Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga
memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini.
Disamping itu manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil
pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik
semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan
yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang
komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi
hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis.
Disamping itu perawat juga berkaitan dengan biaya perawatan luka yang efektif.
Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan hal tersebut. Hal ini
ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-
produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk
memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses
pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan
kepada pembaca tentang perawatan luka dan aspek-aspek yang ada dalam
perawatan luka khusus ny apada tipe luka Avulsion
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui pengertuan dari luka
2) Untuk mengetahui penyebab luka
3) Untuk mengetahui tipe luka
4) U ntuk mengetahui npengertian avulsi

1
5) Untuk mengetahui penyebab avulsi
6) Untuk mengetahuijenis-jenis avulsi
7) Untuk mengetahui pathway avulsi
8) Untuk mengetahui tanbda dan gejala avulsi
9) Untuk mengetahu pemeriksaan diagnostik avulsi
10) Untuk mengethui penatalaksanaan pada pasin avulsi
3. Rumusan masalah
1) Apa yang di maksud dengan luka ?
2) Apa saja yang menyebabkan luka ?
3) Apa saja tipe luka ?
4) Apa yang di maksud dengan Avulsi ?
5) Apa saja yang menyebabkan Avulsi
6) Apa jenis-jenis Avulsi ?
7) Bagaimana Pathwy dari avulsi ?
8) Apa saja tanda dan gejala Avulsi ?
9) Apa saja pemeriksaan diagnostik Avulsi ?
10) Apa saja Penatalaksanaan Avulsi ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi fisilogi kulit
1. Kulit
Price 2005 menyatakan bahawa kulit terdiri dari 3 lapisan, epidermis, dermis, dan
lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari tauma dan merupakan benang
petahanan terhadap akteri, virus, dan jamur. Kulit juga merupakan tempat sensasi
raba, pertahanan suhu, nyeri dan juga nikat berkat ujung saraf yang saling
bertautan.
a. Epidermis bagian terluar dari kulit dibagi menjadi 2 lapisan :
1) Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak berinti
dan bertanduk
2) Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan sel bertanduk setelah
mengalami proses diferensiasi.
b. Dermis
Dermis terletak dibawah epidermis dan terdiri dari serabut-serabut kolagen
elastis, dan retikulum yang tertanam dalam substansi dasar. Matrix kulit
mengandung pembuluh darah dan syaraf-syaraf yang menyongkong nutrisi
pada epidermis disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit.
Limfosit sel masuk dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan
instansi benda-benda asing. Serabut-serabut kolagen, elastinkhusus
menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.
c. Lemak subkutan
Price (2005) lemak subkutn merupakan lapisan kulit ketig yang terletak
dibawah dermis. Lapisan ini meupakan bantalan untuk kulit isolasi
mempertahnkan daya tarik seksual pada lawan jenisnya.
2. Jaringan otot
Otot adalah jaringan yang mmpunyai kemampuan khusu yang berkontaraksi
debgan sedemikian mempergerakkan terlaksana. Otot terdiri dari serabut silinders
yang mempunyai sifat yng sama dengan sel jaringan lain. Semua sel di ikat
menjadi serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur
kontraktil.
3. Jaringn saraf
Jaringaan sarf terdiri dari 3 unsur :

3
a. Unsur berwarna abu ynag membentuk sel saraf.
b. Unsur putih serabut saraf
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung ynag dijumpai hnya dalam saraf dan
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf dan
prosesnya disebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir
khusus dengan nukleus besar berdinding sel lainnya. Berbagai juluran timbul
dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan saraf kepal dari sel saraf.
2.2 Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain (Kozier, 1995).
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik
atau gigitan hewan (R. Sjamsu Hidayat, 1997).
Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di
bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih
atau terkontaminasi, superficial atau dalam.(Menurut Koiner dan Taylan).
2.3 Etiologi
1. Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka.
2. Trauma tumpul yang menyebabkan luka tertutup (vulnus occlusum) & luka
terbuka (vulnus avertum)
3. Zat-zat kimia
4. Radiasi
5. Sengatan listrik
6. Ledakan perubahan suhu
2.4 Tipe Luka
1. Aberasi
Aberasi adalah luka dimana lapisan terluar dari kulit tergores. Luka tersebut akan
sangat nyeri dan mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi, karena benda asing
dapat masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam dan dalam jaringan subkutan.
Perdarahan biasanya sedikit.
2. Punktur (Luka Tusuk)
Luka tusuk merupakan cedera penetrasi. Penyebabnya berkisar dari paku sampai
pisau atau peluru. Walaupun perdarahan nyata seringkali sedikit, kerusakan

4
jaringan internal dan perdarahan dapat sangat meluas dan mempunyai resiko
tinggi terhadap infeksi sehubungan adanya benda asing pada tubuh
3. Avulsi
Avulsi terjadi sebagai akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi seringkali
dihubungkan dengan perdarahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari
tengkorak pada cedera degloving. Cedera dramatis seringkali dapat diperbaiki
dengan scar-scar kecil. Apabila semua bagian tubuh seperti telinga, jari tangan
tangan, jari kaki, mengalaqmi sobekan maka pasien harus dikirim ke rumah sakit
dengan segera untuk memungkinkan perbaikan (penyambungan kembali).
4. Insisi (Luka sayatan)
Insisi adalah terpotong dengan kedalaman yang bervariasi. Hal ini seringkali
menimbulkan perdarahan hebat dan kemungkinan bisa terdapat kerusakan pada
struktur dibawahnya sedemikian rupa, seperti saraf, otot atau tendon. Luka-luka
ini harus dilindungi utuk menghambat terjadinya infeksi, bersamaan dengan
pengontrolan perdarahan.
5. Laserasi
Laserasi adalah luka bergerigi yang tidak teratur. Seringkali meliputi kerusakan
jaringan yang berat. Luka-luka ini seringkali menyebabkan perdarahan yang serius
dan kemudian pasien akan mengalami syok hipovolemik.
Penolong pertama harus mempertimbangkan kondisi luka yang terjadi sepeti
perlukaan itu dapat merupakan akibat cedera oleh dirinya sendiri.
6. Dekubitus
Dekubikus merupakan nekrosis jaringan lokal yang ketika jaringan lunak tertekan
diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang
lama. Dekubikus disebabkan oleh tekanan kelembaban, gesekan. Faktor terjadinya
dekubitus yaitu imobilisasi, nutrisi yang tidak adekurat, inkontinensia urin dan
fekal, penurunan status mental, berkurangnya status mental, peningkatan suhu
tubuh berlebihan, usia lanjut dan kondisi kronis. Lokas tempat terjadinya
dekubitus berada di tonjolan tulang yang tak cukup ada bantalan lemak, seperti
pada sakrum, trochater mayor, spina ischianada superior-anterior bagian belakang
tumit, siku, kapula. Faktor yang mempengaruhi pembentukan dekubitus, yaitu
pengetahuan, sosial ekonomi, motivasi, aktivitas, mobilitas, inkontensia, nutrisi,
kondisi klinis, dan pengetahuan.

5
2.5 Pengertian Avulsi
Dalam bidang medis , avulsi merupakan cedera dimana suatu struktur badan itu
tertanggal secara paksaan . Ia sering kali mengacu pada trauma permukaan di mana
semua lapisan kulit telah terkoyak dan mengungkapkan struktur dibawahnya ( seperti
jaringan subkutan , otot atau tendon ) . Avulsi adalah serupa dengan abrasi tetapi lebih
parah karena bagian anggota tubuh seperti kelopak mata atau telinga dapat terpisah
sebagian atau sepenuhnya dari tubuh . Istilah ini berasal dari kata Latin avellere yang
berarti " untuk merobek " .
Avulsi terjadi akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi sering kali dihubungan dengan
perdraahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari kepala pada cedera
degloving. Cedera dramatis sering kali dapat diperbaiki dengna scar-scra kecil.
Apabila semua bagian tubuh seperti jari tangan, jari kaki dll jik amengalami sobekan
mka pasti akan dikirim ke rumah sakit dna segera mendpatkana penanganan.
2.6 Etiologi
 Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terjepit, terbentur.
 Trauma elektriks dan trauma karena listrik dan petir.
 Trauma termis yang disebkan oleh dingin dan panas
 Trauma kimia yang disebkan oleh zat kimia yang bersifat asam maupun basa serta
zat iritatif lainya.
2.7 Jenis jenis Avulsi
Jenis-jenis avulsi pada anggota badan adalah seperti:
a. Telinga
b. Kelopak mata
c. Kuku
d. Saraf (pleksus brakial)
e. Kulit
f. Gigi
g. Pembedahan
h. Periosteal

6
2.8 Pathway

Cedera/ sayatan

Luka robek / lecet


Luka terbuka/ tertutup
Kerusaakan integritas
Avulsion kulit
Kuman masuk
Perdarahan
KOMPLIKASI Nyeri Akut

Syok hipovolemik
Intoleransi aktifitas
Perawatan luka tidak baik Perwatan luka baik/ RICE

Perawatan di Rumah Sakit


Resiko infeksi Infeksi tidak ada

Defisit pengethauan
sembuh
Sepsis

Kematian anxietas

7
2.9 Tanda dan Gejala
Tnada-tanda umum adalah syock dn syndrom Remuk (criss syndro) dan tanda-tanda
lokal biasnya terjadi nyeri dan perdarahan.syock sering terjdi akibat kegaggaalan
sirkulasi perifer ditndai dengan tekanan darh menurun hingga atidak teraba, keringat
dingin, lemah, kesdaran menurun hingga tidk sadar.
Syock dapat terjadi misalnya ada daerah yang hancur mislanya otot otot paada derah
yang luka , sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal ynag
menyebbkn kelinn nyng disebut lower nefron/ nefrosis tndnya urin berwarna merh,
disuriaa dan ureum darah meningkat.
2.10 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dinilai adalah pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit pada
perdarahan Hb dba Ht akan menurun disetai leukositosis, sel darah merah yang
bnayak dalam sedimen urin biasanya kan menunjukkan traauma jik mengalami
trauma pada salutran kencing.
2.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan skin avulse atau degloving dibagi menjadi dua bagian
yaitu :
1. Resusitasi
2. Rekonstruksi

Semua pasien harus diperiksa secara menyeluruh dan setiap cedera yang mengancam
nyawa harus segera ditangani. Gangguan sirkulasi dan masalah skeletal harus segera
ditangani dengan control pendarahan dan stabilisasi fracture.

Berkaitan dengan cidera jaringan lunak, maka yang paling penting adalah menentukan
viabilitasnya. Hal ini akan membantu saat dilakukan debridmen dan membantu dalam
memutuskan apakah luka akan ditutup primer atau tidak, apakah akan segera
dilakukan rekontruksi atau tidak.

Banyak cara untuk menentukan viabilitas jaringan baik secara klinis maupun secara
eksperimental. Dari pengamatan langsung atau klinis, kita bias menilai dari batas
perdarahan pada kulit, warna kulit dan kapilari refill (mandel,MA,1981,the
management of flower extriminity degloving injuris, annals of plastic surgery volume
6 nomor 1) Kaplan et al menyatakan: tanda klinis untuk mengevaluasi viabilitas flap
adanya perdarahan yang berupa darah merah segar pada tepi luka dan munculnya

8
bintik perdaran saat dilakukan eksisi flap (solomons Donald, MB B.CH,1968,the
treatment off skin avulsion injuris,S.A.medical jurnal). Metode ini masih subjectif
dan sekarang lebih direkomendasikan untuk melakukan teknik analisis perfusi yang
objectif menggunakan fital dye teknik quis. Fluorecein, merupakan cara yang baik
untuk menilai permeabilitas jaringan.Dengan dosis sampai 1,5 gm disuntikkan intra
vena maka dalam beberapa menit jaringan dengan perfusi yang baik akan tampak
fluorescein saat disinari ultra violet, daerah yang tidak fluorescein berarti memiliki
system mikrosirkulasi yang jelek dan non viable (mandel, MA,1981,the mnajement of
flower extremity degloving injuries,Annal of plastic surgrery volume 6 nomor 1).
Selain dengan fluorescein, injeksi disulphine blue dan kiton fast green (ciba) juga bias
dilakukan (solomons Donald, MB B.CH 1968, The treatment of skin avulsion
injuries, S.A Medical journal).metode lain seperti angiografi bagus untuk mendeteksi
untuk melihat adanya gangguan pada pembuluh besar, tetapi jarang digunakan untuk
mengukur vaskolaritas flap kulit atau jaringan yangmengalami degloving. USG
doppeler banyak digunakan untuk menilai aliran darah pada pembuluh darah kecil
tetapi jarang digunakan untuk menilai vaskularitas dan flap.

Manajemen standar untuk penatalaksanaan skin avulse dibagi menjadi dua


kategori.yang pertama adalah mengembalikan secara langsung flap pada badnya,
dengan perkiraan bahwa flap vital. Kedua adalah membuang flap dan
menggantikannya dengan graf T, dimana graf ini diperoleh dari flap tersebut (split/full
tihicknees) atau mengambil donor dari tempat lain (KUD SK, K.A, GF.seldon and
RL.atson,degloving injurist of the extrtemityes and torso.J.trauma,21(10):835)

Pada kasus skin avulse, masalah yang dapat dihadapi menjadi dua, yang pertama
adalah apa yang harus dilakukan dengan flap apulsi dan kedua metode apa yang
digunakan untuk menutup defect pada kulit. Beberapa cara yang mungkin bias
dilakukan untuk mengatasi masalah adalah :

1. Mengembalikan kembali secara langsung flap pada bednya.


Tindakan ini sudah ditinggalkan karena sudah terbukti flap akan mengalami
pembengkakan, nekrosis dan terinfeksi.Sering kali hal ini yang menyebabkan
pasien jatuh dalam kondisi toksis sehingga memperlama waktu perawatan.Pada
saat awal, mungkin flap terlihat baik, dengan perfusi arteri baik, tetapi ternyata
system vena dan limpe sudah rusak sehingga system drainase kurang baik, flap

9
menjadi bengkak dan lama kelamaan akan menghambat aliran arteri sehingga
pada akhirnya flap akan nekrosis (solomons donal MBCH,20 april 1968, the
treetmen of skin avolson injuris, es.a.medical jurnal) (coryllos, Elizabeth, MD et
al, March 1960, Treatment of an Avulsed Skin-Flap Involving the Circumference
of the Entire Lower Leg: A case Report,Annal of surgery)
2. Pada flap yang masih tampak vital bila panjangnya tidak melebihi lebar dari
pedikelnya, flap dapat dikembalikan kebadnya setelah dibersihkan dan
memberikan hasil yang baik.
Pengalaman menunjukkan bahwa metode ini kurang baik. Pada saat awal tampak
baik, tetapi kemudian mengalami nekrosis. Hal ini juga terjadi karena gangguan
system drenase dimana suplay darah arteri yang baik tidak ditunjang system
drenase vena dan limpe, hal berbeda terjadi maka flap dipotong pada pedikelnya
dan ditanam sebagai seplit atau full tiknes

3. Mengembalikan flap pada bednya setelah jaringan subkutisnya dibuang (de-


fatted)
Metode ini dikatakan sebagai terapi terpilih dan pada penelitian terbukti lebih
baik dibandingkan dengan metode lainnya yang penting untuk diperhatikan pada
metode ini adalah menentukan sampai sebatas mana jaringan yang masih viable
dan sejauh mana dilakukan eksisi.Dengan metode ini flap yang tidak vital
dipotong, dibuang jaringan subkutisnya dan digunakan untuk menutup defect
sebagai graf. Berupa split atau full thickness.Penanaman graf bias dilakukan
secara langsung atau ditunda.
4. Melakukan eksisi pada flap dan menutup defek dengan skin graft baik berupa
split atau full thickness

Pengebangan teknik ini adalah apa yang disebut dengan trilaminar skin coverage
technique, dimana flap dari avulse dilakukan STSG untuk mendapatkan lapisan epitel
dan dermis superficial, lapisan dermis tengah sampai dalam diambil lagi dan sisa
lapisan dermis dalam dibersihkan dari lemak subkutis.Disini kita bisa dapat
mendapatkan 3 lapis grab yang bisa digunakan untuk menutup luka.

Pemilihan split atau full thicknees akan memiliki konsekwensi masing


masing.Dengan menggunakan split thicknees maka kemungkinan graf “take “ lebih
tinggi. tetapi pada evaluasi setelah dua tahun kulit tampak tipis, gelap dan seperti

10
bersisik sehingga misalnya tempatnnya tepat didistal amputate, maka pada saat
menggunakan protesis akan timbul luka. Keuntungan lain dari split thickness adalah
lapisan ini hamper pasti bebas trauma sengga jaringannya lebih sehat dibandingkan
jika menggunakan full thickness terutama jika efullsi yang disebabkan oleh mesin
industry. Sedangkan menggunakan full thickness, walaupun kemungkinan “take”nya
lebih kecil tetapi kulit akan lebih kuat dan secara kosmetik lebih baik.

Mengenai waktu dilakukan kapan akan dilakukan graf, bisa di lakukan lansung atau
di tunda. Keuntungan lansung adalah luka segera di tutup sehingga bisa di pakai
sebagai barier terhadap infeksi dan jika gerak baik maka lama rawatnya juga
berkurang. Kelemahan cara ini adalah sulitnya mencapai haemostatis yang adekuat.
Dengan menunda pemasangan gerak maka ada beberapa keuntungan yang bisa
diperoleh: hemostasis cukup, sisa jaringan non pital terlihat, kondisi pasien akan
lebih baik. Gerak yang diperoleh dari plak bisa disimpan didalam reprigat untuk
sementara waktu.

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 
1. Identitas Klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang:
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
2) Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang
berhubungan dengan penyakit luka/ pembedahan.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga seperti keadaan sakit DM,
hipertensi,ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada
gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
4) Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah
laku dan kepribadian,karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan
terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan
depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya.
Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema,gangguan integument,
dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter).Terjadinya perubahan
gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, danperubahan status
financial
3. Pemeriksaan Fisik 
Ada 2 kondisi yang perlu dikaji
 Luka baru
1. Kaji keaadaaan umum pasien
2. Kaji tempat kejadian (emergensi aau stabil)
3. Kaji tanda-tanda vital

12
4. Kaji keadaan luka
5. Kaji adanya tanda-tanda infeksi luka
6. Kjai hal-hal yaang berhhubungna dengan luka, fraktur, pendarahan, onjury,
dan cedera kepala
7. Kaji perdarahan yang keluar ( ada atau tidak, jumlah warna dam bau )
 Luka lama
1. Kaji penampilan luka
2. Kaji luas luka
3. Kaji keluhan nyeri
4. Kaji kondisi jahitan luka
5. Kaji drainage
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhu bungan dengan
 Trauma tumpul/ tajam
 Insisi pembedahan
 Penekanan yang lama
 Injury
 Imobilisasi
2. Nyeri Akut berhuubungan dengan
 Cedera termal
 Insisi pembedahan
 Lkerusakan jaringan
 Imobilisasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
 Hilngnya sebagian jaringan
 Luka terbuka
 Mal nutrisi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
 Nyeri
 Imobilissi
 Kelemahan fisik
3.3 Intervensi
1. Kerusakn integritas kulit berhubungan dengan trauma tupul/tajam, insisi operasi,
penekanan yang lama, injury, imobilissi

13
Hasil ynag diharapkan :
 Klien akna mempertahnakan keutuhan kulit selam aperawatan
 Jaringan tampak menyatu
 Kulit tidak lecet
 Integrits kulit bebas dari luka tekan
Intervensi :
1. Kaji/ catat keadaan luka (ukuran, wrna, kedalaman luka) perhatikan jaringan
nekrotik
R/ memberikn informasi dasar adanya kemungkinan kebutuhan tentang
sirkulasi
2. Kaji kulit luka terbuka , benda asing, kemrahan, perdarahan, dan perubahan
warna.
R/ sebgi data dasar untuk intervensi selanjutnya.
3. Anjurkan klien untuk merubh posisi setiap 4 jam
R/ menigkatkan perfusi jaringan dan sirkulasi dengan mencegah dekubitus
akibat tekanan dan gesekaan yang lama.
4. Lakukan perawatan luka secara aseptik dan steril 2 kali sehari
R/ mencegah terjadinya kerusakan kiulit secara lebih lanjut
5. Pertahnakan tempat tidur dalam keadaan bersih dan kering.
R/ menghidarkankulit lecet dan terkontaminasi dnegan mikroorganisme
6. Tempatkan bantalan air/ bantalan dibawah siku, tumit sesuai indikasi.
R/ menurunkan tekanan pada area yang beresiko terjadinya kerusakan kulit
7. Guanakan baby oil 2-3 kali setelah mandi.
R/ melincinkan kulit dan menghindari gatal.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terafi anti inflamasi.
R/ menghindari infeksi.
2. Nyeri berhubungan dengan cedera termal, insisi pembedahan, kerusakan jaringan,
imobilisasi.
Hasil yaang diharapkaan :
 Klien kaan bebas adari nyeri selama perawatan
 Klien mengatakan nyeri berangsur-angsur menghilang sampai dengan
hilang.
 Klien tampak rileks
 Klien dpat beraktifitas tanpa nyeri

14
Intervensi :
1. Kaji keluhn nyer (lokasi, intrnits, skala, lamnya serngan PQRST )
R/ sebagai databdasra untuk menentukan intervensi selnajutnya.
2. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ tirah baring dalan posisi nyaman, memungkinkan paisen untuk mengurangi
spasme otot, peneknan pada bagian tubuh tertentu, dan mempasilitasi jika
terjadinya reduksi.
3. Njurkna pasien untuk melakukan gerakan yng tepat dan batasi aktifitas sela
anyeri.
R/ mengilnagkn dan mengurangi stress pd otot dna mencegah trauma lebih
lanjut.
4. Anjurkjan adan ajarakan klien untuk melakukan tehnik visualissi, relkssi.
R/ mengalihkan perhatian dan membnatu menghilangkan nyeri dsn
mempercepat prose penyembuhan.
5. Tinggikan dan dukung ekstermitas yang terkena.
R/ meningktkan aliran balik vena, meningktkan edemaa, dan mennurunkan
nyeri.
6. Lkukan kompres dingin / es 24-48 jam pertma.
R/ menurunkn edema/ pembentukan hematom, menurunkan sensasi nyeri.
7. Letkkkan semua kebutuhan paisen dalam batas ynag mudah dijangkau oleh
paisen.
R/ menurunkan resiko peregangan saat meraih.
8. Kolaborasi dnegan dokter untuk pemberin terafi anlgetik
R/untk mnegurangi nyeri.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya sebagian jringan, luka
terbuka, malnutrisi.
Hal yang diharapkan :
 Kien tidk menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi selama mas aperawatan
 Luka trampak kering dan bersih
 Toidak ada cairan/ darah yang keluar merembes
 Penyembuhan luka rapat dan baik.
Intervensi :
1. Kaji kulit terhdap iritasi, luka terbuka/ robekan kulit.

15
R/ mengidentifikasi adanya faktor pencetus msuknya kuman penyebba
infeksi.
2. Kaji TTV
R/ sebgai intervensi sel ajutnya di tanda-tanda vital.
3. Teknkan tehnik cuci tangan untuk semua individu yang datang/ ada kontak
dengan klien
R/ mencegah kontaminasi silang,mencegah infeksi.
4. Klua perlu anjurkan klien di isolasi sesuaiindikasi.
R/ isolsi dpat dilihat dari luka sederhana/ terbuka untuk mencegah
kontaminasi silang.
5. Lakukan perawatan luka aseptik selm 2kli sehari.
R/ mncegha infeksi dna mendukung penyembuhan.
6. Tampung cairan sisa yang terkontaminasi pad tempat tertentu dalam ruangan
kemudian dibuang pada pembuangna yang sudah disediakan oleh rumah skit
R/ mencegah penyebran infeksi di lingkungan RS.
7. Kolaborasi dengan dokter dlam pemberian antibiotik
R/ antibiotik dapat membuhun kuman penyakit dan mengurangi penyebaran
infeksi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri, imobilisasi, kelemahan fisik.
Hasil yang diharapkan :
 Klien dapat melakukan aktifitas mandiri selama ms aperawatan
 Klien tampak rileks.
Intervensi :
1. Kjai espon terhadap aktifitas klien
R/ sebgai parameter untuk menentukan taaingkat kemampuan klien dalma
beraktifitas.
2. Kaji TTV
R/ sbgai indikator terhadap perubhn TTV kibtaa aktifitas.
3. Observsi keluhan klien selam aberaktifitaas.
R/ indikator untuk menetukan intervensi selanjutnya.
4. Jelskn pasa pasien tentang tehnik penghemaytan energi.
R/ mengurangi dna mengheat penggunaan energi, juga membantu
keseimbngan antara suplai dan kebutuhna O2
5. Ubh posisi secr periodik dn lkukan tehnik nafaas dalam.

16
R/ mengurangi tekanan pada salah satru area dnegan meningkatkan sirkulasi
perifer
6. Aanjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
R/ mengurangi kelelahan otot dpat membantu mengurangi nyeri, spasme dan
kejang.

3.3 Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara
melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan.

17
BAB 4
PENUTUP
 
4.1 Kesimpulan
Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di
bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih
atau terkontaminasi, superficial atau dalam.(Menurut Koiner dan Taylan).
Avulsi terjadi akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi sering kali dihubungan
dengan perdraahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari kepala pada
cedera degloving. Cedera dramatis sering kali dapat diperbaiki dengna scar-scra
kecil. Apabila semua bagian tubuh seperti jari tangan, jari kaki dll jik amengalami
sobekan mka pasti akan dikirim ke rumah sakit dna segera mendpatkana
penanganan

4.2 Saran
Dari kasus diatas yaitu avulsion merupakan suatu keadaan masalah  kesehatan
yang hrus segera di tangani . Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu
menerapkan pola suhan  keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi
yang diberikan.
 

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong W, ed. Buku
Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 1997: 72-3.
2. Wasitaatmadja. SM. Anatomi Kulit . Ilmu Penyakit kulit dan kelamin , edisi ketiga , FKUI
,Jakarta , 2001, hal 3-8.
3. I. C. Josty, R. Ramaswamy and J. H. E. Laing. 2001. Vacuum-assisted closure: an alternative
strategy in the management of degloving injuries of the foot. British Journal of Plastic Surgery.
4. Yamada, N. Ui, K. Uchinuma, E. 2001. The use of a thin abdominal flap in degloving finger
injuries. British Journal of Plastic Surgery volume 54 pp: 434-438.
5. Chen, SL. Chou, GH. Chen, TM. Wang, HJ. 2001. Salvage of completely degloved finger with a
posterior interosseous free flap. British Journal of Plastic Surgery .The British Association of
Plastic Surgeons.
6. Van der Kolk, BM. Pickkers, P. 2007. Treatment of necrotizing soft tissue infections.
Netherlands Journal of Critical Care.
7. Karmiris, NA. Vourtsis, SA. Assimomitis, CM. Spyriounis, PK. 2008. The role of microsurgical
free flaps in distal tibia, ankle and foot reconstruction. A 6 year experience. EEXOT Volume 59,
(4):223-229.
8. E Segev, S Wientroub. Y Kollender, I Meller. A Amir, E Gur. 2007. A combined use of a free
vascularised flap and an external fixator for reconstruction of lower extremity defects in
children. Journal of Orthopaedic Surgery ;15(2):207-10
9. Chin-Ta Lin, Shyi-Gen Chen, Niann-Tzyy Dai, Tim-Mo Chen, Shun-Cheng Chang. 2013. Free
Sensate Anteromedial Thigh Fasciocutaneous Flap for Reconstruction of Complete
Circumferential Degloving Injury of the Digits: Case Report and Literature Review. J Med Sci ;
33(1):057-060
10. Pilancı, Özgür. Et al. 2013. Management of soft tissue extremity degloving injuries with full-
thickness grafts obtained from the avulsed flap. Ulus Travma Acil Cerr Derg Vol. 19, No. 6.
11. Doengoes, Mrilynn E., Mary Frances Moorhouse., & lice C.Muur.2010. Nursing Diagnosis
Manual : planning, individuallizing nd Documenting Client Care. Philadelphia :F.A Davis
Company.

19

Anda mungkin juga menyukai