Anda di halaman 1dari 9

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian
Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan

sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi

akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.


Vulnus laseratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat

kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot

(Mansjoer, 2000).
B. Etiologi.
Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
1. Alat yang tumpul.
2. Jatuh ke benda tajam dan keras.
3. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
4. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan.
C. Patofisiologi
Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,

kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon

tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi

peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada

peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di

sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi

peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik

yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka

jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang

nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang

hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan

hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi

kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga

akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan

hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa

nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi

ketertiban gerak.
D. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum adalah syok dan syndroma remuk (cris syndroma),

dan tanda-tanda lokal adalah biasanya terjadi nyeri dan pendarahan. Syok

sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah

menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun

hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur

misalnya otot-otot pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur

dan menumpuk di ginjal yang mengakibatkan


Mansjoer (2000) menyatakan Manifestasi klinis vulnus laseratum

adalah:
1. Luka tidak teratur
2. Jaringan rusak
3. Bengkak
4. Pendarahan
5. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
6. Tampak lecet atau memer di setiap luka.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah

lengkap.tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang

terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.


2. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan

sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.


3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus

mellitus.
F. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan

yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka,

penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.


1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan

eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk

melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau

larutan antiseptik seperti:


a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b. Halogen dan senyawanya
c. Oksidansia
d. Logam berat dan garamnya
e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f. Derivat fenol
g. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan

turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi

0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan

irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).


3. Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah

pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan

pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga

memperlama waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam

pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka.
4. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari

terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris


Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang

jaringan mati dan benda asing.


b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c. Berikan antiseptik
d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi

lokal
e. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2002)
5. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur

kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi

berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh

persekundam atau pertertiam.


6. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka

sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.


7. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung

pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap

penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam

proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah

berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.


8. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada

luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.


9. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu

pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi,

jWidiyas pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya

infeksi (Mansjoer,2002)
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Doenges (2000) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan

vulnus laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:


1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan

rentang gerak, perubahan aktifitas.


2. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada

daerah cidera , kemerah-merahan.

6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.

Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,

gelisah, tidak bisa tidur.


7. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d diskontuinitas jaringan.
2. Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri.
3. Gangguan eliminasi BAB b/d kelemahan fisik.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.
5. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.
6. Resiko tinggi infeksi b/d perawatan luka tidak efektif.
7. Resti kekurangan volume cairan b/d pendarahan.
C. Intervensi

Fokus intervensi di dasarkan oleh diagnosa keperawatan yang muncul

pada teori.

1. Gangguan rasa nyaman nyeri muncul akibat jaringan kulit , jaringan otot,

jaringan saraf terinfeksi oleh bakteri pathogen. Penggandaan zat-zat

racunnya sehingga mengakibatkan perubahan neurologis yanng sangat

besar.
Tujuan :
Nyeri hilang / berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Pasien melaporkan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan

penghilang nyeri
b. Pasien rileks.
c. Dapat istirahat / tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
a. Kaji tanda tada vital.
b. Lakukan ambulasi diri.
c. Ajarkan teknik distraksi dann relaksasi misalnya nafas dalam.
d. Berikan obat sesuai petunjuk.
2. Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri. Gangguan

kebutuhan istirahat dan tidur adalah gangguan jumlah kualitas tidur.


Tujuan :
gangguan istirahat tidur tetasi
Kriteri Hasil :
a. Mengatakan peningkatan rasa segar, tidak pucat, tidak ada lingkar hitam

pada mata.
b. Melaporkan perbaikan dalam pola tidur.
Intervensi :
a. Kaji penyebab nyeri / gangguan tidur.
b. Berikan posisi nyaman pada klien.
c. Anjurkan minum hangat.
d. Kolabirasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang.
3. Gangguan eliminasi BAB / konstipasi b/d penurunan mobilitas usus aadalah

suatu penurunan frekwensi defekasi yag normal pada seseorang, di sertai

gangguan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses

yang sangat keras dan kering.


Tujuan :
Tidak terjadi konstipasi.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mempertahankan / menetapkan pola nominal fungsi usus.
b. Konsistensi feses normal.
c. Perut tidak kembung.
Intervensi :
a. Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.
b. Anjurkan untuk ambulasi sesuai kemampuan.
c. Berikan obat laksatif pelembek feses bila di perlukan.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot
Tujuan :
Mempertahankan mobilitas fisik
Keiteria Hasil :
a. Mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau bagian tubuh

yang terkena.
b. Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan.
c. Kemungkinan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal.
b. Bantu dalam aktifitas perawatan diri.
c. Pantau respon pasien terhadap aktivitas.
5. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.

Kerusakan integritas kulit adalah suatu kondisi individu yang mengalami

perubahan dermis dan atau epidermis


Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Kriteria Hasil :
a. Bebas tanda tanda infeksi.
b. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu
Intervensi :
a. Kaji / catat ukuran, warna keadaan luka, perhatikan daerah sekitar luka.
b. Ajarkan pemeliharaan luka secara aseptik.
c. Observasi tanda-tanda infeksi.
6. Resiko infeksi sekunder b/d perawatan luka tidak efektif.

Resiko infeksi adalah suatu kondisi yang beresiko mengalami peningkatan

terserang organisme pathogenic.


Tujuan :
Tidak terjadi infeksi lebih lanjut.

Kriteria Hasil :
Tidak terdapat tanda tanda infeksi lebih lanjut dengan luka bersih tidak ada

pus.
Intervensi :
a. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
b. Pantau ssuhu tubuh secara teratur.
c. Berikan antibiotik secara teratur.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis.

(terjemahan) Edisi 6. EGC: Jakarta

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta

Mansjoer,A. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika

Auskulapius FKUI: Jakarta.

Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai