Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan Departemen
Keperawatan Gadar dan Kritis
Di Ruang ICU RSD Idaman Kota Banjarbaru

Oleh:
Nama : Rachmawati Eka Putri Kesuma
NIM : P17212215113

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GADAR DAN KRITIS


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada pasien dengan diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD) di
Ruang ICU RSD Idaman Kota Banjarbaru periode tanggal 21 s/d 26 Februari Tahun Akademik
2021/2022.
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal … Bulan Februari Tahun 2022

Malang, Februari 2022


Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik

Mengetahui,
Kepala Ruang ICU
A. Konsep Penyakit
1. Masalah Kesehatan
Chronic Kidney Disease(CKD) merupakan penyakit kronik yang
dapat mengakibatkan kematian dan prevalensi dimasyarakat terus
mengalami peningkatan (Santoso, 2014). Chronic Kidney Disease
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan, menyebabkan uremia atau retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah. Hormon eritropoetin, suatu subtantsi
normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada Chronic Kidney Disease produksi
eritropoetin menurun dan anemia, serta mengakibatkan masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (Padila, 2014).
Chronic Kidney Disease dapat disebabkan oleh berbagai penyakit.
Chronic Kidney Disease berasal dari diabetis nefropati, penyakit
hipertensi, infeksi ginjal atau glomerulonefritis, penyakit ginjal bawaan
atau polisiklik, ataupun penyakit lainnya. Hipertensi dan diabetes
melitus merupakan dua penyebab terbesar dari penyakit ginjal tahap
akhir, sedangkan yang lainnya adalah penyakit infeksi
(glomerulonefritis, pyelonefritis, TBC), penyakit vascular sistemik
(hipertensi renovaskular intrarenal), nefrosklerosis,
hiperparatiroidisme, dan penyakit saluran kencing (Padila, 2014).
Patogenesis End Stage Renal Disease (ESRD) mengakibatkan
kemunduran dan kerusakan nefron dengan kehilangan bertahap fungsi
ginjal, menyebabkan laju filtrasi menurun dan klirens menurun,
sertakadar serum ureum nitrogen dan kreatinin meningkat. Akibatnya
adalah pengeluaran besar natrium, yang mengakibatkan poliuri (Susila,
2016). Terjadinya Chronic Kidney Disease menyebabkan penurunan
fungsi nefron dan laju filtrasi. Laju filtrasi yang menurun hingga 10%-
20% ml/menit akan menyebabkan tubuh menjadi tidak mampu
membebaskan diri dari kelebihan air, garam, dan produk sisa lainnya
melalui ginjal (Susila, 2016).
2. Pengertian
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan
ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab dimana
terjadi ketika tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau
melakukan fungsi regulernya (Suharyanto dan Majid, 2017). CKD atau
gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2017).

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang seiring waktu jika
kerusakan ginjal berlangsung lambat (Kardiyudiani & Brigitta, 2019) :
a. Mual
b. Muntah
c. Kehilangan nafsu makan
d. Kelelahan dan kelemahan
e. Masalah tidur
f. Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil
g. Otot berkedut dank ram
h. Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
i. Gatal terus menerus
j. Nyeri dada jika cairan menumpuk di dalam selaput jantung
k. Sesak napas jika cairan menumpuk di paru-paru
l. Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan

4. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh
selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer,
2017). Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu :
a. Konservatif
Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat
memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan
adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau
transplantasi ginjal.
1) Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan
garam. Biasanya diusahakan agar tekanan vena jugularis
sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan.
Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan, urine
serta pencatatan keseimbangan cairan.
3) Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendaah Protein). Diet rendah
protein (20-240 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia serta menurunkan kadar
ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam.
4) Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit
ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa
tergantung pada tekanan darah. Sering diperlukan diuretik
loop selain obat anti hipertensi.
5) Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan
adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah
hiperkalemia hindari pemasukan kalium yang banyak (batasi
hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat kalium, obat-obat yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat
6) ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau
kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari
sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma
dan EKG.
b. Dialysis
Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis untuk
penderita GGK dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari
(Prodjosudjadi dan Suhardjono, 2014). Pertukaran cairan terakhir
dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan
semalaman (Price, Sylvia A & M. Wilson, 2015). Terapi dialisis
tidak boleh terlalu cepat pada pasien Dialisis Peritoneal (DP).
Indikasi medik yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih
dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke pasien dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan
comortality.
c. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan AV fistule yaitu menggabungkan vena dan arteri Double
lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung).
Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh
fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh,
seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
d. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai
untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan
transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang
ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang
memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini
membatasi transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih
oleh pasien (Price, Sylvia A & M. Wilson, 2015).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab
itu penderita diharapkan tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal
pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati
Asam Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi
(terutama untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir
ini dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
 Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
 Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
 Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan
antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat
perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang : Ureum
lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes
Klirens Kreatinin yang menurun.
 Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
 Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis.
 Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena
berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
 Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
 Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
 Peninggian Gula Darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan perifer)
 Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik
dan menurunnya lipoprotein lipase.
 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan
pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-
asam organik pada gagal ginjal.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data Awal
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medis.
2) Identitas Penangung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien
sebelum masuk ke rumah sakit. Pada pasien dengan gagal ginjal
kronik biasanya didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai
dari urine keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, napas bau (amonia), dan gatal pada
kulit (Muttaqin& Sari, 2011).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya nafas berbau amonia, rasa sakit kepala, dan perubahan
pemenuhan nutrisi (Muttaqin & Sari, 2011).
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit
gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan
obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan (Muttaqin & Sari, 2011).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik,riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik.
f. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari
1) Pola Aktivitas / Istirahat
Biasanya pasien mengalami kelelahan ekstrim,kelemahan,
malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen),
penurunan rentang gerak (Haryono, 2013).
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya pasien mual, muntah, anoreksia, intake cairan
inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap
pada mulut (pernafasan amonia) (Haryono,2013).
3) Pola Eliminasi
Biasanya pada pasien terjadi penurunan frekuensi urine,
oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare
konstipasi, perubahan warna urin (Haryono 2013).
4) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah, perubahan kepribadian,
kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran.
5) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas(Haryono, 2013).

g. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada hasil pemeriksaan vital
sign, sering didapatkan adanya perubahan pernafasan yang
meningkat, suhu tubuh meningkat serta terjadi perubahan
tekanan darah dari hipertensi ringan hingga menjadi berat
(Muttaqin & Sari,2011).
2) Pengukuran antropometri: Penurunan berat badan karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
3) Kepala
a) Mata : konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan
kabur, edema periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : biasanya ada pernapasan cuping hidung
d) Mulut : nafas berbau amonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan mukosa mulut.
4) Leher : terjadi pembesaran vena jugularis.
5) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
dangkal dan kusmaul serta krekels, pneumonitis, edema
pulmoner, friction rub pericardial.
6) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
7) Genital : atropi testikuler, amenore.
8) Ekstremitas : Capitally revil time > 3 detik, kuku rapuh dan
kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, edema, akral dingin,
kram otot dan nyeri otot, nyeri kaki, dan mengalami keterbatasan
gerak sendi.
9) Kulit : ekimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu,
mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritus), kuku tipis dan
rapuh, memar (purpura), edema.

h. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Menurut Muttaqin (2011) dan Rendi & Margareth (2012) hasil
pemeriksaan laboratoium pada pasien gagal ginjal kronik
adalah:
a) Urine, biasanya kurang dari 400ml / 24 jam (oliguria) atau
urine tidak ada (anuria). Warna secara abnormal urine keruh
mungkin disebabkan pus, bakteri, lemak fosfat, dan urat
sedimen kotor. Kecoklatan menunjukkan adanya darah.
Berat jenis urine kurang dari 0,015 (metap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat). Protein, derajat tinggi
proteinuria (3-4) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
b) Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normoster
normokrom dan jumlah retikulosit yang rendah.
c) Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan
antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan
bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid dan obstruksi saluran
kemih. Perbadingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil
dari kreatinin, pada diet rendah protein dan tes Klirens
Kreatinin yang menurun.
d) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan.
e) Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis.
f) Hipoklasemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D3 pada pasien CKD.
g) Alkalin fosfat meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindin tulang.
h) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
i) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan perifer).
j) Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan peninggian hormon insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
k) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukkan Ph yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semua disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.

2) Pemeriksaan Diagnostik lain


Pemeriksaan radiologis menurut Sudoyo,dkk (2009) dan
Muttaqin & Sari (2011) meliputi :
a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
(adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal, bisa tampak batu radio – opak,
oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko
penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya usia
lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat. Pielografi
intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran
terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang
sudah mengalami kerusakan.
c) Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk ginjal,
tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.
d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi
dari gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi) serta sisa fungsi
ginjal.
e) Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan:
hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2. Diagnosis Keperawatan
a. Risiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
ginjal
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas
e. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan
ditandai dengan : pruritus, kulit kering dan bersisik, pigmentasi
abnormal
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Kriteria Hasil Rencana Rasional
1. Risiko perfusi renal Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengetahui status hidrasi
tidak efektif keperawatan 1. Monitor status hidrasi (mis. pasien
berhubungan dengan selama 3x24 jam frekuensi nadi, kekuatan 2. Memonitor status
disfungsi ginjal diharapkan perfusi renal nadi, akral, pengisian keberhasilan dari
meningkat dengan kriteria kapiler, kelembapan hemodialisis
hasil : mukosa, turgor kulit, 3. Mengetahui kondisi tubuh
1. Jumlah urine tekanan darah) pasien selama pengobatan
meningkat 2. Monitor berat badan 4. Mengetahui tingkat
2. Mual menurun sebelum dan sesudah kestabilan tubuh pasien
3. Tekanan arteri rata dialisis 5. Mengukur keseimbangan
rata membaik 3. Monitor hasil pemeriksaan cairan pasien
4. Kadar urea nitrogen laboratorium (mis. 6. Pemberian cairan tidak
darah membaik Hematokrit, Na, K, Cl, boleh melebihi batas yang
5. Kadar kreatinin berat jenis urine, BUN) ditentukan
plasma membaik 4. Monitor status 7. Memberikan terapi untuk
6. Kadar elektrolit hemodinamik (mis. MAP, mengurangi kelebihan
membaik CVP, PAP, PCWP jika cairan pasien
tersedia)
Terapeutik
5. Catat intake dan output dan
hitung balance cairan 24
jam
6. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengetahui karakteristik
berhubungan dengan keperawatan dalam 3x24 1. Identifikasi lokasi, nyeri yang dialami pasien
agen pencedera jam, diharapkan masalah karakteristik, durasi, 2. Mengetahui tingkat nyeri
fisiologis nyeri akut dapat diatasi frekuensi, kualitas,
pasien
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan nyerimenurun 2. Identifikasi skala nyeri 3. Mengetahui respon yang
2. Meringismenurun 3. Identifikasi respon nyeri diberikan pasien terhadap
3. Sikap protektif nonverbal nyeri
menurun 4. Identifikasi factor yang 4. Mengetahui faktor yang
4. Vital sign membaik memperingan dan dapat mengurangi nyeri
5. Pola tidur membaik memperberat nyeri 5. Membantu mengurangi
5. Identifikasi pengetahuan
nyeri yang diasakan pasien
dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi budaya terhadap 6. Lingkungan yang tenang
respon nyeri dan kondusif dapat
7. Identifikasi pengaruh nyeri menurunkan nyeri pasien
terhadap kualitas hidup 7. Mengurangi tingkat nyeri
pasien pasien dengan obat-obatan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
9. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
Terapeutik
10. Fasilitasi istirahat tidur
11. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri (misal:
suhuruangan, pencahayaan
dan kebisingan).
12. Beri teknik non
farmakologis untuk
meredakan nyeri
(aromaterapi, terapi pijat,
teknik imajinasi
terbimbimbing, teknik tarik
napas dalam dan kompres
hangat/ dingin.
Edukasi
13. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
15. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
16. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
17. Kolaborasi
18. Pemberian analgetik, jika
perlu
3. Penurunan curah Setelah diberikan asuhan Observasi 1. Identfikasi yang tepat
jantung berhubungan keperwatan …x24 jam 1. Identifikasi tanda/gejala memudahkan pemberian
dengan perubahan diharapkan masalah primer Penurunan curah intervensi yang tepat
afterload jantung (meliputi dispenea,
teratasi dengan kriteria kelelahan, adema ortopnea 2. Identfikasi yang tepat
hasil: paroxysmal nocturnal memudahkan pemberian
1. Kekuatan nadi perifer dyspenea, peningkatan intervensi yang tepat
meningkat dengan CPV) 3. Mengetahui ada perubahan
skala 5 2. Identifikasi tanda /gejala tekanan darah
2. Palpitasi menurun sekunder penurunan curah 4. Mengetahui intake dan
dengan skala 5 jantung (meliputi output
3. Gambaran EKG peningkatan berat badan, 5. Mengetahui adanya
aritmia menurun hepatomegali ditensi vena perubahan pada berat badan
dengan skala 5 jugularis, palpitasi, ronkhi 6. Mengetahui adanya
4. Lelah menurun dengan basah, oliguria, batuk, kulit penurunan pada saturasi
skala 5 pucat) oksigen
5. Edema menurun 3. Monitor tekanan darah 7. Nyeri sering terjadi pada
dengan skala 5 (termasuk tekanan darah pasien gagal jantung
6. Tekanan darah ortostatik, jika perlu) 8. Mengetahui jika ada
membaik dengan skala 4. Monitor intake dan output abnormalitas pada EKG
5 cairan 9. Meongobservasi keadaan
5. Monitor berat badan setiap jantung dengan hasil EKG
hari pada waktu yang sama yang aritmia
6. Monitor saturasi oksigen 10. Mengetahui adanya
7. Monitor keluhan nyeri dada peningkatan dan penurunan
(mis. Intensitas, lokasi, pada hasil laboratorium
radiasi, durasi, presivitasi 11. Mengetahui adanya
yang mengurangi nyeri) perubahan pada tekanan
8. Monitor EKG 12 sadapan darah akibat aktivitas dan
9. Monitor aritmia (kelainan pemberian obat.
irama dan frekwensi)
10. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu
jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker, ACE inhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi
nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres, jika
perlu
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan
harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa. Jakarta:
EGC.
Le Mone, Priscilla. 2016. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Price, Sylvia A & M. Wilson, Sylvia A. & Lorraine M. Pprice, Sylvia A & M.
Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 2. Jakarta : EGC.
Prodjosudjadi W, Suhardjono, Suwitra K, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Smeltzer, S. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 12. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai