Disusun Oleh:
Kelompok 2
2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal merupakan suatu kondisi medis yang menyebabkan gangguan
ekskresi sisa metabolisme sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit serta asam dan basa dalam tubuh penderita (Apriliani, 2023). Gagal ginjal
kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam jangka panjang yang menyebabkan
kerusakan jaringan progresif (Diahastuti, 2021). Penyakit ginjal kronik merupakan
masalah kesehatan masyarakat global yang prevalensi dan insidensinya terus
meningkat sehingga menimbulkan risiko serius dan memerlukan biaya pengobatan
yang besar (Damayanti, 2021).
Penyakit ginjal kronik (PGK) termasuk dalam 10 besar penyakit tidak menular di
Indonesia dengan prevalensi 0,2% (Nurrohman, 2022). Data hasil Riset Kesehatan
Dasar (Mardhatillah et all., 2020) menunjukkan angka penderita penyakit ginjal kronik
pada umur 34 sampai 44 tahun sebesar 0,3%, umur 45 sampai 54 tahun sebesar
0,4%, untuk usia 55 hingga 74 tahun adalah 0,5%, serta usia di atas 75 tahun
merupakan 0,6% kasus (Apriliani, 2023). Menurut Kajian Kesehatan Nasional Provinsi
Jawa Tengah tahun 2018, prevalensi penyakit ginjal kronik sebesar 0,5% (96.974
kasus) (Nurrohman, 2022).
Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-9 dengan angka 0,29% (75.490 jiwa)
menderita penyakit ginjal kronik dan 23,14% (224 jiwa) memerlukan hemodialisis.
Angka kejadian penyakit ginjal kronik semakin meningkat dengan puncak kejadian
sebesar 0,67% pada penduduk berusia 75 tahun ke atas (Riskesdas Jatim, 2018). RS
Panti Waluya Sawahan Malang merupakan salah satu rumah sakit di kota Malang
yang mempunyai unit hemodialisis dengan angka kejadian gagal ginjal kronik pada
bulan Desember 2022 sampai dengan Januari 2023, dengan jumlah pasien gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis kronik sebanyak 137 orang (Apriliani, 2023).
Gagal ginjal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, khususnya gangguan
metabolisme seperti diabetes, hipertensi, gangguan saluran kemih (batu ginjal), yang
dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Selain itu, penggunaan obat pereda
nyeri yang berlebihan, baik yang dijual bebas maupun diresepkan oleh dokter, selama
bertahun-tahun dapat menyebabkan risiko nekrosis papiler dan gagal ginjal kronik.
Kebiasaan merokok dan minuman berenergi juga dapat menyebabkan gagal ginjal
(Damayanti, 2021).
Pelaksanaan asuhan pasien berfokus pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Di
sini diperlukan peran perawat sebagai edukasi dan fasilitator dalam pekerjaan
perawatan segera secara mandiri dan kolaboratif, dengan memperhatikan kebutuhan
dasar seseorang, gejala yang ditemukan dan informasi tentang penyebab gagal ginjal
kronik, untuk mencegah dan mengurangi jumlah penderita yang menderita gagal ginjal
kronik.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain menjaga tekanan darah,
menjaga asupan cairan, dan menjalani diet rendah protein, natrium, dan kalium untuk
mengurangi beban pada ginjal. Terapi penggantian ginjal atau hemodialisis juga dapat
dilakukan untuk menjaga fungsi ginjal hingga mencegah kematian, namun hal ini tidak
dapat menyembuhkan fungsi ginjal sepenuhnya. Berdasarkan penjelasan di atas,
penulis berharap mendapatkan gambaran pelaksanaan terhadap ”Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik”.
B. Tujuan Penulisan Makalah
a. Tujuan Umum
Mengetahui/menjelaskan konsep gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan
pada pasien gagal ginjal kronik.
b. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep gagal ginjal kronik (pengertian, etiologi, manifestasi klinis,
dan patofisiologi).
b. Menjelaskan konsep gagal ginjal kronik terminal (pengertian, perawatan pada
pasien, dan epidemiologi).
c. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik (pengkajian,
diagnosa, dan intervensi, implementasi, dan evaluasi).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa tanda dan gejala gagal ginjal kronik sebagai berikut (faisal, 2018).
Menurut Harmilah (2020), beberapa tanda dan gejala penderita penyakit ginjal
kronik antara lain:
a. Perlu buang air kecil lebih sering, terutama pada malam hari.
b. Kulit yang gatal, kram otot.
c. Darah atau protein dalam urin terdeteksi selama urinalisis.
d. Berat badan menurun.
e. Kehilangan nafsu makan atau penurunan nafsu makan.
f. Penumpukan cairan menyebabkan pembengkakan pada pergelangan kaki dan
tangan.
g. Nyeri dada disebabkan oleh penumpukan cairan di sekitar jantung.
h. Kontraksi otot, mengalami masalah pernapasan atau kesulitan bernapas, mual
dan muntah, insomnia.
i. Disfungsi ereksi terjadi pada pria (Sari, 2023).
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berkurangnya massa fungsional ginjal akibat
hipertrofi ginjal untuk mengkompensasi penurunan jumlah dan fungsi nefron normal.
Hal ini dipicu oleh peningkatan molekul vasoaktif, sitokin, faktor pertumbuhan dan
ultrafiltrat. karena peningkatan tekanan dan aliran di kapiler glomerulus. Beberapa
sitokin dan faktor pertumbuhan memainkan peran penting dalam perkembangan
kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi dapat meningkatkan aktivitas renin-angiotensin,
menyebabkan pembesaran ginjal dan sklerosis (Hidayat, 2018).
Menurut Doenges, Moorhouse, & Murr (2018), pengkajian keperawatan pada klien
dengan gagal ginjal kronik adalah:
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia (D.0023).
b. Gangguan pertukaran gas (D.0003).
c. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009).
d. Resiko penurunan curah jantung (D.0011).
e. Defisit nutrisi (D.0019).
f. Intoleransi aktivitas (D.0056).
g. Nausea (D.0076).
h. Nyeri akut (D.0077).
i. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129).
j. Ansietas (D.0080).
3. Rencana Keperawatan
a. Hipervolemia
Manajemen Hipervolemia (I.03114)
Observasi
a) Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea, edema,
JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara npas tambahan).
b) Identifikasi penyebab hipervolemia.
c) Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP,
CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia.
d) Monitor keceptan infus secara ketat.
e) Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia).
Terapeutik
a) Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama.
b) Batasi asupan cairan dan garam.
c) Tinggikan kepala tempat tidur 30 40°.
Edukasi
a) Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5,mL/kg/jam dalam 6 jam.
b) Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari.
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian diuretik.
b) Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik.
b. Gangguan Pertukaran Gas
1) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
a) Monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya napas.
b) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne Stokes, Biot, ataksik).
c) Monitor kemampuan batuk efektif.
d) Monitor adanya produksi sputum.
e) Monitor adanya sumbatan jalan napas.
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
g) Auskultasi bunyi napas.
h) Monitor saturasi oksigen.
i) Monitor nilai AGD.
j) Monitor hasil x-ray toraks.
Terapeutik
a) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
b) Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
e. Defisit Nutrisi
1) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi
a) Identifikasi status nutrisi.
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
c) Identifikasi makanan yang disukai.
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien.
e) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik.
f) Monitor asupan makanan.
g) Monitor berat badan.
h) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
Terapeutik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
b) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan).
c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.
d) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
e) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
f) Berikan suplemen makanan, jika perlu.
g) Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi.
Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
b) Ajarkan diet yang diprogramkan.
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu.
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu.
f. Intoleransi Aktivitas
1) Manajemen Energi (I.05178)
Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan.
b) Monitor kelelahan fisik dan fungsional.
c) Monitor pola dan jam tidur.
d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selamam melakukan aktivitas.
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan).
b) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan.
d) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan.
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring.
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang.
d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.
g. Nausea
1) Manajemen Mual (I.03117)
Observasi
a) Identifikasi pengalaman mual.
b) Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis. bayi, anak-anak, dan
mereka yang tidak dapat berkomunikasi secaara efektif).
c) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis. nafsu makan, aktivitas,
kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur).
d) Identifikasi penyebab faktor mual (mis. pengobatan dan prosedur).
e) Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada kehamilan).
f) Monitor mual (mis. frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan).
g) Monitor asupan nutrisi dan kalori.
Terapeutik
a) Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. bau tak sedap, suara, dan
rangsangan visual yang tidak menyenangkan).
b) Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. kecemasan, ketakutan,
kelelahan).
c) Berikan jumlah makanan dalam jumlah kecil dan menarik.
d) Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak berwarna, jika
perlu.
Edukasi
a) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup.
b) Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual.
c) Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
d) Anjurkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual (mis.
biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur).
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu.
h. Nyeri Akut
1) Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, identitas nyeri.
b) Identifikasi skala nyeri.
c) Identifikasi respon nonverbal.
d) Identifikasi respon yang memperberat dan memperingan nyeri.
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikam.
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik.
Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain).
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur.
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri.
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
i. Ansietas
1) Reduksi Ansietas (I.09314)
Observasi
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu stresor).
b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
c) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal).
Terapeutik
a) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepecayaan.
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan.
c) Pahami situasi yang membuat ansietas.
d) Dengarkan dengan penuh perhatian.
e) Gunakan pendekatanyang tenang dan meyakinkan.
f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan.
g) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan.
h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang.
Edukasi
a) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin akan dialami.
b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis.
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu.
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan.
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan.
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat.
h) Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu.
4. Implementasi
5. Evaluasi
Setiap pasien gagal ginjal kronik perlu dilakukan evaluasi dan hasil yang
diharapkan setelah dilakukannya intervensi dan implementasi, yaitu
a. Cairan seimbang.
b. Pola nafas efektif.
c. Peningkatan perfusi perifer.
d. Tidak terjadi penurunan curah jantung.
e. Asupan nutrisi terpenuhi.
f. Aktivitas sehari-hari terpenuhi.
g. Tingkat nausea menurun.
h. Tingkat nyeri menurun.
i. Peningkatan integritas kulit/jaringan.
j. Ansietas berkurang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit ginjal kronik (CKD) adalah suatu kondisi dimana ginjal mengalami
kelainan struktural atau penurunan fungsi yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan
bersifat progresif serta tidak dapat disembuhkan. Faktor risiko penyakit ginjal kronik
adalah riwayat penyakit ginjal dalam keluarga, hipertensi, diabetes, penyakit autoimun,
usia lanjut, stadium akhir, penyakit ginjal akut serta kerusakan struktural ginjal, baik
GFR normal maupun meningkat. Gagal ginjal kronik tidak memiliki gejala atau tanda
penurunan fungsi yang spesifik, namun gejala mulai muncul ketika fungsi nefron mulai
menurun secara terus-menerus. Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berkurangnya
massa fungsional ginjal akibat hipertrofi ginjal untuk mengkompensasi penurunan
jumlah dan fungsi nefron normal.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat dapat bermanfaat sebagai pemahaman dan
pengetahuan tentang konsep gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien
gagal ginjal kronik. Kami berharap dengan adanya makalah ini bisa
memahami/mengetahui gagal ginjal kronik pada masyarakat baik perempuan maupun
laki-laki, baik individu maupun kelompok. Kami semua sadar bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan sehingga apabila ada masukan maupun kritik demi
menyempurnakan makalah ini kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, S. and Fadila, Z. (2023) ‘Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Dialisis
Di Asia Tenggara: A Systematic Review’, Hearty, 11(1), pp. 77–83. doi:
10.32832/hearty.v11i1.7947.
Diahastuti, K. F. (2021) ‘Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Gagal Ginjal Kronis Di
Ruang Baitul Izzah 2 RSI Sultan Agung Semarang‘.
Eka et al. (2019) ‘Asuhan Keperawatan Pada Pasien Illnes (Palliative Care) Gagal Ginjal
Kronis‘.
Firdaus, F. A. (2022) ‘Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami
Gagal Ginjal Kronik Dengan Hipervolemia Di RSU Anwar Medika’.
Nurrohman, K. (2022) ‘Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Dengan Masalah Keperawatan Hipervolemia Di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo
Purwokerto’.
Sari, D. N. (2023) ‘Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Hemodialisa Reguler Dengan Penerapan Manajemen Hipervolemia Di Ruang Mawar Kuning
RSUD Sidoarjo’.
Sari, S. D. K. (2022) ‘Karya Ilmiah Akhir NERS Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pola Napas
Tidak Efektif Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSAL dr Ramelan Surabaya’.
Seran, R. E. (2019) ‘Asuhan Keperawatan Pada An. A. L. Dengan Gagal Ginjal Kronik Di
Ruangan Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang’.
Surya, I. K. Y. A. (2021) ‘Optimisme Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Di RSUD Sanjiwani
Gianyar Tahun 2021’.