Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE

(CKD) PADA PASIEN Ny. S.N DI RUANG HEMODIALISA


RSUD WONOSARI

Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

Nama : Tiana Putri Ladjamu


NIM : 24211490
Kelompok :IB

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXVII

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan “Laporan Pendahuluan dan Resume dengan Chronic Kidney Disease (CKD) pada
Pasien Ny. S.N di Ruang Hemodialisa Rsud Wonosari” guna Memenuhi Tugas Mandiri Stase
(Keperawatan Medikal Bedah) Ners STIKes Surya Global Yogyakarta Tahun 2021.

Yogyakarta, 2021

Diajukan Oleh :

Tiana Putri Ladjamu


NIM: 24211490

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Muskhab Eko Riyadi, S.Kep., Ns., M.Kep) ( )


LAPORAN PENDAHULUAN
“GAGAL GINJAL KRONIK”

A. Pengertian
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan
irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada
kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi
mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Pande Ketut, Adi
Wiarta: 2021).
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi berdasarkan derajat penurunan laju filtrasi
glomerulus pada penyakit ginjal kronik (Rahmawati, Febtarini : 2018) :
1. Stadium 1: Kerusakan ginjal dengan GFR ≥ 90 ml/menit/1,73 m2
2. Stadium 2: Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan 60 – 89 ml/menit/1,73
m2
3. Stadium 3: Penurunan GFR sedang 30 – 59 ml/menit/1,73 m2
4. Stadium 4: Penurunan GFR berat 15 – 29 ml/menit/1,73 m2
5. Stadium 5: Gagal ginjal, GFR < 15 ml/menit/1,73 m2 atau sudah menjalani dialysis
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) dimana
nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73 m2. LFG dihitung dengan menggunakan rumus
Kockcroft Gault sebagai berikut :
( 140−umur ) X berat badan
LFG (ml/mnt/(1,73m2) =
72 X kreatinin plasma mg/dl
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul adalah hipertensi, penurunan berat badan tanpa sebab
yang jelas, penurunan daya ingat , kedutan dan keram otot, BAB berdarah, kulit
kekuningan, dan rasa gata (Sitanggang,Antonij Edimarta, 2020).
D. Etiologi
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu proses patofisiologi dengan penyebab
yang beragam mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan biasanya
berakhir dengan gagal ginjal. GGK dapat menyebabkan gangguan pada organ
tubuh. Hal ini terjadi karena toksin yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal tidak dapat
dikeluarkan karena keadaan ginjal yang menggalami gangguan. Salah satu hal yang
terjadi karena rusaknya ginjal adalah peningkatan kadar ureum dalam tubuh yang
dapat merusak semua sel termasuk neuron. Penyebab utamanya adalah diabetes dan
hipertensi dengan jumlah kasus terbanyak ditemukan pada usia lebih dari 70 tahun
(Saadah,Safinah dkk, 2021).
Selain itu penyebab lainnya ialah iskemia, infeksi, obstruksi, toksin, penyakit
autoimun dan infiltrative (Tasya U. S. Karinda dkk, 2018).
E. Komplikasi
penyakit kardiovaskular, hipertensi, anemia, kelainan tulang mineral, gangguan elektrolit,
diabetes melitus, dan asidosis metabolik. Komplikasi ini berkontribusi pada morbiditas
dan mortalitas yang tinggi serta memengaruhi kualitas hidup yang buruk (Tasya U. S.
Karinda dkk, 2018).
F. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskersikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mengpengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah , maka gejala akan semakin berat.
Bayak gejala uremia membaik setelah dialisis. Gaguan klirens renal. Banyak masalah
muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi,
yang menyebabkan penurunan klirens subtansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunya filterasi glomerulus (akibat
tidak berfunsinya glomeruli) klrens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal, karena
subtansi ini diprokduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisma (jaringan dan
luka RBC) dan medikasi seperti steroid. Rentensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak
mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir: respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit seharihari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis reninangiotensin dan kerja sama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai untuk kehilangan
garam; mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik
asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik
sering dengan ketidak mampuan ginjal mengekresikan muatan asam yang belebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi (Antonij Edimarta Sitanggang, 2020).
G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan untuk memantau penurunan fungsi ginjal
(Rahmawati, Febtarini : 2018) :
1. Laju Filtrasi Glomerulus. Laju filtrasi glomerulus digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui besarnya kerusakan ginjal karena filtrasi glomerulus merupakan tahap
awal dari fungsi nefron. GFR <60 ml/menit/1,73 m2 ≥ 3 bulan diklasifikasikan
sebagai penyakit ginjal kronis. Ginjal telah kehilangan fungsinya ≥ 50%. Derajat
penurunan laju filtrasi glomerulus pada penyakit ginjal kronik, dibagi menjadi 5
stadium :
a. Stadium 1: Kerusakan ginjal dengan GFR ≥ 90 ml/menit/1,73 m2
b. Stadium 2: Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan 60 – 89
ml/menit/1,73 m2
c. Stadium 3: Penurunan GFR sedang 30 – 59 ml/menit/1,73 m2
d. Stadium 4: Penurunan GFR berat 15 – 29 ml/menit/1,73 m2
e. Stadium 5: Gagal ginjal, GFR < 15 ml/menit/1,73 m2 atau sudah menjalani
dialysis
2. Kreatinin. Kreatinin merupakan zat nonprotein nitrogen sebagai hasil metabolisme
kreatin otot, zat endogen yang difiltrasi bebas, tidak mengalami reabsorbsi ditubulus
ginjal, tetapi sejumlah kecil kreatinin disekresi oleh sel tubulus ginjal. Peningkatan
kadar kreatinin berhubungan dengan fungsi ginjal terutama glomerulus. Kadar
kreatinin darah memiliki variasi diurnal karena asupan makanan, sebaiknya darah
diambil dalam keadaan puasa. Meski demikian penilaian fungsi ginjal berdasarkan
laju filtrasi glomerulus masih banyak yang menggunakan kreatinin karena biaya yang
lebih murah, mudah dilakukan dan klirens kreatinin adalah parameter yang baik untuk
menilai fungsi ginjal. Nilai kreatinin serum normal: 0,6 – 1,3 mg/dL. Kreatinin serum
> 1,5 mg/dL menunjukkan telah adanya gangguan fungsi ginjal.
3. Urea. Urea merupakan hasil ekskresi terbesar dari metabolisme protein. Setelah
disintesis di dalam hati, urea dibawa ke dalam darah menuju ginjal dan difiltrasi oleh
glomerulus. Nilai rujukan urea nitrogen pada serum atau plasma adalah 20 – 30
mg/dL dan BUN 10 – 20 mg/dL.
4. Elektrolit. Gangguan keseimbangan elektrolit pada penyakit ginjal kronik adalah
hiperkalemia, retensi natrium, hiperphosphatemia, hipokalsemia, hipermagnesemia.
5. Kalium Kalium sebagian besar disekresi oleh nefron bagian bawah. Pada diet tinggi
kalium, akan beradaptasi dengan meningkatkan ekskresi di nefron dan sekresi di usus.
Hiperkalemia pada penyakit ginjal kronik karena oliguri, gangguan adaptasi nefron
serta kondisi pH darah yang cenderung asidosis. Hipokalemia jarang terjadi pada
penyakit ginjal kronik, namun dapat terjadi pada diet kurang kalium, diare/muntah
atau pemakaian obat diuretika. . Nilai K normal = 3,5 – 5 meq/L.
6. Natrium (Na) Pada penyakit ginjal kronik terjadi kegagalan peningkatan ekskresi
NaCl untuk menyesuaikan dengan peningkatan dietnya. Secara fisik, seringkali
menyebabkan penumpukan cairan ekstrasesuler berupa hipertensi, edema perifer,
kongesti vaskuler, kardiomegali. Stadium lebih lanjut penderita kehilangan NaCl
karena terjadi kerusakan collecting ducts sehingga volume ekstraseluler menurun dan
hipotensi. Nilai normal natrium = 136 – 146 meq/L.
7. Kalsium (Ca) Penurunan kadar kalsium total pada penyakit ginjal kronik merangsang
sekresi hormon paratiroid dan katabolisme hormon paratiroid terbanyak di ginjal,
sehingga terjadi hiperparatiroid sekunder. Penderita penyakit ginjal kronik resisten
terhadap hormon paratiroid untuk menormalkan kalsium karena penurunan efek 1,25
(OH) D3 pada aktifitas hormon paratiroid di tulang. Nilai normal kalsium total
plasma/serum: 8,8 – 10,2 mg/dl.
8. Fosfat (P) Terjadi penurunan ekskresi fosfat pada nefron menyebabkan peningkatan
kadar fosfat serum. Nilai normal fosfat plasma/serum normal: 2,5 – 4,5 mg/dl.
9. Magnesium Peningkatan Mg serum terjadi saat GFR < 20 ml/menit karena ekskresi
menurun dan absorbs di usus tetap normal. Nilai normal magnesium serum: 0,6 – 1,1
mmol/L.
I. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Focus pengkajian yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges
(2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
a) Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga
mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan
kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan
pola makan yang tidak sehat.
b) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
c) Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat
penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual,
muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
d) Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan
input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
e) Pengkajian fisik
1. Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan
sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
2. Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi
dispnea, nadi meningkat dan reguler.
3. Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
4. Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau
ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5. Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran
tiroid pada leher.
6. Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
7. Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,
perut buncit.
8. Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
9. Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
10. Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit)
DAFTAR PUSTAKA

Adi Wiarta ,Pande Ketut dkk. (2021). Studi Literatur Konsep Diri Pada Pasien Ggk (Gagal
Ginjal Kronik) Yang Sedang Menjalani Hemodialisa : Pendekatan Systematic
Review Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Ngudi
Waluyo : Ungaran . pp. 2.
Rahmawati, Febtarini (2018). Aspek Laboratorium Gagal Ginjal Kronik Bagian Patologi Klinik.
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma : Surabaya. Jurnal Ilmiah
Kedokteran Wijaya Kusuma 6 (1) : 14-22 14 ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-
5967 (Online)
Sitanggang,Antonij Edimarta (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Pada Pasien Gangguan
Gagal Ginjal Kronik Dengan Pelaksanaan Hemodialisa Di Rsud Dr. Pirngadi
Kota Medan Tahun 2019. Volume VI Nomor 4 Juli 2020 I S S N : 2443 – 0536
Saadah,Safinah (2021). Gambaran Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisa : Literature Review. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan. Program Studi Sarjana Keperawatan, Universitas Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan, Indonesia
Karinda,Tasya U. S. (2018). Gambaran Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik Non Dialisis di
Poliklinik Ginjal-Hipertensi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Periode Januari 2017 –
Desember 2018. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi : Manado

Anda mungkin juga menyukai