Anda di halaman 1dari 9

A.

Landasan Teori

1. Pengertian.Pengertian.

Chada (1995) menyatakan “Vulnus (luka) adalah satu keadaan dimanaChada (1995)
menyatakan “Vulnus (luka) adalah satu keadaan dimana terputusnya kontinutas jaringan tubuh”.
(p.66).kontinutas jaringan tubuh”. Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan
luka terbuka yangMansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka
yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas terdiri dari
akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”.

Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan bendaVulnus
Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul , robekan
jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tumpul , robekan jaringan sering
diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang.

Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa vulnus laseratum adalaah luka Dari
pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa vulnus laseratum adalaah luka robek yang tidak
beraturan yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul sering diikuti robek yang tidak beraturan
yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul sering diikuti alat dalam seperti patah tulang.

2. Penyebab.

Chada 1995 menyatakan “Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :

a. Alat yang tumpul.


b. Jatuh ke benda tajam dan keras.
c. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
d. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan

3. Anatomi dan Pathofisiologi.


a. Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis,
dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan
benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga merupakan tempat
sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung syaraf yang
saling bertautan”.
1) Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
a. Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak ber inti
dan bertanduk.
b. Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel permukaan
bertanduk setelah mengalami proses di ferensiasi .
2) Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut kolagen
elastin, dan retikulum yang tertanam dalam substansi dasar. Matrik kulit
mengandung pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi pada
epidermis. Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel
masuk dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan
instansi benda-benda asing. Serabut-serabut kolagen, elastin khusus menambahkan
sel-sel basal epidermis pada dermis.
3) Lemak subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga yang
terletak di bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi untuk
mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.
b. Jaringan Otot

Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi dengan
sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut silindris yang
mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain.semua sel di ikat menjadi berkas-
berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.

c. Jaringan Saraf

Menurut Jungviera, LC (1998:p.157) Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur:

1) Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.


2) Unsur putih serabut saraf.
3) Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf
dan prosesnya di sebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir
khusus dengan nukleus besar dan berdinding sel lainnya.berbagai juluran timbul
(prosesus) timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan rangsangan
saraf kepada dan dari sel saraf.
4. Tipe Penyembuhan luka

Menurut Mansjoer (2000), terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian
ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.

a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi
segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang
tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka
yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih
kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka
selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka
dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir.

5. Pathofisiologi

Menurut Price (2006:36), Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul,
goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon
tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya
infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang
biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di
koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi
peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan
yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup
dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.

Menurut Buyton & hal (1997:p.762), Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi
sehingga terjadi kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga
akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif.
Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang
berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.

6. Pathway

Modifikasi : (Chada 1995, Carpenito 2000, Doenges 2000, Guiton & Hall 1997, Price 2005)

7. Manifestasi Klinis

Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:

a. Luka tidak teratur


b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
f. Tampak lecet atau memer di setiap luka

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap. Tujuannya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
b. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi
luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap. d. Laju endap darah
(LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
d. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus

B. Asuhan Keperawatan

I. Fokus Pengkajian

Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan vulnus
laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:

1. Aktifitas atau istirahat


Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak,
perubahan aktifitas.
2. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama dua hari.
5. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera ,
kemerah-merahan.
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak
bisa tidur.
7. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d diskontuinitas jaringan.
2. Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri.
3. Gangguan eliminasi BAB b/d kelemahan fisik.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.
5. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.
6. Resiko tinggi infeksi b/d perawatan luka tidak efektif.
7. Resti kekurangan volume cairan b/d pendarahan.
III. Fokus Intervensi

Fokus intervensi di dasarkan oleh diagnosa keperawatan yang muncul pada teori
Carpenito L (2000) :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri muncul akibat jaringan kulit , jaringan otot, jaringan saraf
terinfeksi oleh bakteri pathogen. Penggandaan zat-zat racunnya sehingga mengakibatkan
perubahan neurologis yanng sangat besar.

Tujuan : nyeri hilang / berkurang. KH :

 pasien melaporkan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan penghilang nyeri.
 Pasien rileks.
 Dapat istirahat / tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai kemampuan. Intervensi :
 Kaji tanda tada vital.
 Lakukan ambulasi diri.
 Ajarkan teknik distraksi dann relaksasi misalnya nafas dalam.
 Berikan obat sesuai petunjuk.
2. Menurut Doenges (2000) Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri.
Gangguan kebutuhan istirahat dan tidur adalah gangguan jumlah kualitas tidur.

Tujuan : gangguan istirahat tidur tetasi KH :

Mengatakan peningkatan rasa segar, tidak pucat, tidak ada lingkar hitam pada mata.

 Melaporkan perbaikan dalam pola tidur. Intervensi :


 Kaji penyebab nyeri / gangguan tidur.
 Berikan posisi nyaman pada klien.
 Anjurkan minum hangat.
 Kolabirasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang.

3. Menurut Doenges, (2000:p.234)

Gangguan eliminasi BAB / konstipasi b/d penurunan mobilitas usus aadalah


suatu penurunan frekwensi defekasi yag normal pada seseorang, di sertai gangguan
kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan
kering.

Tujuan : tidak terjadi konstipasi. KH :

 pasien mempertahankan / menetapkan pola nominal fungsi usus


 Konsistensi feses normal.
 Perut tidak kembung. Intervensi :
 Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.
 Anjurkan untuk ambulasi sesuai kemampuan.
 Berikan obat laksatif pelembek feses bila di perlukan.

4. Menurut Doenges (2000) Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.

Tujuan : mempertahankan mobilitas fisik KH :

 Mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau bagian tubuh yang terkena.
 Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan.
 Kemungkinan melakukan aktifitas.

Intervensi :

 Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal. • Bantu dalam aktifitas
perawatan diri.
 Pantau respon pasien terhadap aktivitas. (doenges, 2000: 930-931)

5. Menurut Willson J.M (2007:466) Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan

Kerusakan integritas kulit adalah suatu kondisi individu yang mengalami perubahan dermis
dan atau epidermis .

Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit. KH :

 Bebas tanda tanda infeksi.


 Mencapai penyembuhan luka tepat waktu Intervensi :
 Kaji / catat ukuran, warna keadaan luka, perhatikan daerah sekitar luka. • Ajarkan
pemeliharaan luka secara aseptik.

6. Menurut Willson J.M (2007:261) Resiko infeksi sekunder b/d perawatan luka tidak
efektif.

Resiko infeksi adalah suatu kondisi yang beresiko mengalami peningkatan terserang
organisme pathogenik.

Tujuan : tidak terjadi infeksi lebih lanjut. KH :

 Tidak terdapat tanda tanda infeksi lebih lanjut dengan luka bersih tidak ada pus.
Intervensi :
 Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
 Pantau ssuhu tubuh secara teratur.
 Berikan antibiotik secara teratur.
7. Menurut Doenges (2000 : p.913)

Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pendarahan. Tujuan : Volume cairan terpenuhi

KH :

Keseimbangan cairan yang adekuat ditandai dengan TTV yang stabil , turgor, kulit normal,
membran rukosa lembab, pengeluaran urine yang sesuai.

Intervensi :

 Kaji pengeluaran dan pemasukan cairan.


 Pantau tanda-tanda vital.
 Catat munculnya mual muntah.
 Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
 Pantau suhu kulit, palpasi, denyut perifer.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan) Edisi
6. EGC: Jakarta.
Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika:
Jakarta.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.
Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI:
Jakarta.
Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.
Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.
Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi
(Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai