Disusun oleh:
Muh. Alfajar
Saprida
Zumrotus Sholikhah
Echi Sagita
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ginjal merupakan bagian dari organ vital terpenting dalam tubuh. Salah satu
fungsi ginjal termasuk membersihkan darah dan mengeluarkan cairan tubuh, selain
fungsi ginjal yaitu mengatur kandungan kimiawi darahdalam tubuh dan menjaga
keseimbangan asam basa darah. Hasil buangan berupa urin keluar dari ginjal melalui
saluran kemih untuk keluar dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum dan
karenanya disebut organ retroperitoneal. (Smeltzer & Bare, 2013).
Hemodialisis merupakan metode pengobatan untuk penderita chronic kidney
disease (CKD) stadium akhir. Penderita chronic kidney disease (CKD), terjadi
perubahan pada sistem kekebalan tubuh yang melemahkan pertahanan tubuh dan
meningkatkan risiko infeksi dari penyakit lain. Hemodialisa tidak bisa
menyembuhkan atau memperbaiki ginjal dan tidak dapat mengkompensasi hilangnya
metabolik ginjal atau fungsi endokrin, atau dampak gagal ginjal dan pengobatannya
terhadap kualitas hidup. (Muttaqin, 2013).
Menurut data (World Health Organization, 2021), Prevalensi penyakit chronic
kidney disease (CKD), diperkirakan mencapai 434,3 juta (95%) orang dewasa dengan
chronic kidney disease (CKD), termasuk sekitar 65,6 juta orang dengan chronic
kidney disease (CKD). Pada saat yang sama, jumlah penderita chronic kidney disease
(CKD) yang dihemodialisa meningkat sebesar 8% setiap tahunnya dari tahun 2018.
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, dikatakan bahwa
pada 2013 angka chronic kidney disease (CKD) di Indonesia pada usia 15 tahun
sekitar 3,8 persen dan meningkat menjadi 2 persen. Saat ini, jumlah penduduk
Indonesia diperkirakan mencapai 274 juta jiwa, sehingga jumlah pasien chronic
kidney disease (CKD) menjadi 1.041.200 jiwa (Tim Riskesdas, 2019). Terdapat pada
penderita chronic kidney disease (CKD) yang melakukan hemodialisa di tahun 2015
ada 238 jiwa yang mengikutinya, namun pada tahun 2017 jumlahnya bertambah
sebanyak 568 pasien baru. Berdasarkan catatan pasien rumah sakit Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda, jumlah kedatangan pasien chronic kidney disease (CKD) di
bagian hemodialisa tahun 2011 sebanyak 885 kunjungan dan tahun 2012 sebanyak
1.241 kunjungan.
Masalah keperawatan yang sering timbul pada chronic kidney disease (CKD)
cukup kompleks, yang meliputi : Hipervolemia dengan tindakan memonitoring
masukan cairan, defisit nutrisi dilakukannya pengkajian status nutrisinya pasien,
perfusi perifer tidak efektif melalukan monitoring tandatanda vital, kulit mengalami
kerusakan dilakukannya perawatan pada kulit, pertukaran gas terganggu melakukan
pemantauan oksigen, dan intoleransi aktivitas mengobservasi aktivitasnya. Ada
beberapa intervensi yang dilakukan yaitu, memberitahukan kepada pasien untuk
melakukan teknik relaksasi dan menjelaskan tentang perjalanan penyakit (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2018). Selain menimbulkan gangguan pada keadaan fisik, chronic
kidney disease (CKD) dapat juga mengakibatkan gangguan psikologis, salah satunya
yaitu depresi yang memperburuk keadaan pasien.(Faridah et al., 2022).
Terus meningkatnya angka Chronic Kidney Disease (CKD) dengan
hemodialisis membuat Kementrian Kesehatan Republik Indonesia membuat strategi
untuk mengatasi hal tersebut dengan upaya pencegahan dan pengendalian chronic
kidney disease (CKD) melalui peningkatan tindakan promosi dan pencegahan untuk
perubahan gaya hidup. Yaitu pola makan yang sehat (rendah lemak, rendah garam,
tinggi serat), melalui aktivitas fisik yang teratur, mengkontrol tekanan darah dan gula
darah, pemantauan berat badan (BB), meminum minimal 2 liter air putih sehari, tidak
minum obat yang sedang tidak disarankan dan dilarang merokok. Dan pemerintah
juga sedang menggalakkan rancangan program Posbindu Pelayanan Penyakit Menular
agar deteksi dini chronic kidney disease (CKD) dapat dilaksanakan. (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Oleh karena itu, peran perawat sangat dibutuhkan ketika peran perawat
sebagai care giver (pemberian asuhan keperawatan) sangat luas dari asesmen ke
asesmen dan perawat juga harus mampu melakukan tindakan seperti seperti
memonitor intake dan output cairan, memonitor asupan makanan dan penentuan
kesesuaian harapan pasien, keluarga dan kesehatan. (Waldani, 2022).
B. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan keseimbangan cairan dan elektrolit pada
TN. I dengan chronic kidney disease (CKD) on HD
C. Tujuan khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien TN. I dengan chronic kidney disease (CKD)
on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien TN. I dengan chronic kidney
disease (CKD) on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada pasien TN. I dengan chronic
kidney disease (CKD) on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada pasien TN. I dengan chronic
kidney disease (CKD) on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien TN. I dengan chronic
kidney disease (CKD) on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menjadi pengalaman belajar dilapangan dan dapat
meningkatkkan pengetahuan peneliti tentang Asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus Chronic Kidney Disease (CKD) dengan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam
asuhan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. ETIOLOGI CKD
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat menyebabkan terjadinya chronic
kidney disease (CKD) bisa diakibatkan oleh (Kramer et al., 2016):
o Penyakit dari ginjal Penyakit pada saringan (glomerulus): Glomerulonefritis,
Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis, Batu ginjal: nefrolitiasis, Kista di
gnjal: polcystis kidney, Trauma langsung pada ginjal, Keganasan pada ginjal,
Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
o Penyakit umum di luar ginjal Penyakit sistemik: Diabetes Melitus,
Hipertensi, Kolesterol tinggi, Dyslipidemia, Systemic Lupus Erythematosus,
Infeksi dibadan: TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis, Pre-eklamsi, Obat-
obatan, dan kehilangan banyak cairan secara mendadak (luka bakar).
3. MANIFESTASI KLINIS CKD
Manifestasi Klinis Menurut Ignatavicious et al., (2018) manifestasi klinis
penyakit ginjal kronis antara lain :
a. Gastrointestinal
Akibat dari hiponatremia maka terjadi hipotensi, mulut kekeringan,
penurunan tekanan turgor kulit, kelemahan, malaise dan mual. Perubahan
gastrointestinal uremia juga mempengaruhi seluruh sistem pencernaan.
Tukak lambung sering terjadi pada pasien dengan uremia, tetapi penyebab
pastinya belum diketahui.
b. Kardiovaskuler
Gejala kardiovaskuler penyakit ginjal kronis meliputi kardiomiopati, tekanan
darah tinggi, edema perifer, gagal jantung, dan sindrom kardiorenal.
c. Sistem pernapasan
Gejala pernapasan pasien penyakit ginjal kronis juga bervariasi misalnya
takipnea, pernapasan yang dalam, napas berbau urin, sesak napas, edema
paru dan efusi pleura. Takipnea dan peningkatan kedalaman pernapasan
terjadi karena asidosis metabolik. Pada asidosis metabolik yang parah
kecepatan kedalaman pernapasan sangat meningkat (kussmaul) juga dapat
terjadi.
d. Integument
Gejala kulit pasien penyakit ginjal kronis terjadi sebagai akibat uremia.
Pigmen menumpuk di kulit menyebabkan warna kekuningan, atau lebih
gelap jika kulitnya berwarna coklat. Penurunan turgor kulit pada pasien
dengan masalah uremia. Masalah uremia yang paling sering ialah kulit kering
dan gatal-gatal parah.
e. Neurologis
Gejala neurologi ditandai dengan adanya neuropati perifer, kantuk di siang
hari, konsentrasi yang buruk. Selain itu, kelesuan hingga kejang dan koma
dapat mengindikasikan ensefalopati uremik. Gejala ensefalopati dapat diobati
dengan dialisis. Depresi juga dapat menambah masalah kognitif dan
neurologis.
f. Muskuloskeletal
Gejala muskuloskeletal meliputi kelemahan dan kram, nyeri tulang, patah
tulang, dan osteodistrofi ginjal. Gejala penyakit ginjal kronis berhubungan
dengan osteodistrofi karena penurunan penyerapan kalsium, kehilangan
kalsium tulang secara terus menerus. Orang dewasa dengan osteodistrofi
berisiko mengalami tulang yang tipis dan rapuh bahkan dengan fraktur
traumatis kecil.
4. KLASIFIKASI CKD
Menurut Kidney Disease Improving Global Outcome Quality pembagian
penyakit ginjal kronisberdasarkan tahap penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) (KDIGO, 2021) yaitu :
a) Stadium 1 : kelainan ginjal ditandai dengan nilai GFR normal ( >90
ml/ menit/1,73 m2 )
b) Stadium 2 : kelainan ginjal dengan nilai GFR antara ( 60-89
ml/menit/1,73 m2 )
c) Stadium 3 dibagi menjadi 3a dan 3b. Stadium 3a kelainan ginjal
dengan nilai GFR antara (45-89 ml/menit/1,73 m2 ), sedangkan
untuk stadium 3b kelainan ginjal dengan nilai GFR antara ( 30-44
ml/menit/1,73 m2 )
d) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan nilai GFR antara ( 15-29
ml/menit/1,73 m2 ) 10
e) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan nilai GFR ( < 15 ml/menit/1,73
m2 ) disfungsi ginjal atau gagal ginjal akhir.
5. KOMPLIKASI CKD
Komplikasi Menurut Brunner & Suddarth, (2016) penyakit ginjal kronis apabila
tidak segera ditangani akan menimbulkan beberapa komplikasi sebagai berikut:
a) Anemia
b) Perikarditis
c) Hipertensi
d) Hiperkalemia
e) Dislipidemia
f) Penyakit mineral dan gangguan tulang
6. FAKTOR RISIKO CKD
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis
menurut (Arifa et al., 2017) , diantaranya adalah :
a) Usia Usia yang lebih tua memiliki risiko lebih tinggi terkena chronic kidney
disease (CKD) daripada orang yang lebih muda. Penurunan GFR (Glomerulo
Filtration rate) merupakan “normal aging” dimana ginjal tidak dapat
meregenerasi nefron baru, sehingga terjadi kerusakan ginjal, atau proses
penuaan mengakibatkan penurunan jumlah nefron. Pada usia 40 tahun, jumlah
nefron fungsional berkurang sekitar 10% setiap 10 tahun, dan pada usia 80
tahun, hanya 40% nefron yang berfungsi. Hasil dari Baltimore Longitudinal
Study on Aging (BLSA) menunjukkan bahwa kreatinin menurun rata-rata 0,75
ml/menit/tahun seiring bertambahnya usia pada individu tanpa penyakit ginjal
atau penyakit penyerta lainnya, namun tidak semua orang mengalami
penurunan kreatinin. Hal ini karena ada faktor lain yang mempercepat
penurunan Glomerulo Filtration rate (GFR).
b) Jenis Kelamin Laki – laki memiliki resiko lebih tinggi terkena chronic kidney
disease (CKD). Data chronic kidney disease (CKD) dari Indonesia internal
rate of return (IRR, 2018) dan Australia menunjukkan bahwa pria lebih
berisiko terkena chronic kidney disease (CKD) dibandingkan wanita. Hal ini
disebabkan pengaruh hormon reproduksi, gaya hidup seperti konsumsi protein,
garam, rokok dan alkohol antara laki-laki dan perempuan.
c) Sosial Ekonomi Individu dengan status sosial ekonomi rendah berisiko lebih
tinggi. Sebuah studi kohort di Amerika Serikat juga menemukan bahwa wanita
kulit putih dan Afrika-Amerika dengan status sosial ekonomi rendah memiliki
risiko penyakit gagal ginjal kronis yang lebih besar dibandingkan dengan
statussosial ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena akses
pemeriksaan dan pengobatan fungsi ginjal terbatas pada masyarakat dengan
status sosial ekonomi rendah.
d) Penyakit Pemicu Diabetes melitus dan hipertensi merupakan faktor risiko
gagal ginjal. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasien diabetes mellitus
memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi terkena penyakit ginjal kronik
dibandingkan pasien tanpa diabetes melitus. Hal ini disebabkan oleh tingginya
kadar gula darah yang mempengaruhi struktur ginjal dan merusak pembuluh
darah halus pada ginjal. Sementara itu, orang dengan hipertensi memiliki
risiko 3,7 kali lebih besar terkena penyakit ginjal kronik dibandingkan orang
tanpa hipertensi. Hubungan antara penyakit ginjal kronik dan hipertensi
bersifat siklis, penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi dan sebaliknya
hipertensi jangka panjang dapat menyebabkan penyakit ginjal.
e) Obesitas Obesitas mempunyai resiko 2,5 kali lebih besar untuk mengalami
PGK. Obesitas menyebabkan aktivasi system syarafsimpatis, aktivasi system
renninangiostensin (RAS), sitokin adiposity (misalnya : leptin), kompresi fisik
ginjal akibat akumulasi lemak intrarenal dan matriks ekstraseluler, perubahan
hemodinamik-hiperfiltrasi karena peningkatan tekanan intraglomuler,
gangguan tekanan ginjal natriuresis (tekanan tinggi dibutuhkan ekskresi
natrium). Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk pasien yang mengalami chronic kidney
disease (CKD) (Brunner, 2016), yaitu:
a) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboraturium antara lain, hematologi :
Melihat kadar hemoglobin dan hematokrit pada pasien penyakit ginjal kronis,
yang biasanya menderita komplikasi anemia, dimana kadar hemoglobin dan
hematokrit darah menurun akibat penurunan produksi erythropoietin,
penurunan usia sel, dan perdarahan saluran cerna. Kimia Darah : Dilakukan
pemeriksaan kadar nitrogen dalam darah (Blood Urea Nitrogen (BUN)), dan
kreatinin serum, dimana keduanya terbukti meningkat dalam darah,
menandakan penurunan fungsi ginjal karena keduanya membuang zat racun
dalam tubuh. Kreatinin serum merupakan indikator kuat fungsi ginjal, dengan
peningkatan kreatinin tiga kali lipat menunjukkan penurunan fungsi ginjal
sebesar 75%. Kreatinin serum juga digunakan untuk memperkirakan
Glomerulos Filtration rate (GFR). Analisis gas darah (AGD): Digunakan
untuk melihat asidosis metabolik, ditandai dengan penurunan pH plasma.
b) Pemeriksaan urin Dilakukan pemeriksaan urinalisis yaitu untuk melihat
adanya sel darah merah, protein, glukosa, dan leukosit didalam urin.
Pemeriksaan urin juga untuk melihat volume urin yang biasanya < 400 ml/jam
atau oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa disebabkan
karena ada pus, darah, bakteri, lemak, partikel koloid, miglobin, berat jenis <
1.015 menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas < 350 menunjukkan kerusakan
tubular.
c) Pemeriksaan Radiologis Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi antara lain ;
sistokopi (melihat lesi pada kandung kemih dan batu), voiding
cystourethrography (kateterisasi kandung kemih yang digunakan untuk
melihat ukuran dan bentuk kandung kemih), ultrasound ginjal
(mengidentifikasi adanya kelainan pada ginjal diantaranya kelianan struktural,
batu ginjal, tumor, dan massa yang lain), urografi intravena (melihat aliran
pada glomerulus atau tubulus, refluks vesikouter, dan batu), KUB foto (untuk
menunjukkan ukuran ginjal), arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, massa).
2. MEKANISME HEMODIALISA
Pada proses HD terjadi 2 mekanisme yaitu: mekanisme difusi dan mekanisme
ultrafiltasi. Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-zat terlarut dalam
darah (blood purification), sedangkan mekanisme ultrafiltrasi bertujuan untuk
mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh (volume control). Kedua mekanisme
dapat digabungkan atau dipisah, sesuai dengan tujuan awal dari HD yang
dilakukan.
3. AKSES HEMODIALISA
a) AV SHUNT
Arteriovenous Shunt (AV Shunt) atau cimino merupakan akses yang
diperlukan dalam jangka waktu yang panjang dan berulang. Cimino
merupakan tindakan menyambungkan pembuluh darah arteri dan vena pada
lengan dengan tujuan menjadikan sambungan tersebut sebagai akses
hemodialisa dengan melalui tindakan operasi Lokasi pembuatan cimino ini
yaitu pada lengan bagian distal tangan tidak dominan. Jika tidak
memungkinkan, AV Shunt dapat dibuat pada lengan proksimal tangan tidak
dominan, menggunakan arteri radialis dan vena cephalica dengan nama lain
AV shunt radiocephalica (Sebayang & Hidayat, 2020).
b) CDL
akses pembuluh darah yang bersifat sementara yaitu berupa catheter double
lumen (CDL). Umumnya pemasangan CDL ini dilakukan dibagian jugularis,
subclavia, dan femoralis. Sebelum cimino digunakan, tindakan inilah yang
akan dilakukan untuk proses hemodialisis.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan. Evaluasi
keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah
rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Santa, 2019).
Terdapat dua jenis evaluasi :
1) Evaluasi formatif (Proses) Evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilakukan
segera setelah perencanaan keperawatan di implementasikan untuk menilai efektivitas
intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilakukan hingga tujuan yang
telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri atas
analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan perawatan. Contoh :
membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk selama 30 menit dan
mengatakan nyaman dengan posisinya tanpa pusing.
2) Evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Tujuan dari evaluasi sumatif ini yaitu menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Hasil dari evaluasi
dalam asuhan keperawatan adalah tujuan tercapai/masalah teratasi, tujuan tercapai
sebagian/masalah teratasi sebagian, tujuan tidak tercapai/ masalah tidak tertasi dan
bahkan timbul masalah baru. Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah di tetapkan.
a. S (Subjektif) : informasi berupa ungkapan yang di dapat dari klien setelah diberi
tindakan.
b. (Objektif) : informasi yang di dapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
c. A (Analisis) : membandingkan antara gejala mayor dan gejala minor yang terjadi
pada pasien terhadap luaran keperawatan yang sudah ditetapkan dalam rencana
keperawatan. Analisis dalama evaluasi merujuk pada ekspektasi luaran
keperawatan
d. P (Planing) : rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
analisa.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. BIODATA
1. Biodata Pasien
a. Nama : Tn. I
b. Umur : 40 tahun
c. Agama : Islam
d. Alamat : Batam center
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Wiraswasta
g. Tanggal Masuk : 15 Februari 2024
h. Diagnosa Medis : CKD on HD
i. No. Register : 540964
2. Biodata Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. D
b. Umur : 37 th
c. Alamat : Batam center
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
f. Hubungan dg klien : Istri
B. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan keluhan sesak, lemas, mengalami bengkak di tungkai bagian
kedua kaki, gatal-gatal seluruh tubuh, kulit tampak kering, ada luka kecil bekas garukan
pada kedua kaki.
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang untuk melakukan HD rutin 2 kali seminggu setiap hari Rabu dan Sabtu.
Klien mengatakan keluhan sesak, lemas, mengalami bengkak di tungkai bagian kedua
kaki, gatal-gatal seluruh tubuh, kulit tampak kering, ada luka kecil bekas garukan pada
kedua kaki.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 6 tahun yang lalu.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien, tidak ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi atau
penyakit sama seperti yang diderita oleh klien.
4. Riwayat Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi.
GENOGRAM
: Laki-laki (Pasien)
D. PENGKAJIAN MENGACU POLA FUNGSIONAL GORDON
1. Pola manajemen dan persepsi kesehatan
Keluarga klien mengatakan saat ada keluarga yang sakit langsung dibawa ke
pelayanan terdekat seperti puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut dan
menggunakan obat herbal sebagai alternatif pengobatan.
2. Pola nutrisi dan metabolism
a. Sebelum sakit :Klien mengatakan makan secara teratur 3x sehari dengan menu
nasi, sayur, lauk (daging, tempe tahu), buah dan air putih dan tidak mempunyai
alergi ataupun pantangan terhadap makanan. Klien mengatakan sebelum sakit klien
makan-makanan berlemak dan gorengan. Klien jarang makan buah dan sayur. Klien
sering meminum kopi, jarang meminum air putih.
b. Saat sakit : Klien mengatakan makan 3x sehari dan minum sesuai dengan
diet yang dianjurkan.
Antropometri
BB : 74 kg
TB : 170 cm
IMT = 74kg/ (1.7x1.7)m2= 25 (Berat badan ideal)
Biochemical
Hb 10.0 gr/dL
Hematokrit 40 %
Trombosit 150 10^3/uL
Clinical Sign
Tanda umum : Tn. I mengatakan tidak mual muntah, tidak mengalami kesulitan
dalam makan maupun minum. Ny.D mengatakan makan seperti biasa 3x sehari dan
nafsu makan klien masih sama seperti sebelum sakit.
Kulit : Turgor kulit baik dan kembali dalam waktu kurang dari 2 detik serta ada
edema di kedua kaki
Mulut: bibir klien lembab, mulut bersih, tidak ada sariawan.
Mata : congjutiva anemis, sklera tidak ikterik.
Dietary
Klien mendapatkan diit DM rendah protein rendah garam dengan target energy 30
kkal/kgBBI, protein 0,8 gr/kgBBI dalam 1500kkal prot 40/gr diberikan dalam
bentuk nasi biasa makan 3x1p dan snack 2x1p.
3. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : klien BAB 1x/ hari dengan konsistensi lembek, berwarna
kuning kecoklatan dengan bau khas. Pasien BAK 6-10 x/ hari.
b. Saat sakit : klien BAB 1x/hari semenjak masuk RS. BAK 2-3 x/hari.
4. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit : kebutuhan tidur klien tercukupi yaitu 6-8 jam/hari.
b. Saat sakit : Klien mengatakan tidur dengan baik karena saat beristirahat
tidak ada keluhan yang dirasakan.
5. Pola aktivitas dan latihan
a. Sebelum sakit : klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri saat dirumah
dan klien bekerja sebagai pedagang.
b. Saat sakit : Klien mengatakan dapat melakukan aktfitas lebih
membutuhkan bantuan dari kleuarga karena klien tidak mampu beraktivitas berat.
Kebutuhan Aktifitas dan Latihan
No Faktor Ketergantungan Skor
1. Personal Hygiene 5
2. Mandi 5
3. Makan 5
4. Toileting 5
5. Menaiki Tangga 5
6. Memakai Pakaian 5
7. Kontrol BAB 5
8. Kontrol BAK 5
9. Ambulasi atau menggunakan kursi roda 10
10. Transfer kursi-Tempat tidur 5
TOTAL 55
KESIMPULAN KTR
Interpretasi :
a. Ketergantungan Total : 0-24
b. Ketergantungan Berat : 25-49
c. Ketergantungan Sedang : 50-74
d. Ketergantungan ringan : 75-90
e. Ketergantungan Minimal : 91-99
6. Pola peran dan hubungan
Setelah sakit klien tidak dapat menjalankan perannya dengan maksimal sebagai
ayah untuk keluarganya. Hubungan dengan keluarga baik. Klien diantarkan ke RS oleh
istrinya.
7. Pola persepsi kognitif dan sensori
a. Persepsi dan Sensori :
- Penglihatan Baik
- Pendengaran Baik
- Penciuman Baik
- Pengecapan Baik
- Perabaan Baik
b. Kognitif
Tn. I mampu menyebutkan tempat,waktu, jam dan orang disekitarnya. Tn. I
mengatakan mengetahui kondisinya saat ini.
8. Pola persepsi diri dan konsep diri
a. Body Image : Klien percaya diri dengan seluruh tubuhnya
b. Identitas Diri : Klien adalah seorang laki-laki.
c. Harga Diri : Klien ingin menjalani kehidupan yang normal dan tidak ada
masalah dengan tubuhnya.
d. Peran Diri : Klien adalah seorang ayah dengan 3 anak. Aktivitas yang
klien lakukan sebatas dirumah dengan melakukan aktivitas ringan.
e. Ideal Diri : Klien tetap yakin akan sembuh dari penyakitnya dan ingin
cepat pulang supaya bisa menjalani perannya sebagai ayah dan suami dengan
nyaman dan tidak ada gangguan penyakit pada tubuhnya.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi.
10. Pola mekanisme koping
Klien selalu terbuka dengan perawat maupun dengan keluarganya. Terbukti
kalau ditanya oleh perawat tentang apa yang dirasakan saat ini klien selalu terbuka
untuk menjawab. Klien dalam memutuskan suatu permasalahan selalu di diskusikan
dengan keluarganya. Saat ini klien menghadapi permasalahannya dengan bertanya
kepada ahlinya dan tidak menghindari permasalahan mengenai penyakitnya.
2. Tanda-tanda vital
Nadi : 90 x/ menit
Pernapasan : 24x/ menit dengan irama reguler
Suhu tubuh : 360 C
Tekanan darah : 190/90 mmHg
3. Kulit : Turgor kulit kembali dalam waktu 2 detik, terdapat pitting edema di
kedua kaki.
4. Kepala : Ukuran kepala mesochepal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa/benjolan, kulit kepala bersih, tidak pusing / nyeri kepala
5. Leher : Ada peningkatan JPV, tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid,
tidak ada lesi.
6. Mata : Sklera tidak ikterik, mata simetris, konjungtiva anemis, pupil isokor
dan reflek cahaya baik, edem di kedua kelopak mata.
7. Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada secret, tidak terdapat lesi pada
hidung. Terpasang O2 3 lpm
8. Telinga : Simetris, tidak terdapat sekret.
9. Mulut : Mukosa bibir lembab, gigi lengkap tidak terdapat stomatitis.
10. Dada:
a. Jantung :
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di ICS 4 Anterior axila sinistra , tidak ada massa
P : Batas Jantung =
- Batas atas : ICS III parasterna dekstra dan ICS III parasterna sinistra
- Batas bawah : ICS V parasterna dekstra sampai ICS V anterior axila
sinistra
- Batas kanan : ICS III sampai ICS V parasterna dekstra
- Batas kiri : ICS III parasterna sinistra sampai ICS V anterior axila sinistra
A : Suara jantung I,II regular. Murmur (-), Gallop (-).
b. Paru-paru :
I : expansi dada simetris, tidak ada bekas luka/luka di area dada, RR: 24x/mnt
P : pergerakan dinding dada sama, tactil fremitus teraba
P : redup
A : ronchi di lobus kiri
11. Abdomen:
a. Inspeksi : tidak terdapat asites
H. PROGRAM TERAPI
Cetirizine 2 x 1 tab (kp) P.O
Candesartan 8 mg/ 24 jam P.O
Amlodipin 10 mg/ 24 jam P.O
15 Februari 2024
Hemodialisa ke – 96 kali
I. RESEP HD
UF: 4500,
T : 5jam,
QB : 250
QD : 500,
heparin : reguler
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
No Tangga Data Fokus Etilogi Masalah
. l / jam Keperawatan
1. Kamis, DS: Hipervolemia Penurunan
15 Klien mengatakan lemas fungsi ginjal
Februari Klien mengatakan bengkak di kedua
2024 kakinya
06.45 DO:
WIB BBK : 70kg
Terdapat peningkatan JVP
Terdapat Ronchi + / + (lobus kiri)
Tidak terdapat asites
Terdapat pembesaran kantung mata
(palpebra)
BB datang : 74kg (kenaikan BB >5%
bbk)
TD: 190/90 mmHg,
N: 90 x/menit,
RR : 24 x/menit,
S : 36 °C.
Edema derajat 1
Na : 161
ureum darah 234mg/dl
kreatinin 10 mg/dl
Albumin 2.6 gr/dl
2. DS: klien mengatakan sesak Kelebihan Pola nafas
cairan tidak efektif
DO:
RR : 24x/mnt
SPO2: 96%
Ronchi + / + (lobus kiri)
Edema dikedua kaki
DO:
Kulit tampak kering
Ada luka kecil bekas garukan pada
kedua kaki
Edema tungkai
Ureum : 234mg/dl,
Kreatinin : 10 mg/dl,
Fosfor : 10 mg/dl
DIAGNOSA KEPERAWATAN
15 Februari Memonitor kondisi kulit pasien Kulit pasien tampak lembab dan telah diberi
2024, 07.00 lotion
WIB (DX 3) Menganjurkan pasien untuk
08.00 WIB menggunakan pakaian yang Rasa gatal berkurang
nyaman
Pasien tampak nyaman
Berkolaborasi pemberian terapi
farmakologi
EVALUASI
Waktu Diagnosa SOAP
15 Februari Hipervolemia S:
2024, 12.00 berhubungan dengan • Klien mengtakan badan terasa ringan
WIB penurunan fungsi ginjal • Klien mengtakan sudah tidak lemas dan
pusing berkurang
O:
• Pasien tampak edema berkurang
• BB post HD : 70.3kg
• Hasil TTV :
• TD : 150/80
• N : 68x/mnt
• RR: 20x/mnt
• S : 36.6
A : Masalah hipervolemia belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
• Belum tercapaikan BBK (70Kg)
• Pantau BB setiap hari
• Batasi intake cairan 600ml/24 jam
• Kolaborasi dengan tim medis tentang
pemberian obat Ht dan diuretik
Pola napas tidak efektif S :
berhubungan dengan • Klien mengtakan sesak berkurang
kelebihan volume cairan • Klien mengatakan sudah lebih nyaman
O:
• RR: 21x/mnt (udara kamar)
• Spo2 : 98x/mnt
• N : 76x/mnt
• Edema berkurang
A : Masalah pola napas teratasi
P : Intervensi diberhentikan.
A. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien mengatakn ada keluhan sesak, lemas,
mengalami bengkak di tungkai bagian kedua kaki, gatal-gatal seluruh tubuh, kulit
tampak kering, ada luka kecil bekas garukan pada kedua kaki.
B. Diagnosa keperawatan pada pasien ada 3 meliputi hipervolemia berhubungan dengan
penurunan fungsi ginjal pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelebihan cairan
dan gangguan inntegritas kulit berhubungan dengan penumpukan uremik.
C. Perencanaan keperawatan yang disusun berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) dan disesuaikan dengan diagnosis keperawatan yang ditegakkan
berdasarkan kriteria mayor dan minor serta kondisi terkini dari pasien itu sendiri.
D. Implementasi keperawatan yang dilaksanakan kepada pasien 5 jam disesuaikan
dengan perencanaan yang telah disusun berdasarkan teori dan kebutuhan yang ada
pada pasien dengan Chronic Kidney Disease dengan hemodialisa.
E. Hasil evaluasi keperawatan menunjukan 1 diagnosa keperawatan teratasi yaitu pola
nafas tida efektif berhubungan dengan kelebihan cairan, sedangkan 2 diagnosa
keperawatan belum teratasi yaitu hipervolemia berhubungan dengan penurunan fungsi
ginjal dan gangguan inntegritas kulit berhubungan dengan penumpukan uremik.
DAFTAR PUSTAKA
Agro FE, Fries D, Vennari M. Body Fluid Management From Physiology to Therapy. Verlag Italia:
Springer.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.Management of Patients with Fluid and Electrolyte
Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill.
2013.
Faridah, U., Hartinah, D., & Himawati, N. (2022). Hubungan Frekuensi Hemodialisa Dengan
Perubahan Citra Tubuh Pada Pasien Hemodialisa Di Rs Islam Arafah Rembang. Indonesia Jurnal
Perawat, 6(1), 1.
Ignatavicious, D. D., Workman, M. L., Rebar, C., & Heimgartner, N. M. (2018). Medical Surgical
Nursing: Concepts for Interprofessional Collaborative Care.
KDIGO. (2021). Clinical Practice Guideline For The Management Of Blood Pressure In Chronic
Kidney Disease. Journal Of The International Society Of Nephrology, 3, 5–9.
Kramer, H., Yee, J., Weiner, D. E., Bansal, V., Choi, M. J., Brereton, L., Berns, J. S., Samaniego-
Picota, M., Scheel, P., & Rocco, M. (2016). Ultrafiltration Rate Thresholds in Maintenance
Hemodialysis: An NKF-KDOQI Controversies Report. American Journal of Kidney Diseases, 68(4),
522–532.
Muttaqin, A. & S. K. (2013). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta; In Jurnal
Keperawatan Priority (Vol. 2, Issue 1).
Ramadhani, W. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Chronic Kidney Desease
(Ckd) Di Ruang Penyakit Dalam Pria Rsup Dr. M. Djamil Padang. Kesehatan Keluarga, 1,
206.
Setiati, (2015). Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID II. Jakarta 47
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth Edisi 8. Jakarta:
EGC. EGC, 1(1), xxii, 716 p. ;30 cm
Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes. Dalam
Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health. 2015
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed., pp.
328–xiv). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. In
International Journal of Technology Vocational Education and Training (Vol. 1, Issue 1).
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Practice Nurse, 49(5)
Tim Riskesdas. (2018). Laporan Provinsi Kalimantan Timur Riskesdas 2018. Lembaga
Penerbit Badan Litbang Kesehatan, 472.