PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal
tidak dapat membuang racun dan produk sisa darah, yang ditandai adanya protein dalam
urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang berlangsung selama lebih dari tiga
bulan (Black & Hawks, 2009).
Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak
menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah
menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan angka kejadiannya yang cukup tinggi
dan berdampak besar terhadap morbiditas, mortalitas dan sosial ekonomi masyarakat
karena biaya perawatan yang cukup tinggi. Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan
suatu keadaan dimana terdapat penurunan fungsi ginjal karena adanya kerusakan
parenkim ginjal yang bersifat kronik dan irreversible. Seseorang didiagnosis
menderita gagal ginjal kronik jika terjadi kelainan dan kerusakan pada ginjal selama 3
bulan atau lebih yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal sebesar 78-85% atau laju
filtrasi glomerulusnya (LFG) kurang dari 60 ml/min/1,73m 2 dengan atau tanpa kelainan
pada ginjal. Penurunan LFG akan terus berlanjut hingga pada akhirnya terjadi disfungsi
organ pada saat laju filtrasi glomerulus menurun hingga kurang dari 15 ml/min/1,73 m2
dikenal sebagai End-Stage Renal Disease (ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir,
sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa tindakan dialisis atau
pencangkokan ginjal sebagai terapi pengganti ginjal.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan
insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas dan mortalitas. Prevalensi global telah
meningkat setiap tahunnya.Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit
gagal ginjal kronis telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya.
Angka tersebut menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat
ke-12 tertinggi sebagai penyebab angka kematian yang dunia. Prevalensi gagal ginjal di
dunia menurut ESRD Patients (End-Stage Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak
2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak
3.200.000 orang. Dari data tersebut disimpulkan adanya peningkatan angka
kesakitan pasien gagal ginjal tiap tahunnya sebesar sebesar 6 %. Sekitar 78,8% dari
pasien gagal ginjal kronik di dunia menggunakan terapi dialisis untuk kelangsungan
hidupnya.
Peningkatan pasien gagal ginjal terjadi di negara maju dan negara berkembang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) pada tahun 2009, penyakit gagal ginjal berada pada urutan ke delapan penyebab
kematian di Amerika Serikat dan diperkirakan sekitar 31 juta penduduk atau sekitar 10%
dari populasi di Amerika Serikat menderita GGK. Prevalensi GGK di Amerika Serikat
menurut data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun
2013 sebesar 14% dimana terjadi peningkatan pada tahun sebelumnya yaitu sebesar
12,5%. GGK diperkirakan akan terus meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya pada
populasi di Amerika Serikat. Prevalensi gagal ginjal juga terus mengalami peningkatan di
Taiwan (2.990/1.000.000 penduduk), jepang (2.590/1.000.000 penduduk). Penyakit yang
tercatat sebagai penyebab gagal ginjal adalah diabetes melitus (37,47%), hipertensi
(25,1%) dan glomerulonefritis(16,34%).
Prevalensi penyakit GGK di Provinsi Sumatera Barat yaitu 0,2 % dari penduduk
dari pasien gagal ginjal di Indonesia, yang mencakup pasien mengalami
pengobatan, terapi penggantian ginjal, dialisis peritoneal dan hemodialisis pada
tahun 2013.
Pada tahun 2014 di Sumatera Barat tercatat 368 pasien gagal ginjal dan 52% orang
diantaranya menjalani hemodialisis. Menurut Laporan IRR, Sumatera barat merupakan
salah satu korwil yang menempatkan diabetes melitus sebagai etiologi pasien gagal ginjal
yang harus didialisis. Prevalensi DM di Sumatera Barat pada tahun 2013 yaitu sebesar
1,8%, lebih tinggi dari tahun 2007 yaitu 1,2%. Prevalensi hipertensi di Sumatera Barat
tahun 2013 yaitu 7,9%, penyakit jantung koroner 1,2%, dislipidemia 2,88%, obesitas
19,7%. Kejadian penyakit diatas cenderung meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya
kejadian GGK di Sumatera Barat dari tahun ke tahun membuat penyakit ini
mengkhawatirkan karena hampir semua pasien GGK yang berobat ke fasilitas kesehatan
sudah dalam komplikasi dengan penyakit lain sehingga risiko GGK akan semakin
meningkat.
1.2. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Membandingkan teori dan kasus gagl ginjal kronis.
b. Tujuan Khusus
1. Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien Gagal ginjal kronik.
2. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien gagal ginjal
kronik.
3. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien gagal ginjal
kronik
4. Penulis mampu melakukan implementasi pada klien gagal ginjal kronik dengan
5. Penulis mampu melakukan evaluasi pada klien gagal ginjal kronik.
6. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien gagal ginjal
kronik.
c. Manfaat
Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Masyarakat
Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang cara perawatan pasien
dengan gagal ginjal kronik
2. Bagi Pengembangan ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan tehnologi terapan bidang keperawatan medical
bedah.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irevesibel.Padahal gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtarsi glomelurus
yang bisa digolongkan dalam kategori ringan, sedang, berat (Mansjoer, 2007).
Gagal ginjal kronik atau penyakit gagal ginjal tahap akhir (ESRD/PGTA) adalah
penyimpanagan progresif, fungsi gijal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan elektrolit mengalami
kegagalan, yang mengakibatkan uremia (Baugman, 2000).
Manusia memiliki sepasang ginjal yang bagian kirinya terletak sedikit lebih tinggi
daripada ginjal kanan, karena adanya organ hati yang mendesak ginjal kanan.Ginjal
juga dilindungi oleh tulang rusuk dan otot punggung.Selain itu, jaringan adiposa
(jaringan lemak) mengelilingi ginjal dan berperan sebagai bantalan pelindung ginjal.
Secara umum, anatomi ginjal manusia dibagi menjadi tiga bagian dari yang paling
luar ke paling dalam, yaitu korteks ginjal, medula ginjal, dan pelvis ginjal.
1. Korteks (Cortex)
Korteks ginjal adalah bagian ginjal paling luar.Tepi luar korteks ginjal
dikelilingi oleh kapsul ginjal dan jaringan lemak, untuk melindungi bagian dalam
ginjal.
2. Medula (medulla)
Medula ginjal adalah jaringan ginjal yang halus dan dalam.Medula berisi
lengkung Henle serta piramida ginjal, yaitu struktur kecil yang terdapat nefron dan
tubulus.Tubulus ini mengangkut cairan ke ginjal yang kemudian bergerak
menjauh dari nefron menuju bagian yang mengumpulkan dan mengangkut urine
keluar dari ginjal.
Pelvis ginjal adalah ruang berbentuk corong di bagian paling dalam dari
ginjal.Ini berfungsi sebagai jalur untuk cairan dalam perjalanan ke kandung
kemih.Bagian pertama dari pelvis ginjal mengandung calyces.Ini adalah ruang
berbentuk cangkir kecil yang mengumpulkan cairan sebelum bergerak ke kandung
kemih.Hilum adalah lubang kecil yang terletak di bagian dalam ginjal, di mana ia
melengkung ke dalam untuk menciptakan bentuk seperti kacang yang berbeda.
Pelvis ginjal melewatinya, serta:
a. Arteri ginjal, membawa darah yang kaya akan oksigen dari jantung ke ginjal
untuk proses filtrasi.
b. Vena ginjal, membawa darah yang disaring dari ginjal kembali ke jantung.
c. Ureter adalah tabung otot yang mendorong urine ke dalam kandung kemih.
2. Tubulus ginjal
Limbah atau cairan yang disaring dari nefron dilewatkan ke dalam tubulus
pengumpul, yang mengarahkan urine ke pelvis ginjal. Pelvis ginjal dengan
ureter memungkinkan urine mengalir ke kandung kemih untuk ekskresi.
Berikut adalah cara kerja ginjal saat menyaring darah dan memproduksi urin:
1. Tahap pertama
Proses pembentukan urine diawali dengan penyaringan (filtrasi) darah,
yang dilakukan oleh glomerulus pada darah yang mengalir dari aorta
melalui arteri ginjal menuju ke badan malpighi. Zat sisa hasil penyaringan
ini disebut urine primer, yang mengandung air, glukosa, garam serta urea.
Zat-zat tersebut akan masuk dan disimpan sementara dalam kapsul
bowman.
2. Tahap kedua
3. Tahap ketiga
4. Tahap keempat
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% .Sedangkan glomerulonefritis menjadi
yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang
tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21
%. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan
12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
Faktor predisposisi dari gagal ginjal kronis adalah usia yang semakin meningkat,
riwayat gagal ginjal kronik, kurang minnum air putih (Delima,2014).
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler.
2.5. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.(
Barbara C Long, , 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.(Brunner & Suddarth,
1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
a. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
b. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Terlampir
2.7. PENATALAKSANAAN
1. Jenis diet
Diet rendah protein (DRP), diet garam (DRG).Gagal ginjal kronis (menahun)
merupakan kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible karena suatu penyakit.
End stage renal disease merupakan gagal ginjal terminal yanga kan membawa
progresivitas gagal ginjal kronis. Pemberian suplemen seperti zat besi, asam folat,
kalsium dan vitamin D mungkin diperlukan (Hartono, 2006).
4. Dialisis.
a. Radiologi
1. Radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis.
2. Radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangs / jari)
3. Radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
g. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
h. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
a. Pengkajian
1) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan
penting sebagai pemicu kejadian CKD.Karena kebiasaan kerja dengan duduk /
berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.
2) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
j. Kulit.
Turgor kulit jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam atau membiru , kulit
bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Hypervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
4) Intoleransi aktifitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan
volume cairan
6) Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Trapeutik
Timbang berat badan
setiap hari dengan
waktu yang sama.
Batasi asupan cairan
dan garam.
Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40⁰
Edukasi
Anjurkan melapor jika
haluan urin <0,5
ml/kg/jam selama 6
jam.
Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1 kg
dalam sehari.
Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan dan
haluan cairan.
Ajarkan cara
membatasi cairan.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
diuretic .
Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic.
Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy,
jika perlu.
Edukasi
Anjurkan berolahraga
rutin
Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan darah
Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi:
b.d ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 Observasi:
ventilasi-perfusi jam maka pertukaran gas Monitor frekuensi
meningkat dengan kriteria irama, kedalaman dan
hasil diharapkan : upaya nafas.
Monitor pola nafas
Dispnea menurun
Monitor kemampuan
Bunyi nafas
tambahan menurun batuk efektif
Pusing menurun Monitor adanya
Tatikardia sumbatan nafas
membaik Auskultasi bunyi nafas
Sianosis membaik Monitor AGD
Pola nafas
membaik Terapeutik:
Warna kulit Atur interval
membaik pemantauan repirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi:
Jelaskan tujuan
pemantauan
Informasikan
pemantauan jika
perlu.
Edukasi:
Anjurkan tirah
baring.
Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang.
Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan.
Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
b.d kekurangan atau keperawatan selama 3x24 :
kelebihan volume cairan jam maka integritas kulit Observasi:
meningkat dengan kriteria Identifikasi penyebab
hasil diharapkan: gangguan integritas
kulit
Elastisitas meningkat
Perfusi jaringan
meningkat Terapeutik:
Kerusakan lapisan kulit
Gunakan produk
menurun
berbahan petroleum
Nyeri menurun
atau minyak pada
Kemerahan menurun
kulit kering
Suhu kulit membaik
Gunakan produk
Tekstur membaik
berbahan ringan
atau alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitif
Edukasi :
Anjurkan
menggunakan
pelembap
Anjurkan minum
air yang cukup
Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayuran.
Deficit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
ketidakmampuan tindakan keperawatan
Observasi:
mengabsorbsi nutrien selama 3x24 jam status
nutrisi membaik dengan Identifikasi status
kriteria hasil diharapkan: nutrisi
Identifikasi alergi
Pola makanan yang
dan intoleransi
dihabiskan meningkat
makanan
Kekuatan otot
Identifikasi makanan
pengunyah meningkat
yang disukai
Kekuatan otot
Identifikasi
menelan meningkat
kebutuhan kalori dan
Perasaan cepat
jenis nutrient
kenyang menurun
Identifikasi perlunya
Berat badan membaik
pengguaan selang
Indeks massa tubuh
NGT
membaik
Monitor asupan
Napsu makan
makanan
membaik
Monitor hasil
Membran mukosa
pemeriksaan hasil
membaik
laboratorium
Terapeutik:
Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika
peru
Fasilitasi
menentukan pedoma
diit
Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
Berikan suplemen
jika perlu
Hentikan pemberian
makanan melalui
selang NGT jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi:
Anjurkan posisi
duduk jika mampu
Ajarkan diit yang
diprogramkan
BAB III
LAPORAN KASUS
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 81 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Nama : Ny. M
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : IRT
Saat pengkajian pasien mengatakan bahwa pada Mei 2021 sudah didiagnosa
CKD.
2) Pernah dirawat
Saat pengkajian pasien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit pada saat
lebaran selama 10 hari, pada bulan Agustus 4 hari, karena Hemoglobin
kurang. Cuci darah sudah ± 40 kali.
3) Alergi
Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tidak ada penyakit bawaan dari
orang tua seperti penyakit DM, hipertensi, jantung.
Genogram
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
X : meninggal
: pasien
: cerai
a) Terapi
1) O2 4 Liter/menit
3) IVFD metronidazole 3 X 1
4) Drip ceftriaxson 1 X 2g
6) Drip dopamin
b) Terapi oral
1) Paracetamol 3 X 1
2) Meloxicam 1 X 7,5 mg
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit
Saat sakit
c. Pola Eliminasi
BAB
BAK
g. Pola Tidur-Istirahat
h. Pola Peran-Hubungan
i. Pola Seksual-Reproduksi
k. Pola Nilai-Kepercayaan
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum
b. Tingkat kesadaran
c. Tanda-tanda vital
d. Keadaan fisik
a) Paru-paru
b) Jantung
4) Abdomen
5) Genetalia
6) Integumen
7) Ekstremitas
a) Atas
b) Bawah
8) Neurologis
5. Pemeriksaan Penunjang