Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi

darah dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan

keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium,

potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang

membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah

dan menjaga tulang tetap kuat.

Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120-150 liter darah dan

menghasilkan sekitar 1-2 liter urin. Tiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta

unit penyaring yang disebun nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan

tubulus. Glomerulus menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta

mencegah keluarnya sel darah dan molekul besar yang sebagian besar

berupa protein. Selanjutnya melewati tubulus yang mengambil kembali

mineral yang dibutuhkan tubuh dan membuang limbahnya. Ginjal juga

menghasilkan enzim renin yang menjaga tekanan darah dan kadar garam,

hormon erythropoietin yang merangsang sumsum tulang memproduksi sel

darah merah, serta menghasilkan bentuk aktif vitamin D yang dibutuhkan

untuk kesehatan tulang.

1
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan

masyarakat global dengan prevalens dan insidens gagal ginjal yang

meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK

meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian

penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global

mengalami PGK pada stadium tertentu . Hasil systematic review dan

metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi

global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun

2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun

1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit ginjal kronis adalah kerusakaan ginjal yang ditandai

dengan penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60

mL/min/1,73m2 selama minimal 3 bulan.1

B. Etiologi

Penyebab utama gagal ginjal kronis di Amerika Serikat (1995-1999) :

Penyebab Insiden
DM 44%
Tipe 1 (7%)
Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27
Glomerulonefritis 10
Nefritis interstitialis 4
Kista dan penyakit bawaan lain 3
Penyakit sistemik (lupus dan vaskulitis) 2
Penyakit sistemik (lupus dan vaskulitis) 2
Neoplasma Tidak diketahui 4
Penyakit lain 4

Menurut PERNEFRI (2010), penyebab terbanyak gagal ginjal di

Indonesia :

- Glomerulonefritis (46,39 %)

- Diabetes Melitus (18,63%)

- Obstruksi dan Infeksi (12,85%)

- Hipertensi (8,46%)

- Sebab Lain (13,65%)2

3
C. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1996 menyatakan insidens

penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun

dan angka ini mengingkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia dengan

populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1.800 kasus baru gagal ginjal

pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini

diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.2

Riskesdas 2013 mengumpulkan data responden yang didiagnosis

dokter menderita penyakit gagal ginjal kronis, juga beberapa faktor risiko

penyakit ginjal yaitu hipertensi, diabetes melitus dan obesitas. Hasil

Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal

kronis sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi

CKD di negara-negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi

Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi CKD

sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data

orang yang terdiagnosis CKD sedangkan sebagian besar CKD di Indonesia

baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Hasil Riskesdas 2013 juga

menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur,

dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan

kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi

dari perempuan (0,2%).

4
D. Patogenesis

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses

yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan

hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving

nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan

terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan

aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya

diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.

Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan

aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresivitas

tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron,

sebagian diperantarai oleh growth factors seperti transforming growth

factors β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap

terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,

hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas

interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun

tubulointerstisial.

Pada stadium dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya

cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal

5
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi

penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan

kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 %, pasien

masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 %

mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual,

nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di

bawah 30 %, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata

seperti anemis, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor

dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga

mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,

maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan

elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan

terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah

memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement theraphy) antara

lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan

sampai pada stadium gagal ginjal.

E. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu :

1. Derajat (Stage) penyakit

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG,


yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault
sebagai berikut :

6
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 - Umur) x Berat Badan (kg) *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat


(Stage) Penyakit
Deraja Penjelasan LFG
t (ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan >90
LFG normal atau menurun
2 Kerusakan ginjal dengan 60 – 89
LFG menurun ringan
3 Kerusakan ginjal dengan 30 – 59
LFG menurun sedang
4 Kerusakan ginjal dengan 15 – 29
LFG menurun berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialysis

2. Diagnosis Etiologi

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis


Etiologi
Penyakit Tipe Mayor
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular
diabetes Penyakit vascular
Penyakit tubulointerstisial
Penyakit kistik
Penyakit pada Rejeksi kronik
transplantasi Keracunan obat
Penyakit recurrent
Transplant glomerulopathy

7
F. Penegakkan Diagnosis

1. Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari, seperti

- Diabetes Melitus

- Infeksi traktus urinarius

- Batu traktus urinarius

- Hipertensi

- Hiperurikemi

- Lupus eritomatosus sistemik (LES)

b. Sindrom uremia

- Lemah - Kelebihan volume

- Letargi cairan

- Anoreksia - Neuropati perifer

- Mual, Muntah - Uremic frost

- Nokturia - Pericarditis

- Pruritus - Kejang

- Koma

c. Gejala komplikasi

- Hipertensi

- Anemia

- Osteodistrofi renal

- Payah jantung

- Asidosis metabolic

8
- Gangguan keseimbangan elektrolit

2. Gambaran Laboratorium

- Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

- Penurunan fungsi ginjal

 Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum

 Penurunan LFG

- Kelainan biokimia darah

 Penurunan kadar hemoglobin

 Peningkatan kadar asam urat

 Hiper atau hipokalemia

 Hiponatremia

 Hiper atau hipokloremia

 Hiperfosfatemia

 Hipokalsemia

 Asidosis metabolik

- Kelainan urinalisis

 Proteinuria

 Hematuria

 Leukosuria

 Cast

 Isostenuria

3. Gambaran Radiologi

9
- Foto polos abdomen

- Pielografi intravena

- Pielografi antegrad atau retrograde

- Ultrasonografi ginjal memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau

batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

- Renografi

4. Biopsi dan Histopatologi Ginjal

G. Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk penyakit ginjal kronik adalah gagal

ginjal akut. Penting untuk membedakan penyakit ginjal kronik dari gagal

ginjal akut karena gagal ginjal akut dapat reversibel. USG abdomen

umumnya dilakukan dan dilakukan pengukuran ukuran ginjal. Ginjal

dengan penyakit ginjal kronik biasanya lebih kecil (<9 cm) dari ginjal

normal dengan pengecualian seperti di nefropati diabetes dan penyakit

ginjal polikistik. Petunjuk lain diagnostik yang membantu membedakan

penyakit ginjal kronik dan gagal ginjal akut merupakan kenaikan bertahap

dalam kreatinin serum (lebih dari beberapa bulan atau tahun) sebagai

lawan peningkatan mendadak dalam serum kreatinin (beberapa hari

minggu).

Diagnosis banding menurut penyakit dasarnya, yaitu nefrotik

diabetik, glomerulonephritis kronis, alport syndrome, nefrosklerosis,

nefrolithiaisis.

10
H. Penatalaksanaan

Rencana Tatalaksana Penyakit GInjal Kronik Sesuai


dengan Derajatnya
Deraja LFG Rencana Tatalaksana
2
t (ml/mnt/1,73m )
1 >90 Terapi penyakit dasar,
kondisi komorbid, evaluasi
pem-burukan fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardio-
vaskular
2 60 – 89 Menghambat peburukan
fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi
komplikasi
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi
pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal

Konsep penatalaksanaan pada PGK:

1. Menunda atau menghentikan proses perburukan PGK

- Pencapaian target tekanan darah sesuai usia (KDIGO),

yaitu:

 Bila ekskresi albumin urin < 30 mg/24 jam (atau

ekuivalen) dengan tekanan darah > 140/90

mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-

hipertensi yaitu ≤ 140 mmHg pada sistolik dan

≤ 90 mmHg pada diastolic

11
 Bila ekskresi albumin urin ≥ 30 mg/24 jam (atau

ekuivalen) dengan tekanan darah > 130/80

mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-

hipertensi yaitu ≤ 130 mmHg pada sistolik dan

≤ 80 mmHg pada diastolic

 Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

atau Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) direkomendasikan digunakan

untuk pasien PGK dengan diabetes dan ekskresi

albumin urin 30 – 300 mg/24 jam (atau

ekuivalen)

 ARB atau ACEI direkomendasikan pada pasien

PGK dengan atau tanpa diabetes dengan

ekskresi albumin urin > 300 mg/24 jam (atau

ekuivalen)

 Pada pasien anak-anak dengan PGK, obat anti-

hipertensi diberikan bila tekanan darah secara

konsisten berada di atas persentil 90 sesuai

usia, jenis kelamin dan tinggi badan dan

disarankan untuk menggunakan ARB dan ACEI

untuk mencapai persentil 50, kecuali timbul

tanda dan gejala hipotensi

12
 Perlu diperhatikan hipotensi postural pada

pasien PGK dengan obat anti-hipertensi

- Membatasi asupan protein sebanyak < 0.8 gr/kg/hari

pada LFG < 30 ml/min/1.73 m2

 Pada pembatasan protein ini, dokter perlu

secara teratur melakukan pengawasan status

nutrisi.

- Kontrol glikemik dengan HbA1c dengan target 7.0%,

kecuali timbul gejala hipoglikemia selama

penurunannya

- Membatasi asupan garam < 2 gram per hari, kecuali

dikontraindikasikan dan pada kelompok pediatrik

disesuaikan dengan kebutuhan

- Penggunaan obat-obatan penurun asam urat pada

penderita hiperurisemia belum cukup bukti dapat

menghambat proses PGK

- Disarankan untuk melakukan aktivitas fisik sekitar 30

menit selama 5x seminggu untuk mencapai berat

badan ideal, kecuali pada keterbatasan akibat sistem

kardiovaskular

- Disarankan untuk berhenti merokok

- Disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi atau

dokter spesialis gizi mengenai diet untuk PGK

13
2. Mendiagnosis dan menatalaksana manifestasi PGK

- Anemia

 Dilakukan pengecekan Hb:

 Hanya bila ada indikasi pada pasien dengan LFG

≥ 60 mL/min/1.73 m2

 Minimal satu tahun sekali pada pasien dengan

LFG 30 – 59 mL/min/1.73 m2

 Minimal dua kali dalam satu tahun pada pasien

dengan LFG < 30 mL/min/1.73 m2

 Pemberian eritropoietin disarankan dimulai bila Hb

< 10 mg/dL dengan target Hb 10 – 12 mg/dL

 Sebelum memulai terapi, sebaiknya dilakukan

studi kadar besi di dalam darah

 Target saturasi besi adalah 30 – 50% dan feritin

200 – 500 ng/mL

 Gangguan mineral tulang

 Pengukuran kadar kalsium, fosfat, paratiroid

hormon dan alkalin fosfatase setidaknya satu kali

pada pasien dengan LFG < 45 mL/min/1.73 m2

 Tidak disarankan untuk dilakukan

pemeriksaan bone mineral density atau BMD

pada pasien dengan LFG < 45 mL/min/1.73

m2 karena kemungkinan tidak berguna

14
 Pada pasien dengan LFG < 45 mL/min/1.73 m 2,

disarankan mempertahankan kadar fosfat serum

dalam rentang normal sesuai dengan referensi

laboratorium

 Pada pasien dengan LFG < 45 mL/min/1.73 m 2,

kadar optimal PTH tidak diketahui dan pada kadar

PTH di atas normal perlu dilakukan evaluasi

kembai terhadap hiperfosfatemia, hipokalsemia

dan defisiensi vitamin D

 Rekomendasi pemberian vitamin D:

o Disarankan untuk melakukan pemeriksaan

kadar kalsium dan fosfat sebelum memulai

terapi dan dilakukan pemeriksaan ulang setiap

setidaknya 3 bulan sekali

o Bila kadar kalsium di atas 10.2 mg/dL (2.54

mmol/L), terapi vitamin D dihentikan

o Bila kadar fosfat di atas 4.6 mg/dL (1.49

mmol/L), diberikan pengikat fosfat (contoh:

kalsium asetat, sevelamer karbonat, lantanum

karbonat) dan bila tetap tinggi, terapi vitamin D

dihentikan

 Kelebihan cairan

15
 Ditatalaksana dengan loop diuretik atau

ultrafiltrasi

 Asidosis metabolic

 Diberikan suplemen bikarbonat per oral pada

konsentrasi bikarbonat serum < 22 mmol/L

hingga mencapai nilai normal, kecuali

dikontraindikasikan

 Manifestasi uremia

 Dipertimbangkan untuk terapi pengganti ginjal

seperti hemodialysis

 Komplikasi kardiovaskular

 Semua pasien PGK disarankan dipertimbangkan

berada dalam risiko tinggi penyakit

kardiovaskular

 Terapi pada iskemik myokard akut, risiko kejadian

akibat aterosklerosis dan gagal jantung

disamakan dengan pasien yang tidak menderita

PGK

 Terapi pada pasien dengan gagal jantung

sebaiknya dilakukan pengawasan LFG dan kadar

kalium darah

 Gangguan pertumbuhan pada anak-anak

 Dipertimbangkan untuk diberikan terapi hormone

16
 Merencanakan terapi pengganti ginjal pada jangka

panjang (dijelaskan lebih lanjut pada bagian indikasi

memulai terapi pengganti ginjal)

3. Indikasi Cuci Darah dan Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement

Therapy)

a. Indikasi memulai cuci darah (hemodialisis) bila terdapat satu atau lebih

hal berikut :

- Tanda dan gejala dari gagal ginjal seperti serositis, pruritus,

gangguan asam-basa dan elektrolit darah

- Status volume dan tekanan darah yang tidak terkontrol

- Perburukan status nutrisi yang tidak membaik dengan intervensi diet

17
- Gangguan kognitif

Terapi cuci darah perlu dilakukan pengkajian dan pertimbangan

keuntungan dan risiko yang terjadi, terutama pada pasien usia tua dan

memiliki PGK kategori 5 (kategori paling berat, atau end-stage renal

disease / ESRD) dengan berbagai komorbid. Pada pasien-pasien ini,

hemodialisis justru berisiko mengurangi kualitas hidup dan status

fungsional. Dalam beberapa studi yang melibatkan lebih dari 5200

pasien dalam terapi cuci darah, ditemukan 58% pasien mengalami nyeri

kronik dan 49% pasien mengeluhkan nyeri yang bersifat sedang sampai

berat .

b. Transplantasi ginjal dipertimbangkan bila :

- Penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu LFG < 15 ml/menit/1.73 m2.

I. Komplikasi

Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik


Derajat Penjelasan LFG Komplikasi
1 Kerusakan ginjal dengan >90 -
LFG normal atau
meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan 60 – 89 Tekanan darah mulai
LFG meningkat ringan meningkat
3 Kerusakan ginjal dengan 30 – 59 Hiperfosfatemia
LFG meningkat sedang Hipokalsemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
4 Kerusakan ginjal dengan 15 – 29 Malnutrisi
LFG meningkat berat Asidosis metabolic
Hiperkalemia
Dislipidemia

18
5 Gagal ginjal <15 Gagal jantung
uremia

J. Prognosis

Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis berdasarkan data

epidemiologi telah menunjukkan bahwa semua penyebab kematian

(tingkat kematian secara keseluruhan) meningkat sesuai dengan penurunan

fungsi ginjalnya. Penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit

ginjal kronis adalah penyakit kardiovaskuler, dengan atau tanpa ada

kemajuan ke stage 5.

Sementara terapi penggantian ginjal dapat mempertahankan

pasien tanpa waktu dan memperpanjang hidup, kualitas hidup adalah

sangat terpengaruh.Transplantasi Ginjal meningkatkan kelangsungan

hidup pasien penyakit ginjal kronik stage 5 secara signifikan bila

dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya. Namun, transplasntasi ginjal

ini terkait dengan mortalitas jangka pendek yang meningkat (akibat

komplikasi dari operasi). Selain transplantasi, intensitas yang tinggi dari

home hemodialysis tinggi tampak terkait dengan peningkatan ketahanan

hidup dan kualitas hidup yang lebih besar, bila dibandingkan dengan cara

konvensional yaitu hemodialiasis dan dialysis peritonial yang dilakukan

tiga kali seminggu.

19
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

- Nama : Sugianti

- Umur : 49 tahun

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Agama : Islam

- Pekerjaan : IRT

- Pendidikan Terakhir : SD

- Alamt : Dusun swadaya

- Tanggal Masuk : 03 April 2019

- Jam Masuk : 16.25 wib

20
B. ANAMNESIS

- Keluhan Utama :

Perempuan datang ke RSUD DJOELHAM dengan keluhan mual dan

muntah, sejak pagi + 10 kali dalam hari ini. Pasien merasa lemas, kepala

pusing, nafsu makan menurun

- Keluhan Sekarang :

Lemas, mual +

- Riwayat Penyakit Terdahulu :

Diabetes Melitus, Dispepsia

- Riwayat Pengobatan Terdahulu :

Metformin, Pct, HD tiap rabu dan sabtu

- Riwayat kebiasaan :

- Riwayat Alergi :

C. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- BB : 65 kg TB : 158 cm

21
- Vital Sign :

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Heart Rate : 66 x/menit

Respiration Rate : 22 x/menit

Temperature : 36,7˚c

- Status Generalisata :

1. Kepala : Normochepal

- Mata : Sklera ikterik (-)

Reflek pupil isokor (+)

Conjungtiva palpebral anemis (+)

- Hidung : Deviasi septum nasi (-)

Sekret (-)

- Mulut : Mukosa bibir kering (-)

Sianosis (-)

Lidah Kotor (-)

2. Leher : Trakea di tengah

TVJ : tidak meningkat

KGB : tidak membesar

3. Thorax (Pulmo) :

- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan hemithoraks kiri = kanan

- Palpasi : Lapang atas, stem fremitus kanan = kiri

Lapang tengah, stem fremitus kanan = kiri

Lapang bawah, stem fremitus kanan = kiri

22
- Perkusi : Sonor

- Auskultasi : Suara Vesikuler (+), Wheezing (-)

4. Jantung :

- Inspeksi : Iktus Cordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus Cordis teraba

- Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternal dextra


Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal
dextra
Batas jantung bawah ICS V linea parasternal
sinistra
5. Abdomen :

- Inspeksi : Normal

- Auskultasi : Peristaltik usus (+)

- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)

- Perkusi : Timpani
Hepar : Normal
Limpa : Normal
6. Ektrremitas :

- Superior : Edema (-), Akral dingin (-)

- Inferior : Edema (+), Akral dingin (-)

23
D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,7 12-16
Eritrosit 3,61 4,1-5,1
Hematokrit 30,1 36-47
Leukosit 12,85 4-11
Trombosit 535,8 150-450
KIMIA KLINIK
Ureum 147 15-38,5
Kreatinin 9,6 0,6-1
Glukosa ad random 61 <140
Natrium 117 136-145
Kalium 4,3 3,5-5,1
Klorida 89 95-125
URIN LENGKAP
Warna Urin Kuning Pekat Kuning
Kejernihan Urin Agak keruh Jernih
Glukosa urin Negatif Negatif
Bilirubin urin Negatif Negatif
Protein urin 2+ Negatif

24
Urobilinogen urin Negatif Negatif
Eritrosit 0-1 0-2
Lekosit 1-2 0-3
Sel epitel 6-8 0-1
IMUNOSEROLOGI
Anti HCV (Rapid) Non reaktif Non reaktif
HBsAg (Rapid) Non reaktif Non reaktif
Anti HIV (Rapid) Non reaktif Non reaktif

GFR : 8,5 ml/menit/1,73m2 (<15, Penyakit ginjal kronik derajat 5)

Foto Thorax PA : tidak tampak kelainan radiologis pada jantung paru

E. Diagnosa Banding

- Chronic Kidney Disease (CKD)

- Nefropati Diabetik

- Nefrosklerosis Hipertensi

- Glomerulonefritis Kronis

- Gagal ginjal akut

F. Diagnosis Kerja

Chronic Kidney Disease (CKD)

G. Penatalaksanaan

Diet : Pembatasan asupan protein dan fosfat

IVFD NaCl 0,9% 20gtt/menit

Inj. Furosemid 1 amp/12 jam

Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam

Metformin 3x1

Tanapress 1x1

Ulsafat Syr 3xCI

25
Folic acid 3 x 1

H. Anjuran

KGD ad random

Albuminglobulin

Foto Polos Abdomen

USG Abdomen

Kateter

Follow Up :

Tanggal Pagi Siang Malam Penatalaksanaan

4 April TD:120/80 RR:22 TD:160/100 RR:20 TD:150/90 RR:22 IVFD RL 20gtt/i


2019 HR:72 T:37 HR:109 T:37 HR:84 T:36,8 Inj. Ceftriaxone
Inj Ondancetron
Ulsafat Syr
Vit. B . Complex

Muntah, mual Mual, muntah, wajah bengkak, Mual, muntah, wajah bengkak
BAK(+) sedikit

5 April TD:150/80 RR:22 TD:180/110 RR:22 TD:170/100 RR:22 Terapi Lanjut,


2019 HR:88 T:36,1 HR:110 T:36,1 HR:116 T:36,8 tambahan:
Inj. Furosemid
Inj. Dexametason
Ketoacid
Adalat oros

Mual, muntah, lemas Mual, muntah, lemas Mual, muntah, lemas

6 April TD:160/100 RR:22 TD:150/90 RR:20 TD:140/90 RR:22 Terapi lanjut


2019 HR:105 T:36,5 HR:105 T:36,2 HR:113 T:36,5

Mual, muntah, lemas Mual, muntah, lemas Mual, muntah, lemas

7 April TD:140/90 RR:22 TD:120/80 RR:20 TD:120/70 RR:22 Terapi Lanjut

26
2019 HR:90 T:36,4 HR:100 T:36 HR:95 T:36,7

Mual, muntah, lemas, Mual, muntah, lemas, BAB (-) Mual, muntah, lemas,
BAB (-) KGD : 214 BAB (-)

8 April TD:130/90 RR:20 TD:150/100 RR:20 TD:150/70 RR:22 Terapi Lanjut,


2019 HR:84 T:36,2 HR:99 T:36 HR:88 T:37,2 Tambahan
Glimepirid tab

Mual, muntah, lemas, susah Mual, muntah, lemas, susah Mual, muntah, lemas, susah
tidur, BAB (-) tidur, BAB (-) tidur, nyeri ulu hati
KGDR : 216

9 April TD:150/100 RR:22 TD:150/100 RR:22 TD:150/100 RR:24 Terapi Lanjut,


2019 HR:107 T:36,5 HR:114 T:36,4 HR:100 T:36 Glimepirid (tidak
tersedia) diganti
Gliquidon

Mual, muntah, lemas, BAB Mual, muntah, lemas, BAB (-) Mual, muntah, lemas, BAB (-)
(-) KGDR: 103
KGDR: 120

10 April TD:160/80 RR:21 TD:170/100 RR:20 TD:170/120 RR:20 Terapi Lanjut


2019 HR:91 T:36 HR:103 T:36 HR:100 T:36,5 IVFD Dextrose
10%

Apatis,Mual, muntah, BAK Mual, muntah, BAK sedikit, Somnolen, gelisah, susah tidur,
sedikit, BAB (-), gelisah BAB (-), gelisah kejang, akral dingin
KGD: 600 KGD: 93 KGD: 43, HD

11 April TD: 130/70 RR:20 Rujuk Ke RS USU


2019 HR:110 T:36,5

Gelisah, susah tidur

DAFTAR PUSTAKA

1. Kidney Disease Improving Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical

Practice Guideline for the Evaluation and Management

27
2. Setiati, Siti. 2014. Buku Ajaar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta :

Interna Publishing

3. Price, Sylvia & M.Wilson , Lorraine . 2016. Edisi 6. Vol. 2. Gagal Ginjal

Kronik. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta:

EGC

4. Riskesdas tahun 2013

5. PERNEFRI 2010

6. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tentang Situasi

Penyakit Ginjal Kronis, 2017.

28

Anda mungkin juga menyukai