Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)


DI RUANG 27 INTERNA (PENYAKIT DALAM) RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG
PERIODE TANGGAL 25 NOVEMBER – 30 NOVEMBER 2019

Oleh :

NAMA : ARIE JULITA PRABANDRI


NIM : 172303101027

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INI TELAH DISAHKAN PADA


TANGGAL ................................. 2019

PEMBIMBING KLINIK MAHASISWA

....................................................... ..................................................
NIP. .............................................. NIM. .....................

PEMBIMBING AKADEMIK

.......................................................
NIP. ..............................................
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIS
A. Konsep Gagal Ginjal Kronis

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk


mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan
Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009) Gagal ginjal kronik
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan sampah lain
dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal
ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan
sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di
dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme
lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis

Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang


memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal

1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.

2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.

3) Batu ginjal: nefrolitiasis.

4) Kista di ginjal: polycstis kidney.

5) Trauma langsung pada ginjal.

6) Keganasan pada ginjal.

7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur. b.


Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2) Dyslipidemia.

3) SLE.

4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

5) Preeklamsi.

6) Obat-obatan
7) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
3. Patofisiologi dan Pathway

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap


fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang
masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.
Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang
masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi
tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan
beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi
ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya
kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi
3 stadium, yaitu :
1) Stadium I

Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.


Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimptomatik.

2) Stadium II

Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya
hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar
protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai
dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
3) Stadium III

Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron


telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR
(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum
dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah
karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik
dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Pathway
4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis

Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :

1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat


menurun hingga 25% dari normal
2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.
3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
latergi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,
kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan
GFR kurang dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang
komplek.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).
5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

- peritoneal dialysis

biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak


bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
- Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena


dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi


ke jantung )
c) Operasi

- Pengambilan batu

- Transplantasi ginjal

6. Pemeriksaan Penunjang

1) Radiologi

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari


komplikasi yang terjadi.
2) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
3) IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam
Urat.
4) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
5) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6) Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
7) Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
8) Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir
ini dianggap sebagai bendungan.
9) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.

10) EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-


tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11) Biopsi ginjal

12) Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,


kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka
bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.

- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama


dengan menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik
dan menurunnya lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan
pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.
7. Komplikasi

Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :

- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,


katabolisme dan masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
perifer, Hiperuremia
B. Asuhan Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan


mengacu pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada


juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak
senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.

Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam


kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.


Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik

a. Penampilan / keadaan umum.

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran


pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.

Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan


nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.

Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.

Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.

f. Dada

Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat


otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.

Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut


buncit.

h. Genital.

Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,


terdapat ulkus.

i. Ekstremitas.

Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan


tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.

Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat
/ uremia, dan terjadi perikarditis.

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai


berikut:

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal


b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi
sekunder terhadap gagal ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik, rencana tindakan dan prognosis.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
sekunder terhadap gagal ginjal.

e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang


pengetahuan, sistem pendukung kurang adekuat.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anorekasia, mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak
enak.
D. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


keperawatan
1 Intoleransi aktivitas Klien dapat menoleransi Toleransi aktivitas
a. Menentukan penyebab intoleransi
berhubungan dengan aktivitas dan melakukan a. Menentukan penyebab dapat
aktivitas dan menentukan apakah
ketidakseimbangan ADL dengan baik membantu menentukan intoleransi
penyebab dari fisik, psikis/ motivasi
suplai dan kebutuhan Kriteria Hasil: b. Terlalu lama bedrest dapat memberi
b. Kaji kesesuaian aktivitas dan istirahat
oksigen a. Berpartisipasi dalam kontribusi pada intoleransi aktivitas
klien sehari-hari
aktivitas fisik c. Peningkatan aktivitas membantu
c. Meningkat aktivitas secara bertahap,
dengan TD, HR, RR mempertahankan kekuatan otot,
biarkan klien berpartisipasi dapat
yang sesuai tonus
perubahan posisi, berpindah dan
b. Warna kulit normal, d. Bedrest dalam posisi supinasi
perawatan diri
hangat & kering menyebabkan volume plasma →
d. Pastikan klien mengubah posisi secara
c. Memverbalisasikan hipotensi postural dan syncope
bertahap.
pentingnya aktivitas e. TV dan HR respon terhadap
e. Monitor gejala intoleransi aktivitas
secara bertahap ortostatis sangat beragam
f. Ketika membantu klien berdiri,
d. Mengekspresikan f. Ketidakaktifan berkontribusi
observasi gejala intoleransi seperti
pengertian terhadap kekuatan otot dan struktur
mual, pucat, pusing, gangguan
pentingnya sendi
kesadaran & tanda vital
keseimbangan
g. Lakukan latihan ROM jika klien tidak
latihan & istirahat
dapat menoleransi aktivitas
e. Meningkatnya
toleransi aktivitas
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan askep Monitor Pernafasan:
efektif berhubungan 3x24 jam pola nafas klien a. Monitor irama, kedalaman dan a. Klien bisa bernafas spontan dan
dengan hiperventilasi, menunjukkan ventilasi yg frekuensi pernafasan. adekuat, serta dengan segera
penurunan energi, adekuat dengan kriteria : b. Perhatikan pergerakan dada. diatasi masalah bila terjadi
kelemahan a. Tidak ada dispnea c. Auskultasi bunyi nafas kelainan.
b. Kedalaman nafas d. Monitor peningkatan ketdkmampuan
normal istirahat, kecemasan dan seseg nafas.
c. Tidak ada retraksi Pengelolaan Jalan Nafas
dada / penggunaan e. Atur posisi tidur klien untuk
otot bantuan maximalkan ventilasi
pernafasan f. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
g. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sesuai kebutuhan
h. Auskultasi bunyi nafas
i. Bersihhkan skret jika ada dengan batuk
efektif / suction jika perlu.
3 Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan Fluit manajemen:
cairan berhubungan selama 3x24 jam pasien a. Monitor status hidrasi (kelembaban a. Status hidrasi sangat penting
dengan mekanisme mengalami keseimbangan membran mukosa, nadi adekuat) untuk diketahui secara dini agar
pengaturan melemah cairan dan elektrolit. b. Monitor tanda vital tidak terjadi overlod cairan
Kriteria hasil: c. Monitor adanya indikasi overload /
a. Bebas dari edema retraks
anasarka, efusi d. Kaji daerah edema jika ada
b. Suara paru bersih Fluit monitoring:
c. Tanda vital dalam a. Monitor intake / output cairan
batas normal b. Monitor serum albumin dan protein
total
c. Monitor RR, HR
d. Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
e. Monitor warna, kualitas dan berat jenis
urine
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi a. Manajemen nutrisi dan monitor
nutrisi kurang dari selama 3x24 jam klien a. Kaji pola makan klien nutrisi yang adekuat dapat
kebutuhan tubuh menunjukan status nutrisi b. Kaji adanya alergi makanan. membantu klien mendapatkan
adekuat dibuktikan dengan c. Kaji makanan yang disukai oleh klien. nutrisi sesuai dengan kebutuha
BB stabil tidak terjadi mal d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk tubuhnya.
nutrisi, tingkat energi penyediaan nutrisi terpilih sesuai
adekuat, masukan nutrisi dengan kebutuhan klien.
adekuat e. Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.
f. Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
g. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
h. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
i. Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
j. Monitor lingkungan selama makan.
k. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
l. Monitor adanya mual muntah.
m. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dan
sebagainya.
n. Monitor intake nutrisi dan kalori.
o. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian terapi antiemetik
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2.Jakarta: EGC

Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi


2), Alih.Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


perencanaan dan pendokumentasien perawatan pasien Edisi 3. Jakarta:
EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan.Jakarta : Salemba Medika

Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical


Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta;
MediAction.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai