Anda di halaman 1dari 16

Laporan Pendahuluan

Chronic Kidney Disease (CKD)

Dosen Pembimbing :
Ns. Ervina Lili Neri, M. Kep

Disusun Oleh :
Apri Bahari Putra
I4051221044

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
Nama Mahasiswa : Apri Bahari Putra
NIM : I4051221044
Tanggal Praktik : 03-16 Oktober 2022
Judul Kasus : Chronic Kidney Disease (CKD)
Ruangan : Ruang D (R. Meranti)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Chronik kidney disease atau gagal ginjal kronik suatu kondisi gagalnya ginjal
dalam menjalankan fungsinya mempertahankan metabolisme serta keseimbangan
cairan dan elektrolit karena rusaknya struktur ginjal yang progresif ditandai dengan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) dalam darah (Muttaqin & Sari, 2014).
Chronic Kidney Disease CKD adalah suatu proses patologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
dan berakhir pada gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada CKD (Saputra, 2014).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal
dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga
terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009) Gagal ginjal kronik merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia berupa retensi urea dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit.
2. Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polycstis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) SLE.
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklamsi.
6) Obat-obatan.
7) Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).
3. Patofisiologi dan Pathway
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari
nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama
adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan
kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus (Muttaqin dan Sari, 2011).
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute
untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak
dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai
dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi
menjadi 3 stadium (Kidney International Supplements 2011), yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25%
dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet.
Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria
sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur
atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus
Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak
lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin
menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran
urin kurang dari 500 cc/hari.
Pathway (Suwitra, 2014).
1

4. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
latergi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,
kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari
5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan
terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).
5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD menurut
Suwitra (2014) dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
(batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi
dari gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa
fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali,
efusi perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi
(terutama untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang
terkhir ini dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi
yang reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit
(hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap
menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik
:
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada
diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal (Muttaqin dan Sari (2011).
7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia.
B. Asuhan Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga

yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh

berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan

sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan


lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian

CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu lama

dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /

mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak

sehat.

2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,


glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
c. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
d. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
e. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
f. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
g. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
h. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
i. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
j. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
k. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
a. Hipervolemia berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi

sekunder terhadap gagal ginjal.


D. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Keperawatan
Indonesia Indonesia
1 Hipervolemia Status Cairan Manajemen
Berhubungan Kriteria hasil Hipervolemia
dengan gangguan - Output cairan - Periksa tanda dan
mekanisme meningkat gejala
regulasi ditandai - Tidak ada edema hiperpolemia
dengan - Tidak ada dyspnea - Identifikasi
- Dyspnea - Berat badan penyebab
- Edema menurun - Monitor intake dan
- Berat badan - Tidak ada distensi output cairan
meningkat vena jugularis - Monitor kecepatan
- JVP meningkat - Tidak ada suara infuse
- Distensi vena nafas tambahan - Batasi asupan
jugularis - Intake dan output cairan dan garam
- Terdengar seimbang - Tinggikan kepala
suara nafas tempat tidur 30-400
tambahan - Ajarkan cara
- Oliguria membatasi cairan
- Hepatomegaly - Kolaborasi
- Intake lebih pemberian diuretik
banyak dari
pada output
2 Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen energi
aktivitas Kriteria hasil - Identifikasi
berhubungan - Saturasi oksigen gangguan fungsi
dengan meningkat tubuh yang
ketidakseimbangan - Dapat melakukan menyebabkan
antara suplai dan aktivitas sehari- kelelahan
kebutuhan oksigen hari - Sediakan
ditandai dengan: - Tidak ada keluhan lingkungan yang
- Mengeluh lelah lelah nyaman dan
- Frekuensi - Tidak ada dispnea rendah stimulus
jantung saat atau setelah - Berikan aktivitas
meningkat beraktivitas distraksi yang
- Dispnea saat/ - Tidak ada sianosis menenangkan
setelah - Anjurkan tirah
beraktivitas baring
- Merasa lemah - Anjurkan
- Sianosis melakukan
- Gambaran aktivitas secara
EKG bertahap
menunjukan - Kolaborasi dengan
aritmea gizi tentang
menigkatkan
asupan makanan

E. Evaluasi secara teoritis


Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan
untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan
klien kea rah pencapaiaan tujuan. Evaluasi merupakan penilaiaan
efektivitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan keluhan
dan pemeriksaan fisik menunjukkan hasil yang normal. Intervensi
dikatakan efektif bila tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Dalam evaluasi, perawat melakukan pengkajian ulang tentang
keluhan dan terapi yang diberika kepada pasien serta perilaku pasien
setelah mendapatkan implementasi dari intervensi. Evaluasi menggunakan
observasi, mengukur dan wawancara dengan pasien (Bachrudin, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Bachrudin. (2016). Modul Ajar Cetak KMB 1 Komprehensif. Jakarta : Kemenkes RI.
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih.
Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk. Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Kidney International Supplements 2011. Chapter 1: Definition and classification of CKD.
Kidney Int Suppl. 2014;3(1):19-62.
Muttaqin & Sari. (2014). Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.
Saputra,L. (2014). Medikal Bedah Renal dan Urologi. Tanggerang : Binarupa Aksara.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Suwitra K. 2014. Penyakit Ginjal Kronik. In: I Setia S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setyohadi B, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: p. 2161-67.

Anda mungkin juga menyukai