Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN PADA “Sdr. A” DENGAN KASUS CKD


DI RUANG FLAMBOYAN RSUD DR. MOHAMMAD SALEH
KOTA PROBOLINGGO

Disusun Oleh :

Nama : Fidia Siska


NIM : 14901.08.21073

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PAJARAKAN – PROBOLINGGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIS

Probolinggo,..........................

Mahasiswa

(Eni Mutmainah)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(..................................) (.....................................)

Kepala Ruangan Flamboyan

1
(..............................)

A. Konsep Gagal Ginjal Kronis


1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah (Muttaqin dan Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan

2
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,
2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009) Gagal ginjal
kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi
urea dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami
kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan
urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit.

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis


Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari
ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal
1. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.
2. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3. Batu ginjal: nefrolitiasis.
4. Kista di ginjal: polycstis kidney.
5. Trauma langsung pada ginjal.
6. Keganasan pada ginjal.
7. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2. Dyslipidemia dan SLE.
3. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
4. Preeklamsi.

3
5. Obat-obatan.
6. Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).
3. Patofisiologi dan Pathway
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara
bertahap fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi
nefron yang masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan
elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari
nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban
solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi
dan beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi
ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan
hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik
dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan
ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan
pasien asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration
Rate) besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat
tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga
mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat
dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa
nefron telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih
utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan
normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai
merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin

4
menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik
dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.

5
6
4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR
dapat menurun hingga 25% dari normal
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria
dan nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum
dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
latergi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,
kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang
dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam,
dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).

5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis


Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis d
ibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan di
alysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut ad
alah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena denga
n menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan mel

7
alui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan
:
 AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
 Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi k
e jantung)
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam
Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang

8
reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka
bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan perifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan
menurunnya lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2

9
yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.

7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katab
olisme dan masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampa
h uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi siste
m reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel dar
ah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium s
erum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminiu
m.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia

10
B. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan
mengacu pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.

11
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar
suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 2 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1. Resiko perfusi renal tidak efektif b.d disfungsi ginjal
2. Gangguan integritas kulit b.d kelembapan ditandai dengan : pruritus, kulit
kering dan bersisik, pigmentasi abnormal, terdapat luka di kulit

12
D. Rencana Asuhan Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Resiko perfusi renal tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
efektif b.d disfungsi ginjal selama 3x24 jam diharapkan perfusi renal 1. Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan
meningkat dengan kriteria hasil : nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa,
1. Jumlah urine meningkat turgor kulit, tekanan darah)
2. Mual menurun 2. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
3. Tekanan arteri rata rata membaik 3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
4. Kadar urea nitrogen darah membaik Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
5. Kadar kreatinin plasma membaik 4. Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP,
6. Kadar elektrolit membaik PCWP jika tersedia)
Terapeutik
5. Catat intake dan output dan hitung balance cairan
24 jam
6. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
2 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
b.d kelembapan ditandai selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
dengan : pruritus, kulit meningkat dengan kriteria hasil : perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
kering dan bersisik, 1. Elastisitas meningkat penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrem,
pigmentasi abnormal 2. Hidrasi meningkat penurunan mobiltas)
3. Kerusakan jaringan menurun Terapeutik

13
4. Kerusakan lapisan kulit menurun 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
5. Pigmentasi abnormal menurun 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak
6. Nekrosis menurun pada kulit kering
7. Suhu kulit membaik 4. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
8. Tekstur membaik hipoalergik pada kulit sensitif
Edukasi
5. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion,
serum)
6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
7. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

14
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol
ume 2. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan
(Edisi 2), Alih. Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk.
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta:
EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem P
erkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

15

Anda mungkin juga menyukai