Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
beragam etiologic. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak
besar pada masalah medik, ekonomi dan sosial yang sangat besar bagi pasien dan
keluarganya, baik di negara-negara maju maupun di negara – negara berkembang,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dan pada suatu derajat tertentu memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Prevalensi
penderita CKD di Amerika Serikat pada tahun 2002 sekitar 345.000 orang. Di Indonesia,
angka kejadian CKD pada tahun 2010 sebanyak 8.034, pada tahun 2011 terdapat 15.353
pasien yang baru menjalani HD dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan pasien yang
menjalani HD sebanyak 4.268 orang sehingga secara keseluruhan terdapat 19.621 pasien
yang baru menjalani HD.1
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita CKD yang cukup tinggi.
Peningkatan penderita penyakit ini di Indonesia mencapai angka 20%. Berdasarkan
PDPERSI, menyatakan jumlah penderita CKD diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta
penduduk.
Klien hemodialisa menghadapi perubahan yang signifikan karena mereka harus
beradaptasi terhadap terapi hemodialisa, komplikasi-komplikasi yang terjadi, perubahan
peran di dalam keluarga, perubahan gaya hidup yang harus mereka lakukan terkait
dengan penyakit CKD dan terapi hemodialisa. Keadaan ini tidak hanya dihadapi oleh
klien saja, tetapi juga oleh anggota keluarga yang lain.1,2
Keluarga cenderung terlibat dalam pembuatan keputusan atau proses terapeutik
dalam setiap tahap sehat dan sakit para anggota keluarga yang sakit. Proses ini
menjadikan seorang pasien mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi serangkaiaan
keputusan dan peristiwa yang terlibat dalam interaksi antara sejumlah orang, termasuk
keluarga, teman-teman dan para profesional yang menyediakan jasa pelayanan
kesehatan.
2

Dukungan keluarga terhadap pasien adalah sikap keluarga terhadap anggota


keluarga yang sakit yang ditunjukkan melalui interaksi dan reaksi keluarga terhadap
anggota keluarga yang sakit. Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi
sepanjang kehidupan dimana sifat dan jenis dukungan keluarga berbeda-beda dalam
berbagai tahap siklus kehidupan.
Dukungan keluarga sebagai bagian dari dukungan sosial dalam memberikan
pertolongan dan bantuan pada anggota keluarga yang memerlukan terapi hemodialisa
sangat diperlukan. Orang bisa memiliki hubungan yang mendalam dan sering
berinteraksi, namun dukungan yang diperlukan hanya benar-benar bisa dirasakan bila ada
keterlibatan dan perhatian yang mendalam.3
Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program
pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat
keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang
terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan
dengan kepatuhan.3
Ketidakpatuhan memiliki dampak yang sangat memprihatinkan sebab akan
berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi akut dan kronis, lamanya perawatan dan
berdampak pada produktivitas dan menurunkan sumber daya manusia. Selain itu,
dampak masalah ini bukan hanya mengenai individu dan keluarga saja, lebih jauh akan
berdampak pada sistem kesehatan suatu negara. Negara akan mengeluarkan biaya yang
banyak untuk mengobati dan merawat pasien CKD dengan hemodialisis yang umumnya
menjadi pengobatan seumur hidup.
Lebih banyak responden yang mendapat dukungan keluarga baik dibandingkan
dengan responden yang mendapat dukungan keluarga kurang. Responden yang mendapat
dukungan keluarga kurang 44,6%, sedangkan responden yang mendapat dukungan
keluarga baik 55,4%. Adapun proporsi kepatuhan didapatkan lebih besar pada responden
yang mendapat dukungan keluarga baik yaitu (67,8 %) dibandingkan dengan responden
yang mendapat dukungan keluarga kurang yaitu 47,1%. Hasil uji Chi-square
menunjukkan p value 0,014 (p value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan secara statistik
terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien
CKD yang menjalani hemodialisa. Hasil odds ratio (OR) 2,363 yang berarti responden
yang mendapat dukungan keluarga baik memiliki peluang untuk lebih patuh sebesar
2,363 kali dibandingkan responden yang mendapat dukungan keluarga kurang baik.
3

Naiknya jumlah penderita CKD dari tahun ke tahun, menyebabkan pasien yang
menjalani hemodialisa juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan
ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan penderita, tingkat
ekonomi, sikap pasien, usia, dukungan keluarga, jarak dengan pusat hemodialisa, nilai
dan keyakinan tentang kesehatan, derajat penyakit, lama menjalani hemodialisa, dan
faktor keterlibatan tenaga kesehatan.2,3
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori-teori tentang
Chronic Kidney Disease (CKD) mulai dari definisi sampai diagnosis, pentalaksanaan,
dan prognosisnya. Penyusunan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pemahaman
penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami dan mengenal
Hepatoma, terutama tentang penegakan diagnosis dan tatalaksananya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4

2.1 DEFINISI
Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau
fungsi ginjal yang telah berjalan selama lebih kurang 3 bulan dengan implikasi
kesehatan. CKD pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal, dimana gagal ginjal
merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derjat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialysis atau transplantasi ginjal. Uremic adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik
yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik.1,2

2.2 ETIOLOGI
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu
sekitar dua pertiga dari seluruh kasus.4
 Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit
peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat
perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau
pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang.
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis.
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis.
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif.
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal.
 Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amyloidosis.
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
 Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.

2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi CKD didasarkan atas dasar derajat (stage) penyakit. Klasifikasi derajat
penyakit dibuat atas dasar Glomerular Filtration Rate (GFR), yang dihitung
menggunakan rumus Kockcroft-Gault dengan hasil seperti pada tabel dibawah.1
Klasifikasi Chronic Kidney Disease
Derajat Penjelasan GFR (ml/mnt/1.73m2)
5

Kerusakan ginjal dengan


1 nilai GFR normal atau ≥90
meningkat
Kerusakan ginjal dengan
2 60-89
nilai GFR menurun ringan
Kerusakan ginjal dengan
3 nilai GFR menurun 30-59
sedang
Kerusakan ginjal dengan
4 15-29
nilai GFR menurun berat
5 Gagal Ginjal <15 atau dialisis

 GFR pria (ml/menit/1.73m2) =

 GFR wanita (ml/menit/1.73m2) = x 0,85

2.4 TANDA DAN GEJALA


Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifesotasi klinik mengenai
dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti 2,5
1) Gangguan pada Gastrointestinal
Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat
toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh
bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping
6

itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya.
Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan
kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
2) Kulit
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal
akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
3) Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu
Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang
disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal
Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat
pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu
sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik
mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
4) Sistem Saraf Otot
Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg
syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa
kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan
kesadaran atau koma.
5) Sistem Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya
hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau
sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering
dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai
efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
6) Sistem Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal
Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore.
Toleransi glukosa sering tergangu pada Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik
vitamin D.
7) Gangguan lain
7

Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan
asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia,
hiperforfatemi, hipokalsemia.
8) Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan - kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran
cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.

Sistem Tubuh Manifestasi

Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)


 Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
 Hiperkalemia
 Retensi atau pembuangan Natrium
 Hipermagnesia
 Hiperurisemia

Perkemihan &  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria


Kelamin  Nokturia, pembalikan irama diurnal
 Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
 Protein silinder
 Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular  Hipertensi
 Retinopati dan enselopati hipertensif
 Beban sirkulasi berlebihan
 Edema
 Gagal jantung kongestif
 Perikarditis (friction rub)
 Disritmia

Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dyspnea


 Edema paru
 Pneumonitis

 Anemia menyebabkan kelelahan


Hematologik  Hemolisis
 Kecenderungan perdarahan
 Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)

Kulit  Pucat, pigmentasi


 Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi,
ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)
 Pruritus
8

 “kristal” uremik
 kulit kering
 memar

Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB


 Nafas berbau amoniak
 Rasa kecap logam, mulut kering
 Stomatitis, parotitid
 Gastritis, enteritis
 Perdarahan saluran cerna
 Diare

Metabolisme  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal


intermedier  Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
 Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular  Mudah lelah


 Otot mengecil dan lemah
 Susunan saraf pusat :
 Penurunan ketajaman mental
 Konsentrasi buruk
 Apati
 Letargi/gelisah, insomnia
 Kekacauan mental
 Koma
 Otot berkedut, asteriksis, kejang
 Neuropati perifer :
 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
 Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
 Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi

Gangguan  Hiperfosfatemia, hipokalsemia


kalsium dan  Hiperparatiroidisme sekunder
rangka  Osteodistropi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi,
pembuluh darah, jantung, paru-paru)
 Konjungtivitis (uremik mata merah)

2.5 PATOFISIOLOGI
9

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun
penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi.6
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai
bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di
ginjal pada DM.10 Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih
belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek
yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth
Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus
berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis.7
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang
berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di
seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh
darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal.8

Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah
akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah
menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan
air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh
kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan
ini membentuk suatu siklus yang berbahaya.9

2.6 DIAGNOSIS 10,11


PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
10

1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya


massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.

b. Foto Polos Abdomen


Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.

c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.

d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal

f. Pemeriksaan Radiologi Jantung


Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis

g. Pemeriksaan radiologi Tulang


Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik

h. Pemeriksaan radiologi Paru


Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
11

i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde


Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible

j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.

 Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal


1) Darah
a) BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar
kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)

b) Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya


kurang ari 78 g/dL

c) SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada


azotemia.

d) GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena


kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia
atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .

e) Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas


normal (menunjukan status dilusi hipernatremia).

f) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan


perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir,
perubahan

g) EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
12

h) Magnesium/Fosfat : Meningkat

i) Kalsium : Menurun

j) Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan


kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.

k) Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urine.

 Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
Warna : Secara abnormal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen
kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah,
miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis :Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Umum: Status kesehatan secara umum
b. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c. Pemeriksaan fisik

Teknik pemeriksaan fisik


1) Inspeksi3
a) Kulit dan membran mukosa
Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
13

Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan
anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor merupakan indikasi
dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan cairan.
b) Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
c) Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau pembengkakan,
kulit mengkilap atau tegang.
d) Meatus urimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung tangan
untuk membuka meatus urinary.
Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
2) Palpasi2
a) Ginjal
 Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi ginjal
untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu karena
akan merusak jaringan.
 Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
 Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina iliaka.
Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan
atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila kemerahan,
ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika terjadi pembesaran
ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik ginjal. Tenderness/ lembut pada
palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal
indikasi hidronefrosis.
 Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan kiri
mendorong ke atas.
 Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.
b) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi urin.
Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika kandung kemih
penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
3) Perkusi3
a) Ginjal
 Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
14

 Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral (CVA),


lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan
dominan.
 Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri pada perkusi
merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b) Kandung kemih
 Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin di atas
150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi sampai
setinggi umbilikus.
 Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk mengetahui
fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region suprapubic.
4) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising) pada
aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke
ginjal (stenosis arteri ginjal).

2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium
penyakit pasien tersebut ( national kidney foundation,2010). Perencanaan tatalaksana
pasien CKD dapat dilihat pada table berikut ini.11

Stadium GFR(mL/menit/1.73m2) Rencana tatalaksana


1 ≥90 Observasi,control tekanan
darah
2 60-89 Observasu,control tekanan
darah dan faktor resiko
3a 45-59 Observasi, control tekanan
darah dan faktor resiko

3b 30-44 Observasi, control tekanan


darah dan faktor resiko
4 15-29 Persiapan untuk RRT
5 <15 RRT

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum terjadinya
penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga
dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan mencatat
15

penurunan GFR yang terjadi. Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi
hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis
guna mengurangi mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap
penyakit intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
merupakan hal yang penting mengingat 40_45% kematian pada CKD disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan
dengan pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia dan
sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang
mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal.
2.8 PENCEGAHAN
Walaupun gagal ginjal kronik tidak selalu dapat dicegah, beberapa langkah dapat
diterapkan untuk menurunkan kemungkinan mengalami kondisi kesehatan tertentu.
Beberapa strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah:12
 Untuk mencegah penyakit ginjal, bisa dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat
seperti menjaga asupan makanan (terutama gula) dan banyak olahraga. Asupan gula
tambahan di luar yang kita makan yang dianjurkan yaitu 25 gram per hari untuk
perempuan dan 38 gram per hari untuk laki-laki. Jadi perhatikan dengan baik
kandungan nutrisi di setiap produk makanan dan minuman.
 Penuhi kebutuhan cair dengan cukup minum air putih yaitu 40 cc per kilogram berat
badan. Contohnya, jika seseorang memiliki berat badan 50 kg, maka air putih yang
dianjurkan untuk dikonsumsi adalah 2.000 cc atau 2 liter per harinya.
 Kurangi konsumsi kopi, minuman kemasan dan minuman bersoda karena bisa
menyebabkan endapan di ginjal. Air minum yang disarankan adalah air putih dan teh
hijau.
 Menangani penyakit yang mendasari. Bila seseorang memiliki kondisi kesehatan
jangka panjang yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik, seperti diabetes dan
tekanan darah tinggi, sangat penting untuk memastikan bahwa kondisi kesehatan
tersebut terkontrol, baik dengan gaya hidup maupun konsumsi obat-obatan secara
teratur.
 Menghindari merokok. Merokok meningkatkan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular, termasuk serangan jantung dan stroke, yang dikaitkan dengan risiko
penyakit ginjal kronik yang lebih tinggi.
 Diet sehat. Mengonsumsi gizi seimbang dapat menurunkan risiko penyakit ginjal
dengan mengontrol tekanan darah dan kadar kolesterol dalam tubuh. Gizi seimbang
harus mencakup asupan buah dan sayur yang cukup, makanan karbohidrat seperti
16

kentang, roti, atau nasi, produk susu atau alternatifnya, kacang-kacangan, ikan, telur,
daging, dan sumber protein lainnya, serta asupan lemak jenuh, garam, dan gula yang
dibatasi.
 Melakukan aktivitas fisik rutin. Aktivitas fisik dapat menjaga agar tekanan darah tetap
stabil dan dengan ini menurunkan risiko terjadinya penyakit ginjal kronik. Upayakan
untuk melakukan aktivitas aerobik dengan intensitas sedang, seperti bersepeda atau
berjalan cepat, setidaknya 150 menit setiap minggu.
2.9 KOMPLIKASI
1. Anemia
Kadar eritropoeitin dalam sirkulasi rendah eritropoetin rekombinan parenteral
meningkatkan kadar haemoglobin, memperbaiki toleransi terhadap aktifitas fisik, dan
mengurangi kebutuhan transfusi darah. Pada pasien dengan gagal ginjal stadium
lanjut sebelum dialysis, eritropoeitin mengkoreksi anemia dan memperbaiki keadaan
umum, tanpa mempengaruhi tingkat penurunan ginjal. Hipertensi tergantung dosis
terjadi pada 35% pasien dan biasanya bisa dikendalikan dengan obat-obat penurunan
tekanan darah, walaupun ensefalopati hipertensi bisa timbul mendadak.13

2. Penyakit vaskular dan hipertensi


Penyakit vaskular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal
kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupkan
faktor resiko yang paling penting. Sebagian besar hipertensi pada penyakit ginjal
kronik disebabkan hypervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaann ini biasanya
tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema,namun mungkin terdapat ritme
jantung tripel. Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi
natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai,
pemberian furosemide dapat bermanfaat.11

3. Penyakit tulang
Hipokalisemia akibat penurunan sintesis 1.25-(OH)2D3, hiperfosfatemia, dan
resistensi terhadap kerja PTH di perifer, semuanya turut menyebabkan penyakit tulang
adrenal. Terapinya dengan pembatasan fosfat makanan dengan atau tanpa mengikat
fosfat ( kalsium bikarbonat bila kalsium belum meningkat akibat hiperparatiroidisme
tersier) dan penggunaan derivate Iα-hidroksilasi vitamin D dosis rendah sedini
mungkin.13
17

4. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat,ulkus peptikum lebih sering terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun demikian, gejala
mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar. Insidens esofagitis serta
angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Gangguan
pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.12

5. Hiperkalemia
Terjadi apabila kalium yang normal diekskresi melalui ginjal terakumulasi
didalam darah. Keseimbangan elektrolit ini dapat mengakibatkan serangan jantung,
memberikan gejala seperti lemas, merasa tidak nyaman, merasa kram didaerah perut.12

6. Disfungsi seksual
Menurunnya libido dan imptensi sering terjadi. Hiperprolaktinemia ditemukan
pada setidaknya sepertiga jumlah pasien, menyebabkan efek inhibisi gonadotropin.
Kadar prolaktin bisa diturunkan dengan pemberian boromokriptin,walaupun sering
timbul efek (mual,muntah,mengantuk,hipertensi postural).12

7. Sistem pernafasan
Pernafasan yang berat dan dalam (kussmaul) dapat terjadi pada pasien yang
menderita asidosis berat, komplikasi lain akibat CKD adalah paru-paru uremic dan
pneumonitis. Keadaan oedema paru dapat terdapat pada foto toraks dimana disertai
kelebihan cairan akibat retensi natrium dan air, batuk non-produktif juga dapat terjadi
sekunder dari kongesti paru-paru terutama saat berbaring, suara rales akibat adanya
trasudasi cairan paru. Kongesti pulmonal akan menghilang dengan penurunan jumlah
cairan tubuh melalui pembatasan garam dan haemodialysis..13

2.10 PROGNOSIS
Pasien CKD umumnya mengalami kehilangan fungsi ginjal yang progresif dan
berisiko mengalami end-stage renal disease (ESRD). Tingkat progresifitas tergantung
pada usia, diagnosis yang mendasarinya, keberhasilan implementasi tindakan
18

pencegahan sekunder, dan masing-masing pasien. Inisiasi terapi penggantian ginjal


kronis yang tepat waktu sangat penting untuk mencegah komplikasi uremik dari CKD
yang dapat menyebabkan morbiditas dan kematian yang signifikan.13

BAB III

STATUS ORANG SAKIT

Nama : Ali Sakti

Umur : 63 tahun
19

Jenis Kelamin: Laki - laki

Tanggal Masuk : 09/04/2019

Status Perkawinan: Sudah Menikah

Perkerjaan: Polri

Suku: Jawa

Agama: Islam

Alamat: Jl. Menteng VII no. 9

ANAMNESA

Keluhan Utama : Nyeri pinggang

Telaah : Hal ini dialami pasien ± 2 hari ini, nyeri sampai pasien tidak bisa duduk.
Nyeri bersifat hilang timbul. Pasien telah di nefrostomi 1 bulan lalu di RS
USU. Pasien awalnya datang dengan diagnosa CKD ec PGOI dan sudah
dilakukan hemodialisis sebanyak 3x sebelum pasien nefrostomi. Dijumpai
warna kemerahan ± volume 100cc dari nefrostomi yang disertai dengan
batu. Muka pucat dijumpai. Sakit kepala dijumpai. Demam dijumpai hilang
timbul dengan penggunaan obat penurun panas. Pasien saat ini masih
terpasang double lumen di leher kiri. Sesak nafas tidak dijumpai. Mual
disertai dengan muntah dengan frekuensi ± 3 kali/hari yang mengandung
sisa – sisa makanan. Penurunan berat badan dijumpai kira – kira 5 kg dalam
1 bulan ini. Nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluhkan sakit pada
persendian kaki. Pada kaki kiri pasien dijumpai tofus. Dijumpai riwayat
penyakit hipertensi, DM dan asam urat pada pasien, namun tidak diobati
hanya mengkomsumsi obat penghilang rasa sakit. Riwayat BAB dalam batas
normal.

RPT : CKD ec PGOI, hipertensi, DM, asam urat.

RPO : Paracetamol .
20

Anamnesis Organ

Jantung sesak napas :- Edema :-


Angina pectoris :- Palpitasi :-
Lain – lain :-
Saluran pernafasan Batuk – batuk :- Asma, bronchitis :-
Dahak :- Lain – lain :-
Saluran pencernaan Nafsu makan :menurun Penurunan BB :+
Keluhan menelan :- Keluhan defekasi :-
Keluhan perut :- Lain – lain :-
Saluran urogenital Sakit buang air kecil : - BAK tersendat :-
Mengandung batu :+ Keadaan urin : berdarah
kemerahan
Haid :- Lain – lain :-
Sendi dan tulang Sakit pinggang :+ Keterbatasan gerak :+
Keluhan persendian :+ Lain – lain :-
Endokrin Haus/polidipsi :- Gugup :-
Poliuri :- Perubahan suara :-
Polifagi :- Lain – lain :-
Saraf pusat Sakit kepala :+ Hoyong :-
Lain – lain :-
Darah dan
pembuluh darah Pucat :+ Perdarahan :-
Petechiae :- Purpura :-
Dan lain – lain :-

Sirkulasi perifer Claudicatio intermitten : - Lain – lain :-


Anamnesis Famili: Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


Status Presens

Keadaan Umum Keadaan Penyakit


21

Sensorium : Kesadaran Normal Pancaran wajah : pucat

Tekanan darah : 100/60 mmHg Sikap paksa :(-)

Nadi : 80 x/menit Refleks fisiologis :(+)

Pernafasan : 20 x/menit Refleks patologis :(-)

Temperatur : 36,5⁰C

Anemis (+), Ikterus (-), Dispnoe (-)

Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)

Turgor Kulit: Baik

Keadaan Gizi : Normal

Berat Badan : 70 kg

Tinggi Badan :175 cm

IMT : 22,9 kg/m2

Kesan : Normoweight

Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+), ikterus (-/-), Lain-lain : ( - )
Telinga : Dalam Batas Normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal

Leher
Struma tidak membesar, tingkat :(-)
Pembesaran kelenjar limfe :(-)
22

Posisi trakea :Medial, TVJ :R-2 cmH2O


Kaku kuduk : (-) Lain-lain : Terpasang double lumen

Thorax Depan
Inspeksi
Bentuk :Simetris fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas

Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan=kiri, Kesan normal
Iktus : Tidak teraba

Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor
Batas Paru Hati R/A : Sulit diperiksa , pasien nyeri
Peranjakan : ± 1 cm

Jantung
Batas atas jantung : ICS II Para Sternalis Dextra
Batas kiri jantung : ICS V Linea Midclavicularis
Batas kanan jantung : ICS VI Linea Para Sternalis Dextra

Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, Desah Sistolis (-), Lain-lain (-)
HR:78 x/menit, reguler, intensitas : cukup

Thorax Belakang
Inspeksi : Simetris fusiformis
23

Palpasi : Stem Fremitus kanan = kiri , kesan normal


Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikular
Suara Tambahan :(-)

Abdomen

Inspeksi

Bentuk : Simetris,

Gerakan lambung/usus : Bising usus ( + ), normal

Vena kolateral :(-)

Caput medusa :(-)

Palpasi

Dinding abdomen : Soepel

Hati
Pembesaran :(-)
Permukaan :(-)
Konsistensi :(-)
Pinggir :(-)
Nyeri tekan :(-)

Limpa

Pembesaran : ( - ), Schuffner ( - ) , Haeket ( - )

Ginjal

Ballotement :(-)

Tumor :(-)

Perkusi
Pekak hati :(-)
Pekak beralih :(-)
24

Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)

Pinggang
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (+)

Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan

Genitalia Luar : Laki – laki

Pemeriksaan Colok Dubur (RT)


Perineum : Batas Normal
Sphincter Ani : Batas Normal
Ampula : Batas Normal
Mukosa : Batas Normal
Sarung tangan : Lendir (-), Darah (-), Feses (-)
Anggota Gerak Atas
Deformitas sendi :( - )
Lokasi :( - )
Jari tabuh :( - )
Tremor ujung jari :( - )
Telapak tangan sembab :( - )
Sianosis :( - )
Eritema palmaris :( - )
Lain-lain :( - )

Anggota Gerak Bawah Kiri Kanan


Edema (-) (-)
Arteri Femoralis (+) (+)
Arteri Tibialis Posterior (+) (+)
Arteri Dorsalis Pedis (+) (+)
Refleks KPR (+) (+)
Refleks APR (+) (+)
Refleks Fisiologis (+) (+)
Refleks Patologis (-) (-)
Lain-lain (-) (-)
25

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Darah Kemih Tinja


Hb: 10,3 g/dl
Eritrosit: 3,71 x 106/mm3
Leukosit : 19,7200/mm3
Trombosit : 648,000/Μl
Warna : Keruh + berdarah Warna : -
Ht : 31%
Protein : +1 Konsistensi : -
KGDS : 96 mg/dL
Reduksi : - Eritrosit: -
Bilirubin : - Leukosit : -
Hitung Jenis:
Urobilinogen : - Amoeba/Kista : -
Eosinofil : 0,2 %
Sedimen TelurCacing
Basofil : 0,1 %
Eritrosit : - Ascaris : -
Neutrofil : 79,3 %
Leukosit : 15 – 20LBP Ankylostoma : -
Limfosit : 9,9 %
Silinder : - T. Trichiura : -
Monosit : 10,5 %
Epitel :- Kremi : -

Ureum : 113,30 mg/dL


Kreatinin : 7,1 mg/dL

RESUME

ANAMNESA Keluhan Utama : Flank Pain

Telaah :

Hal ini dialami pasien ± 2 hari ini, nyeri sampai pasien


tidak bisa duduk. Nyeri bersifat hilang timbul. Pasien telah
di nefrostomi 1 bulan lalu di RS USU. Pasien awalnya
datang dengan diagnosa CKD ec PGOI dan sudah dilakukan
hemodialisis sebanyak 3x sebelum pasien nefrostomi.
Hematuria (+) ± volume 100cc dari nefrostomi yang disertai
26

dengan batu. Anemis (+) , cephalgia (+) , febris (+), double


lumen sinistra (+), dispnea (+), nausea (+), emesis (+) ± 3
kali/hari. Penurunan berat badan (+) 5 kg dalam 1 bulan ini.
Nafsu makan menurun. Arthralgia (+) dan tofus (+) pada
kaki kiri pasien. Riwayat hipertensi (+), DM (+) dan asam
urat (+).

RPT : CKD ec PGOI, hipertensi, DM, asam urat.

RPO : Paracetamol .

Keadaan Umum : Lemah

STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang

Keadaan Gizi : Sedang


PEMERIKSAAN TANDA VITAL

FISIK Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 80reg t/v: cukup

Pernafasan : 20x/menit

Temperatur : 36,5 C

IMT :22,9 kg/m2 (Normoweight)

Status Lokalisata

Kepala

Mata : conjungtiva palpebral pucat ( +/+),

skelera ikterik (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : Terpasang double lumen pada leher kiri


27

Thorax : dalam batas normal

Abdomen:

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Soepel

Auskultasi : Bising Usus (+) normal, 11x per menit

Hb: 10,3 g/dl


Eritrosit: 3,71 x 106/mm3
Kemih : kemerahan
Leukosit : 19,7200/mm3
Trombosit : 648,000/Μl
Ht : 31%
KGDS : 96 mg/dL

Hitung Jenis:
Eosinofil : 0,2 %
Basofil : 0,1 % Tinja : dalam batas normal
Neutrofil : 79,3 %
Limfosit : 9,9 %
Monosit : 10,5 %

Ureum : 113,30 mg/dL


Kreatinin : 7,1 mg/dL

1. CKD ec ISK + Anemia ec Penyakit Kronis


2. CKD ec Obs. Saluran Kemih + Anemia ec defisiensi besi
DIAGNOSIS BANDING

DIAGNOSIS SEMENTARA CKD ec ISK + Anemia ec Penyakit Kronis

PENATALAKSANAAN Aktifitas : Tirah Baring

Tindakan Suportif : IVFD NaCl 0.9% 20gtt/i


28

Medikamentosa :

 Drips levofloxacin 500mg/24jam

 Ketorolac 30mg/24jam
 Ceftriaxone 1gr/12jam
 Domperidon 3 x 10mg

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN

1. USG Ginjal dan saluran kemih 4. Elektrolit

2. Urinalisa 5. Foto Thoraks

3. Cek Laboratorium 6. EKG

BAB IV
FOLLOW UP TANGGAL 11/04/2019-12/04/2019

S - Nyeri pada suprapubik

Sens: CM, TD: 140 / 90 mmHg Hr: 80x/i,

RR: 20x/i, T: 36,2ºC

Mata: konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik(-/-)

Leher: TVJ R-2 cm H2O

Pembesaran KGB tidak dijumpai

O Thorax: SP: Vesikuler (+/+)

ST: (-/-)

Abdomen: Simetris,soepel, H/L/R tidak teraba, Bising Usus (+) normal

Ekstremitas:
29

Superior: edema (-/-)

Inferior: Ulkus (-/-), pus (-), bau (-), darah (-), nyeri (-), pitting edema

(-)

Hasil Lab 11/03/2019

Hb: 10,3 g/dl


Eritrosit: 3,71 x 106/mm3
Leukosit : 19,7200/mm3
Trombosit : 648,000/Μl
Ht : 31%

KGDS : 96 mg/dL
Eos/ Bas/ Neu/ Lim/Mon : 0,2 / 0,1 / 79,3 / 9,9 / 10,5
Ureum : 113,30 mg/dL
Kreatinin : 7,1 mg/dL

A - CKD stage V ec PGOI


-Post nephrostomi sinistra
- Anemia ec penyakit kronik
- ISK
- Trombosit reaktif

- Gout
 Tirah baring
 Diet ginjal 1800 kkal, 36 gr protein
 IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
 Inj ceftriaxone 1g/12jam
 Drips levofloxacin 500mg/24jam
 Inj ketorolac 30mg/24jam
P  Domperidon 3x10mg

 Recolfar 1x0,5mg
R  Hemodialisa
 Konsul Urologi
30

FOLLOW UP TANGGAL 13/04/2019 – 14/04/2019

S - Lemas (+) , Sakit kaki (+)


Sens: CM, TD: 140/ 90 mmHg Hr: 80x/i,

RR: 20x/i, T: 36,5ºC

Mata: konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik(-/-)

Leher: TVJ R-2 cm H2O

Pembesaran KGB tidak dijumpai

O Thorax: SP: Vesikuler (+/+)

ST: (-/-)

Abdomen: Simetris,soepel, H/L/R tidak teraba, Bising Usus (+) normal

Ekstremitas:

Superior dan inferior : edema (-/-)

Hasil Lab

Hb: 8,1 g/dl


Eritrosit: 2,94 x 106/mm3
Leukosit : 10,6300/mm3
Trombosit : 712,000/Μl
Ht : 24,4%
31

KGDS : 105 mg/dL


Eos/ Bas/ Neu/ Lim/Mon : 0,1 / 0,2 / 81,2 / 6,6 / 11,9

A - CKD stage V ec PGOI


-Post nephrostomi sinistra
- Anemia ec penyakit kronik
- ISK
- Trombosit reaktif
- Gout
 Tirah baring
 Diet ginjal 1800 kkal, 36 gr protein
 IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
 Inj ceftriaxone 1g/12jam
 Drips levofloxacin 500mg/24jam
 Inj ketorolac 30mg/24jam
P  Domperidon 3x10mg

 Recolfar 1x0,5mg
R  Hemodialisa
 Transfusi PRC Durante HD 1 Bag
32

FOLLOW UP TANGGAL 15/04/2019

S - Lemas ( - ) , Sakit kaki ( - )


Sens: CM, TD: 130/ 80 mmHg Hr: 80x/i,

RR: 20x/i, T: 36,5ºC

Mata: konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik(-/-)

Leher: TVJ R-2 cm H2O

Pembesaran KGB tidak dijumpai

O Thorax: SP: Vesikuler (+/+)

ST: (-/-)

Abdomen: Simetris,soepel, H/L/R tidak teraba, Bising Usus (+) normal

Ekstremitas:

Superior dan inferior : edema (-/-)

Hasil Lab 15/04/2019

Hb: 9,0 g/dl


Eritrosit: 3,26 x 106/mm3
Leukosit : 11,6900/mm3
Trombosit : 794,000/Μl
Ht : 27%

KGDS : 120 mg/dL


Eos/ Bas/ Neu/ Lim/Mon : 0,6 / 0,4 / 78,1 / 9,0 / 11,9

A - CKD stage V ec PGOI


-Post nephrostomi sinistra
33

- Anemia ec penyakit kronik


- ISK
- Trombosit reaktif

- Gout
 Tirah baring
 Diet ginjal 1800 kkal, 36 gr protein
 IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
 Inj ceftriaxone 1g/12jam
 Drips levofloxacin 500mg/24jam
 Inj ketorolac 30mg/24jam
P  Domperidon 3x10mg

 Recolfar 1x0,5mg
R  Op.Ureteroscopy

BAB V
DISKUSI KASUS
Teori Pasien

Definisi Anamnesis
Chronic Kidney Disease adalah suatu Pasien laki-laki berusia 63 tahun
kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal dengan keluhan sulit BAK dengan GFR
yang berlangsung ≥3 bulan, dengan atau
34

tanpa disertai penurunan glomerular filtration 8,9 mL/menit/1,73m2


rate. Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana GFR <60
mL/menit/1.73m2 selama ≥ 3 bulan dengan
atau tanpa disertai kerusakan ginjal.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Chronic Kidney Disease Pasien mengalami conjungtiva anemis
adalah hipertensi, gagal jantung kongestif, (+/+), muka pucat, letargik, mual dan
edema pulmonal, pericarditis,kulit menjadi muntah.
kering,rambut menjadi rapuh dan berubah
wana, anoreksia, mual, muntah, cegukan,
haus, stomatitis,letargik
Pemeriksaan Fisik
Labarotorium
• Haemoglobin (Hb)
• Hematokrit Hb : 10.3g/dL
• Leukosit
Ht: 31.20%
• Eritrosit
• Trombosit Leukosit:19.72x103µL
• Limfosit
Eritrosit: 3.71 x103µL
• Monosit
• Eosinofil Trombosit: 648 x103µL
Limfosit: 9.9%
Monosit: 10.5%
Eosinofil: 0.20%

Ureum : 113,30 mg/dL


Kreatinin : 7,1 mg/dL
35

BAB VI
KESIMPULAN
Pasien laki-laki berusia 63 tahun didiagnosa dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Pasien dirawat inap di
RS Universitas Sumatera Utara dan pasien telah ditatalaksana dengan :
 IVFD Nacl 0.9% 8gtt/i
 Inj. Ketorolac 30mg/24jam
 Inj ceftriaxone 1g/12jam

 Recolfar 1 x 0,5mg
 Domperidon 3x10mg
36

DAFTAR PUSTAKA

1. Susalit. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4 Aru W. Sudoyo, BambangSetyohadi,
Idrus Alwi, Marcelius Sumadibrata, Siti Setiadi (ed). Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. KDIGO, 2017. Clinical Practice Guideline Update for the Diagnosis, Evaluation,
Prevention, and Treatment of Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder, volume 7.
Official Journal of The International Society of Nephrology.
3. Loscalzo, J. 2010. Harrison’s Pulmonary and Critical Care Medicine, 17th Edition, The
McGraw-Hill Companies, Inc., United States, pp. 178
4. InfoDATIN,2017.Availableat : http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20ginjal%202017.pdf
37

5. McAninch, Jack W., Lue, Tom F. 2013. Smith & Tanagho’s General Urology 18th edition,
The McGraw-Hill Companies, Inc., United States, pp. 545
6. Suwitra, Ketut: Penyakit Ginjal Kronik. In: Aru W Sudoyo, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 1035.

7. Hendromartono, 2009, Nefropati Diabetik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
edisi V, Interna Publishing, Jakarta.

8. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2
Ed/6. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Jakarta: EGC; 2005. BAB
53, Penyakit Serebrovaskular; hal. 1106-1129.

9. The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases Central
Repositories: A valuable resource for nephrology research. Rasooly R, Akolkar, Spain L,
Guill M, Del Vecchio C, Carroll L.

10. Bruner, Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa: Agung
Waluyo, et al, Edisi 8, vol-I, PGC; Jakarta.

11.NIDDK, 2016. Causes of Chronic Kidney Disease. National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Disease. Available at : https://www.niddk.nih.gov/health-
information/kidney-disease/chronic-kidney-disease-ckd/causes
12.Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sehati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk, Editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta Pusat : Interna Publishing :
2014 ; 2159-2165.
13.Arora, Pradeep, et al. Chronic Kidney Disease, 2018. Available at :
https://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#a1

14.Rindiastuti, Yuyun. 2006. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Anda mungkin juga menyukai