Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
Di Ruang IGD
RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan

Oleh :
Ely Munyca Fatmawati
P17212215055

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Konsep CKD
1. Pengertian CKD
Chronic kidney disease atau gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal
untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2009) Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan
sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak
mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan
menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Etiologi CKD
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus)
2) Infeksi kuman : ureteritid, pyelonefritis
3) Batu ginjal : nefrolitiasis
4) Kista di ginjal : polycstis kidney
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan
b. penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolestrol tinggi
2) Dyslipidemia
3) SLE
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Pre eklampsia
6) Obat-obatan
3. Patofisiologi dan Pathway
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari
nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama
adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan
kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute
untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak
dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara f iltrasi dan reabsorpsi disertai
dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi
menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien asimptomatik
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25%
dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam
diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan
poliuria sebagai akibat dari kegagalan.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90% dari massa nefron telah
hancur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR
(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10% dari keadaan normal. Kreatinin serum
dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah
karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Urin menjadi isomotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik
dengan haluaran urin kurang dari 500cc/hari
4. Manifestasi klinis CKD
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik:
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga 25% dari normal
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia,
GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi,
anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai
koma), yang ditandai dengan
d. GFR kurang dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat
tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).
5. Penatalaksanaan CKD
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuk


b. Dialysis

- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)

- Hemodialisis yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena


dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan:

• AV fistule: menggabungkan vena dan arteri


• Double lumen: langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
c. Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal

6. Pemeriksaan penunjang

a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang
terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan
tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama u ntuk
falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversible
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda- tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan
adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

- Ureum dan kreatinin: Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan


kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh
karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan
steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet
rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.

- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan


menurunnya diuresis.

- Hipokalsemia danHiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis


1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.

- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama


Isoenzim fosfatase lindi tulang.

- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan


gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada


gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.

- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang


menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :

- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan


masukan diit berlebih.

- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.

- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem


reninangiotensin-aldosteron.

- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
c. Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
air naik atau turun.
d. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
e. Pemeriksaan fisik

- Penampilan / keadaan umum


Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi disp nea, nadi
meningkat dan reguler
- Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

- Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotora n
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

- Leher dan tenggorok.


Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.

- Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.

- Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
- Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.

- Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
- Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat
/ uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder
terhadap gagal ginjal
c. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan pruritus sekunder
terhadap gagal ginjal
e. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidaadekuatan pertahanan tubuh
3. Rencana Tindakan Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan da Kriteri Hasil Intervensi Keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. (D.0005) Pola nafas tidak efektif Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan 3x24 jam inspirasi atau
berhubungan dengan hambatan
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi Observasi:
upaya nafas adekuat membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
1. Penggunaan otot bantu napas 2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
menurun upaya napas
2. Frekuensi napas membaik 3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
N : 60 – 100 x/menit Terapeutik
RR : 20 – 24 x/menit
3. Kedalaman napas membaik 1. Atur Interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen
Observasi:
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik:
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. (D.0023) Hipovolemia Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
keperawatan 3x24 jam diharapkan status
berhubungan dengan kehilangan Observasi:
cairan membaik dengan kriteria hasil :
cairan aktif 1. Kekuatan nadi meningkat 1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.
2. Turgor kulit meningkat frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
3. Frekuensi nadi membaik tekanan darah menurun, tekanan nadi
N : 60 – 100 x/menit menyempit, turgor kulit menurun, membran
4. Tekanan darah membaik mukosa, kering, volume urin menurun,
TD : 120-140/80-100 mmHg hematokrit meningkat, haus, lemah)
5. Membrane mukosa membaik 2. Monitor intake dan output cairan
6. Kadar Hb membaik Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis.
Nacl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
(mis. glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
3. (D.0142) Resiko infeksi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
keperawatan 3x24 jam glukosa derajat
berhubungan dengan Observasi:
infeksi menurun dengan kriteria hasil :
ketidakadekuatan pertahanan 1. Demam menurun 1. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan
2. Kemerahan menurun sistemik
tubuh
3. Nyeri menurun Terapeutik
4. Bengkak menurun
5. Kadar sel darh putih membaik 1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa luka
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Nahas, Meguid El & Adeera Levin .2010.Chronic Kidney Disease: A Practical

Guide to Understanding and Management . USA: Oxford University

Press.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma .2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:

Mediaction.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi

dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai