Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DI WISMA SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
IIN INDRIANI : 24211538
SYAFITRI : 24211539
NOVIYATI ANGGRAITA : 24211540
Kelompok VIA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2022
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXVII

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disahkan “Laporan Pendahuluan Resiko Perilaku Kekerasan” guna memenuhi


tugas Kelompok Stase Keperawatan Jiwa Program Pendidikan Profesi Ners STIKes Surya
Global Yogyakarta tahun 2022.

Yogyakarta, Januari, 2022

Disusun Oleh :
IIN INDRIANI : 24211538
SYAFITRI : 24211539
NOVIYATI ANGGRAITA : 24211540
Kelompok VIA

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Suib, S.Kep., M.Kep) (Ns. Yunita Aridesi, S.Kep, )


LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. KASUS ATAU MASALAH UTAMA


Resiko Perilaku Kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (Fitria, 2016).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2018).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph,
2017). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress
berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan:
memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan
orang lain, bahkan membakar rumah.
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Kekerasan
adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri
sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis,
kelainan perkembangan atau perampasan hak (Fitria, 2016)
Menurut Yoseph (2017), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan
untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai
perang atau menyerang.
Menurut Stuart dan Sundeen (2016), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budiana, Keliat 2016).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang lain,
diri sendiri baik secara fisik, emosional dan atau seksualitas (Nanda, 2018).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkawi, 2013 dalam Depkes
2018).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang
dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan dan termasuk orang  lain (Maramis,
2015 dalam Depkes 2018).
2. Tanda dan Gejala
 Data obyektif :
a. Mata merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Suka berdebat
f. Sering memaksakan kehendak
g. Merampas makanan, memukul jika tidak senang
 Data subyektif
a. Mengeluh merasa terancam
b. Mengungkapkan perasaan tak berguna
c. Mengungkapkan perasaan jengkel
d. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa
tercekik, sesak dan bingung (Stuart dan Sundeen 2016).
3. Proses Marah
Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3
cara, yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan danmenantang. Kemarahan
diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor
internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor ekternal bisa
berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu,
penggusuran, bencana dan sebagainya, hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption and loss). Pemaknaan
dari individu pada setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi
hal terpenting.
a) Triggering Incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa
faktor yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon
terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan
frustrasi, pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak
terpenuhi. Pada fase ini pasien dan keluarga baru datang.
b) Escalation Phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan
dengan respon fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan pasien memuncak,
dan belum terjadi tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif pasien
gangguan psikiatrik bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif,
gangguan penggunaan zat, kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan
koping tidak efektif.
c) Crisis Point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de
escalation gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini pasien sudah melakukan
tindakan kekerasan.
d) Settling Phase
Pasien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya.
Mungkin masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
e) Post Crisis Depression
Pasien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan
berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
f) Return To Normal Functioning
Pasien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi,
dan kelelahan (Fitria, 2016)
4. Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi perilaku kekerasan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan adalah:
a) Teori Biologik : Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang
berpengaruh terhadap perilaku:
 Neurobiologik : Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem
ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
 Biokimia : Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau
flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap
stress.
 Genetik : Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
 Gangguan Otak : Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b) Teori Psikologik
 Teori Psikoanalitik : Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan
untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak
kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra
diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan  perilaku
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
 Teori Pembelajaran : Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan
perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru,
teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman
fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
 Teori Sosiokultural : Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor
budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial
yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku
tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan
keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang
ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam
hidup individu (Yoseph, 2017).
5. Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yoseph, 2017) :
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap.
6. Rentang Respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 2017)

Adaptif Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif violence

1) Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan


orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2) Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3) Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
4) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
5) Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain (Stuart dan Sundeen, 2016).

7. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul:
Resiko perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri


Harga Diri Rendah

Koping individu tidak efektif


8. Perilaku
- Menyerang atau menghindar (Fight of flight), respon fisiologis timbul karena
jeguatan sistem saraf otonom bereaksi tergadap sekresi ephineprin yang menyebabkan TD
meningkat, takikardia, wajah merah.
- Menyatakan secara asertif, dengan perilaku mengekspresikan kemarahanya
dengan perilaku pasif agresif tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis.
- Memberontak (acting out), perilaku yang muncuk biasanya disertai akibat
konflik perilaku memberontak untuk menarik perhatian orang lain.
- Perilaku kekerasan, tindak kekerasan yang ditujukkan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan (Kaplan dan Sudock, 2017).
9. Mekanisme Kopping
Mekanisme kopping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan
Sunndeen, 2016).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karna adanya
ancaman. Beberapa mekanisme kopping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
 Sublimasi, misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada objek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok,
dsb untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
 Proyeksi, menyalakan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik.
 Represi, mencegah pikiran menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar.
 Reaksi formasi, mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rentangan.
 Displacement, melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
objek yang tidak berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan emosi.
C. MANIFESTASI KLINIK
a. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel
b. Fisik :Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, berkeringat, sakit fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah
c. Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d. Spiritual : Kemahakuasaan, kebijakan/kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral,
kebejatan kreativitas terhambat
e. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor (Budiana
Keliat, 2016).
f. Tanda ancaman kekerasan (Kaplan dan Sadock, 2017) adalah :
- Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang.
- Ancaman verbal atau fisik
- Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan sebagai senjata. Misalnya:
Garpu, asbas, dll
- Agitasi psikomotor progresif
- Intoksikasi alkohol atau zat lain
- Ciri paranoid ada pasien psiotik
- Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien berada ada
resiko tinggi
- Penyakit otak global atau dengan temuan lobus frontalis, lebih jarang pada temuan
lobus temporalis (kontroversial)
- Kegembiraan katatonik
- Episode manik tertenttu

- Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau diskontrol impuls)


g. Kemungkinan akibat bila masalah utama tidak teratasi
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Perawat yang merawat pasien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
pasien tentang: nama perawat, nama pasien, panggilan perawat, panggilan pasien,
tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
a). Usia dan No. RM
Rentang usia terbanyak yang mengalami masalah dan tidak bisa mengendalikan,
sehingga menimbulkan dampak yang negatif adalah usia antara 21-40 tahun.
Rentang usia ini merupakan usia dimana kematuran individu harus dicapai, usia
dewasa merupakan usia dimana individu dapat mengaktualisasikan dirinya dalam
keluarga dan masyarakat, apabila terjadi kegagalan atau kekecewaan maka akan
menunjukan emosi yang tidak dapat dikontrol (Keliat, B. A 2017).
Menurut Stuart (2016), bahwa usia merupakan aspek sosial budaya
terjadinya gangguan jiwa dengan resiko frekuensi tertinggi mengalami gangguan
jiwa yaitu pada usia dewasa.
b). Alamat
c). Pengkaji menuliskan sumber data/informan
2) Pengkajian Resiko Perilaku Kekerasan
a). Data yang Perlu Dikaji
 Aspek Biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
 Aspek Emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan
sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
 Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
 Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain.
Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku
yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
 Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa.
 Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut.
Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan
(Keliat, B. A 2017).

E. MASALAH KEPERAWATAN
1. Risiko perilaku kekerasan faktor resiko riwayat perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kondisi psikologis
4. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan psikiatrik
5. Deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan motivasi
6. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan dukungan sosial yang tidak adekuat yang
diciptakan oleh karakteristik hubungan.
7. Isolasi sosial berhubungan dengan dipenuhi pikiran sendiri.
F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA NOC NIC


1. Risiko perilaku Community risk control – 2805 Environmental management :
kekerasan faktor Setelah dilakukan tindakan violence prevention
resiko riwayat keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor penyebab
perilaku kekerasan. diharapkan Community risk control klien melakukan
dapat dicapai dengan kriteria hasil : kekerasan dimasa lalu
1. Klien dapat menyadari 2. Pindahkan hal-hal
ketika sedang marah (5) yang potensial dapat
2. Klien dapat mengontrol melukai dirinya dan
dirinya ketika marah (5) orang lain
3. Klien dapat mencari media 3. Awasi klien pada saat
agar mengurangi rasa dalam ruangan
marahnya (5) 4. Bantu klien
4. Klien dapat berkumpul mengontrol emosinya
dengan kelompok (5) 5. Ajarkan tekhnik
5. Klien dapat mengikuti relaksasi
kegiatan kelompok (5) 6. Kolaborasi dengan
Skala Penilaian : dokter pemberian
1. Tidak pernah ditunjukan obat.
2. Jarang ditunjukan
3. Kadang ditunjukan
4. Sering ditunjukan
5. Selalu ditunjukan
2. Perilaku kekerasan Impulsif self control – 1405 Anger control assistance
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor hal yang
dengan harga diri keperawatan selama 3 x 24 jam potensial membuat
rendah diharapkan impulsif self control klien marah
dapat dicapai dengan kriteria hasil : 2. Bantu klien mencari
1. Klien mampu strategi untuk
mengidentfikasi emosinya mengontrol marah
(5) 3. Dukung klien untuk
2. Klien mampu mengontrol mengimplementasikan
emosinya (5) strategi mengontor
3. Klien mampu marah
mengidentifikasi 4. Intruksikan pada klien
perilakunya (5) untuk menghitung
4. Klien tidak impulsif (5) berapa kali marah
Skala Penilaian : setiap harinya.
1. Tidak pernah ditunjukan 5. Kolaborasi dengan
2. Jarang ditunjukan dokter pemberian obat
3. Kadang ditunjukan
4. Sering ditunjukan
5. Selalu ditunjukan
3. Hambatan Communcation – 0902 Communication
komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan Enhancement:Speech Deficit
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Gunakan bahasa
dengan kondisi diharapkan Communcation dapat sederhana yang
psikologis dicapai dengan kriteria hasil : mudah dimengerti
1. Klien dapat berkomunikasi oleh klien
dengan baik (5) 2. Gunaka bahasa tubuh
2. Klien mengetahui dan yang sesuai
mengerti apa yang orang 3. Gunakan gambar atau
lain katakan (5) media lain yang bisa
3. Klien dapat dimengerti oleh klien
meninterprestasikan pesan 4. Berikan terapi
yang diterima dengan benar berbicara dengan
(5) interaksi informal
4. Klien dapat mengoreksi dengan klien
pesan yang telah diterima
(5)
Skala Penilaian :
1. Tidak pernah ditunjukan
2. Jarang ditunjukan
3. Kadang ditunjukan
4. Sering ditunjukan
5. Selalu ditunjukan
4. Harga diri rendah Self-Esteem-1205 Self-Esteem Enhancement
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pendapat
dengan gangguan keperawatan selama 3 x 24 jam klien tentang dirinya.
psikiatrik diharapkan Self-Esteem dapat 2. Monitor frekuensi
dicapai dengan kriteria hasil : penilaian negatif pada
1. Klien mengakui dirinya diri klien secara
secara verbal (5) verbal.
2. Klien dapat 3. Monitor berapa lama
mempertahankan kontak klien mengalami
mata (5) harga diri rendah
3. Klien mampu dengan tepat.
mendeskripsikan dirinya(5) 4. Berikan pendapat
4. Klien mampu yang positif pada diri
berkomunikasi dengan baik klien
(5) 5. Bantu klien agar
5. Klien mampu berpartisipasi diterima dengan orang
dan mendengarkan di saat lain
kegiatan kelompok (5) 6. Bantu klien untuk
6. Klien mampu merespon mengidentifikasi
orang lain (5) respon positif dari
Skala Penilaian : orang lain
1. Tidak pernah ditunjukan 7. Dorong klien untuk
2. Jarang ditunjukan mempertahankan
3. Kadang ditunjukan kontak mata pada saat
4. Sering ditunjukan berkomunikasi dengan
5. Selalu ditunjukan orang lain.
8. Berikan reward pada
klien saat klien dapat
melakukan apa yang
sudah disarankan oleh
perawat.
5. Deficit perawatan Self-care : Hygiene – 0305 Self-care Assistance :
diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Bathing/Hygiene
dengan penurunan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Siapkan sabun,
motivasi diharapkan Self-care : Hygiene deodorant, sikat dan
dapat dicapai dengan kriteria hasil : pasta gigi, dan
1. Klien mau mencuci tangan peralatan mandi yang
2. Klien mampu dibutuhkan klien.
mempertahankan kerapian 2. Fasilitasi klien untuk
rambut mandi dengan benar
3. Klien mampu memotong 3. Monitor kebersihan
kuku kuku dan rambut klien
4. Klien mampu 4. Berikan pendidikan
mempertahankan kesehatan tentang
kebersihan badannya. kebersihan tubuh.
Skala Penilaian :
1. Tidak pernah ditunjukan
2. Jarang ditunjukan
3. Kadang ditunjukan
4. Sering ditunjukan
5. Selalu ditunjukan
6. Risiko perubahan Distoried Thought Control-1403 Management Halusinasi
sensori persepsi Setelah dilakukan tindakan 1. Bangun hubungan saling
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam percaya dengan klien
dengan menarik diharapkan Distoried Thought 2. Pelihara lingkungan yang
diri. Control dapat dicapai dengan aman
kriteria hasil : 3. Catat tingkah laku klien
1. Mampu mengenal halusinasi (5) yang mengindikasikan
2. Mampu menyebutkan frekuensi halusinasi
halusinasi (5) 4. Atur konsistensi
3. Mampu menggambarkan isi pemberian perawatan
halusinasinya (5) 5. Monitor halusinasi untuk
4. Melaporkan penurunan adanya isi kekerasan pada
halusinasi diri sendiri atau orang lain
5. Mampu menjalin hubungan 6. Dukung klien untuk
dengan orang lain (5) memvalidasi halusinasi
6. Mampu mengendalikan dengan orang yang
halusinasi dipercaya
Skala Penilaian : 7. Ajarkan klien untuk
1. Tidak pernah ditunjukan mengatasi halusinasinya
2. Jarang ditunjukan 8. Libatkan pasien dalam
3. Kadang ditunjukan aktivitas berdasarkan
4. Sering ditunjukan realita yang mungkin
5. Selalu ditunjukan mengalihkan dari
halusinasi
7. Isolasi sosial Social Interaction Skill – 1502 Activity Therapy
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor emosi, fisik,
dengan dipenuhi keperawatan selama 3 x 24 jam sosial, spiritual dan
pikiran sendiri diharapkan Social Interaction respon untuk
Skill dapat dicapai dengan kriteria beraktifitas.
hasil : 2. Bantu klien untuk
1. Klien kooperatif (5) fokus dengan apa
2. Klien mampu berbicara yang dilakukan.
dengan sepantasnya (5) 3. Bantu klien untuk
3. Klien mampu mengeksplor dirinya
mempertahankan tingkah pada saat beraktifitas.
lakunya dengan layak (5) 4. Bantu klien untuk
4. Klien mampu berhubungan meningkatkan harga
dengan orang lain (5) dirinya.
Skala Penilaian : 5. Bantu klien untuk
1. Tidak pernah ditunjukan menjadwalkan
2. Jarang ditunjukan aktifitas yang harus
3. Kadang ditunjukan dilakukan.
4. Sering ditunjukan 6. Berikan reinforcement
5. Selalu ditunjukan positif pada klien pada
saat melakukan
aktifitas.
7. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
terapi obat-obatan
STRATEGI PELAKSANAAN
PERILAKU KEKERASAN
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1)

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan b.d gangguan psikologis d.d bahasa tubuh negatif
(mengepalkan tangan) ketika diajak berbicara

3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK

b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK

c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya

d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.

e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PK nya


4. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Fase Orientasi :
Assalamu’alaikum.. Selamat pagi mas, perkenalkan nama saya Sofia, saya biasa
dipanggil Sofi. Saya perawat yang dinas diruang ini, saya dinas diruangan ini selama
3 hari. Hari ini saya dinas siang dari jam 14:00 sampai jam 20:00 Malam, jadi selama
3 hari ini saya yang merawat Mas.
Nama Mas siapa? Dan senangnya dipanggil apa?
“Bagaimana perasaan mas E saat ini?” “masih ada perasaan kesal atau marah?
“Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang mas E
rasakan,” “Berapa lama mas E mau kita berbincang-bincang? bagaimana kalau 10
menit“ “Dimana kita akan bincang-bincang?” “Bagaimana kalau diruang diskusi?”

2. Fase Kerja :
“ Apa yang menyebabkan mas E marah? Apakah sebelumnya mas E pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?

Pada saat penyebab marah itu ada, ketika ada ibu dan ayah serta adik di rumah, ketika
ada saudara yang berkunjung ke rumah, ketika di abaikan saat berbicara
(misalnya ini penyebab marah klien), apa yang mas E rasakan?“ Apakah mas E
merasa kesal, kemudian dada mas E berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup
rapat, dan tangan mengepal?” “apa yang mas E lakukan selanjutnya?”
“ Apakah dengan mas E marah-marah, keadaan jadi lebih baik?”
“ Menurut mas E adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?”
“Maukah mas E belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”
”Ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu
cara dulu, “ begini mas E, kalau tanda marah itu sudah mas E rasakan mas E berdiri
lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi mas E dan lakukan sebanyak 5 kali.
Bagus sekali mas E sudah dapat melakukannya.
“Nah sebaiknya latihan ini mas E lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul mas E sudah terbiasa melakukannya”.
3. Fase Terminasi :
“ Bagaimana perasaan mas E setelah berbincang-bincang tentang kemarahan mas E ?

“ Coba mas E sebutkan penyebab ibu marah dan yang mas E rasakan dan apa yang
mas E lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadwal
harian mas E” ” berapa kali sehari mas E mau latihan nafas
dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong mas E tulis M, bila mas E melakukannya sendiri, tulis mas E, bila mas
E dibantu dan T, bila mas E tidak melakukan”

“Baik mas E, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marah mas E.

”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja


ya mas E?” “Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10
menit saja” “Saya pamit dulu mas E …Wasssalamu’alaikum.”
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. (internet). Diakses pada 15 Maret 2021 pukul 20.00 pada
http://lpkeperawatan./2013/12/laporan-pendahuluan-perilaku kekerasan.

Depkes RI, 2018, Proses Keperawatan Jiwa, Jilid 1.

Fitria. 2016. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.(edisi 2). Jakarta : EGC.

Kaplan, Suddok 2017. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizoprenia, FKUI :
Jakarta.
Keliat, B. A. 2017.Keperawatan Jiwa.(Edisi Refisi). Bandung : Revika Aditama.

Keliat Budi Anna, 2016. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan. FKUI : Jakarta.
Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Purba, dkk, 2018. Nursing Outcome Classification (NOC).

Stuart, GW dan Sunden, S. J, 2016. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Buku Kedokteran
EGC : Jakarta.
Yoseph .2017. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai