BAB I
PENDAHULUAN
Naiknya jumlah penderita CKD dari tahun ke tahun, menyebabkan pasien yang
menjalani hemodialisa juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan
ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan penderita, tingkat
ekonomi, sikap pasien, usia, dukungan keluarga, jarak dengan pusat hemodialisa, nilai
dan keyakinan tentang kesehatan, derajat penyakit, lama menjalani hemodialisa, dan
faktor keterlibatan tenaga kesehatan.2,3
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori-teori tentang
Chronic Kidney Disease (CKD) mulai dari definisi sampai diagnosis, pentalaksanaan,
dan prognosisnya. Penyusunan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pemahaman
penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami dan mengenal
Hepatoma, terutama tentang penegakan diagnosis dan tatalaksananya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 DEFINISI
Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau
fungsi ginjal yang telah berjalan selama lebih kurang 3 bulan dengan implikasi
kesehatan. CKD pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal, dimana gagal ginjal
merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derjat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialysis atau transplantasi ginjal. Uremic adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik
yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik.1,2
2.2 ETIOLOGI
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu
sekitar dua pertiga dari seluruh kasus.4
Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit
peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat
perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau
pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang.
Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis.
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis.
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif.
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal.
Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amyloidosis.
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi CKD didasarkan atas dasar derajat (stage) penyakit. Klasifikasi derajat
penyakit dibuat atas dasar Glomerular Filtration Rate (GFR), yang dihitung
menggunakan rumus Kockcroft-Gault dengan hasil seperti pada tabel dibawah.1
Klasifikasi Chronic Kidney Disease
Derajat Penjelasan GFR (ml/mnt/1.73m2)
5
itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya.
Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan
kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
2) Kulit
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal
akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
3) Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu
Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang
disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal
Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat
pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu
sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik
mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
4) Sistem Saraf Otot
Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg
syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa
kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan
kesadaran atau koma.
5) Sistem Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya
hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau
sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering
dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai
efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
6) Sistem Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal
Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore.
Toleransi glukosa sering tergangu pada Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik
vitamin D.
7) Gangguan lain
7
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan
asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia,
hiperforfatemi, hipokalsemia.
8) Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan - kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran
cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.
Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
“kristal” uremik
kulit kering
memar
2.5 PATOFISIOLOGI
9
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun
penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi.6
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai
bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di
ginjal pada DM.10 Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih
belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek
yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth
Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus
berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis.7
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang
berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di
seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh
darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal.8
Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah
akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah
menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan
air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh
kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan
ini membentuk suatu siklus yang berbahaya.9
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
g) EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
12
h) Magnesium/Fosfat : Meningkat
i) Kalsium : Menurun
k) Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urine.
Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
Warna : Secara abnormal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen
kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah,
miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis :Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Umum: Status kesehatan secara umum
b. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c. Pemeriksaan fisik
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan
anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor merupakan indikasi
dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan cairan.
b) Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
c) Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau pembengkakan,
kulit mengkilap atau tegang.
d) Meatus urimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung tangan
untuk membuka meatus urinary.
Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
2) Palpasi2
a) Ginjal
Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi ginjal
untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu karena
akan merusak jaringan.
Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina iliaka.
Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan
atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila kemerahan,
ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika terjadi pembesaran
ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik ginjal. Tenderness/ lembut pada
palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal
indikasi hidronefrosis.
Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan kiri
mendorong ke atas.
Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.
b) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi urin.
Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika kandung kemih
penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
3) Perkusi3
a) Ginjal
Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
14
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium
penyakit pasien tersebut ( national kidney foundation,2010). Perencanaan tatalaksana
pasien CKD dapat dilihat pada table berikut ini.11
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum terjadinya
penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga
dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan mencatat
15
penurunan GFR yang terjadi. Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi
hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis
guna mengurangi mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap
penyakit intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
merupakan hal yang penting mengingat 40_45% kematian pada CKD disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan
dengan pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia dan
sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang
mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal.
2.8 PENCEGAHAN
Walaupun gagal ginjal kronik tidak selalu dapat dicegah, beberapa langkah dapat
diterapkan untuk menurunkan kemungkinan mengalami kondisi kesehatan tertentu.
Beberapa strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah:12
Untuk mencegah penyakit ginjal, bisa dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat
seperti menjaga asupan makanan (terutama gula) dan banyak olahraga. Asupan gula
tambahan di luar yang kita makan yang dianjurkan yaitu 25 gram per hari untuk
perempuan dan 38 gram per hari untuk laki-laki. Jadi perhatikan dengan baik
kandungan nutrisi di setiap produk makanan dan minuman.
Penuhi kebutuhan cair dengan cukup minum air putih yaitu 40 cc per kilogram berat
badan. Contohnya, jika seseorang memiliki berat badan 50 kg, maka air putih yang
dianjurkan untuk dikonsumsi adalah 2.000 cc atau 2 liter per harinya.
Kurangi konsumsi kopi, minuman kemasan dan minuman bersoda karena bisa
menyebabkan endapan di ginjal. Air minum yang disarankan adalah air putih dan teh
hijau.
Menangani penyakit yang mendasari. Bila seseorang memiliki kondisi kesehatan
jangka panjang yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik, seperti diabetes dan
tekanan darah tinggi, sangat penting untuk memastikan bahwa kondisi kesehatan
tersebut terkontrol, baik dengan gaya hidup maupun konsumsi obat-obatan secara
teratur.
Menghindari merokok. Merokok meningkatkan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular, termasuk serangan jantung dan stroke, yang dikaitkan dengan risiko
penyakit ginjal kronik yang lebih tinggi.
Diet sehat. Mengonsumsi gizi seimbang dapat menurunkan risiko penyakit ginjal
dengan mengontrol tekanan darah dan kadar kolesterol dalam tubuh. Gizi seimbang
harus mencakup asupan buah dan sayur yang cukup, makanan karbohidrat seperti
16
kentang, roti, atau nasi, produk susu atau alternatifnya, kacang-kacangan, ikan, telur,
daging, dan sumber protein lainnya, serta asupan lemak jenuh, garam, dan gula yang
dibatasi.
Melakukan aktivitas fisik rutin. Aktivitas fisik dapat menjaga agar tekanan darah tetap
stabil dan dengan ini menurunkan risiko terjadinya penyakit ginjal kronik. Upayakan
untuk melakukan aktivitas aerobik dengan intensitas sedang, seperti bersepeda atau
berjalan cepat, setidaknya 150 menit setiap minggu.
2.9 KOMPLIKASI
1. Anemia
Kadar eritropoeitin dalam sirkulasi rendah eritropoetin rekombinan parenteral
meningkatkan kadar haemoglobin, memperbaiki toleransi terhadap aktifitas fisik, dan
mengurangi kebutuhan transfusi darah. Pada pasien dengan gagal ginjal stadium
lanjut sebelum dialysis, eritropoeitin mengkoreksi anemia dan memperbaiki keadaan
umum, tanpa mempengaruhi tingkat penurunan ginjal. Hipertensi tergantung dosis
terjadi pada 35% pasien dan biasanya bisa dikendalikan dengan obat-obat penurunan
tekanan darah, walaupun ensefalopati hipertensi bisa timbul mendadak.13
3. Penyakit tulang
Hipokalisemia akibat penurunan sintesis 1.25-(OH)2D3, hiperfosfatemia, dan
resistensi terhadap kerja PTH di perifer, semuanya turut menyebabkan penyakit tulang
adrenal. Terapinya dengan pembatasan fosfat makanan dengan atau tanpa mengikat
fosfat ( kalsium bikarbonat bila kalsium belum meningkat akibat hiperparatiroidisme
tersier) dan penggunaan derivate Iα-hidroksilasi vitamin D dosis rendah sedini
mungkin.13
17
4. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat,ulkus peptikum lebih sering terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun demikian, gejala
mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar. Insidens esofagitis serta
angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Gangguan
pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.12
5. Hiperkalemia
Terjadi apabila kalium yang normal diekskresi melalui ginjal terakumulasi
didalam darah. Keseimbangan elektrolit ini dapat mengakibatkan serangan jantung,
memberikan gejala seperti lemas, merasa tidak nyaman, merasa kram didaerah perut.12
6. Disfungsi seksual
Menurunnya libido dan imptensi sering terjadi. Hiperprolaktinemia ditemukan
pada setidaknya sepertiga jumlah pasien, menyebabkan efek inhibisi gonadotropin.
Kadar prolaktin bisa diturunkan dengan pemberian boromokriptin,walaupun sering
timbul efek (mual,muntah,mengantuk,hipertensi postural).12
7. Sistem pernafasan
Pernafasan yang berat dan dalam (kussmaul) dapat terjadi pada pasien yang
menderita asidosis berat, komplikasi lain akibat CKD adalah paru-paru uremic dan
pneumonitis. Keadaan oedema paru dapat terdapat pada foto toraks dimana disertai
kelebihan cairan akibat retensi natrium dan air, batuk non-produktif juga dapat terjadi
sekunder dari kongesti paru-paru terutama saat berbaring, suara rales akibat adanya
trasudasi cairan paru. Kongesti pulmonal akan menghilang dengan penurunan jumlah
cairan tubuh melalui pembatasan garam dan haemodialysis..13
2.10 PROGNOSIS
Pasien CKD umumnya mengalami kehilangan fungsi ginjal yang progresif dan
berisiko mengalami end-stage renal disease (ESRD). Tingkat progresifitas tergantung
pada usia, diagnosis yang mendasarinya, keberhasilan implementasi tindakan
18
BAB III
Umur : 63 tahun
19
Perkerjaan: Polri
Suku: Jawa
Agama: Islam
ANAMNESA
Telaah : Hal ini dialami pasien ± 2 hari ini, nyeri sampai pasien tidak bisa duduk.
Nyeri bersifat hilang timbul. Pasien telah di nefrostomi 1 bulan lalu di RS
USU. Pasien awalnya datang dengan diagnosa CKD ec PGOI dan sudah
dilakukan hemodialisis sebanyak 3x sebelum pasien nefrostomi. Dijumpai
warna kemerahan ± volume 100cc dari nefrostomi yang disertai dengan
batu. Muka pucat dijumpai. Sakit kepala dijumpai. Demam dijumpai hilang
timbul dengan penggunaan obat penurun panas. Pasien saat ini masih
terpasang double lumen di leher kiri. Sesak nafas tidak dijumpai. Mual
disertai dengan muntah dengan frekuensi ± 3 kali/hari yang mengandung
sisa – sisa makanan. Penurunan berat badan dijumpai kira – kira 5 kg dalam
1 bulan ini. Nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluhkan sakit pada
persendian kaki. Pada kaki kiri pasien dijumpai tofus. Dijumpai riwayat
penyakit hipertensi, DM dan asam urat pada pasien, namun tidak diobati
hanya mengkomsumsi obat penghilang rasa sakit. Riwayat BAB dalam batas
normal.
RPO : Paracetamol .
20
Anamnesis Organ
Temperatur : 36,5⁰C
Berat Badan : 70 kg
Kesan : Normoweight
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+), ikterus (-/-), Lain-lain : ( - )
Telinga : Dalam Batas Normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal
Leher
Struma tidak membesar, tingkat :(-)
Pembesaran kelenjar limfe :(-)
22
Thorax Depan
Inspeksi
Bentuk :Simetris fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan=kiri, Kesan normal
Iktus : Tidak teraba
Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor
Batas Paru Hati R/A : Sulit diperiksa , pasien nyeri
Peranjakan : ± 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS II Para Sternalis Dextra
Batas kiri jantung : ICS V Linea Midclavicularis
Batas kanan jantung : ICS VI Linea Para Sternalis Dextra
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, Desah Sistolis (-), Lain-lain (-)
HR:78 x/menit, reguler, intensitas : cukup
Thorax Belakang
Inspeksi : Simetris fusiformis
23
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : Simetris,
Palpasi
Hati
Pembesaran :(-)
Permukaan :(-)
Konsistensi :(-)
Pinggir :(-)
Nyeri tekan :(-)
Limpa
Ginjal
Ballotement :(-)
Tumor :(-)
Perkusi
Pekak hati :(-)
Pekak beralih :(-)
24
Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)
Pinggang
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (+)
RESUME
Telaah :
RPO : Paracetamol .
Pernafasan : 20x/menit
Temperatur : 36,5 C
Status Lokalisata
Kepala
Abdomen:
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
Hitung Jenis:
Eosinofil : 0,2 %
Basofil : 0,1 % Tinja : dalam batas normal
Neutrofil : 79,3 %
Limfosit : 9,9 %
Monosit : 10,5 %
Medikamentosa :
Ketorolac 30mg/24jam
Ceftriaxone 1gr/12jam
Domperidon 3 x 10mg
BAB IV
FOLLOW UP TANGGAL 11/04/2019-12/04/2019
ST: (-/-)
Ekstremitas:
29
Inferior: Ulkus (-/-), pus (-), bau (-), darah (-), nyeri (-), pitting edema
(-)
KGDS : 96 mg/dL
Eos/ Bas/ Neu/ Lim/Mon : 0,2 / 0,1 / 79,3 / 9,9 / 10,5
Ureum : 113,30 mg/dL
Kreatinin : 7,1 mg/dL
- Gout
Tirah baring
Diet ginjal 1800 kkal, 36 gr protein
IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
Inj ceftriaxone 1g/12jam
Drips levofloxacin 500mg/24jam
Inj ketorolac 30mg/24jam
P Domperidon 3x10mg
Recolfar 1x0,5mg
R Hemodialisa
Konsul Urologi
30
ST: (-/-)
Ekstremitas:
Hasil Lab
Recolfar 1x0,5mg
R Hemodialisa
Transfusi PRC Durante HD 1 Bag
32
ST: (-/-)
Ekstremitas:
- Gout
Tirah baring
Diet ginjal 1800 kkal, 36 gr protein
IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
Inj ceftriaxone 1g/12jam
Drips levofloxacin 500mg/24jam
Inj ketorolac 30mg/24jam
P Domperidon 3x10mg
Recolfar 1x0,5mg
R Op.Ureteroscopy
BAB V
DISKUSI KASUS
Teori Pasien
Definisi Anamnesis
Chronic Kidney Disease adalah suatu Pasien laki-laki berusia 63 tahun
kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal dengan keluhan sulit BAK dengan GFR
yang berlangsung ≥3 bulan, dengan atau
34
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Chronic Kidney Disease Pasien mengalami conjungtiva anemis
adalah hipertensi, gagal jantung kongestif, (+/+), muka pucat, letargik, mual dan
edema pulmonal, pericarditis,kulit menjadi muntah.
kering,rambut menjadi rapuh dan berubah
wana, anoreksia, mual, muntah, cegukan,
haus, stomatitis,letargik
Pemeriksaan Fisik
Labarotorium
• Haemoglobin (Hb)
• Hematokrit Hb : 10.3g/dL
• Leukosit
Ht: 31.20%
• Eritrosit
• Trombosit Leukosit:19.72x103µL
• Limfosit
Eritrosit: 3.71 x103µL
• Monosit
• Eosinofil Trombosit: 648 x103µL
Limfosit: 9.9%
Monosit: 10.5%
Eosinofil: 0.20%
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien laki-laki berusia 63 tahun didiagnosa dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Pasien dirawat inap di
RS Universitas Sumatera Utara dan pasien telah ditatalaksana dengan :
IVFD Nacl 0.9% 8gtt/i
Inj. Ketorolac 30mg/24jam
Inj ceftriaxone 1g/12jam
Recolfar 1 x 0,5mg
Domperidon 3x10mg
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Susalit. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4 Aru W. Sudoyo, BambangSetyohadi,
Idrus Alwi, Marcelius Sumadibrata, Siti Setiadi (ed). Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. KDIGO, 2017. Clinical Practice Guideline Update for the Diagnosis, Evaluation,
Prevention, and Treatment of Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder, volume 7.
Official Journal of The International Society of Nephrology.
3. Loscalzo, J. 2010. Harrison’s Pulmonary and Critical Care Medicine, 17th Edition, The
McGraw-Hill Companies, Inc., United States, pp. 178
4. InfoDATIN,2017.Availableat : http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20ginjal%202017.pdf
37
5. McAninch, Jack W., Lue, Tom F. 2013. Smith & Tanagho’s General Urology 18th edition,
The McGraw-Hill Companies, Inc., United States, pp. 545
6. Suwitra, Ketut: Penyakit Ginjal Kronik. In: Aru W Sudoyo, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 1035.
7. Hendromartono, 2009, Nefropati Diabetik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
edisi V, Interna Publishing, Jakarta.
8. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2
Ed/6. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Jakarta: EGC; 2005. BAB
53, Penyakit Serebrovaskular; hal. 1106-1129.
9. The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases Central
Repositories: A valuable resource for nephrology research. Rasooly R, Akolkar, Spain L,
Guill M, Del Vecchio C, Carroll L.
10. Bruner, Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa: Agung
Waluyo, et al, Edisi 8, vol-I, PGC; Jakarta.
11.NIDDK, 2016. Causes of Chronic Kidney Disease. National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Disease. Available at : https://www.niddk.nih.gov/health-
information/kidney-disease/chronic-kidney-disease-ckd/causes
12.Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sehati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk, Editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta Pusat : Interna Publishing :
2014 ; 2159-2165.
13.Arora, Pradeep, et al. Chronic Kidney Disease, 2018. Available at :
https://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#a1
14.Rindiastuti, Yuyun. 2006. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik