Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal
tidak dapat membuang racun dan produk sisa darah, yang ditandai adanya protein dalam
urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang berlangsung selama lebih dari tiga
bulan (Black & Hawks, 2009).

Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak
menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah
menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan angka kejadiannya yang cukup tinggi
dan berdampak besar terhadap morbiditas, mortalitas dan sosial ekonomi masyarakat
karena biaya perawatan yang cukup tinggi. Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan
suatu keadaan dimana terdapat penurunan fungsi ginjal karena adanya kerusakan
parenkim ginjal yang bersifat kronik dan irreversible. Seseorang didiagnosis
menderita gagal ginjal kronik jika terjadi kelainan dan kerusakan pada ginjal selama 3
bulan atau lebih yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal sebesar 78-85% atau laju
filtrasi glomerulusnya (LFG) kurang dari 60 ml/min/1,73m 2 dengan atau tanpa kelainan
pada ginjal. Penurunan LFG akan terus berlanjut hingga pada akhirnya terjadi disfungsi
organ pada saat laju filtrasi glomerulus menurun hingga kurang dari 15 ml/min/1,73 m2

dikenal sebagai End-Stage Renal Disease (ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir,
sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa tindakan dialisis atau
pencangkokan ginjal sebagai terapi pengganti ginjal.

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan
insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas dan mortalitas. Prevalensi global telah
meningkat setiap tahunnya.Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit
gagal ginjal kronis telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya.
Angka tersebut menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat
ke-12 tertinggi sebagai penyebab angka kematian yang dunia. Prevalensi gagal ginjal di
dunia menurut ESRD Patients (End-Stage Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak
2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak
3.200.000 orang. Dari data tersebut disimpulkan adanya peningkatan angka
kesakitan pasien gagal ginjal tiap tahunnya sebesar sebesar 6 %. Sekitar 78,8% dari
pasien gagal ginjal kronik di dunia menggunakan terapi dialisis untuk kelangsungan
hidupnya.

Peningkatan pasien gagal ginjal terjadi di negara maju dan negara berkembang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) pada tahun 2009, penyakit gagal ginjal berada pada urutan ke delapan penyebab
kematian di Amerika Serikat dan diperkirakan sekitar 31 juta penduduk atau sekitar 10%
dari populasi di Amerika Serikat menderita GGK. Prevalensi GGK di Amerika Serikat
menurut data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun
2013 sebesar 14% dimana terjadi peningkatan pada tahun sebelumnya yaitu sebesar
12,5%. GGK diperkirakan akan terus meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya pada
populasi di Amerika Serikat. Prevalensi gagal ginjal juga terus mengalami peningkatan di
Taiwan (2.990/1.000.000 penduduk), jepang (2.590/1.000.000 penduduk). Penyakit yang
tercatat sebagai penyebab gagal ginjal adalah diabetes melitus (37,47%), hipertensi
(25,1%) dan glomerulonefritis(16,34%).

Prevalensi GGK di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan.


Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dalam Program Indonesia Renal
Registry (IRR) melaporkan jumlah penderita GGK di Indonesia pada tahun 2011 tercatat
22.304 dengan 68,8% kasus baru dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 28.782 dengan
68,1% kasus baru. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronis
berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2% dan penyakit batu ginjal 0,6%.
Laporan Indonesian Renal Registry (IRR) menunjukkan 82,4% pasien GGK di
Indonesia menjalani hemodialisis pada tahun 2014 dan jumlah pasien hemodialisis
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Laporan IRR mencatat bahwa penyebab
gagal ginjal pada pasien yang menjalani hemodialisis adalah hipertensi (37%), diabetes
melitus (27%) dan glomerulopati primer (10%)

Prevalensi penyakit GGK di Provinsi Sumatera Barat yaitu 0,2 % dari penduduk
dari pasien gagal ginjal di Indonesia, yang mencakup pasien mengalami
pengobatan, terapi penggantian ginjal, dialisis peritoneal dan hemodialisis pada
tahun 2013.
Pada tahun 2014 di Sumatera Barat tercatat 368 pasien gagal ginjal dan 52% orang
diantaranya menjalani hemodialisis. Menurut Laporan IRR, Sumatera barat merupakan
salah satu korwil yang menempatkan diabetes melitus sebagai etiologi pasien gagal ginjal
yang harus didialisis. Prevalensi DM di Sumatera Barat pada tahun 2013 yaitu sebesar
1,8%, lebih tinggi dari tahun 2007 yaitu 1,2%. Prevalensi hipertensi di Sumatera Barat
tahun 2013 yaitu 7,9%, penyakit jantung koroner 1,2%, dislipidemia 2,88%, obesitas
19,7%. Kejadian penyakit diatas cenderung meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya
kejadian GGK di Sumatera Barat dari tahun ke tahun membuat penyakit ini
mengkhawatirkan karena hampir semua pasien GGK yang berobat ke fasilitas kesehatan
sudah dalam komplikasi dengan penyakit lain sehingga risiko GGK akan semakin
meningkat.

Kejadian GGK banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian di Asia


menunjukkan bahwa hipertensi sistolik, peningkatan IMT (index masa tubuh)
hiperurikemia, hiperkholesterolemia merupakan faktor resiko GGK di Thailand. Usia,
hiperlipidemia, jenis kelamin pria, hipertensi merupakan faktor risiko di Jepang. Usia tua,
riwayat keluarga, etnis, jenis kelamin, diabetes mellitus, sindrom metabolik, status
hiperfiltrasi (tekanan darah > 125/75 mmHg, obesitas, diet tinggi protein, anemia),
dislipidemia, nefrotoxin, penyakit ginjal primer, kelainan urologis (obstruksi dan infeksi
saluran kencing berulang) dan penyakit kardiovaskular merupakan faktor prediktor
inisiasi GGK. Diabetes Mellitus (DM) yang tidak terkontrol akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler.
Komplikasi mikrovaskuler pada pasien DM diantaranya adalah nefropati, neuropati dan
retinopati.

Prevalensi komplikasi DM yaitu komplikasi retinopati (20%), nefropati (37%),


neuropati (16%), cardiovascular disease (26%), cerebrovascular disease. Nefropati
Diabetik (ND) adalah komplikasi DM pada ginjal yang dapat berakhir sebagai gagal
ginjal. Sekitar 40% dari pasien DM dapat berkembang menjadi ND. Pada saat ini DM
telah menjadi salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan penyakit ginjal
kronik. Diabetes mellitus dibandingkan dengan penderita non diabetes mellitus
mempunyai kecenderungan 17 kali terjadi gagal ginjal kronik.
Kejadian gagal ginjal kronik akan meningkat seiring meningkatnya umur. Menurut
National Kidney Foundation tahun 2009 menyatakan bahwa umur lebih dari 50 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya GGK. Penelitian Gayatri (2012) juga menjelaskan DM
sebagai penyebab PGK terbesar pada kelompok usia >50 tahun sebesar 35%. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Sayidiman, pasien yang paling banyak
menderita ND adalah berusia 51-60 tahun sebanyak 17 pasien (35,4%) dengan rata-
rata usia 57,79±10,146 tahun. Jenis kelamin adalah faktor risiko untuk perkembangan
dan kemajuan setiap tipe gagal ginjal. Secara umum insiden gagal ginjal kronik paling
banyak pada laki- laki daripada perempuan. Penelitian Asriani tahun 2012, penderita
gagal ginjal kronik sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu 60% pada wanita dan
40% pada laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RS. Cipto
Mangunkusumo, perempuan lebih banyak terkena ND yaitu 51,7% dan laki-laki
sebanyak 48,3%.Tingkat pendidikan juga berhubungan dengan kejadian GGK.
Pendidikan menjadi modal yang baik bagi seseorang untuk meningkatkan pola pikir dan
perilaku sehat, karena itu pendidikan dapat membantu seseorang untuk memahami
penyakit dan gejala-gejalanya. Kejadian ggal ginjal kronik di RS. Prof.M.A.Hanafiah
Batusangkar, pasien gagal ginjal kronik pada tahun 2020 diruang interne sebanyak 110
orang dan pada bulan Januari-Oktober 2021 sebanyak 81 kasus.

1.2. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Membandingkan teori dan kasus gagl ginjal kronis.
b. Tujuan Khusus
1. Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien Gagal ginjal kronik.
2. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien gagal ginjal
kronik.
3. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien gagal ginjal
kronik
4. Penulis mampu melakukan implementasi pada klien gagal ginjal kronik dengan
5. Penulis mampu melakukan evaluasi pada klien gagal ginjal kronik.
6. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien gagal ginjal
kronik.

c. Manfaat
Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Masyarakat
Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang cara perawatan pasien
dengan gagal ginjal kronik
2. Bagi Pengembangan ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan tehnologi terapan bidang keperawatan medical
bedah.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. DEFINISI CRONIC KIDNEY DESEASES

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irevesibel.Padahal gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtarsi glomelurus
yang bisa digolongkan dalam kategori ringan, sedang, berat (Mansjoer, 2007).

Gagal ginjal kronik atau penyakit gagal ginjal tahap akhir (ESRD/PGTA) adalah
penyimpanagan progresif, fungsi gijal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan elektrolit mengalami
kegagalan, yang mengakibatkan uremia (Baugman, 2000).

2.2. ANATOMI FISIOLOGI GINJAL


Gambar 2.1. Anatomi ginjal tampak dari depan (Sobotta, 2006)

Ginjal terletak di sepanjang dinding otot bagian belakang (otot posterior) rongga


perut.Bentuk ginjal menyerupai kacang yang berukuran sekepalan tangan.Ginjal
dilengkapi dengan sepasang ureter, sebuah kandung kemih dan uretra yang membawa
urine keluar.

Manusia memiliki sepasang ginjal yang bagian kirinya terletak sedikit lebih tinggi
daripada ginjal kanan, karena adanya organ hati yang mendesak ginjal kanan.Ginjal
juga dilindungi oleh tulang rusuk dan otot punggung.Selain itu, jaringan adiposa
(jaringan lemak) mengelilingi ginjal dan berperan sebagai bantalan pelindung ginjal.

Secara umum, anatomi ginjal manusia dibagi menjadi tiga bagian dari yang paling
luar ke paling dalam, yaitu korteks ginjal, medula ginjal, dan pelvis ginjal.

1. Korteks (Cortex)

Korteks ginjal adalah bagian ginjal paling luar.Tepi luar korteks ginjal
dikelilingi oleh kapsul ginjal dan jaringan lemak, untuk melindungi bagian dalam
ginjal.

2. Medula (medulla)
Medula ginjal adalah jaringan ginjal yang halus dan dalam.Medula berisi
lengkung Henle serta piramida ginjal, yaitu struktur kecil yang terdapat nefron dan
tubulus.Tubulus ini mengangkut cairan ke ginjal yang kemudian bergerak
menjauh dari nefron menuju bagian yang mengumpulkan dan mengangkut urine
keluar dari ginjal.

3. Pelvis Ginjal (Renal Pelvis)

Pelvis ginjal adalah ruang berbentuk corong di bagian paling dalam dari
ginjal.Ini berfungsi sebagai jalur untuk cairan dalam perjalanan ke kandung
kemih.Bagian pertama dari pelvis ginjal mengandung calyces.Ini adalah ruang
berbentuk cangkir kecil yang mengumpulkan cairan sebelum bergerak ke kandung
kemih.Hilum adalah lubang kecil yang terletak di bagian dalam ginjal, di mana ia
melengkung ke dalam untuk menciptakan bentuk seperti kacang yang berbeda.
Pelvis ginjal melewatinya, serta:

a. Arteri ginjal, membawa darah yang kaya akan oksigen dari jantung ke ginjal
untuk proses filtrasi.
b. Vena ginjal, membawa darah yang disaring dari ginjal kembali ke jantung.
c. Ureter adalah tabung otot yang mendorong urine ke dalam kandung kemih.

Nefron adalah bagian anatomi ginjal yang bertanggung jawab untuk


penyaringan darah.Nefron mengambil darah, memetabolisme nutrisi, dan
membantu mengedarkan produk limbah hasil penyaringan.

Nefron meluas melewati area korteks dan medulla ginjal.Setiap ginjal


memiliki sekitar satu juta nefron, yang masing-masing memiliki struktur internal
sendiri. Berikut adalah bagian dari nefron:

1. Badan malphigi,setelah darah masuk ke nefron, darah masuk ke badan


malpighi (korpus ginjal). Badan malphigi mengandung dua struktur tambahan
yaitu:
a. Glomerulus, kelompok kapiler yang menyerap protein dari darah yang
melalui badan malphigi.
b. Kapsul Bowman.

2. Tubulus ginjal

Tubulus ginjal adalah serangkaian tabung yang dimulai setelah kapsul


Bowman dan berakhir di tubulus pengumpul (collecting duct). Setiap tubulus
memiliki beberapa bagian:

a. Tubulus proksimalmerupakan tubulus yang paling dekat dengan


glomerulus, bentuk tubulus ini berbelit-belit. Berfungsi untuk menyerap
air, natrium, dan glukosa kembali ke dalam darah.
b. Lengkungan Henle (loop of henle)merupakan bagian dari tubulus ginjal
yang membentuk lengkungan ke bawah, dan berada di antara tubulus
proksimal dan distal. Berfungsi menyerap kalium, klorida, dan natrium ke
dalam darah.
c. Tubulus distal merupakan tubulus yang berada di akhir rangkaian tubulus
ginjal yang bentuknya berbelit-belit. Berfungsi untuk menyerap lebih
banyak natrium ke dalam darah dan mengambil kalium serta asam.

Limbah atau cairan yang disaring dari nefron dilewatkan ke dalam tubulus
pengumpul, yang mengarahkan urine ke pelvis ginjal.  Pelvis ginjal dengan
ureter memungkinkan urine mengalir ke kandung kemih untuk ekskresi.

Tahapan terbentuknya urin. Ginjal adalah organ yang bertanggung jawab


untuk menyaring darah dan membuat  air kencing. Setiap hari, dua ginjal
menyaring sekitar 120-150 liter darah untuk memproduksi sekitar 1-2 liter
urine, terdiri dari limbah dan cairan ekstra. Urine mengalir dari ginjal ke
kandung kemih melalui ureter, yang ada di setiap sisi kandung kemih, untuk
disimpan.

Berikut adalah cara kerja ginjal saat menyaring darah dan memproduksi urin:

1. Tahap pertama
Proses pembentukan urine diawali dengan penyaringan (filtrasi) darah,
yang dilakukan oleh glomerulus pada darah yang mengalir dari aorta
melalui arteri ginjal menuju ke badan malpighi. Zat sisa hasil penyaringan
ini disebut urine primer, yang mengandung air, glukosa, garam serta urea.
Zat-zat tersebut akan masuk dan disimpan sementara dalam kapsul
bowman.

2. Tahap kedua

Setelah urine primer tersimpan sementara dalam kapsul Bowman,


kemudian akan menuju saluran pengumpul. Dalam perjalanan menuju
saluran pengumpul inilah, proses pembentukan urine melalui tahapan
reabsorpsi. Zat-zat yang masih dapat digunakan seperti glukosa, asam
amino, dan garam tertentu akan diserap lagi oleh tubulus proksimal dan
lengkung Henle. Penyerapan kembali dari urine primer akan menghasilkan
urine sekunder. Urine sekunder memiliki ciri berupa kandungan kadar
ureanya yang tinggi.

3. Tahap ketiga

Proses pembentukan urine yang terakhir adalah pengeluaran zat


(augmentasi). Urine sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan
lengkung Henle akan mengalir menuju tubulus distal. Urine sekuder akan
melalui pembuluh kapiler darah untuk melepaskan zat-zat yang sudah
tidak lagi berguna bagi tubuh. Selanjutnya, terbentuklah urine yang
sesungguhnya.

4. Tahap keempat

Saat kandung kemih memenuhi kapasitas, sinyal yang dikirim ke otak


memberitahu seseorang untuk segera pergi ke toilet.Ketika kandung kemih
kosong, urine mengalir keluar dari tubuh melalui uretra, yang terletak di
bagian bawah kandung kemih.

Secara umum, ginjal berguna untuk mempertahankan homeostasis


(keseimbangan berbagai fungsi tubuh) di dalam tubuh dan membantu
mengendalikan tekanan darah. Ginjal menjaga keseimbangan dalam elektrolit,
asam basa, dan cairan dalam darah.Ginjal membuang limbah nitrogen dari
tubuh (kreatinin, urea, amonia) dan menjaga zat-zat penting yang dibutuhkan
tubuh untuk berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, ginjal juga
menghasilkan hormon eritropoietin yang menstimulasi produksi sel darah
merah dan enzim. Jumlah urin normal adalah 1cc/kg BB/24 jam.

2.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% .Sedangkan glomerulonefritis menjadi
yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang
tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21
%. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).

Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan
12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).

Faktor predisposisi dari gagal ginjal kronis adalah usia yang semakin meningkat,
riwayat gagal ginjal kronik, kurang minnum air putih (Delima,2014).

2.4. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler.

2.5. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.(
Barbara C Long, , 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.(Brunner & Suddarth,
1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
a. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
b. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat


penurunan LFG :

a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan


LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
b. Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-
89 mL/menit/1,73 m2
c. Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
e. Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin


Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72 x creatini
serum )
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85. (Corwin, 1994)
2.6. PATHWAY

Terlampir
2.7. PENATALAKSANAAN

1. Jenis diet

Diet rendah protein (DRP), diet garam (DRG).Gagal ginjal kronis (menahun)
merupakan kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible karena suatu penyakit.
End stage renal disease merupakan gagal ginjal terminal yanga kan membawa
progresivitas gagal ginjal kronis. Pemberian suplemen seperti zat besi, asam folat,
kalsium dan vitamin D mungkin diperlukan (Hartono, 2006).

2. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.

3. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk


terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat
menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.

4. Dialisis.

5. Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2011)

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Radiologi
1. Radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis.
2. Radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangs / jari)
3. Radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.

b. Foto Polos Abdomen


Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.

c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal

f. Pemeriksaan Pielografi Retrograde


Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible

g. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)

h. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.

i. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal


1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum: biasanya ureum akan meningkat.
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

2.9. ASUHAN KEPERAWATAN TEORIS

a. Pengkajian
1) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan
penting sebagai pemicu kejadian CKD.Karena kebiasaan kerja dengan duduk /
berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.

2) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.

3) Pola nutrisi dan metabolik.


Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalamkurun
waktu 6 bulan.Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
cairan meningkat atau menurun.
4) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input.Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5) Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah meningkat , respirasi meningkat , dan terjadi dispnea,
nadi meningkat .
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut terlihat lepek terdapat ketombe dan berminyak , mata kuning /
terdapat kotoran , telinga terdapat kotoran dan tidak bersih , hidung
terdapat kotoran dan tidah bersih , mulut bau ureum , bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut kering , lidah tampak kotor wajah tampak
pucat dan edema .
e. Leher dan tenggorok.
Apakah terdapat peningkatan kelenjar tiroid dan pembesaran tiroid pada
leher. Bentuk leher simetris atau tidak, ada massa atau tidak.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Bentuk abdomen cembung cekung atau datar , ada nyeri tekan atau tidak
,
Frekuensi peristaltic usus meningkat atau menurun , terdapat massa atau
benjolan, ada pembesaran hati atau tidak , bunyi suara perut tympani
atau tidak .
h. Genital.
Kebersihan rambut pubis bersih atau kotor, terdapat lesi atau tidak ,
terdapat keputihan atau tidak.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 3 detik.

j. Kulit.
Turgor kulit jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam atau membiru , kulit
bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Hypervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
4) Intoleransi aktifitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan
volume cairan
6) Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

Rencana Asuhan Keperawatan

SDKI SLKI SIKI

Hypervolemia b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen


kelebihan asupan cairan keperawatan selama 3x24 hypervolemia:
jam maka keseimbangan
Observasi
cairan meningkat dengan
kriteria hasil diharapkan :  Periksa tanda dan
 Asupan cairan gejala hypervolemia.
meningkat.  Identifikasi penyebab
 Kelembapan membran hypervolemia.
mukosa meningkat.  Monitor status
 Asupan makanan hemodinamik.
meningkat .  Monitor intake dan
 Edema menurun. output cairan.
 Dehidrasi menurun.  Monitor tanda
 Asites menurun. hemokonsentrasi.
 Tekanan darah  Monitor tanda
membaik. peningkatan tekanan
 Membrane mukosa onkotik plasma.
membaik  Monitor kecepatan
 Mata cekung menurun. infus secara ketat.
 Turgor kulit membaik.  Monitor efek samping
 Berat badan membaik. diuretic.

Trapeutik
 Timbang berat badan
setiap hari dengan
waktu yang sama.
 Batasi asupan cairan
dan garam.
 Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40⁰

Edukasi
 Anjurkan melapor jika
haluan urin <0,5
ml/kg/jam selama 6
jam.
 Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1 kg
dalam sehari.
 Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan dan
haluan cairan.
 Ajarkan cara
membatasi cairan.

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
diuretic .
 Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic.
 Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy,
jika perlu.

Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi :


efektif b.d penurunan keperawatan selama 3x24 Observasi
konsentrasi hemoglobin jam maka perfusi perifer  Periksa sirkulasi
meningkat perfusi dengan perifer
kriteria hasil diharapkan:  Identifikasi factor
risiko gangguan
Pertukaran gas baik
sirkulasi
dengan kriteria hasil:
 Monitor panas,
 Denyut nadi
kemerahan , nyeri atau
perifer meningkat
bengkak pada
 Warna kulit pucat
ekstremitas
menurun
 Edema perifer
menurun
 Akral membaik Teraupetik
 Turgor kulit
 Hindari pemasangan
membaik
infus atau
 Tekanan darah
pengambilan darah
sistolik membaik
diarea keterbatasan
 Tekanan darah
perfusi
diastolic membaik
 Lakukan perawatan
kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi

Edukasi

 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan darah
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi:
b.d ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 Observasi:
ventilasi-perfusi jam maka pertukaran gas  Monitor frekuensi
meningkat dengan kriteria irama, kedalaman dan
hasil diharapkan : upaya nafas.
 Monitor pola nafas
 Dispnea menurun
 Monitor kemampuan
 Bunyi nafas
tambahan menurun batuk efektif
 Pusing menurun  Monitor adanya
 Tatikardia sumbatan nafas
membaik  Auskultasi bunyi nafas
 Sianosis membaik  Monitor AGD
 Pola nafas
membaik Terapeutik:
 Warna kulit  Atur interval
membaik pemantauan repirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi:
 Jelaskan tujuan
pemantauan
 Informasikan
pemantauan jika
perlu.

Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi :


ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24
Observasi:
antara suplai dan jam maka toleransi
kebutuhan oksigen aktivitas meningkat  Identifikasi
dengan kriteria hasil gangguan fungsi
diharapkan: tubuh yang
mengakibatkan
 Frekuensi nadi
kelelahan.
meningkat.
 Monitor kelelahan
 Kemudahan dalam
fisik dan emosional.
melakukan aktivitas
 Monitor pola dan
sehari-hari
jam tidur.
meningkat.
 Monitor lokasi dan
 Keluhan lelah
menurun. ketidaknyamanan
 Dispnea saat aktivitas selama melakukan
menurun. aktivitas.
 Dispnea setelah
aktifitas menurun.
Terapeutik:
 Perasaan lemah
menurun.  Sediakan lingkungan
 Warna kulit membaik. nyaman dan rendah
 Tekanan darah stimulus (mis.
membaik. Cahaya, suara,
 Frekuensi nafas kunjungan).
membaik  Lakukan latihan
rentang gerak pasif
dan atau aktif.
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan.
 Fasilitasi duduk disis
tempat tidur,jika
tidak dapat
berpindah atau
berjalan.

Edukasi:

 Anjurkan tirah
baring.
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang.
 Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan.

Kolaborasi:

 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan.
Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
b.d kekurangan atau keperawatan selama 3x24 :
kelebihan volume cairan jam maka integritas kulit Observasi:
meningkat dengan kriteria  Identifikasi penyebab
hasil diharapkan: gangguan integritas
kulit
 Elastisitas meningkat
 Perfusi jaringan
meningkat Terapeutik:
 Kerusakan lapisan kulit
 Gunakan produk
menurun
berbahan petroleum
 Nyeri menurun
atau minyak pada
 Kemerahan menurun
kulit kering
 Suhu kulit membaik
 Gunakan produk
 Tekstur membaik
berbahan ringan
atau alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitif

Edukasi :

 Anjurkan
menggunakan
pelembap
 Anjurkan minum
air yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayuran.
Deficit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
ketidakmampuan tindakan keperawatan
Observasi:
mengabsorbsi nutrien selama 3x24 jam status
nutrisi membaik dengan  Identifikasi status
kriteria hasil diharapkan: nutrisi
 Identifikasi alergi
 Pola makanan yang
dan intoleransi
dihabiskan meningkat
makanan
 Kekuatan otot
 Identifikasi makanan
pengunyah meningkat
yang disukai
 Kekuatan otot
 Identifikasi
menelan meningkat
kebutuhan kalori dan
 Perasaan cepat
jenis nutrient
kenyang menurun
 Identifikasi perlunya
 Berat badan membaik
pengguaan selang
 Indeks massa tubuh
NGT
membaik
 Monitor asupan
 Napsu makan
makanan
membaik
 Monitor hasil
 Membran mukosa
pemeriksaan hasil
membaik
laboratorium
Terapeutik:
 Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika
peru
 Fasilitasi
menentukan pedoma
diit
 Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Berikan suplemen
jika perlu
 Hentikan pemberian
makanan melalui
selang NGT jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi:

 Anjurkan posisi
duduk jika mampu
 Ajarkan diit yang
diprogramkan
BAB III

LAPORAN KASUS

I. PENGKAJIAN

1. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 81 Tahun

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Pernah Menikah

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Suku Bangsa : Minangkabau

Alamat : Lintau, Tanjung Bonai

Tanggal Masuk : 19 November 2021

Tanggal Pengkajian : 19 November 2021

No. Register : 07-15-73

Diagnosa Medis : CKD

b. Idetitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. M

Umur : 45 Tahun

Hub. Dengan pasien : Anak Kandung

Pekerjaan : IRT

Alamat : Lintau Tanjung Bonai


2. Status Kesehatan

a. Status Kesehatan Saat Ini

1) Keluhan Utama (saat masuk RS dan saat ini)

Saat dilakukan pengkajian, keluarga mengatakan pasien dibawa ke rumah


sakit karena kaki keram, mual, penurunan nafsu makan, tidak tidur 2 hari.
Dengan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90 x/i, suhu 36,5°C, pernafasan 22
x
/i.

2) Alasan masuk rumah sakit

3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

Saat pengkajan kelurga mengatakan bahwa pasien langsung dibawa


kerumah sakit.

b. Status Kesehatan Masa Lalu

1) Penyakit yang pernah dialami

Saat pengkajian pasien mengatakan bahwa pada Mei 2021 sudah didiagnosa
CKD.

2) Pernah dirawat

Saat pengkajian pasien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit pada saat
lebaran selama 10 hari, pada bulan Agustus 4 hari, karena Hemoglobin
kurang. Cuci darah sudah ± 40 kali.

3) Alergi

Saat pengkajian pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan, tidak


memiliki alergi obat-obatan, dan tidak memiliki alergi terhadap suhu.

4) Kebiasaan (merokokk/kopi/alkohol dll)

Saat pengkajian pasien mengatakan memiliki kebiasaan minum kopi, pasien


sudah berhenti merokok ± 20 tahun yang lalu.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tidak ada penyakit bawaan dari
orang tua seperti penyakit DM, hipertensi, jantung.
Genogram

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

X : meninggal

: pasien

: cerai

d. Diagnosa Medis dan Therapy

Diagnosa medis pasien CKD dengan terapi :

a) Terapi

1) O2 4 Liter/menit

2) IVFD NaCl 0,9% : kidmin (1:1)

3) IVFD metronidazole 3 X 1

4) Drip ceftriaxson 1 X 2g

5) Drip ciprofloxacin 2 X ½ flacon

6) Drip dopamin

b) Terapi oral

1) Paracetamol 3 X 1
2) Meloxicam 1 X 7,5 mg

3. Pola Kebutuhan Dasar

a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan

b. Pola Nutrisi-Metabolik

 Sebelum sakit

Makan 3 X sehari, sayur, ikan, makanan yang tinggi protein.

 Saat sakit

Makan bubur 2 sendok, makan nasi 1 kali muntah.

c. Pola Eliminasi

 BAB

Sebelum sakit lancar 1-2 kali/hari

Saat sakit 1-2 kali/hari.

 BAK

d. Pola Aktivitas dan Latihan

e. Pola Kognitif dan Persepsi

f. Pola Persepsi-Konsep Diri

g. Pola Tidur-Istirahat

h. Pola Peran-Hubungan

i. Pola Seksual-Reproduksi

j. Pola Toleransi Stress-Koping

k. Pola Nilai-Kepercayaan

4. Pengkajian Fisik

a. Keadaan umum

b. Tingkat kesadaran

c. Tanda-tanda vital

d. Keadaan fisik

1) Kepala dan leher


2) Dada

a) Paru-paru

b) Jantung

3) Payudara dan ketiak

4) Abdomen

5) Genetalia

6) Integumen

7) Ekstremitas

a) Atas

b) Bawah

8) Neurologis

5. Pemeriksaan Penunjang

II. ANALISA DATA

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

V. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai