Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan penting dalam mempertahankan kestabilan
lingkungan dalam tubuh dan kelangsungan hidup dan fungsi sel secara normal bergantung
pada pemeliharaan konsentrasi garam, asam dan elektrolit lain dilingkungan cairan internal.
Apabila kerusakan ginjal terjadi secara menahun dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronis (Rahayu, 2019). Gagal ginjal kronik adalah kondisi dimana fungsi ginjal mengalami
kegagalan dalam mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
yang muncul akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan
sisa metabolit didalam darah (Arif & Kumala, 2014).
World Health Organization (2017) melaporkan bahwa pasien yang menderita gagal ginjal
kronis telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya, secara global kejadian gagal ginjal
kronis lebih dari 500 juta orang dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci
darah (hemodialisa) adalah 1,5 juta orang. Gagal ginjal kronis termasuk 12 penyebab
kematian umum di dunia, terhitung 1,1 juta kematian akibat gagal ginjal kronis yang telah
meningkat sebanyak 31,7% sejak tahun 2010 hingga 2015. Menurut (Kemenkes RI, 2018)
Indonesia pada tahun 2018 pasien dengan gagal ginjal kronis meningkat sebanyak 19,3%.
Prevalensi penyakit gagal ginjal kronik tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah (0,5%),
sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,3% artinya di atas prevalensi nasional
(0,2%) (Onainor, 2019).
Penyakit gagal ginjal kronik yang progresif dapat menimbulkan beberapa komplikasi dengan
prevalensi dan intensitas yang lebih tinggi pada fungsi ginjal yang rendah. Komplikasi yang
dapat terjadi ialah penyakit kardiovaskuler, hipertensi, anemia, kelainan tulang mineral,
gangguan elektrolit, diabetes melitus, dan asidosis metabolik. Komplikasi ini berkontribusi
pada morbiditas dan moralitas yang tinggi serta mempengaruhi kualitas hidup yang buruk.
Anemia pada gagal ginjal kronik dan gangguan mineral dan tulang pada gagal ginjal kronik
sering dimulai pada stadium 3, sedangkan hipertensi pada gagal ginjal kronik mulai
memburuk pada stadium 3-5 (Karinda et al., 2019).
Keluhan utama yang paling sering dirasakan oleh penderita gagal ginjal kronik adalah sesak
nafas, nafas tampak cepat dan dalam disebut pernafasan kussmaul. Hal tersebut dapat terjadi
karena adanya penumpukan cairan di dalam jaringan paru atau dalam rongga dada, ginjal
yang terganggu mengakibatkan kadar albumin menurun. Selain disebabkan karena pH darah
menurun akibat perubahan elektrolit serta hilangnya bikarbonat dalam darah. Selain itu rasa
mual, cepat lelah serta mulut yang kering, juga sering dialami oleh penderita gagal ginjal
kronik. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan kadar natrium dalam darah, karena ginjal
tidak dapat mengendalikan ekskresi natrium, hal tersebut dapat pula mengakibatkan
terjadinya pembengkakan. Sesak nafas pada penderita gagal ginjal kronik jika tidak segera
ditangani dapat menyebabkan berbagai masalah yaitu asidosis metabolik, pernafasan
kussmaul dengan pola nafas cepat, kegagalan nafas, efusi pluera, letargi, kesadaran menurun,
odema sel otak meningkat, disfungsi serebral, dan neuropati perifer (Arif & Kumala, 2014).
Peran perawat pada pasien gagal ginjal kronik ditunjukan untuk mengurangi gejala yang
muncul dan mencegah sesak nafas. Upaya tersebut meliputi usaha pengaturan minum,
pengendalian hipertensi dan kalium dalam darah, penanggulangan anemi dan asidosis,
pengobatan neuropati, dialisis dan transplantasi ginjal (Arif & Kumala, 2014). Upaya yang
akan dilakukan untuk mengatasi sesak nafas adalah pemberian oksigen. Berdasarkan uraian
diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian studi kasus tentang gagal ginjal
kronik dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Kebutuhan Oksigenasi”
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Teori Gagal Ginjal Kronik
1. Pengertian
Penyakit gagal ginjal kronik merupakan istilah yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk
menggambarkan terjadinya kerusakan pada organ ginjal yang telah berlangsung ≥ 3 bulan dan
bersifat progesif. Kerusakan yang terjadi bisa berupa gangguan bentuk dari ginjal ataupun
gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju penyaringan ginjal dengan nilai < 60
ml/menit yang memberikan implikasi kepada kesehatan (Rasyid, 2017).

Gagal ginjal kronik merupakan perburukan fungsi ginjal yang lambat, progresif dan irreversible
yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk membuang produk sisa dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Onainor, 2019).

Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali,
dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme, gagal memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum (Erma Kasumayanti, 2020).

2. Etiologi
Menurut (Rendi & TH, 2019) penyebab gagal ginjal kronik adalah:
a. Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis
b. Penyakit peradangan glumerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa skelrosi sistemik)
e. Penyakit kongenital dan herediter (Penyakit ginjal polikistik asidosis tubulus ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, Gocit, Hiperparatiroirisme)
g. Netropati toksik
h. Nefropati Obstruksi (Batu saluran kemih)

Selain itu, menurut (Arif & Kumala, 2014) Adapun kondisi klinis yang mungkin dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik adalah dari organ ginjal itu sendiri dan luar organ ginjal. Berikut
penyebab gagal ginjal kronik:
a. Gagal ginjal kronik dari penyakit ginjal
1) Infeksi kuman
2) Kista dalam ginjal
3) Glomerulonefritis yaitu peradangan pada glomerulus
4) Batu ginjal
5) Keganasan pada organ ginjal

b. Gagal ginjal kronik dari luar ginjal


1) Diabetes melitus
2) Hipertensi
3) Tinggi kolestrol
4) Infeksi di badan antara lain : TBC Paru, Sifilis, Hepatitis, Malaria
5) Preeklamsi
6) SLE
7) Dyslipidemia
8) Tubuh banyak kehilangan cairan yang mendadak contohnya luka bakar

3. Klasifikasi
Menurut (IUs. Cut Husna, 2010) terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronik yaitu
a. Stadium 1 (Glomerulo filtrasi rate / GFR normal (>90ml/min) Seseorang perlu waspada
akan kondisi ginjalnya berada pada satidum 1 apabila kadar ureum atau kreatinin berada
di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan
ginjal melalui pemeriksaan MRI, CT Scan, ultrasound atau contrast xray, dan salah satu
keluarga menderita penyakit ginjal polikistik. Cek serum kreatinin dan protein dalam
urin secara berkala dapat menunjukan sampai berapa jauh kerusakan ginjal penderita.
b. Stadium 2 (Penurunan GFR Ringan atau 60 s/d 89 ml/min) Seseorang perlu waspada
akan kondisi ginjalnya berada pada stadium 2 apabila kadarureum atau kreatinin berada
di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan
ginjal melalui pemeriksaan MRI, CT Scan, ultrasound atau contrast xray, dan salah satu
keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.
c. Stadium 3 (Penurunan GFR moderat atau 30 s/d 59 ml/min) Seseorang yang menderita
gagal ginjal kronik stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu diantara 30 s/d
59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa metabolisme akan
menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi
seperti hipertensi, anemia, atau keluhan pada tulang. Penderita stadium ini biasanya
akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor
yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap
rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu, penderita juga harus
membatasi asupan kalium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada
pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi
karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang mempunyai diabetes.
Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
d. Stadium 4 (Penurunan GFR Parah atau 15-29 ml/min) Pada stadium ini fungsi ginjal
hanya sekitar 15-30% saja dan apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat
mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau
melakukan transplantasi ginjal. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah
atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu, besar kemungkinan muncul
komplikasi seperti hipertensi, anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan
penyakit kardiovaskuler lainnya. Rekomendasi untuk memulai terapi pengganti ginjal
adalah apabila fungsi ginjal hanya tinggal 15% ke bawah.
e. Stadium 5 (Penyakit ginjal stadium akhir/terminal atau 15 ml/min) Pada level ini ginjal
kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secara optimal. Untuk itu
diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi ginjal agar penderita
dapat bertahan hidup.

4. Faktor Resiko
Menurut (Rasyid, 2017) Faktor resiko yang dianggap berperan pada kejadian gagal ginjal
kronik dapat dikelompokan atas beberapa faktor resiko yaitu:
a. Faktor yang berpeluang meningkatkan risiko kerusakan ginjal yaitu
1) Usia tua
2) Ras / suku
3) Tingkat pendidikan dan ekonomi
4) Kegemukan
5) Faktor genetik / Riwayat keluarga
6) Berkurangnya massa ginjal

b. Faktor Inisiasi merupakan faktor yang secara langsung menyebabkan kerusakan ginjal
antara lain:
1) Kencing manis
2) Tekanan darah tinggi
3) Gangguan kekebalan tubuh
4) Infeksi menyeluruh
5) Infeksi saluran kencing dan adanya batu/sumbatan
6) Efek toksik dari obat

c. Faktor Progresi merupakan faktor yang menyebabkan perburukan kerusakan ginjal yaitu:
1) Protein dalam urin yang masif
2) Tekanan darah yang tidak terkontrol
3) Kontrol gula darah yang buruk
4) Merokok

5. Manifestasi Klinis
Menurut (Padila, 2019) manifestasi klinis pasien gagal ginjal kronik yaitu:
a. Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
b. Pulmoner
1) Nafas dangkal
2) Kusmaul
3) Sputum kental
c. Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Perdarahan saluran GI
3) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
4) Konstipasi / diare
5) Nafas bau amonia
d. Muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kehilangan kekuatan otot
3) Fraktur tulang
e. Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Kulit kering, bersisik
3) Pruritus
4) Ekismosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar
f. Reproduksi
1) Amenore
2) Atrofi testis

6. Patofisiologi

Patofisiologis gagal ginjal kronik melibatkan kerusakan dan menurunnya nefron dengan
kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Ketika laju filtrasi glomerulus menurun dan
bersihan menurun, nitrogen urea serum meningkat dan kreatinin meningkat. Sisa nefron
yang masih berfungsi mengalami hipertrofi ketika menyaring zat terlarut yang besar.
Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan untuk mengonsentrasi urin secara adekuat.
Untuk melanjutkan ekskresi zat terlarut, maka volume urin yang keluar akan meningkat
sehingga pasien rentan mengalami kehilangan cairan. Selain itu, tubulus kehilangan
kemampuan untuk mereabsorpsi elektrolit secara bertahap. Terkadang hasilnya adalah
pembuangan garam yang menyebabkan urine mengandung banyak natrium dan
memicu terjadinya poliuria berat. Pada saat kerusakan ginjal berlanjut dan jumlah
nefron yang masih berfungsi mengalami penurunan maka laju glomerulus total akan
menurun lebih jauh dan menyebabkan tubuh tidak mampu mengeluarkan kelebihan air,
garam, dan produk limbah lainnya melalui ginjal. Pada saat laju filtrasi glomerulus
kurang dari 10-20ml/min, maka tubuh mengalami keracunan ureum. Apabila penyakit
gagal ginjal kronik tidak diatasi dengan dialisis atau transplantasi ginjal, maka terjadi
stadium akhir yang menyebabkan uremia dan kematian (Yasmara, 2016).

7. Pathway
Proses hemodialisa kontinyu SLE Glomerulusnefritis Infeksi Kronis Nepholithiasis
Ansietas Penyakit Vaskuler Kelainan Kongenital Gagal ginjal kronik Obat nefrotoksik
Gangguan reabsorbsi Stress ulcer Informasi Indekuat Resiko Infeksi Injury jaringan
Tindakan invasif berulang Mual, Muntah HCL meningkat Hiponatremia Defisit Nutrisi
Volume vaskuler turun Hipotensi Perfusi turun Perfusi jaringan perifer tidak efektif Vol.
Vaskuler meningkat Retensi cairan Gangguan Eliminasi Urin Hipernatremia Intoleransi
Aktivitas Defisiensi energi sel Produksi urin turun Permebilitas kapiler meningkat
Infiltrasi Stagnasi Vena Odema Asidosis repiratorik Ekspansi paru turun Odema pulmonal
Gangguan Integritas Kulit Pola Nafas Tidak Efektif Dyspnea Retensi CO2 Gangguan
Pertukaran Gas (Arif & Kumala, 2014)

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Arif & Kumala, 2014) Pemeriksaan penunjang pasien gagal ginjal kronik terdiri
dari:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laju Endap Darah Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normositer nomokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah
2) Ureum dan Kreatinin Ureum dan kreatinin meninggi biasanya perbandingan
antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingan bisa meninggi
yang disebabkan oleh perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang
yaitu ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens
Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatermi Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : Biasanya
terjadi pada pasien gagal ginjal lanjut dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia Terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada gagal ginjal kronik

Anda mungkin juga menyukai