi struktur ginjal, merusak pembuluh darah halus diginjal.
Sedangkan individu dengan hipertensi beresiko 3,7 kali lebih besar untuk
terjadinya GGK dibandingkan yang tidak hipertensi. Hubungan antara PGK
dan hipertensi adalah siklik, penyakit ginjal dapat menyebabkan tekanan
darah naik dan sebaliknya hipertensi dalam waktu lama dapat menyebabkan
gangguan ginjal. e. Obesitas Obesitas mempunyai resiko 2,5 kali lebih besar
untuk mengalami GGK. Obesitas menyebabkan aktivasi system syaraf
simpatis, aktivasi system Sistem renin-angiotensin (RAS), sitokin adiposity
(misalnya : leptin), kompresi fisik ginjal akibat akumulasi lemak intrarenal dan
matriks ekstraseluler, perubahan hemodinamik-hiperfiltrasi karena
peningkatan tekanan intraglomuler, gangguan tekanan ginjal natriuresis
(tekanan tinggi dibutuhkan ekskresi natrium). Hal tersebut dapat
menyebabkan kerusakan ginjal. (Eva & Sri, 2015)

5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik menurut Baradero, Dayrit, & Siswadi (2009)
dan Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) yaitu:
a. Sistem hematopoietik: Anemia (cepat lelah) dikarenakan eritropoietin menurun,
trombositopenia dikarenakan adanya perdarahan, ekimosis dikarenakan
trombositopenia ringan, perdarahan dikarenakan koagulapati dan kegiatan
trombosit menurun
b. Sistem kardiovaskular: Hipervolemia dikarenakan retensi natrium, hipertensi
dikarenakan kelebihan muatan cairan, takikardia, disritmia dikarenakan
hiperkalemia, gagal jantung kongestif dikarenakan hipertensi kronik, perikarditis
dikarenakan toksin uremik dalam cairan pericardium
c. Sistem pernafasan: Takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremik atau fetor,
sputum yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar
pneumonitis, pleural friction rub, edema paru
d. Sistem gastrointestinal: Anoreksia, mual dan muntah dikarenakan hiponatremia,
perdarahan gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan konstipasi.
e. Sistem neurologi: Perubahan tingkat kesadaran (letargi, bingung, stupor, dan
koma) dikarenakan hiponatremia dan penumpukan zatzat toksik, kejang, tidur
terganggu, asteriksis
f. Sistem skeletal: Osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri sendi dikarenakan
ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan ketidakseimbangan hormon paratiroid
yang ditimbulkan
g. Kulit: Pucat dikarenakan anemia, pigmentasi, pruritus dikarenakan uremic frost,
ekimosis, lecet
h. Sistem perkemihan: Haluaran urine berkurang, berat jenis urine menurun,
proteinuria, fragmen dan sel urine, natrium dalam urine berkurang semuanya
dikarenakan kerusakan nefron
i. Sistem reproduksi: Interfilitas dikarenakan abnormalitas hormonal, libido
menurun, disfungsi ereksi, amenorea

6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul menurut (Corwin, 2009) antara lain:
a. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,
asidosis metabolic, azotemia, dan uremia
b. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok merangsang
kecepatan pernafasan
c. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremic, dan pruritus
(gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi
d. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit
ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
f. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian

7. Pemeriksaan Diagnostik
A. Urine
a) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
b) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
c) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
d) Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
e) tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
f) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
g) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
h) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3 - 4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah dan fragmen
B. Darah
a) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
b) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
c) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
d) GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e) Natrium serum : rendah
f) Kalium: meningkat
g) Magnesium : Meningkat
h) Kalsium ; menurun
i) Protein (albumin) : menurun
C. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
D. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
E. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
F. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
G. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
H. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
8. Pencegahan
a. Rajin beraktivitas fisik & Berolahraga agar badan tetap bugar
b. Menjaga kadar gula darah tetap normal
c. Menjaga tekanan darah tetap normal
d. Menjaga berat badan ideal
e. Minum air putih 8 – 10 gelas per hari
f. Tidak Merokok
g. Periksa fungsi ginjal secara berkala
h. Tidak konsumsi obat anti nyeri dalam jangka panjang tanpa anjuran dokter
9. Penatalaksanaan
a. Dialisis
b. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid
c. Diit rendah protein
d. Transplantasi Ginjal
10. Pathway
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal
ginjal kronik menurut Prabowo (2014) dan Le Mone & Burke (2016) :
a. Anamnesa
1) Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
2) Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang menurun dari oliguriaanuria,
penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasiventilasi,
anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan
pruritus.
3) Riwayat kesehatan
Keluhan anoreksia, mual, kenaikan berat badan, atau edema, penurunan output
urin, perubahan pola napas, perubahan fisiologis kulit dan bau urea pada napas.
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit ISK, payah jantung, penggunaan
obat-obat berlebihan, diabetes melitus, hipertensi atau batu saluran kemih.
5) Riwayat kesehatan
keluarga Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
6) Riwayat psikososial Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jka klien memiliki
koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan
psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh
dan menjalani proses dialisa.
7) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan
RR meningkat (Tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi.
8) Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patalogis gangguan. Pola
napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi (Kusmaul)
9) Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya
terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi jantung, chest pain,
dyspnue, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini
akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh
karena tidak efektif dalam eksresinya. Selain itu, pada fisiologi darah sendiri
sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
10)Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi
cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya
disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
11)Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran
akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium
dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung.
12)Sistem endokrin Berhubungan dengan pola seksualitas,
klien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena
penurunan hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes militus, makan akan ada gangguan
dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses metabolisme.
13)Sistem perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah
penurunan urin output < 400 ml/hr bahkan sampai pada anuria
14)Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect). Sering ditemukan anoreksia, mual, muntah dan diare.
15)Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/ kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada
proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
2) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,edema
periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : pernapasan cuping hidung
d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangan gusi.
3) Leher : pembesaran vena leher.
4) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan
kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub
pericardial.
5) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
6) Genital : atropi testikuler, amenore.
7) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
8) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
Derajat edema:
- Derajat I: Kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik.
- Derajat II: Kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik.
- Derajat III: Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
- Derajat IV: Kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data
pengkajian diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada pasien gagal
ginjal kronis, antara lain :
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi.
b. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis.
c. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
e. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin.
f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
h. Resiko perdarahan ditandai dengan gangguan gastrointestinal
i. Risiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang


ditemukan pada kasus, intervensi keperawatan tersebut terdiri dari Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-


perfusi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas
pasien meningkat
Kriteria hasil : (PPNI, 2019)
a. Tingkat kesadaran meningkat
b. Dyspnea / nafas pendek mengalami penurunan
c. Bunyi napas tambahan menurun
d. Pusing menurun
e. Gelisah menurun
f. Napas cuping hidung menurun
g. PCO2 membaik
h. PO2 membaik
i. Takikardi membaik
j. pH arteri membaik
k. Sianosis membaik
l. Pola napas membaik
m. Warna kulit membaik

Intervensi : (PPNI, 2018)

1) Monitor kecepatan aliran oksigen.


2) Monitor posisi alat terapi oksigen.
3) Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup.
4) Monitor efektifitas terapi oksigen (Mis.analisa gas darah, oksimetri).
5) Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan.
6) Monitor tanda - tanda hipoventilasi (adanya nyeri kepala, pusing, letargi /
kelelahan, sesak, kantuk disiang hari, depresi)
7) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen ( verbal maupun non
verbal : Ekspresi mimik wajah dan keluhan pasien.
8) Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen (apakah ada
iritasi)
9) Pertahankan kepatenan jalan nafas ( Teknik batuk efektif, suction, insersi
jalan nafas buatan).
10) Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen ( Nasal kanul , rebreathing
mask, & non rebreathing mask), oksigen, regulator.
11)Berikan oksigen tambahan, jika perlu ( naikan kecepatan aliran sesuai
kebutuhan).
12)Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi (Tabung oksigen yang
mudah dibawa).
13)Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien.
14)Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah.
15)Kolaborasi penentuan dosis oksigen
16)Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas atau saat tidur
b. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan pasien meningkat (L.03020).
Kriteria Hasil :
1) Haluaran urin meningkat
2) Kelembapan membrane mukosa meningkat
3) Asupan makanan meningkat
4) Edema menurun
5) Asites / penumpukan cairan dirongga perut menurun
6) Konfusi / penurunan berfikir sehingga bingung disorientasi menurun
7) Tekanan darah membaik
8) Denyut nadi radial membaik
9) Tekanan arteri rata – rata membaik
10)Berat badan membaik

Intervensi :

1) Periksa tanda dan gejala hypervolemia (Mis.edema, dyspnea, suara napas


tambahan).
2) Identifikasi penyebab hypervolemia.
3) Monitor status hemodinamik (Mis. Frekuensi jantung, tekanan darah).
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor tanda hemokonsentrasi (Mis. Blood Urea Nitrogen, kadar natrium,
berat jenis urin)
6) Monitor tanda peningkatan onkotik plasma (mis.kadar protein dan albumin
meningkat )
7) Monitor kecepatan infus secara ketat
8) Monitor efek samping diuretik (mis. hipotensi ortorstatik, hipovolemia,
hypokalemia, hiponatremia).
9) Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
10)Batasi asupan cairan dan garam
11)Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40 derajat
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri
pasien menurun
Kriteria Hasil :
1) Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
2) Keluhan nyeri menurun
3) Meringis menurun
4) Sikap protektif menurun
5) Gelisah menurun
6) Kesulitan tidur menurun
7) Fokus membaik
8) Perilaku membaik
9) Pola tidur membaik

Intervensi :

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.


2) Identifikasi skala nyeri.
3) Identifikasi respons nyeri non verbal.
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
8) Fasilitasi istirahat dan tidur (atur lingkungan pasien dengan batasi
pengunjung untuk mengurangi kebisingan, tanyakan kepasien apakah suka
mendengarkan musik yang menengkan, menutup tirai, matikan lampu jika
perlu).
9) Jelaskan penyebab, periode / kurun waktu, dan pemicu nyeri.
10)Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi (Wartonah, 2015). Implementasi keperawatan adalah tahap ketika
perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian hingga
pelaksanaan.
Setelah melakukan tindakan keperawatan maka hasil evaluasi yang
diharapkan untuk pasien Gagal Ginjal Kronik yaitu :
a. Pertukaran gas efektif
b. Tidak ada nyeri
c. Kelebihan cairan atau edema tidak terjadi
d. Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
e. Perfusi jaringan efektif
f. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
g. Tidak terjadi pendarahan
h. Tidak terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA

https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1468/1/1.%20Ahmad%20Yusuf
%20P07220118061.pdf

http://repo.poltekkes-palangkaraya.ac.id/2753/1/BUKU%20ASKEP%20GAGAL
%20GINJAL.pdf

https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1062/1/KTI%20INDRI%20JAYANTI.pdf

https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-
pembuluh-darah/bagaimana-mencegah-penyakit-ginjal-kronis
SATUAN ACARA PENYULUHAN

GAGAL GINJAL KRONIK

Pokok bahasan : Diet untuk pasien gagal ginjal kronik


Sub Pokok Bahasan : Tujuan diet untuk pasien gagal ginjal akut/ kronik,
bahan Makanan yang dianjurkan bahan makanan
tidak dianjurkan/ dibatasi.
Sasaran : Klien dan keluarga klien di ruang perawatan umum
Waktu : 10 menit
Tanggal : Februari 2018
Tempat : Di ruang perawatan RS Polri TK. I Pusdokkes
POLRI

A. Latar Belakang
Perkembangan zaman juga tak bisa menghindarkan kesibukan masyarakat baik
perkotaan maupun pedesaan. Hal ini mempengaruhi masyarakat tidak peduli akan
kesehatannya, termasuk mengenai penyakit Gagal ginjal kronik ini.
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik yaitu dengan mengurangi minum, operasi dan
cuci darah ( hemoliadisa ).
SAP tentang Gagal Ginjal Kronik, akan membahas tentang Diit yang tepat untuk
pasien Gagal Ginjal Kronik
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan mengenai Gagal Ginjal Kronik (GGK)selama 15
menit, pasien dapat memahami mengenai diet untuk pasien GGK.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan mengenai gagal ginjal kronikselama 15
menit, penduduk mampu memahami dan menjelaskan:
a) Menjelaskan pengertian gagal ginjal kronik
b) Menyebutkan penyebab gagal ginjal kronik
c) Menyebutkan gejala gagal ginjal kronik
d) Menyebutkan tujuan diet untuk pasien gagal ginjal akut / kronik
e) Menyebutkan bahan makanan yang dianjurkan
f) Menyebutkan makan yang tidak dianjurkan atau dibatasi

B. Kisi-kisi Materi
1. Pengertian GGK
2. Etiologi GGK
3. Manifestasi klinik GGK
4. Penatalaksanaan GGK
5. Perawatan GGK dirumah
6. Tujuan Diet pada pasien dengan penyakit Gagal Ginjal Kronik

C. Media
1. LCD
2. Powerpoint
3. Meja
4. Kursi
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. Rencana Pelaksanaan

No Kegiatan pendidikan kesehatan Waktu Kegiatan Pasien


1. Pre Interaksi
a. Memberi salam dan memperkenalkan diri
Pasien menjawab sapa
b. Menjelaskan tujuan penyuluhan dan tema 2,5 menit
perawat
penyuluhan

2. Isi 10 menit Pasien memperhatikan,


a. Menjelakasn penegrtian gagal ginjal kronik mendengarkan penjelasan
b. Menyebeutkan penyebab gagal ginjal kronik yang diberikan
c. Menyebutkan gejala gagal ginjal kronik
d. Menyebutkan tujuan diet untuk pasien gagal
ginjal akut / kronik
e. Menyebutkan bahan makanan yang dianjurkan
f. Menyebutkan makan yang tidak dianjurkan
atau dibatasi
3. Penutup
a. Memberikan pertanyaan akhir sebagai
evaluasi
Pasien menjawab
b. Menyimpulkan bersama-sama hasil kegiatan 2,5 menit
pertanyaan perawat.
penyuluhan
c. Menutup penyuluhan dan mengucapkan salam

F. Setting Tempat

G. Evaluasi

Post test Jenis tes : Pertanyaan secara lisan

Butir – butir pertanyaan :

a. Sebutkan definisi diet

b. sebutkan bahan makanan yang dianjurkan

c. sebutkan makan yang tidak dianjurkan atau dibatasi


Lampiran Materi Gagal Ginjal Kronik
I. Metode dan Teknik Penyuluhan
1. Ceramah dan tanya jawab
2. Dengan alat bantu media powerpoint
II. Materi penyuluhan
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik (penyakit ginjal tahap akhir) adalah gangguan
fungsiginjal yang menahun dan tidak bisa kembali ke semula atau irreversible
2) Etiologi
a. Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis
b. Penyakit peradangan glumerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa skelrosi
sistemik)
e. Penyakit kongenital dan herediter (Penyakit ginjal polikistik asidosis
tubulus ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, Gocit, Hiperparatiroirisme)
g. Netropati toksik
h. Nefropati Obstruksi (Batu saluran kemih)
3) Manifestasi klinis
a. Lemas
b. Kurang nafsu makan
c. lelah
d. mual, muntah
e. Bengkak/edema
f. kencing berkurang
g. sesak napas
h. pucat/anemi
4) Penatalaksanaan
a. Cuci darah
b. kurangi minum
c. Operasi ( transplantasi ginjal )
5) Perawatan GGK di Rumah
Pengaturan diet tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium, rendah kalium.
Gambar diet rendah protein; GGK; Gangguan Ginjal Kronik; CKD; Chronic Kidney
Disease
A. Jenis makanan yang diperbolehkan
a) Bahan makanan sumber karbohidrat: Nasi, bihun, jagung, madu, permen
b) Bahan makanan sumber protein: Telur, daging, ikan, ayam, susu rendah
protein
c) Bahan makanan sumber lemak: Minyak jagung, minyak kacang tanah
d) Bahan makanan sumber vitamin, adalah semua sayuran dan buahbuahan
dengan pengolahan khusus, yaitu: Kupas buah atau sayur, potong-potong
lalu cuci dengan air mengalir Letakkan dalam mangkok, tambahkan air
hangat sampai sayur dan buah terendam, rendam selama kurang lebih 2
jam (banyaknya air kurang lebih 10 kali bahan makanan) Buang air
rendaman Bilas dengan air mengalir Masak sayur dan buah. Buah dapat
dimasak sebagai setup/cocktail (buang air rebusan buah)
B. Jenis makanan yang Tidak diperbolehkan
a. Bahan makanan sumber karbohidrat: Umbi-umbian (kentang, singkong,
ubi, talas, dll)
b. Bahan makanan sumber protein: Kacang-kacangan dan hasil olahannya
(tempe, tahu, dll)
c. Bahan makanan sumber lemak: Minyak kelapa, santan, lemak hewan
d. Bahan makanan sumber vitamin dan mineral
e. Sayuran dan buah-buahan tinggi kalium pada pasien yang memiliki kadar
kalium tinggi dalam darah. (Almatsier, 2016)
6) Tujuan Diet pada pasien dengan penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah:
A. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan
sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal
B. Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia)
C. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
D. Mencegah dan mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan memperlambat
turunnya laju filtrasi glomerulus Pada penderita GGK sering terjadi mual,
muntah, anoreksia, dan gangguan lain yang menyebabkan asupan gizi tidak
adekuat / tidak mencukupi. Syarat pemberian Diet pada Gagal Ginjal Kronik
adalah:
a) Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB
b) Protein rendah, yaitu 0,6 - 0,75 gr/kg BB
c) Lemak cukup, yaitu 20 - 30 % dari kebutuhan total energi, diutamakan
lemak tidak jenuh ganda
d) Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari
protein dan lema
e) Natrium dibatasi, apabila ada hipertensi, oedema, asites, oliguria, atau
anuria. Banyak natrium yang diberikan antara 1 - 3 gr
f) Kalium dibatasi (60 - 70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5
mEq), oliguria, atau anuria
g) Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (± 500 ml)
h) Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen pridoksin, asam folat, vitamin C,
dan vitamin D
7) Diet yang diberikan menurut berat badan pasien, yaitu:
A. Diet Rendah Protein I 30gr protein diberikan kepada pasien dengan berat
badan 50 kg
B. Diet Rendah Protein II 35gr protein diberikan kepada pasien dengan berat
badan 60 kg
C. Diet Rendah Protein III 40 gr protein diberikan kepada pasien dengan berat
badan 65kg
Karena kebutuhan gizi pasien penyakit gagal ginjal kronik sangat bergantung pada
keadaan dan berat badan perorangan, maka jumlah protein yang diberikan dapat
lebih tinggi atau lebih rendah daripada standar. Untuk protein dapat ditingkatkan
dengan memberikan asam amino esensial murni (Almatsier, 2016)
Daftar Pustaka

Almatsier. 2016. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Edisi Ke-6. Jakarta: Gramedia. Brunner &
Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Rendi, Clevo M. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedal dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Noha Medika.

Anda mungkin juga menyukai