Kelompok :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi dari gagal ginjal kronis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari gagal ginjal kronis.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari gagal ginjal kronis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal kronis.
5. Untuk mengetahui tata laksana terapi farmakologi dari gagal ginjal kronis.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
2.2.3 Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah peradangan pada bagian ginjal yang berfungsi
untuk menyaring cairan dari darah atau yang disebut glomerulus.
Glomerulonefritis dapat disebabkan karena adanya gangguan pada sistem imun
dan penyebab yang masih belum jelas. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan
adanya darah dan protein pada urin. Kondisi tersebut dapat berkembang dengan
cepat dan dalam seminggu hingga sebulan dapat menyebabkan kegagalan ginjal
kronis. (National Institution of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases,
2014).
Awal dari penyakit gagal ginjal kronik atau CKD dapat dilihat dari penyakit
yang mendasari. Gagal ginjal kronik menyebabkan berkurangnya massa ginjal.
Terjadi hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang tersisa sebagai upaya
kompensasi. Akibatnya terjadi hiperfiltrasi yang diikuti aliran darah glomerulus.
Upaya ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan
buangan seperti urea dan kreatinin sehingga bahan tersebut meningkat dalam
plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang normal.
Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%. Walaupun
kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan
penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Medscape, 2019).
Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan
hipertrofi, walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal
yang progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada
kapilari glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari
tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis
segmental dan fokal (Medscape, 2019). Antara faktor-faktor lain yang
menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat progresif adalah :
1. Hipertensi sistemik
2. Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam
darah. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan
kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan
gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea
dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap
akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi
sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan
tubuh. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik akibat ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi penurunan
produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan
perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari,
ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).
P h a r m a c e u ti c a l C a r e P l a n
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. ATM
Umur : 56 th BB: 67 kg TB: 159 cm
Tanggal MRS : 1 September 2019
Tanggal KRS :
Diagnosis : CKD stage V, udema peritoneal, HT stage 2
II. SUBYEKTIF
2.1. Keluhan Pasien :
o Sesak nafas sejak 2 bulan lalu
o Mual-muntah
o Lemas
o Tidak nafsu makan
o Perut kembung dan terasa penuh seperti terisi cairan
o BAB normal, BAK keluar hanya sedikit meskipun banyak minum
o Gatal-gatal di seluruh tubuh dan muncul bentol kemerahan pada seluruh tubuh
B. Tanda-tanda klinik
Muntah ++ +- +-
Gatal +++ ++ +-
Udema Peritoneal ++ ++ ++
Udema Kaki ++ ++ +-
C. Data laboratorium
Obyektif : Monitoring :
- ESO dan
Monitoring
terhadap mual
muntah
Problem Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan &
Medis Obyektif Monitoring
4. Sesak nafas Subyektif : O2 2L/menit Saturasi oksigen dilakukan Tidak ada Plan:
sebagai presentasi turunya Hb
-Sesak nafas Terapi oksigen O2
yang berkaitan dengan jumlah
H1= +++ atau kadar O2 dalam arteri. O2 dilanjutkan
ditunjukkan untuk sesak nafas
H2= ++
atau kesadaran yang menurun
H3= ++ (pionas.pom.go.id) Monitoring:
respirasi dan status
Obyektif : O2
RR
H1= 27 x/menit
H2= 26 x/menit
H3= 26 x/menit
-
Problem Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan &
Medis Obyektif Monitoring
5. Asam urat Subyektif : Allopurinol Allopurinol adalah obat untuk DTP 6. Dosage too Plan:
3x200 mg (po) menurunkan kadar asam urat golongan Dosis diturunkan
- xanthine oxidase inhibitor dengan high
menjadi 1x100mg
Obyektif : kekuatan sediaan 100 mg, 300 mg, dan
500 mg
(po) hingga asam
Asam urat urat turun.
8,8 mg/dL
Monitoring:
ESO dan kadar
asam urat
Problem Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan &
Medis Obyektif Monitoring
6. Gatal dan Subyektif: CTM 1x2 mg Obat anti alergi untuk mengatasi Dosage too low karena Plan:
bentol gatal dan bentol merah golongan
Gatal (po) hingga hari ketiga gatal Dosis diubah
merah histamine H1 inhibitor.
dan bentol merah tidak menjadi 4x4mg
H1= +++
hilang (po)
H2= ++
H3= +-
Monitoring:
Bentol merah
Tekanan darah dan
H1= +++ kesadaran karena
H2= ++ pasien adalah
H3= ++ geriatric dimana
lebih sensitive
terhadap efek
samping.
(DIH, 17Th)
Problem Medis Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan &
Obyektif Monitoring
7. Udema Subyektif : Furosemid Furosemid adalah loop diuretik DTP 4. Dosage too low Plan :
yang mencegah tubuh menyerap
Udema 2x40 mg (iv) Frequency Penggunaan
terlalu banyak garam.
Peritoneal Furosemid digunakan untuk inappropriate Furosemid 2x40
mengobati retensi cairan (edema)
Penggunaan mg (iv)
H1= ++ pada orang dengan gagal jantung
kongestif, penyakit hati, atau Furosemide 2x40 mg ditingkatkan
H2= ++ kelainan ginjal seperti sindrom
(iv) belum dapat menjadi 3x40 mg
H3= ++ nefrotik.
Furosemid juga digunakan untuk mengatasi udema t.u (iv)
Udema Kaki mengobati tekanan darah tinggi
udema peritoneal Monitoring :
(hipertensi).
H1= ++ (drugs.com) sehingga perlu adanya Udema
H2= ++ penambahan frekuensi
H3= +-
Perut
kembung dan
terasa penuh
seperti terisi
cairan
Obyektif :
-
Problem Medis Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan &
Obyektif Monitoring
8. Ketidakseimbang Subyektif : NS 500cc 12 tpm Digunakan untuk DTP 3. Ineffective Plan :
an elektrolit mengembalikan
- drug Terapi NS 500cc
keseimbangan elektrolit.
Obyektif : More effective drug 12tpm dihentikan
K available dan digantikan
dengan terapi RL
H2= 5,7 mg/dL
H3= 5,1 mg/dL
Monitoring :
Ca
Kadar K dan Ca
H2= 7,9 mg/dL
H3= 7,9 mg/dL
Problem Medis Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan &
Obyektif Monitoring
9. Terapi Subyektif : Metilprednisolon Metilprednisolon adalah obat DTP 5. Adverse drug Plan :
tambahan kortikosteroid yang mencegah
- 1x6, 25mg (iv) reaction Terapi
pelepasan zat dalam tubuh
Obyektif : yang menyebabkan Undesirable effect metilprednisolon
peradangan.
- Metilprednisolon dapat dihentikan dan
Metilprednisolon digunakan
untuk mengobati berbagai menyebabkan diganti dengan
kondisi peradangan yang
hiperglikemia dan alfentanil 0,05
berbeda seperti radang sendi,
lupus, psoriasis, kolitis retensi cairan mg/mL (iv).
ulserativa, gangguan alergi,
(drugs.com)
gangguan kelenjar (endokrin),
dan kondisi yang Monitoring :
mempengaruhi kulit, mata,
ESO
paru-paru, perut, sistem saraf,
atau sel darah.
Problem Medis Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan &
Obyektif Monitoring
10. Anemia Subyektif : Suplemen Fe Suplemen Fe diberikan pada DTP 2. Need for Plan :
pasien yang mengalami
- additional drug Terapi dilanjutkan
anemia akibat kekurangan zat
Obyektif : besi. therapy hingga kadar Hb
Hb= 8,6 g/dL Untreated condition dan HCt normal.
HCt= 25% Kadar Hb dan HCt
pasien yang tidak Monitoring :
normal ESO dan kadar
mengindikasikan Hb, HCt
anemia
PEMBAHASAN
Nyonya ATM usia 56 tahun dengan berat badan 67 kg dan tinggi badan
159 cm masuk ke IGD. Diagnosa pasien yaitu Chronic Kidney Disease (CKD)
stage V, udema peritoneal, hipertensi stage 2 serta mempunyai riwayat penyakit
diabetes mellitus selama 14 tahun dan Hipertensi selama 28 tahun. Pasien
menderita penyakit gagal ginjal kronis yang sudah berada pada stage 5 dengan
gejala kencing sedikit padahal minum banyak dimana pada kondisi ini terapi yang
disarankan berupa penggantian ginjal dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Monitoring yang dapat dilakukan kepada pasien antara lain monitoring kadar
HbA1C, monitoring kadar gula dalam darah dan tekanan darah, monitoring kadar
kreatinin, BUN, hemoglobin, albumin dan udema pada pasien.
Pasien mengeluhkan sesak nafas yang sudah dirasakan sejak 2 bulan lalu.
Pasien juga mengeluhkan perut kembung dan terasa penuh hal ini dapat terjadi
karena adanya udema peritoneal atau penumpukan cairan pada daerah peritoneal.
Selain itu, pasien juga mengalami BAK sedikit meskipun sudah minum banyak.
Hal ini dapat disebabkan akibat gangguan pada ginjal sehingga menyebabkan
retensi cairan pada tubuh dan volume urin yang dikeluarkan menjadi berkurang.
Hipertensi merupakan salah satu manifestasi dari terjadinya edema.
Pada kasus ini Ny. ATM diketahui memiliki riwayat penyakit Diabetes
Mellitus (DM) selama 14 tahun dan pasien rutin menggunakan glibenklamid dan
metformin sebagai pengobatan diabetes mellitusnya dan dapat ditegaskan lagi
bahwa pasien menderita diabetes mellitus dengan melihat hasil pemeriksaan lab
dengan nilai Gula Darah Acak (GDA), Gula Darah 2 jam Post Prandial (GD2PP),
dan Gula Darah Puasa (GDP) berada di atas batas normal. Pada hari kedua, pasien
memperoleh tambahan terapi untuk diabetes berupa Novorapid 10 iu + D40% 50
ml secara intravena dan menghasilkan penurunan kadar GDA tetapi masih berada
diatas nilai normal. Novorapid merupakan golongan antidiabetes insulin kerja
pendek yang bekerja dalam jangka waktu 4-6 jam (Novida dkk., 2015), sedangkan
kombinasi novorapid dan D40% digunakan untuk menganalisa kadar kalium
dalam darah. Pada hari ketiga, terapi diabetes yang diberikan masih sama tetapi
tanpa penggunaan infus dextrose 40% namun kadar GDA pada hari ketiga
mengalami sedikit kenaikan sehingga terapi diubah menjadi insulin glargin 0.2
unit/kg. Selain itu, pasien mengeluhkan gatal-gatal di seluruh tubuh, hal ini
kemungkinan terjadi dikarenakan penggunaan kombinasi glibenklamid dan
metformin yang menimbulkan reaksi hipersensitifitas yang memiliki manifestasi
klinik dengan gatal-gatal di seluruh tubuh (BPOM, 2017). Pemberian metformin
dihentikan karena tidak dapat digunakan pada pasien gagal ginjal kronis dengan
nilai eGFR <30 mL/menit. Glibenklamid juga dihentikan pemberiannya karena
penggunaannya yang dihindari pada pasien CKD stage 5.
Pada hasil lab yang ada, terlihat bahwa nilai Hemoglobin (Hb) dan eritrosit
pasien berada di bawah batas normal, hal ini mengindikasikan bahwa pasien dapat
menderita anemia. Anemia pada pasien gagal ginjal kronis dapat disebabkan
karena produksi eritropoetin menurun sehingga terjadi penurunan hemoglobin,
dan hemaktokrit. Pengobatan yang dilakukan untuk kondisi pasien ini disarankan
pemberian obat suplemen Fe dan monitoring nilai Hb dan eritrosit. Berdasarkan
data lab pasien menunjukan kondisi hiperurisemia dengan nilai asam urat pasien
9,8 atau lebih dari rentang normal pasien yaitu <6mg/dl. Pada pasien gagal ginjal
terjadi pengurangan massa ginjal dan penurunan fungsi ginjal, menyebabkan laju
filtrasi <50% dan mulai terjadi peningkatan asam urat. Hiperurisemia akan
mencetuskan garam monosodium urat (MSU) pada jaringan dan sendi, sehinggga
mengaktifkan mediator inflamasi (Kasper, 2004). Pasien diberikan terapi
allopurinol untuk mengatasi kadar asam urat yang tinggi, serta diberikan
chlorpeniramin untuk mengurangi gatal dan bintik merah pada keluhan pasien.
Gagal ginjal yang dialami pasien telah mencapai stage 5, sangat disarankan untuk
pergantian fungsi ginjal dengan dialysis atau transplantasi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Novida, H., A. Manaf, dan dkk. 2015. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. PERKENI.
Rettig R.A.1996. The social contract and the treatment of permanent renal failure.
Journal of the American Medical Association. 1123–1126.
Smeltzer, S.C., dan Bare B.G., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.
WHO. 1999. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and Its
Complications. Geneva
X
X