Anda di halaman 1dari 42

Asuhan Keperawatan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Pada TN. I Dengan Chronic Kidney Disease (CKD) on HD

Disusun oleh:
Muh. Alfajar
Saprida
Zumrotus Sholikhah
Echi Sagita

Pelatihan Dialisis RSCM Angkatan 33


2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ginjal merupakan bagian dari organ vital terpenting dalam tubuh. Salah satu
fungsi ginjal termasuk membersihkan darah dan mengeluarkan cairan tubuh, selain
fungsi ginjal yaitu mengatur kandungan kimiawi darahdalam tubuh dan menjaga
keseimbangan asam basa darah. Hasil buangan berupa urin keluar dari ginjal melalui
saluran kemih untuk keluar dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum dan
karenanya disebut organ retroperitoneal. (Smeltzer & Bare, 2013).
Hemodialisis merupakan metode pengobatan untuk penderita chronic kidney
disease (CKD) stadium akhir. Penderita chronic kidney disease (CKD), terjadi
perubahan pada sistem kekebalan tubuh yang melemahkan pertahanan tubuh dan
meningkatkan risiko infeksi dari penyakit lain. Hemodialisa tidak bisa
menyembuhkan atau memperbaiki ginjal dan tidak dapat mengkompensasi hilangnya
metabolik ginjal atau fungsi endokrin, atau dampak gagal ginjal dan pengobatannya
terhadap kualitas hidup. (Muttaqin, 2013).
Menurut data (World Health Organization, 2021), Prevalensi penyakit chronic
kidney disease (CKD), diperkirakan mencapai 434,3 juta (95%) orang dewasa dengan
chronic kidney disease (CKD), termasuk sekitar 65,6 juta orang dengan chronic
kidney disease (CKD). Pada saat yang sama, jumlah penderita chronic kidney disease
(CKD) yang dihemodialisa meningkat sebesar 8% setiap tahunnya dari tahun 2018.
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, dikatakan bahwa
pada 2013 angka chronic kidney disease (CKD) di Indonesia pada usia 15 tahun
sekitar 3,8 persen dan meningkat menjadi 2 persen. Saat ini, jumlah penduduk
Indonesia diperkirakan mencapai 274 juta jiwa, sehingga jumlah pasien chronic
kidney disease (CKD) menjadi 1.041.200 jiwa (Tim Riskesdas, 2019). Terdapat pada
penderita chronic kidney disease (CKD) yang melakukan hemodialisa di tahun 2015
ada 238 jiwa yang mengikutinya, namun pada tahun 2017 jumlahnya bertambah
sebanyak 568 pasien baru. Berdasarkan catatan pasien rumah sakit Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda, jumlah kedatangan pasien chronic kidney disease (CKD) di
bagian hemodialisa tahun 2011 sebanyak 885 kunjungan dan tahun 2012 sebanyak
1.241 kunjungan.
Masalah keperawatan yang sering timbul pada chronic kidney disease (CKD)
cukup kompleks, yang meliputi : Hipervolemia dengan tindakan memonitoring
masukan cairan, defisit nutrisi dilakukannya pengkajian status nutrisinya pasien,
perfusi perifer tidak efektif melalukan monitoring tandatanda vital, kulit mengalami
kerusakan dilakukannya perawatan pada kulit, pertukaran gas terganggu melakukan
pemantauan oksigen, dan intoleransi aktivitas mengobservasi aktivitasnya. Ada
beberapa intervensi yang dilakukan yaitu, memberitahukan kepada pasien untuk
melakukan teknik relaksasi dan menjelaskan tentang perjalanan penyakit (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2018). Selain menimbulkan gangguan pada keadaan fisik, chronic
kidney disease (CKD) dapat juga mengakibatkan gangguan psikologis, salah satunya
yaitu depresi yang memperburuk keadaan pasien.(Faridah et al., 2022).
Terus meningkatnya angka Chronic Kidney Disease (CKD) dengan
hemodialisis membuat Kementrian Kesehatan Republik Indonesia membuat strategi
untuk mengatasi hal tersebut dengan upaya pencegahan dan pengendalian chronic
kidney disease (CKD) melalui peningkatan tindakan promosi dan pencegahan untuk
perubahan gaya hidup. Yaitu pola makan yang sehat (rendah lemak, rendah garam,
tinggi serat), melalui aktivitas fisik yang teratur, mengkontrol tekanan darah dan gula
darah, pemantauan berat badan (BB), meminum minimal 2 liter air putih sehari, tidak
minum obat yang sedang tidak disarankan dan dilarang merokok. Dan pemerintah
juga sedang menggalakkan rancangan program Posbindu Pelayanan Penyakit Menular
agar deteksi dini chronic kidney disease (CKD) dapat dilaksanakan. (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Oleh karena itu, peran perawat sangat dibutuhkan ketika peran perawat
sebagai care giver (pemberian asuhan keperawatan) sangat luas dari asesmen ke
asesmen dan perawat juga harus mampu melakukan tindakan seperti seperti
memonitor intake dan output cairan, memonitor asupan makanan dan penentuan
kesesuaian harapan pasien, keluarga dan kesehatan. (Waldani, 2022).

B. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan keseimbangan cairan dan elektrolit pada
TN. I dengan chronic kidney disease (CKD) on HD
C. Tujuan khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien TN. I dengan chronic kidney disease (CKD)
on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien TN. I dengan chronic kidney
disease (CKD) on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada pasien TN. I dengan chronic
kidney disease (CKD) on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada pasien TN. I dengan chronic
kidney disease (CKD) on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien TN. I dengan chronic
kidney disease (CKD) on HD dengan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menjadi pengalaman belajar dilapangan dan dapat
meningkatkkan pengetahuan peneliti tentang Asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus Chronic Kidney Disease (CKD) dengan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam
asuhan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN CKD
Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease (CKD)) didefinisikan
sebagai kerusakan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan
dimanifestasikan oleh kelainan struktural atau fungsional ginjal dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (Glomerulus Filtration Rate/ GFR) dan dengan
kelainan patologis atau tanda-tanda disfungsi ginjal, termasuk kelainan komposisi
kimia darah, urin atau kelainan radiologis. (Smeltzer & Bare, 2013)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. (Setiati, dkk, 2015)

2. ETIOLOGI CKD
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat menyebabkan terjadinya chronic
kidney disease (CKD) bisa diakibatkan oleh (Kramer et al., 2016):
o Penyakit dari ginjal Penyakit pada saringan (glomerulus): Glomerulonefritis,
Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis, Batu ginjal: nefrolitiasis, Kista di
gnjal: polcystis kidney, Trauma langsung pada ginjal, Keganasan pada ginjal,
Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
o Penyakit umum di luar ginjal Penyakit sistemik: Diabetes Melitus,
Hipertensi, Kolesterol tinggi, Dyslipidemia, Systemic Lupus Erythematosus,
Infeksi dibadan: TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis, Pre-eklamsi, Obat-
obatan, dan kehilangan banyak cairan secara mendadak (luka bakar).
3. MANIFESTASI KLINIS CKD
Manifestasi Klinis Menurut Ignatavicious et al., (2018) manifestasi klinis
penyakit ginjal kronis antara lain :

a. Gastrointestinal
Akibat dari hiponatremia maka terjadi hipotensi, mulut kekeringan,
penurunan tekanan turgor kulit, kelemahan, malaise dan mual. Perubahan
gastrointestinal uremia juga mempengaruhi seluruh sistem pencernaan.
Tukak lambung sering terjadi pada pasien dengan uremia, tetapi penyebab
pastinya belum diketahui.
b. Kardiovaskuler
Gejala kardiovaskuler penyakit ginjal kronis meliputi kardiomiopati, tekanan
darah tinggi, edema perifer, gagal jantung, dan sindrom kardiorenal.
c. Sistem pernapasan
Gejala pernapasan pasien penyakit ginjal kronis juga bervariasi misalnya
takipnea, pernapasan yang dalam, napas berbau urin, sesak napas, edema
paru dan efusi pleura. Takipnea dan peningkatan kedalaman pernapasan
terjadi karena asidosis metabolik. Pada asidosis metabolik yang parah
kecepatan kedalaman pernapasan sangat meningkat (kussmaul) juga dapat
terjadi.
d. Integument
Gejala kulit pasien penyakit ginjal kronis terjadi sebagai akibat uremia.
Pigmen menumpuk di kulit menyebabkan warna kekuningan, atau lebih
gelap jika kulitnya berwarna coklat. Penurunan turgor kulit pada pasien
dengan masalah uremia. Masalah uremia yang paling sering ialah kulit kering
dan gatal-gatal parah.
e. Neurologis
Gejala neurologi ditandai dengan adanya neuropati perifer, kantuk di siang
hari, konsentrasi yang buruk. Selain itu, kelesuan hingga kejang dan koma
dapat mengindikasikan ensefalopati uremik. Gejala ensefalopati dapat diobati
dengan dialisis. Depresi juga dapat menambah masalah kognitif dan
neurologis.
f. Muskuloskeletal
Gejala muskuloskeletal meliputi kelemahan dan kram, nyeri tulang, patah
tulang, dan osteodistrofi ginjal. Gejala penyakit ginjal kronis berhubungan
dengan osteodistrofi karena penurunan penyerapan kalsium, kehilangan
kalsium tulang secara terus menerus. Orang dewasa dengan osteodistrofi
berisiko mengalami tulang yang tipis dan rapuh bahkan dengan fraktur
traumatis kecil.

4. KLASIFIKASI CKD
Menurut Kidney Disease Improving Global Outcome Quality pembagian
penyakit ginjal kronisberdasarkan tahap penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) (KDIGO, 2021) yaitu :
a) Stadium 1 : kelainan ginjal ditandai dengan nilai GFR normal ( >90
ml/ menit/1,73 m2 )
b) Stadium 2 : kelainan ginjal dengan nilai GFR antara ( 60-89
ml/menit/1,73 m2 )
c) Stadium 3 dibagi menjadi 3a dan 3b. Stadium 3a kelainan ginjal
dengan nilai GFR antara (45-89 ml/menit/1,73 m2 ), sedangkan
untuk stadium 3b kelainan ginjal dengan nilai GFR antara ( 30-44
ml/menit/1,73 m2 )
d) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan nilai GFR antara ( 15-29
ml/menit/1,73 m2 ) 10
e) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan nilai GFR ( < 15 ml/menit/1,73
m2 ) disfungsi ginjal atau gagal ginjal akhir.

5. KOMPLIKASI CKD
Komplikasi Menurut Brunner & Suddarth, (2016) penyakit ginjal kronis apabila
tidak segera ditangani akan menimbulkan beberapa komplikasi sebagai berikut:
a) Anemia
b) Perikarditis
c) Hipertensi
d) Hiperkalemia
e) Dislipidemia
f) Penyakit mineral dan gangguan tulang
6. FAKTOR RISIKO CKD
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis
menurut (Arifa et al., 2017) , diantaranya adalah :
a) Usia Usia yang lebih tua memiliki risiko lebih tinggi terkena chronic kidney
disease (CKD) daripada orang yang lebih muda. Penurunan GFR (Glomerulo
Filtration rate) merupakan “normal aging” dimana ginjal tidak dapat
meregenerasi nefron baru, sehingga terjadi kerusakan ginjal, atau proses
penuaan mengakibatkan penurunan jumlah nefron. Pada usia 40 tahun, jumlah
nefron fungsional berkurang sekitar 10% setiap 10 tahun, dan pada usia 80
tahun, hanya 40% nefron yang berfungsi. Hasil dari Baltimore Longitudinal
Study on Aging (BLSA) menunjukkan bahwa kreatinin menurun rata-rata 0,75
ml/menit/tahun seiring bertambahnya usia pada individu tanpa penyakit ginjal
atau penyakit penyerta lainnya, namun tidak semua orang mengalami
penurunan kreatinin. Hal ini karena ada faktor lain yang mempercepat
penurunan Glomerulo Filtration rate (GFR).
b) Jenis Kelamin Laki – laki memiliki resiko lebih tinggi terkena chronic kidney
disease (CKD). Data chronic kidney disease (CKD) dari Indonesia internal
rate of return (IRR, 2018) dan Australia menunjukkan bahwa pria lebih
berisiko terkena chronic kidney disease (CKD) dibandingkan wanita. Hal ini
disebabkan pengaruh hormon reproduksi, gaya hidup seperti konsumsi protein,
garam, rokok dan alkohol antara laki-laki dan perempuan.
c) Sosial Ekonomi Individu dengan status sosial ekonomi rendah berisiko lebih
tinggi. Sebuah studi kohort di Amerika Serikat juga menemukan bahwa wanita
kulit putih dan Afrika-Amerika dengan status sosial ekonomi rendah memiliki
risiko penyakit gagal ginjal kronis yang lebih besar dibandingkan dengan
statussosial ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena akses
pemeriksaan dan pengobatan fungsi ginjal terbatas pada masyarakat dengan
status sosial ekonomi rendah.
d) Penyakit Pemicu Diabetes melitus dan hipertensi merupakan faktor risiko
gagal ginjal. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasien diabetes mellitus
memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi terkena penyakit ginjal kronik
dibandingkan pasien tanpa diabetes melitus. Hal ini disebabkan oleh tingginya
kadar gula darah yang mempengaruhi struktur ginjal dan merusak pembuluh
darah halus pada ginjal. Sementara itu, orang dengan hipertensi memiliki
risiko 3,7 kali lebih besar terkena penyakit ginjal kronik dibandingkan orang
tanpa hipertensi. Hubungan antara penyakit ginjal kronik dan hipertensi
bersifat siklis, penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi dan sebaliknya
hipertensi jangka panjang dapat menyebabkan penyakit ginjal.
e) Obesitas Obesitas mempunyai resiko 2,5 kali lebih besar untuk mengalami
PGK. Obesitas menyebabkan aktivasi system syarafsimpatis, aktivasi system
renninangiostensin (RAS), sitokin adiposity (misalnya : leptin), kompresi fisik
ginjal akibat akumulasi lemak intrarenal dan matriks ekstraseluler, perubahan
hemodinamik-hiperfiltrasi karena peningkatan tekanan intraglomuler,
gangguan tekanan ginjal natriuresis (tekanan tinggi dibutuhkan ekskresi
natrium). Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ginjal.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk pasien yang mengalami chronic kidney
disease (CKD) (Brunner, 2016), yaitu:
a) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboraturium antara lain, hematologi :
Melihat kadar hemoglobin dan hematokrit pada pasien penyakit ginjal kronis,
yang biasanya menderita komplikasi anemia, dimana kadar hemoglobin dan
hematokrit darah menurun akibat penurunan produksi erythropoietin,
penurunan usia sel, dan perdarahan saluran cerna. Kimia Darah : Dilakukan
pemeriksaan kadar nitrogen dalam darah (Blood Urea Nitrogen (BUN)), dan
kreatinin serum, dimana keduanya terbukti meningkat dalam darah,
menandakan penurunan fungsi ginjal karena keduanya membuang zat racun
dalam tubuh. Kreatinin serum merupakan indikator kuat fungsi ginjal, dengan
peningkatan kreatinin tiga kali lipat menunjukkan penurunan fungsi ginjal
sebesar 75%. Kreatinin serum juga digunakan untuk memperkirakan
Glomerulos Filtration rate (GFR). Analisis gas darah (AGD): Digunakan
untuk melihat asidosis metabolik, ditandai dengan penurunan pH plasma.
b) Pemeriksaan urin Dilakukan pemeriksaan urinalisis yaitu untuk melihat
adanya sel darah merah, protein, glukosa, dan leukosit didalam urin.
Pemeriksaan urin juga untuk melihat volume urin yang biasanya < 400 ml/jam
atau oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa disebabkan
karena ada pus, darah, bakteri, lemak, partikel koloid, miglobin, berat jenis <
1.015 menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas < 350 menunjukkan kerusakan
tubular.
c) Pemeriksaan Radiologis Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi antara lain ;
sistokopi (melihat lesi pada kandung kemih dan batu), voiding
cystourethrography (kateterisasi kandung kemih yang digunakan untuk
melihat ukuran dan bentuk kandung kemih), ultrasound ginjal
(mengidentifikasi adanya kelainan pada ginjal diantaranya kelianan struktural,
batu ginjal, tumor, dan massa yang lain), urografi intravena (melihat aliran
pada glomerulus atau tubulus, refluks vesikouter, dan batu), KUB foto (untuk
menunjukkan ukuran ginjal), arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, massa).

B. KONSEP DASAR HEMODIALISA


1. PENGERTIAN HEMODIALISA
HD adalah suatu proses pembersihan darah dengan menggunakan ginjal buatan
(dialyzer), dari zat-zat yang konsentrasinya berlebihan didalam tubuh, dimana
cara kerja hemodialisis adalah dengan melewatkan darah pada membran
semipermiabel sehingga terjadi proses difusi toksin Karena terjadinya perbedaan
gradien konsentrasi. Hemodialis dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan
setiap kalinya mebutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

2. MEKANISME HEMODIALISA
Pada proses HD terjadi 2 mekanisme yaitu: mekanisme difusi dan mekanisme
ultrafiltasi. Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-zat terlarut dalam
darah (blood purification), sedangkan mekanisme ultrafiltrasi bertujuan untuk
mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh (volume control). Kedua mekanisme
dapat digabungkan atau dipisah, sesuai dengan tujuan awal dari HD yang
dilakukan.

3. AKSES HEMODIALISA
a) AV SHUNT
Arteriovenous Shunt (AV Shunt) atau cimino merupakan akses yang
diperlukan dalam jangka waktu yang panjang dan berulang. Cimino
merupakan tindakan menyambungkan pembuluh darah arteri dan vena pada
lengan dengan tujuan menjadikan sambungan tersebut sebagai akses
hemodialisa dengan melalui tindakan operasi Lokasi pembuatan cimino ini
yaitu pada lengan bagian distal tangan tidak dominan. Jika tidak
memungkinkan, AV Shunt dapat dibuat pada lengan proksimal tangan tidak
dominan, menggunakan arteri radialis dan vena cephalica dengan nama lain
AV shunt radiocephalica (Sebayang & Hidayat, 2020).
b) CDL
akses pembuluh darah yang bersifat sementara yaitu berupa catheter double
lumen (CDL). Umumnya pemasangan CDL ini dilakukan dibagian jugularis,
subclavia, dan femoralis. Sebelum cimino digunakan, tindakan inilah yang
akan dilakukan untuk proses hemodialisis.

C. KONSEP DASAR CAIRAN DAN ELEKTROLIT


1. PENGERTIAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor
fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan
ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan
atau kekurangan (tarwoto wartonah 2016).

2. DISTRIBUSI DAN KOMPOSISI CAIRAN


Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Persentase cairan tubuh
tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang. Seiring
dengan pertumbuhan seseorang, persentase jumlah cairan terhadap berat badan
menurun.
Distribusi cairan Laki-laki dewasa Perempuan dewasa
Total air tubuh (% 60 50
Intraseluler 40 30
Ekstraseluler 20 20
Plasma 5 5
Intersisial 15 15
3. KOMPARTEMEN CAIRAN
Seluruh cairan tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam 2 kompartemen,
yaitu intraselular dan ekstraselular.
a. Cairan intraselular Pada orang dewasa, sekitar 2/3 dari cairan dalam
tubuhnya terdapat di intraselular. Sebaliknya pada bayi hanya setengah dari
berat badannya merupakan cairan intraselular.
b. Cairan ekstraselular Jumlah relatif cairan ekstraselular menurun seiring
dengan bertambahnya usia, yaitu sampai sekitar sepertiga dari volume total
pada dewasa.Cairan ekstraselular terbagi menjadi cairan interstitial dan
cairan intravaskular. Cairan interstitial adalah cairan yang mengelilingi sel
dan termasuk cairan yang terkandung diantara rongga
tubuh(transseluler)seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial,
intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Sementara, cairan intravaskular
merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah, dalam hal ini
plasma darah

3. SISTEM PENGATURAN CAIRAN TUBUH


Dalam kondisi normal, cairan tubuh stabil dalam petaknya masing-masing.
Apabila terjadi perubahan, tubuh memiliki sistem kendali atau pengaturan
yang bekerja untuk mempertahankannya. Mekanisme pengaturan dilakukan
melalui 2 cara, yaitu kendali osmolar dan kendali non osmolar.
a. Kendali Osmolar Mekanisme kendali ini dominan dan efektif dalam
mengatur volume cairan ekstraseluler. Terjadi melalui:
1. Sistem osmoreseptor hipothalamus-hipofisis-ADH Osmoreseptor
terletak pada hipotalamus anterior bagian dari nukleus supra optik.
Terdiri dari vesikel yang dipengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler.
Bila osmolaritas cairan meningkat, vesikel akan mengeriput.
Sebaliknya bila osmolaritas cairan menurun, vesikel akan
mengembang sehingga impuls yang dilepas dari reseptor akan
berkurang. Impuls ini nantinya merangsang hipofisis posterior
melepaskan ADH. Jadi semakin rendah osmolaritas suatu cairan
ekstraseluler, semakin sedikit ADH yang dilepaskan. ADH berperan
untuk menghemat air dengan meningkatan reabsorbsi.
2. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron Mekanisme pengaturannya
melalui pengaturan ekskresi Na pada urin melalui interaksi antara
aktivitas ginjal dengan hormon korteks adrenal. Lebih dari 95% Na
direabsorbsi kembali oleh tubulus ginjal. Korteks adrenal merupakan
faktor utama yang menjaga volume cairan ekstraseluler melalui
hormon Aldosteron terhadap retensi Na. Pelepasan renin dipengaruhi
oleh baroreseptor ginjal. Konsep Makula lutea, yang tergantung pada
perubahan Na di tubulus distalis. Bila Na menurun, volume tubulus
menurun, sehingga mengurangi kontak makula dengan sel arteriol.
Akibatnya terjadi pelepasan renin. Renin akan membentuk Angiotensin
I di hati yang kemudian oleh converting enzim dari paru diubah
menjadi Angiotensin II sebagai vasokonstriktor dan merangsang
kelenjar supra renal menghasilkan aldosteron. Peranan Angiotensin II
adalah untuk mempertahankan tekanan darah bila terjadi penurunan
volume sirkulasi dan Aldosteron akan meningkatkan reabsorbsi Na
yang menyebabkan retensi air.

b. Kendali Non Osmolar Mekanisme kendali ini meliputi beberapa cara


sebagai berikut:
1. Refleks “Stretch Receptor” Pada dinding atrium jantung terdapat
reseptor stretch apabila terjadi dilatasi atrium kiri. Bila reseptor ini
terangsang, maka akan timbul impuls aferen melalui jalur simpatis
yang akan mencapai hipotalamus. Kemudian akibat aktivitas sistem
hipotalamushipofisis akan disekresikan ADH.
2. Refleks Baroreseptor Bila tekanan darah berkurang, baroreseptor
karotid akan terangsang sehingga menyebabkan impuls aferen yang
melalui jalur parasimpatis menurun. Akibatnya, terjadi hambatan efek
hipotalamus terhadap hipofisis sehingga sekresi ADH meningkat. Bila
terjadi peningkatan tekanan darah, impuls aferen akan mempengaruhi
hipotalamus yang akan menginhibisi hipofisis posterior sehingga
sekresi ADH berkurang
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Diri Keluhan Utama
1) Biodata Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan. Status perkawinan,
suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor rekam
medik, diagnosis medis dan alamat. Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dari
pada perempuan, karena kebiasaan pekerjaan dan pola hidup yang sehat.
Resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal
kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut sehingga tidak
berdiri sendiri.
2) Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa penurunan kesadaran karena komplikasi pada
system sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, keringat dingin,
kelelahan, napas berbau urea, dan pruritus (rasa gatal), kondisi ini dipicu oleh
karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi (Doenges, 2018).
3) Riwayat penyakit sekarang Pada pasien dengan Chronic Kidney Disease pada
hemodialisa biasanya terjadi perubahan pada integritas kulit seperti bersisik dan
munculnya pruritus, penurunan jumlah urine, perubahan pola napas dan adanya
karena komplikasi dari gangguan system ventilasi, kelelahan, perubahan fisiologis
kulit, bau urea pada napas, selain itu, karena berdampak pada proses metabolisme,
maka akan terjadi anoreksia, mual dan muntah sehingga beresiko untuk terjadinya
gangguan nutrisi. (Smeltzer & Bare, 2013)
4) Riwayat penyakit dahulu Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dari gagal
ginjal akut dengan berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat penyakit
Infeksi Saluran Kemih, payah jantung, penggunan obat berlebihan khususnya obat
yang bersifat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia (BPH) dan lain
sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa
penyakit yang langsung mempengaruhi/ menyebabkan gagal ginjal seperti
diabetes militus, hipertensi, dan batu saluran kemih.(Brunner, 2016)
5) Riwayat kesehatan keluarga Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit
vascular hipertensif, penyakit metabolik, riwayat keluarga mempunyai penyakit
gagal ginjal kronik, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih,
dan penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain-lain. Chronic
Kidney Disease (CKD) dengan hemodialisa bukan penyakit menular dan
menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini.
Namun, pencetus sekunder seperti Diabetes Militus dan Hipertensi memiliki
pengaruh terhadap kejadian penyakit Chronic Kidney Disease, karena penyakit
tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapakan jika ada
anggota kelurga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit. (Brunner, 2016)
6) Pemeriksaan Fisik
 Pengkajian Umum
Kondisi klien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan hemodialisa biasanya
lemah, tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada
pemeriksaan TTV sering didapatkan meningkat RR meningkat,
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif (Abdul M., 2013).
a) Kepala Rambut : Pada pasien terlihat berambut tipis dan kasar, klien
sering sakit, kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : Pada pasien terlihat berwajah pucat
c) Mata : Pada mata pasien memerah, penglihatan kabur, konjungtiva
anemis, dan sclera tidak ikterik.
d) Hidung : pada pasien tidak ada pembengkakkan polip dan klien
bernafas pendek dan kusmaul, pernafasan cuping hidung
e) Bibir: Pada pasien terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,
perdarahan gusi, dan napas berbau urea
f) Gigi : pada pasien tidak terdapat karies pada gigi.
g) Lidah : pada pasien tidak terjadi perdarahan pada lidah
h) Leher : Pada pasien gagal ginjal kronis tidak terjadi pembesaran
kelenjar tyroid atau kelenjar getah bening
i) Dada/thoraks : Pada Pasien saat di inspeks pasien mengalami sesak
nafas dan terdapat pernafasan kussmaul, saat di Palpasi gagal ginjal
fremitus kiri dan kanan, saat di Perkusi terdengar sonor , dan
Auskultasi pada pasien terdengar suara ronkhi kering atau basah
diakibatkan edema paru.
j) Pemeriksaan Jantung : Retensi natrium dan air akan mengalami
peningkatan kerena tekanan darah. Tekanan darah meningkat diatas
keambangan akan mempengaruhi volume vaskuler sehingga akan
terjadi peningkatan beban jantung pada klien Chronic Kidney Disease.
Pada pasien chronic kidney disease saat di inspeksi terdapat ictus
cordisnya tidak terlihat, saat di palpasi pada pasien ictus cordis teraba
di ruang intercostal 2 linea dekstra sinistra, saat di perkusi pada pasien
terdapat ada nyeri, dan saat di auskultasi terdapat irama jantung yang
cepat.
k) Pemeriksaan abdomen : Pada pasien chronic kidney disease saat di
Inspeksi terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan cairan,
klien tampak mual dan muntah, saat di Auskultasi bising usus normal,
berkisar antara 5-35 kali/menit, saat di Palpasi terdapat acites, nyeri
tekan pada bagian pinggang, dan adanya pembesaran hepar pada
stadium akhir dan saat di Perkusi dapat terdengar pekak karena
terjadinya acites.
l) Pemeriksaaan geneturia : Pada pasien terjadi penurunan frekuensi
urine, anuria distensi abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna
urine menjadi kuning pekat, merah coklat dan berwarna.
m) Ekstermitas : Pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa
diadapatkan adanya nyeri panggul, oedema pada ekstermitas, kram
otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
keterbatasan gerak sendi.
n) System Hematologi : Biasanya ditemukan fricition rub pada kondisi
uremia berat. Selain itu, biasa terjadi peningkatana tekanan darah, akaral
teraba dingin, CRT ˃3 detik, terjadi palpitasi jantung, chest pain, dyspnea,
terjadi gangguan di irama jantung dan terjadi gangguan sirkulasi lainya.
Jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh akan semakin buruk
karena tidak efektif dalam proses pembungan sisa. Juga dapat terjadi
gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
o) System Neuromuskuler : Terjadi penurunan kognitif serta terjadi
disorientasi pada pasien Chronic Kidney Disease dengan hemodialisa.
Terjadi penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbik dan
sirkulasi cerebral terganggu.
p) System Endokrin : Berhubungan dengan pola seksualitas, pasien dengan
Chronic Kidney Disease dengan hemodialisa akan mengalami disfungsi
seksualitas karena penurunan hormone repoduksi. Selain itu, jika kondisi
Chronic Kidney Disease berhubungan dengan penyakit diabetes militus,
maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada
proses metabolisme.
q) System Perkemihan : Terjadinya penurunan frekuensi urine, oliguria, atau
anuri, distensi abdomen.
r) System Pencernaan : Gangguan yang terjadi pada system pencernaan
lebih dikarenakan efek dari penyakit itu sendiri. Sering ditemukan
anoreksia, mual, muntah, dan diare.
s) System Muskuloskeletal : Dengan terjadinya gangguan penurunan atau
kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses
demineralisasi pada tulang, sehingga beresiko terjadinya pengkroposan
tulang yang tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2018) :
a. Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan
b. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah
c. Gangguan integritas kulit b.d sindrom uremia
d. Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
e. Pola napas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Luaran dan Kriteria Intervensi
keperawatan Hasil
Hipervolemia b.d Setelah dilakukan tindakan I.03114 Manajemen Hipervolemia
gangguan keperawatan selama 3x24 Observasi :
mekanisme regulasi, jam diharapkan Observasi
kelebihan asupan Keseimbangan Cairan 1. Periksa tanda dan
cairan, kelebihan (L.03020) membaik gejala
asupan natrium d.d Kriteria hasil: hipervolemia(mis.Ortopnea,
ortopnea, dyspnea, 1. Asupan dispnea, edema, JVP/CVP
edema anasarka cairan meningkat meningkat, refleks
dan/atau edema 2. Haluaran hepatojugular positif, suara
perifer distensi vena urin meningkat napas tambahan)
jugularis (D.0022) 3. Kelembaban 2. Identifikasi
membran mukosa penyebab hipervolemia
meningkat 3. Monitor status
4. Asupan hemodinamik (mis.
makanan meningkat Frekuensi jantung, tekanan
5. Edema darah, MAP, CVP, PAP,
menurun PCWP, CO, CI), jika
6. Dehidrasi tersedia
menurun 4. Monitor intake dan
7. Asites output cairan
menurun 5. Monitor tanda
8. Konfusi hemokonsentrasi (mis.
menurun Kadar natrium, BUN,
9. Tekanan hematokrit, berat jenis
darah membaik urine)
10. Denyut nadi 6. Monitor tanda
radial membaik peningkatan tekanan
11. Tekanan onkotik plasma (mis. kadar
arteri rata-rata protein dan albumin
membaik meningkat)
12. Membran 7. Monitor keceptan
mukosa membaik infus secara ketat
13. Mata 8. Monitor efek samping diuretik (mis.
cekung membaik Hipotensi ortostatik, hipovolemia,
14. Turgor kulit hipokalemia, hiponatremia)
membaik Terapetik
15. Berat badan 9. Timbang berat
membaik badan setiap hari pada
waktu yang sama
10. Batasi asupan
cairan dan garam
11. Tinggikan kepala
tempat tidur 30- 40°
12. Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam
6 jam
Edukasi
13. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
14. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
15. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian
diuretik
17. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretik
18. Kolaborasi pemberian continous
renal replacement therapy (CRRT), jika
perlu .
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan I.02079 Perawatan Sirkulasi
efektif b.d keperawatan selama 3x24 Observasi
penurunan jam diharapkan Perfusi 1. Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi
konsentrasi Perifer (L.02011) perifer, edema, pengisian kapiler,
hemoglobin d.d meningkat warna, suhu, ankle brachial index)
Pengisian kapiler >3 Kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor resiko gangguan
detik, Nadi perifer 1. Denyut nadi perifer sirkulasi ( mis. Diabetes, perokok,
menurun atau tidak meningkat orang tua hipertensi dan kadar kolestrol
teraba, Akral teraba 2. Penyembuhan luka tinggi)
dingin, Warna kulit meningkat 3. Monitor panans, kemerahan, nyeri atau
pucat, Turgor kulit 3. Sensasi meningkat bengkak pada ekstermitas
menurun, Edema 4. Warna kulit pucat
(D.0009) menurun Terapetik
5. Edema perifer 4. Hindari pemasangan infus atau
menurun pengambilan darah di daerah
6. Nyeri ekstremitas keterbatasan perfusi
menurun 5. Hindari pengukuran tekanan darah pada
7. Parastesia menurun ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
8. Kelemahan otot 6. Hindari penekanan dan pemasangan
menurun tourniquet pada area yang cidera
9. Kram otot menurun 7. Lakukan pencegahan infeksi
10. .Bruit femoralis 8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
menurun Edukasi
11. Nekrosis menurun 9. Anjurkan berhenti merokok
12. Pengisian kapiler 10. Anjurkan berolah raga rutin
membaik 11. Anjurkan mengecek air mandi untuk
13. Akral membaik menghindari kulit terbakar
14. Turgor kulit
membaik

Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan I.11353 Perawatan Integritas Kulit


kulit b.d kelebihan keperawatan selama 3x24 Observasi
volume cairan, jam diharapkan Integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan
sindrom uremia d.d Kulit dan Jaringan integritas kulit (mis.
dyspnea, PCO2 (L.14125) meningkat perubahansirkulasi, perubahan status
meningkat/menurun, Kriteria hasil: nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
PO2 menurun, 1. Elastisitas lingkungan ekstrem, penurunan
Takikardia, pH arteri meningkat mobilitas)
meningkat /menurun, 2. Hidrasi meningkat Terapetik
Bunyi napas 3. Perfusi jaringan 2. Ubah posisis tiap 2 jam jika tirah
tambahan, Nafas meningkat - baring
cuping hidung, Pola Kerusakan jaringan 3. Lakukan pemijatan pada area
nafas abnormal menurun penonjolan tulang, jika perlu
(cepat/lambat, 4. Kerusakan lapisan 4. Bersihkan perineal dengan air
regular/irregular, kulit menurun hangat, terutama selama periode
dalam /dangkal) 5. Nyeri menurun diare
(D.0129) 6. Perdarahan menurun 5. Gunakan produk berbahan petrolium
7. Kemerahan atau minyak pada kulit kering
menurun 6. Gunakan produk berbahan
8. Hematoma menurun ringan/alami dan hipoalergik pada
9. Pigmentasi kulit sensitif
abnormal menurun 7. Hindari produk berbahan dasar
10. Jaringan parut alkohol pada kulit kering
menurun Edukasi
11. Nekrosis menurun 8. Anjurkan menggunakan pelembab
12. Abrasi kornea (mis. lotion, serum)
menurun 9. Anjurkan minum air yang cukup
13. Suhu kulit membaik 10. Anjurkan meningkatkan asupan
14. Sensasi membaik nutrisi
15. Tekstur membaik 11. Anjurkan meningkatkan asupan buah
16. Pertumbuhan dan sayur
rambut membaik 12. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
13. Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar
rumah
14. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun Secukupnya
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan I.01014 Pemantauan Respirasi
efektif b.d depresi keperawatan selama 3x24 Observasi
pusat pernapasan dan jam diharapkan Pola Napas 1. Monitor frekuensi, irama
hiperventilasi d.d (L. 01004) Membaik kriteria
kedalaman dan upaya napas
pasien mengeluh hasil :
sesak napas saat 1. Ventilasi semenit 2. Monitor pola napas (seperti
aktivitas maupun meningkat
bradipnea, takipnea,
istirahat, Pola nafa 2. Kapasitas vital
abnormal (takipnea, meningkat hiperventilasi,Kussmaul,
bradipnea, 3. Diameter throaks
CheyneStokes, Biot, ataksik)
hiperventilasi, anterior posterior
kussmaul, cheyne- 4. Tekanan ekspirasi 3. Monitor kemampuan batuk
stokes) (D. 0005) meningkat
efektif
5. Tekanan inspirasi
meningkat 4. Monitor adanya produksi sputum
6. Dispnea menurun
7. Penggunaan otot bantu
5. Monitor adanya sumbatan 13.
napas menurun jalan napas
8. Pemanjang fase
ekspirasi menurun 6. Palpasi kesimetrisan
9. Ortopnea menurun ekspansi paru
10. Pernapasan pursed- tip
7. Auskultasi bunyi napas
menurun
11. Pernapasan cuping 8. Monitor saturasi oksigen
hidung menurun
Terapetik
12. Frekeunsi napas
membaik 9. Atur interval pemantauan
13. Kedalaman napas
respirasi sesuai kondisi
membaik
14. Ekskursi dada menurun pasien
10. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukais
11. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
12. Informasikan hasil
pemantauan
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Pelaksanaan implementasi
harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Ramadhani,
2017)

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan. Evaluasi
keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah
rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Santa, 2019).
Terdapat dua jenis evaluasi :
1) Evaluasi formatif (Proses) Evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilakukan
segera setelah perencanaan keperawatan di implementasikan untuk menilai efektivitas
intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilakukan hingga tujuan yang
telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri atas
analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan perawatan. Contoh :
membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk selama 30 menit dan
mengatakan nyaman dengan posisinya tanpa pusing.
2) Evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Tujuan dari evaluasi sumatif ini yaitu menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Hasil dari evaluasi
dalam asuhan keperawatan adalah tujuan tercapai/masalah teratasi, tujuan tercapai
sebagian/masalah teratasi sebagian, tujuan tidak tercapai/ masalah tidak tertasi dan
bahkan timbul masalah baru. Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah di tetapkan.
a. S (Subjektif) : informasi berupa ungkapan yang di dapat dari klien setelah diberi
tindakan.
b. (Objektif) : informasi yang di dapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
c. A (Analisis) : membandingkan antara gejala mayor dan gejala minor yang terjadi
pada pasien terhadap luaran keperawatan yang sudah ditetapkan dalam rencana
keperawatan. Analisis dalama evaluasi merujuk pada ekspektasi luaran
keperawatan
d. P (Planing) : rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
analisa.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : Kamis, 15 Februari 2024 Ruang/RS : Sadewa 1


Jam : 06.30 WIB Rumah Sakit X

A. BIODATA
1. Biodata Pasien
a. Nama : Tn. I
b. Umur : 40 tahun
c. Agama : Islam
d. Alamat : Batam center
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Wiraswasta
g. Tanggal Masuk : 15 Februari 2024
h. Diagnosa Medis : CKD on HD
i. No. Register : 540964
2. Biodata Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. D
b. Umur : 37 th
c. Alamat : Batam center
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
f. Hubungan dg klien : Istri
B. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan keluhan sesak, lemas, mengalami bengkak di tungkai bagian
kedua kaki, gatal-gatal seluruh tubuh, kulit tampak kering, ada luka kecil bekas garukan
pada kedua kaki.
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang untuk melakukan HD rutin 2 kali seminggu setiap hari Rabu dan Sabtu.
Klien mengatakan keluhan sesak, lemas, mengalami bengkak di tungkai bagian kedua
kaki, gatal-gatal seluruh tubuh, kulit tampak kering, ada luka kecil bekas garukan pada
kedua kaki.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 6 tahun yang lalu.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien, tidak ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi atau
penyakit sama seperti yang diderita oleh klien.
4. Riwayat Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi.

GENOGRAM

: Perempuan : ada hubungan

: Laki-laki (Pasien)
D. PENGKAJIAN MENGACU POLA FUNGSIONAL GORDON
1. Pola manajemen dan persepsi kesehatan
Keluarga klien mengatakan saat ada keluarga yang sakit langsung dibawa ke
pelayanan terdekat seperti puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut dan
menggunakan obat herbal sebagai alternatif pengobatan.
2. Pola nutrisi dan metabolism
a. Sebelum sakit :Klien mengatakan makan secara teratur 3x sehari dengan menu
nasi, sayur, lauk (daging, tempe tahu), buah dan air putih dan tidak mempunyai
alergi ataupun pantangan terhadap makanan. Klien mengatakan sebelum sakit klien
makan-makanan berlemak dan gorengan. Klien jarang makan buah dan sayur. Klien
sering meminum kopi, jarang meminum air putih.
b. Saat sakit : Klien mengatakan makan 3x sehari dan minum sesuai dengan
diet yang dianjurkan.
Antropometri
BB : 74 kg
TB : 170 cm
IMT = 74kg/ (1.7x1.7)m2= 25 (Berat badan ideal)
Biochemical
Hb 10.0 gr/dL
Hematokrit 40 %
Trombosit 150 10^3/uL
Clinical Sign
Tanda umum : Tn. I mengatakan tidak mual muntah, tidak mengalami kesulitan
dalam makan maupun minum. Ny.D mengatakan makan seperti biasa 3x sehari dan
nafsu makan klien masih sama seperti sebelum sakit.
Kulit : Turgor kulit baik dan kembali dalam waktu kurang dari 2 detik serta ada
edema di kedua kaki
Mulut: bibir klien lembab, mulut bersih, tidak ada sariawan.
Mata : congjutiva anemis, sklera tidak ikterik.
Dietary
Klien mendapatkan diit DM rendah protein rendah garam dengan target energy 30
kkal/kgBBI, protein 0,8 gr/kgBBI dalam 1500kkal prot 40/gr diberikan dalam
bentuk nasi biasa makan 3x1p dan snack 2x1p.
3. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : klien BAB 1x/ hari dengan konsistensi lembek, berwarna
kuning kecoklatan dengan bau khas. Pasien BAK 6-10 x/ hari.
b. Saat sakit : klien BAB 1x/hari semenjak masuk RS. BAK 2-3 x/hari.
4. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit : kebutuhan tidur klien tercukupi yaitu 6-8 jam/hari.
b. Saat sakit : Klien mengatakan tidur dengan baik karena saat beristirahat
tidak ada keluhan yang dirasakan.
5. Pola aktivitas dan latihan
a. Sebelum sakit : klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri saat dirumah
dan klien bekerja sebagai pedagang.
b. Saat sakit : Klien mengatakan dapat melakukan aktfitas lebih
membutuhkan bantuan dari kleuarga karena klien tidak mampu beraktivitas berat.
Kebutuhan Aktifitas dan Latihan
No Faktor Ketergantungan Skor
1. Personal Hygiene 5
2. Mandi 5
3. Makan 5
4. Toileting 5
5. Menaiki Tangga 5
6. Memakai Pakaian 5
7. Kontrol BAB 5
8. Kontrol BAK 5
9. Ambulasi atau menggunakan kursi roda 10
10. Transfer kursi-Tempat tidur 5
TOTAL 55
KESIMPULAN KTR
Interpretasi :
a. Ketergantungan Total : 0-24
b. Ketergantungan Berat : 25-49
c. Ketergantungan Sedang : 50-74
d. Ketergantungan ringan : 75-90
e. Ketergantungan Minimal : 91-99
6. Pola peran dan hubungan
Setelah sakit klien tidak dapat menjalankan perannya dengan maksimal sebagai
ayah untuk keluarganya. Hubungan dengan keluarga baik. Klien diantarkan ke RS oleh
istrinya.
7. Pola persepsi kognitif dan sensori
a. Persepsi dan Sensori :
- Penglihatan Baik
- Pendengaran Baik
- Penciuman Baik
- Pengecapan Baik
- Perabaan Baik
b. Kognitif
Tn. I mampu menyebutkan tempat,waktu, jam dan orang disekitarnya. Tn. I
mengatakan mengetahui kondisinya saat ini.
8. Pola persepsi diri dan konsep diri
a. Body Image : Klien percaya diri dengan seluruh tubuhnya
b. Identitas Diri : Klien adalah seorang laki-laki.
c. Harga Diri : Klien ingin menjalani kehidupan yang normal dan tidak ada
masalah dengan tubuhnya.
d. Peran Diri : Klien adalah seorang ayah dengan 3 anak. Aktivitas yang
klien lakukan sebatas dirumah dengan melakukan aktivitas ringan.
e. Ideal Diri : Klien tetap yakin akan sembuh dari penyakitnya dan ingin
cepat pulang supaya bisa menjalani perannya sebagai ayah dan suami dengan
nyaman dan tidak ada gangguan penyakit pada tubuhnya.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi.
10. Pola mekanisme koping
Klien selalu terbuka dengan perawat maupun dengan keluarganya. Terbukti
kalau ditanya oleh perawat tentang apa yang dirasakan saat ini klien selalu terbuka
untuk menjawab. Klien dalam memutuskan suatu permasalahan selalu di diskusikan
dengan keluarganya. Saat ini klien menghadapi permasalahannya dengan bertanya
kepada ahlinya dan tidak menghindari permasalahan mengenai penyakitnya.

11. Pola nilai dan kepercayaan


Sebelum sakit klien menjalankan ibadah rutin sholat 5x sehari. Selama sakit klien
rutin berdoa untuk kesembuhannya.
12. Kebutuhan Aman dan Nyaman
Klien mengatakan tidak merasakan gangguan aman dan nyaman seperti nyeri.
E. PENGKAJIAN TAMBAHAN
1. Pengkajian Resiko Jatuh
Tanggal
Penilaian Resiko Jatuh Score
13-01-2022
Riwayat Jatuh :
Jatuh satu kali atau lebih dalam
Kecelakaan Kerja atau 25 25
kurun waktu 6 bulan terakhir
Rekreasional
Diagnosis sekunder 15 15
Alat Bantu Benda di sekitar, kursi, dinding, dll 30 0
Kruk, tongkat, tripod, dll 15 0
Terapi intravena kontinyu/Heparin/Pengencer Darah 20 0
Gangguan/Bedrest/ Kursi Roda 20 0
Gaya Berjalan Lemah 10 0
Normal 0 0
Agitasi/Konfusi 15 0
Status Mental
Demensia 15 0
SKOR TOTAL 40

Interpretasi The Morse Fall Scale (MFS)


Resiko Tinggi : 45 atau lebih
Resiko Sedang: 25-45
Resiko Rendah : 0-24
Kesimpulan:
Klien Ny.D mendapatkan skor 40 dan dalam kategori resiko jatuh sedang.
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran : E4V5M6 composmentis

2. Tanda-tanda vital
Nadi : 90 x/ menit
Pernapasan : 24x/ menit dengan irama reguler
Suhu tubuh : 360 C
Tekanan darah : 190/90 mmHg
3. Kulit : Turgor kulit kembali dalam waktu 2 detik, terdapat pitting edema di
kedua kaki.
4. Kepala : Ukuran kepala mesochepal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa/benjolan, kulit kepala bersih, tidak pusing / nyeri kepala
5. Leher : Ada peningkatan JPV, tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid,
tidak ada lesi.
6. Mata : Sklera tidak ikterik, mata simetris, konjungtiva anemis, pupil isokor
dan reflek cahaya baik, edem di kedua kelopak mata.
7. Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada secret, tidak terdapat lesi pada
hidung. Terpasang O2 3 lpm
8. Telinga : Simetris, tidak terdapat sekret.
9. Mulut : Mukosa bibir lembab, gigi lengkap tidak terdapat stomatitis.
10. Dada:
a. Jantung :
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di ICS 4 Anterior axila sinistra , tidak ada massa
P : Batas Jantung =
- Batas atas : ICS III parasterna dekstra dan ICS III parasterna sinistra
- Batas bawah : ICS V parasterna dekstra sampai ICS V anterior axila
sinistra
- Batas kanan : ICS III sampai ICS V parasterna dekstra
- Batas kiri : ICS III parasterna sinistra sampai ICS V anterior axila sinistra
A : Suara jantung I,II regular. Murmur (-), Gallop (-).
b. Paru-paru :
I : expansi dada simetris, tidak ada bekas luka/luka di area dada, RR: 24x/mnt
P : pergerakan dinding dada sama, tactil fremitus teraba
P : redup
A : ronchi di lobus kiri

11. Abdomen:
a. Inspeksi : tidak terdapat asites

b. Auskultasi : bising usus 12x/menit


c. Perkusi : timpani

d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.


12. Ekstremitas :
Atas : Tidak ada edema dan tidak terdapat clubbing finger.
Bawah : Terdapat edema di kedua kaki dan tidak terdapat clubbing finger.tidak
terdapat lesi , kekuatan otot
5 5
4 4
13. Genetalia : Tidak terkaji.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 1 Februari 2024
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hematologi Paket
Hemoglobin 10.0 g/dL 11.7- 15.5
Hematokrit 40 % 32-62
Eritrosit 3.35 10^6/uL 4.4 -5.9
MCH 29.9 pg 27-32
MCV 81.8 fL 76-96
MCHC 36.5 g/dL 29-36
Leukosit 11 10^3/uL 3.6 – 11
Trombosit 150 10^3/uL 150-400
RDW 12.8 % 11.6-14.8
MPV 10 fL 4.00 – 11.00
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 110 mg/dL 80-160
SGOT 19 U/L 15-34
SGPT 13 U/L 15-60
Alkali Phosphatase 105 U/L 50-136
Gamma GT 27 U/L 5-55
Total Protein 4.7 g/dL 6.4-8.2
Albumin 2.6 g/dL 3.4-5.0
Globulin 2.8 g/dL 2.3-`3.5
Ureum 234 mg/dL 15-39
Creatinin 10 mg/dL 0.6-1.3
Elektrolit
Natrium 161 mmol/L 136-145
Kalium 4 mmol/L 3.5-5.0
Calsium 1 mmol/L 1.0-1.15
Fosfor 10 mmol/L 2.5-4.5
2. FOTO TORAKS AP 01 Februari 2024 :
KESAN :
Bentuk dan letak jantung normal.
Gambaran bronkopnemonia

H. PROGRAM TERAPI
Cetirizine 2 x 1 tab (kp) P.O
Candesartan 8 mg/ 24 jam P.O
Amlodipin 10 mg/ 24 jam P.O

15 Februari 2024

Hemodialisa ke – 96 kali

I. RESEP HD
UF: 4500,

T : 5jam,

QB : 250

QD : 500,

heparin : reguler
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
No Tangga Data Fokus Etilogi Masalah
. l / jam Keperawatan
1. Kamis, DS: Hipervolemia Penurunan
15  Klien mengatakan lemas fungsi ginjal
Februari  Klien mengatakan bengkak di kedua
2024 kakinya
06.45 DO:
WIB  BBK : 70kg
 Terdapat peningkatan JVP
 Terdapat Ronchi + / + (lobus kiri)
 Tidak terdapat asites
 Terdapat pembesaran kantung mata
(palpebra)
 BB datang : 74kg (kenaikan BB >5%
bbk)
 TD: 190/90 mmHg,
 N: 90 x/menit,
 RR : 24 x/menit,
 S : 36 °C.
 Edema derajat 1
 Na : 161
 ureum darah 234mg/dl
 kreatinin 10 mg/dl
 Albumin 2.6 gr/dl
2. DS: klien mengatakan sesak Kelebihan Pola nafas
cairan tidak efektif
DO:
 RR : 24x/mnt
 SPO2: 96%
 Ronchi + / + (lobus kiri)
 Edema dikedua kaki

3. DS: Gangguan Penumpukan


Klien megatakan kulitnya terasa gatal integritas kulit uremik

DO:
 Kulit tampak kering
 Ada luka kecil bekas garukan pada
kedua kaki
 Edema tungkai
 Ureum : 234mg/dl,
 Kreatinin : 10 mg/dl,
 Fosfor : 10 mg/dl

DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Hipervolemia berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal (D.0022).


B. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelebihan cairan(D. 0005).
C. Gangguan inntegritas kulit berhubungan dengan penumpukan uremik (D. 0129).
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tangga No. SDKI SLKI SIKI
l / Jam
Kamis, 1 Hipervolemia Setelah dilakukan Pemantauan Cairan (I.03121)
15 berhubungan tindakan Observasi
Februari dengan keperawatan selama  Monitor frekuensi dan kekuatan
2024, penurunan 1x5 jam diharapkan nadi
06.50 fungsi ginjal Keseimbangan  Monitor frekuensi napas
WIB Cairan (L.03020)  Monitor tekanan darah
membaik dengan  Monitor berat badan pre dan post
Kriteria hasil: HD
1. Keluaran urin  Monitor elastisitas atau turgor kulit
meningkat
 Monitor jumlah, warna dan berat
2. Edema menurun
jenis urine
3. Tekanan darah
 Monitor kadar albumin dan protein
membaik
total
 Monitor hasil pemeriksaan serum
(hematokrit, natrium, kalium)
 Monitor intake dan output cairan
Terapetik
 Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasikanhasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Kolaborasi
 Pemberian diuretik
 Kolaborasi terapi HD
2 Pola napas Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
tidak efektif tindakan Observasi:
b.d kelebihan keperawatan selama  Monitor pola nafas, monitor saturasi
volume cairan 1x5 jam diharapkan oksigen
pola napas (L.  Monitor frekuensi, irama,
01004) dengan kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil : Terapeutik
1. Dipsnea menurun  Atur Interval pemantauan respirasi
2. Penggunaan otot sesuai kondisi pasien
bantu napas menurun Edukasi
3. Frekuensi napas  Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik pemantauan
4. Kedalaman napas  Informasikan hasil pemantauan, jika
membaik perlu
 Ajarkan pasien untuk relaksasi
napas dalam

3 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)


inntegritas tindakan Observasi
kulit keperawatan selama  Identifikasi penyebab gangguan
berhubungan 1x5 jam diharapkan integritas kulit (mis.
dengan integritas kulit dan perubahansirkulasi, perubahan
penumpukan jaringan meningkat ( status nutrisi, penurunan
L. 14125) dengan kelembaban, suhu lingkungan
kriteria hasil : ekstrem, penurunan mobilitas)
1. Kerusakan lapisan Terapeutik
kulit menurun  Gunakan produk berbahan
2. Perfusi jaringan petrolium atau minyak pada kulit
meningkat kering
3. Sensasi membaik  Gunakan produk berbahan
4. tekstur membaik ringan/alami dan hipoalergik pada
5. Elasitas meningkat kulit sensitive
 Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Waktu Implementasi Respon Pasien
15 Februari Mengidentifikasi tanda Pasien tampak adanya edema pada ekstremitas
2024, 07.00 hipervolemia atas dan bawah bagian kiri dengan pitting
WIB (DX 1) edema grade +1
09.00 WIB Memonitor frekuensi dan nadi TD : 163/90
12.00 WIB Memonitor frekuensi napas N : 72x/mnt
Memonitor tekanan darah RR : 20x/mnt
Mengkolaborasikan dengan tim
medis untuk terapi hemodialisa

15 Februari Monitor pola nafas, monitor RR : 20x/mt


2024, 07.00 saturasi oksigen
WIB (DX 2) Spo2: 98%
Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas N : 76x/mnt

08.00 WIB Mengajarkan pasien untuk


relaksasi napas dalam Pasien lebih relax dan tenang

Memberikan kolaborasi pemberian Pasien mengatakan sesak berkurang


o2 melalui nasal kanul 3 liter/mnt
Pasien tampak nyaman
Memposisikan pasien semi fowler

15 Februari Memonitor kondisi kulit pasien Kulit pasien tampak lembab dan telah diberi
2024, 07.00 lotion
WIB (DX 3) Menganjurkan pasien untuk
08.00 WIB menggunakan pakaian yang Rasa gatal berkurang
nyaman
Pasien tampak nyaman
Berkolaborasi pemberian terapi
farmakologi

EVALUASI
Waktu Diagnosa SOAP
15 Februari Hipervolemia S:
2024, 12.00 berhubungan dengan • Klien mengtakan badan terasa ringan
WIB penurunan fungsi ginjal • Klien mengtakan sudah tidak lemas dan
pusing berkurang
O:
• Pasien tampak edema berkurang
• BB post HD : 70.3kg
• Hasil TTV :
• TD : 150/80
• N : 68x/mnt
• RR: 20x/mnt
• S : 36.6
A : Masalah hipervolemia belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
• Belum tercapaikan BBK (70Kg)
• Pantau BB setiap hari
• Batasi intake cairan 600ml/24 jam
• Kolaborasi dengan tim medis tentang
pemberian obat Ht dan diuretik
Pola napas tidak efektif S :
berhubungan dengan • Klien mengtakan sesak berkurang
kelebihan volume cairan • Klien mengatakan sudah lebih nyaman
O:
• RR: 21x/mnt (udara kamar)
• Spo2 : 98x/mnt
• N : 76x/mnt
• Edema berkurang
A : Masalah pola napas teratasi
P : Intervensi diberhentikan.

Gangguan integritas kulit S:


berhubungan dengan • Klien mengatakan gatal sudah mulai
penumpukan uremik berkurang
O:
• Klien tampak sudah tidak menggaruk
lagi
• Kulit klien tampak lembab setelah
diberikan lotion
• Kerusakan lapisan kulit tidak semakin
banyak
A : Masalah gangguan integritas kulit teratasi sebagian
P:
• Anjurkan klien untuk mandi rutin 2x
sehari
• Anjurkan memakai lotion atau minyak
zaitun
BAB IV
KESIMPULAN

A. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien mengatakn ada keluhan sesak, lemas,
mengalami bengkak di tungkai bagian kedua kaki, gatal-gatal seluruh tubuh, kulit
tampak kering, ada luka kecil bekas garukan pada kedua kaki.
B. Diagnosa keperawatan pada pasien ada 3 meliputi hipervolemia berhubungan dengan
penurunan fungsi ginjal pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelebihan cairan
dan gangguan inntegritas kulit berhubungan dengan penumpukan uremik.
C. Perencanaan keperawatan yang disusun berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) dan disesuaikan dengan diagnosis keperawatan yang ditegakkan
berdasarkan kriteria mayor dan minor serta kondisi terkini dari pasien itu sendiri.
D. Implementasi keperawatan yang dilaksanakan kepada pasien 5 jam disesuaikan
dengan perencanaan yang telah disusun berdasarkan teori dan kebutuhan yang ada
pada pasien dengan Chronic Kidney Disease dengan hemodialisa.
E. Hasil evaluasi keperawatan menunjukan 1 diagnosa keperawatan teratasi yaitu pola
nafas tida efektif berhubungan dengan kelebihan cairan, sedangkan 2 diagnosa
keperawatan belum teratasi yaitu hipervolemia berhubungan dengan penurunan fungsi
ginjal dan gangguan inntegritas kulit berhubungan dengan penumpukan uremik.
DAFTAR PUSTAKA

Agro FE, Fries D, Vennari M. Body Fluid Management From Physiology to Therapy. Verlag Italia:
Springer.

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.Management of Patients with Fluid and Electrolyte
Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill.
2013.

Faridah, U., Hartinah, D., & Himawati, N. (2022). Hubungan Frekuensi Hemodialisa Dengan
Perubahan Citra Tubuh Pada Pasien Hemodialisa Di Rs Islam Arafah Rembang. Indonesia Jurnal
Perawat, 6(1), 1.

Ignatavicious, D. D., Workman, M. L., Rebar, C., & Heimgartner, N. M. (2018). Medical Surgical
Nursing: Concepts for Interprofessional Collaborative Care.

KDIGO. (2021). Clinical Practice Guideline For The Management Of Blood Pressure In Chronic
Kidney Disease. Journal Of The International Society Of Nephrology, 3, 5–9.

Kramer, H., Yee, J., Weiner, D. E., Bansal, V., Choi, M. J., Brereton, L., Berns, J. S., Samaniego-
Picota, M., Scheel, P., & Rocco, M. (2016). Ultrafiltration Rate Thresholds in Maintenance
Hemodialysis: An NKF-KDOQI Controversies Report. American Journal of Kidney Diseases, 68(4),
522–532.

Muttaqin, A. & S. K. (2013). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta; In Jurnal
Keperawatan Priority (Vol. 2, Issue 1).

Ramadhani, W. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Chronic Kidney Desease
(Ckd) Di Ruang Penyakit Dalam Pria Rsup Dr. M. Djamil Padang. Kesehatan Keluarga, 1,
206.

Santa, M. (2019). Teori Keperawatan profesional. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.

Setiati, (2015). Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID II. Jakarta 47

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth Edisi 8. Jakarta:
EGC. EGC, 1(1), xxii, 716 p. ;30 cm

Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes. Dalam
Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health. 2015

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed., pp.
328–xiv). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. In
International Journal of Technology Vocational Education and Training (Vol. 1, Issue 1).

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Practice Nurse, 49(5)
Tim Riskesdas. (2018). Laporan Provinsi Kalimantan Timur Riskesdas 2018. Lembaga
Penerbit Badan Litbang Kesehatan, 472.

Anda mungkin juga menyukai