Anda di halaman 1dari 31

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KRITIS

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL


KRONIS PADA KONDISI KRITIS

DOSEN PENGAMPU :
NURMA AFIANI, S.KEP., NERS., M.KEP

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
TACHRIMA SHABITA 181014201652
VENI EKA SEPTIYANA HIDAYANTI 181014201654
YOHANIS DODOK 181014201656
YOSI IGOMU 181014201658
YUNIATI PAKAGE 181014201660
YURIKE ISWARI 181014201662

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease) adalah keadaan terjadinya
penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menaun)
disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan
umumnya tidak dapat pulih kembali (irreversible). Gejala penyakit ini
umumnya adalah tidak ada nafsu makan, mual, muntah, pusing, sesak nafas,
rasa lelah, edema pada kaki dan tangan, serta uremia. Penurunan LFG akan
terus berlanjut hingga pada akhirnya terjadi disfungsi organ pada saat laju
filtrasi glomerulus menurun hingga kurang dari 15 ml/min/1,73 m2 yang dikenal
sebagai End-Stage Renal Disease (ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir,
sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa tindakan dialisis atau
pencangkokan ginjal sebagai terapi pengganti ginjal (Mailani & Andriani,
2017).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan dunia dengan
peningkatan insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas dan mortalitas.
Prevalensi global telah meningkat setiap tahunnya. Menurut World Health
Organization (WHO), penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada beban
penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun.
Angka tersebut menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronis menduduki
peringkat ke-12 tertinggi sebagai penyebab angka kematian dunia. Di
Indonesia angka kejadian gagal ginjal kronis berdasarkan data dari Riskesdas
pada tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronis 0,2% dari penduduk
Indonesia. Hanya 60% dari pasien gagal ginjal kronis tersebut yang menjalani
terapi dialisis (Pvs & Murharyati, 2020).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan 2018 menunjukan bahwa
prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia ≥ 15 tahun berdasarkan
diagnosis dokter pada tahun 2013 adalah 0,2% dan terjadi peningkatan pada
tahun 2018 sebesar 0,38%. Untuk Provinsi Jawa Tengah penyakit gagal ginjal
kronis tampak lebih rendah dari prevalensi nasional. Pada tahun 2015
kematian yang disebabkan karena gagal ginjal kronis mencapai 1.243 orang
(Kemenkes RI, 2017). Jenis kelamin adalah faktor risiko untuk perkembangan
dan kemajuan setiap tipe gagal ginjal. Secara umum insiden gagal ginjal
kronik paling banyak pada lakilaki daripada perempuan. Pendidikan menjadi
modal yang baik bagi seseorang untuk meningkatkan pola pikir dan perilaku
sehat, karena itu pendidikan dapat membantu seseorang untuk memahami
penyakit dan gejala-gejalanya (Pvs & Murharyati, 2020).
Penyakit gagal ginjal kronis yang sudah mencapai stadium akhir dan
ginjal tidak berfungsi lagi, diperlukan cara untuk membuang zat-zat racun dari
tubuh dengan terapi pengganti ginjal yaitu dengan cuci darah (Hemodialisis),
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pencangkokan
(Transplantasi) ginjal. Terapi pengganti yang paling banyak digunakan di
Indonesia adalah hemodialisis. Hemodialisis adalah salah satu terapi
pengganti ginjal yang menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan
toksin uremik dan mengatur cairan akibat penurunan laju filtrasi glomerulus
dengan mengambil alih fungsi ginjal yang menurun (Masi & Kundre, 2018).
Pada pasien gagal ginjal kronis, malnutrisi merupakan masalah utama
yang sering terjadi karena asupan zat gizi tidak adekuat, untuk mencegah
penurunan dan mempertahankan status gizi maka pasien gagal ginjal kronis
perlu dukungan diet khusus dengan cara pendekatan Proses Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT). PAGT adalah suatu metode pemecahan masalah yang
sistematis, dimana ahli gizi berfikir kritisnya dalam membuat keputusan untuk
menangani penyakit gagal ginjal kronis, sehingga dapat memberikan asuhan
gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi (Kamil et al., 2018).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal
kronis dengan kondisi kritis ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui proses asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal
kronis dengan kondisi kritis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi mengenai gagal ginjal kronis
b. Mengetahui etiologi mengenai gagal ginjal kronis
c. Mengetahui klasifikasi mengenai gagal ginjal kronis
d. Mengetahui patofiologi mengenai gagal ginjal kronis
e. Mengetahui manifestasi klinis mengenai gagal ginjal kronis
f. Mengetahui pencegahan mengenai gagal ginjal kronis
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang mengenai gagal ginjal kronis
h. Mengetahui penatalaksanaan mengenai gagal ginjal kronis
i. Mengetahui komplikasi mengenai gagal ginjal kronis
j. Mengetahui asuhan keperawatan mengenai gagal ginjal kronis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir End Stage Renal
Disease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
reversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronik
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Gagal ginjal
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
berlangsung beberapa tahun). GGK adalah penurunan faal ginjal yang
menahun mengarah pada kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible dan
progresif.
Gagal ginjal kronik adalah suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia
adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik
adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA) adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih
dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik,
dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia.

B. Etiologi
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of
National Kidney Foundation (2016), ada dua penyebab utama dari penyakit
ginjal kronis yaitu diabetes dan tekanan darah tinggi, yang bertanggung jawab
untuk sampai dua- pertiga kasus. Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu
tinggi, menyebabkan kerusakan banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal
dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan darah tinggi,
atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah
meningkat. Jika tidak terkontrol, atau kurang terkontrol, tekanan darah tinggi
bisa menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal
kronis. Begitupun sebaliknya, penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi.
Penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis baru dari data tahun 2014
berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) masih sama dengan
tahun sebelumnya. Penyakit ginjal hipertensi meningkat menjadi 37% diikuti
oleh Nefropati diabetika sebanyak 27%. Glomerulopati primer memberi
proporsi yang cukup tinggi sampai 10% dan Nefropati Obstruktif pun masih
memberi angka 7% dimana pada registry di negara maju angka ini sangat
rendah. Masih ada kriteria lain-lain yang memberi angka 7%, angka ini cukup
tinggi hal ini bisa diminimalkan dengan menambah jenis etiologi pada IRR.
Proporsi penyebab yang tidak diketahui atau E10 cukup rendah.
Menurut Sylvia Anderson klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi
akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu.
Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan
disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut,
tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal.
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen
dan antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7
– 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus
(glomerulonefritis pascastreptococcus) tetapi dapat timbul setelah infeksi
lain. Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang
tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering
timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub
klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria
(protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah
diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah
pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada
pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis
fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik.
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
4. Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah
ginjal yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil
(arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi
gagal ginjal. Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu
atau kedua pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal.
Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit
menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari
waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan
ginjal.
5. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus
eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi
multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem
imun.
6. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
7. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis
8. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
9. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi
prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan
uretra).

C. Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal
yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi
klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami
hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron
yang tersisa menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif
nefronnefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal
mungkin berkurang.
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah
berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut
sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal
sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk
melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan
filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron
meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun
di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat
fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa
nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi
setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus
(keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh
tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi
maupun proses konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit
perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan yang rawan
tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang
ada) semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya
kemampuan memekatkan atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis
urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan
merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak
umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan
penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan
diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan
menjadi Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi
(kedutan mioklonik) atau kedutan otot.

E. Kriteria Gagal Ginjal


Kerusakan ginjal (Renal Damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
1. Kelainan patologis
2. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelamin dalam tes pencitraan (imaging test)
3. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat
kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari
60,l/menit/1,73 m2, tidak termasuk kriteria gagal ginjal kronik (Suwirta,
2014).

F. Stadium Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.
Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa
adalah:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari
normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakinn
banyak nefron yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang
dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di
seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus

G. Pencegahan
Penyakit gagal ginjal kronis adalah salah satu jenis penyakit tidak menular
yang memiliki angka kesakita cukup tinggi, namun demikian penyakit ini dapat
dihindari melalui upaya pencegahan yang meliputi :
1. Mengendalikan penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan juga penyakit
jantung dengan lebih baik. Penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit
sekunder akibat dari penyakit primer yang mendasarinya. Oleh sebab
itulah, perlunya mengendalikan dan mengontrol penyakit primer agar tidak
komplikasi menjadi gagal ginjal
2. Mengurangi makanan yang mengandung garam adalah salah satu jenis
makanan dengan kandungan natrium yang tinggi. Natrium yang tinggi
bukan hanya biasa menyebabkan tekanan darah tinggi, namun juga akan
memicu terjadinya proses pembentukan batu ginjal
3. Minumlah banyak air setiap harinya. Air adalah suatu komponen makanan
yang diperlukan tubuh agar bisa terhindar dari dehidraasi. Selain itu, air
juga bisa berguna dalam membantu mengeluarkan racun dari dalam
tubuh. Dan juga akan membantu untuk mmpertahankan volume serat
konsentrasi darah. Selain itu juga bisa berguna dalam memelihara sistem
pencernaan dan membantu mengendalikan suhu tubuh. Jadi jangan
sampai tubuh anda mengalami dehidrasi
4. Jangan menahan buang air kecil. Penyaringan darah merupakan fungsi
yang paling utama yang dimiliki ginjal. Disaat proses penyaringan
berlangsung, maka jumlah dari hasil kelebihan cairan akan tersimpan di
dalam kandung kemih dan setelah itu harus segera di buang. Walaupun
kandung kemih mampu menampung lebih banyak urin, tetapi rasa ingin
buang air kecil akan dirasakan disaat kandung kemih sudah mulai penuh
skitar 120-250 ml urin. Sebaiknya jangan pernah menahan buang air kecil.
Hal ini akan berdampak besar dari terjadinya proses penyaringan ginjal
5. Makan makanan yang baik. Makan yang baik adalah makan dengan
kandungan utrisi serta gizi yang lebih baik. Hindari makan junk food

H. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung diagnosis GGK,
antara lain :
1. Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum
2. Hiperkalemia, penurunan bikarbonat serum, hipokalsemia,
hiperfosfatemia, hiponatremia (pada GGK tanpa Overload)
3. Hipoalbuminemia tersebab oleh banyak protein yang keluar bersama urin
4. Anemia normokrom normostik tersebab oleh penurunan produksi hormone
eritropoetin
5. Urinalisis : Proteinuria, diduga akibat gangguan pada glomerulus atau
tubulointerstitial
6. Sel darah merah pada sedimen ureine, diduga ada glomerulonefritis
proliferative. Piuria dan atau sel darah merah dalam urine, diduga adalah
nefritis interstitial (terutama jika terjadi eosinofiluria) atau infeksi saluran
kemih
7. Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan protein
total
8. Elektroforesis protein urin dan serum untuk melihat protein monoklon,
kemungkinan adanya myeloma multiple
9. Antibody antinuklir (antinuclear antibody, ANA), kadar anti- doublestranded
DNA untuk melihat adanya lupus eritematosus sistemik (systemic lupus
erythematosus, SLE)
10. Kadar komplemen serum untuk menunjukkan glomerulonephritis
11. C-ANCA (cytoplasmic anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) and PANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) untuk diagnosis
granulomatosis Wegener dan poliartritis nodosa atau poliangitis
mikroskopik
12. Serologi Hepatitis B dan C, HIV, Venereal Disease Research Laboratory
(VDRL) : Berhubungan dengan glomerulonefritis. Pemeriksaan atau hasil
pemeriksaan diagnostic yang mendukung diagnosis GGK adalah
a. Sinar-X Abdomen
Melihat gambaran batu radio atau nefrokalsinosis
b. Pielogramintravena
Jarang dilakukan karena potensi toksin, sering digunakan untuk
diagnosis batu ginjal
c. Ultrasonografi ginjal
Untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis, yang tidak terlihat
pada awal obstruksi, Ukuran ginjal biasanya normal pada nefropati
diabetic
d. CT Scan
Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi penyebab
GGK
e. MRI Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal
Angiografi untuk diagnosis stenosis arteri ginjal, meskipun arteriografi
ginjal masih menjadi pemeriksaan standart
f. Voding cystourethogram (VCUG)
Pemeriksaan standart untuk diagnosis refluk vesikoureteral

I. Penatalaksanaan
1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan
penatalaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut,
terutama dengan restriksi protein dan obat-obat antihipertensi
2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.
4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan
5. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
6. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
7. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
8. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
9. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
10. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

J. Komplikasi
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin
yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin
subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan
vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang
terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan
sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal
kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin
merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi
pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium
dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan
edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu
biasanya memberikan respons terhadap restriksi natrium dan
pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai,
pemberian furosemid dapat bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air
akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan
sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga
mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier
serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal
dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang
mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum
pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat
timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering
terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal.
Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi.
Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat
menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.
Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai
urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita,
sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas.
Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi
dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan
massa otot pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis
(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus
otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar
ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase
terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon
paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada transpor kalsium membran
yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan neurotransmisi yang
abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam
(restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang merespons
terhadap pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan
ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri.
8. Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering
terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis
dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
9. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat
penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien
yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani
hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti
apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal.
10. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika
kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder
yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang
besara dapat menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar
sehingga mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian
tubuh yang tersisa.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Fokus Pengkajian Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan
pada penderita gagal ginjal kronik ada berbagai macam, meliputi :
1. Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal
ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin
lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik
4. Pola kesehatan fungsional
a. Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi
kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen,
kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita
tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus
b. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis
dan dehidrasi
c. Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi
e. Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri
kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhatihati/distraksi,
gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas
pada telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer), gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau
g. Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian,
kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran. 8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler
5. Pengkajian Fisik
a. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang
b. Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma
c. Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas
(LILA) menurun
d. Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur
e. Kepala
1) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital
2) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar
3) Hidung : pernapasan cuping hidung d) Mulut : ulserasi dan
perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan gusi
4) Leher : pembesaran vena leher
5) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis,
edema pulmoner, friction rub pericardial
6) Abdomen : nyeri area pinggang, asites
7) Genital : atropi testikuler, amenore
8) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam
serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
foot drop, kekuatan otot. 11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik,
warnakulit abu-abu, mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal
(pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik adalah :
a. Urine
1) Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada (anuria)
2) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat
3) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
4) Klirens kreatinin, mungkin menurun
5) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium
6) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus
b. Darah
1) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7-8 gr
2) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia
3) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen
dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat
menurun, PaCO2 menurun
4) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
5) Magnesium fosfat meningkat
6) Kalsium menurun
7) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan,
penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino
esensial
8) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin
c. Pemeriksaan radiologik
1) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu)
2) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
3) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi
4) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas
5) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis
6) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif)
7) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
8) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat
menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi
9) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi
ginjal, ukuran dan bentuk ginjal
10) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebararn tumor)
11) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur
ginjal, luasnya lesi invasif ginjal

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan Curah Jantung
2. Pola Nafas Tidak Efektif
3. Gangguan Pertukaran Gas
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
5. Intoleransi Aktivitas
6. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
7. Risiko Defisit Nutrisi

C. Intervensi

No Diagnosa Ras/
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intevensi (SIKI)
Dx (SDKI) TTD
0008 Penurunan Setelah dilakukan tindakan Intervensi :
Curah Jantung keperawatan ... x 24 jam penurunan Perawatan Jantung
curah jantung klien teratasi dengan
kriteria hasil : Observasi :
a. Identifikasi tanda/gejala
Kriteria Hasil 1 2 3 4 5 primer penurunan curah
Gambaran jantung (meliputi dispnea,
EKG aritmia kelelahan, edema, ortopnea,
Edema
Distensi vena paroxysmal nocturnal
jugularis dyspnea, peningkatan CVP)
Oliguria b. Identifikasi tanda/gejala
Pucat/sianosi
sekunder penurunan curah
s
Suara jantung jantung (meliputi peningkatan

S3 berat badan, hepatomegali,


CRT distensi vena jugularis,
palpitasi, ronki basah,
oliguria, batuk, kulit pucat)
c. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
d. Monitor intake dan output
cairan
e. Monitor saturasi oksigen
f. Monitor nyeri dada (mis.
intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yang
mengurangi nyeri)
g. Monitor EKG 12 sadapan
h. Monitor aritmia (kelainan irma
dan frekuensi)
i. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
j. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat

Terapeutik :
a. Posisikan pasien semi fowler
atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
b. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. batasi asupan
kafein, nutrium, kolesterol
dan makanan tinggi lemak)
c. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik ntermiten,
sesuai indikasi
d. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
e. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurasngi stress, jika
perlu
f. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
g. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%

Edukasi :
a. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas secara
bertahap
c. Anjurkan berhenti merokok,
jika pasien merokok
d. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
0005 Pola Nafas Setelah dilakukan tindakan Intervensi :
Tidak Efektif keperawatan ... x 24 jam ganguan Manajemen Jalan Nafas
pola nafas klien teratasi dengan
kriteria hasil : Observasi :
a. Monitor poa nafas (frekuensi,
Kriteria Hasil 1 2 3 4 5 kedalaman, usaha napas)
Ventilasi b. Monitor bunyi nafas
semenit tambahan (mis. gurgling,
Dispnea
Penggunaan mengi, wheezing, ronki
otot bantu kering)
nafas c. Monitor sputum (jumlah,
Pemanjagan warna, aroma)
fase ekspirasi
Frekuensi
Terapeutik :
nafas
Kedalaman a. Pertahankan kepatenan jalan

nafas nafas dengan head-tilt dan


chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma servikal)
b. Posisikan semi fowler atau
foelwr
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
e. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperogenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
h. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
b. Anjurkan tenik batuk efektif

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

0003 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Pemantauan


Pertukaran Gas keperawatan ... x 24 jam gangguan Respirasi
pertukaran gas klien teratasi dengan
kriteria hasil :
Observasi :
a. Monitor frekuensi, irama,
Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
Dispnea kedalaman dan upaya
Bunyi nafas nafas
tambahan b. Monitor pola nafas
PCO2
c. Monitor kemampuan batuk
PO2
Takikardia efektif
pH arteri
d. Monitor adanya produksi
Sianoasis
sputum
e. Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi nafas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik :
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu

0129 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Perawatan


Integritas keperawatan ... x 24 jam gangguan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan intergritas kulit/jaringan klien teratasi
dengan kriteria hasil :
Observasi :
a. Identifikasi penyebba
Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
Denyut nadi gangguan integritas kulit

perifer (misal, perubahan


Penyembuh sirkulasi, perubahan status
an luka nutrisi, penurunan
Warna kulit
kelembaban, suhu
pucat
lingkungan ekstrem,
Edema
penurunan mobilitas)
perifer
Kelemahan
otot
Kram otot Terapeutik :
Turgor Kulit a. Ubah posisi tidur tiap 2
jam jika tirah baring
b. Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
c. Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama
selama periode diare
d. Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak
pada kulit kering
e. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitif
f. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering

Edukasi :
a. Anjurkan menggunakan
pelembab (misal, lotion,
serum)
b. Anjurkan minum air yang
cukup
c. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
e. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
f. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

0056 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajemen Energi


Aktivitas keperawatan ... x 24 jam gangguan
aktivitas teratasi dengan kriteria hasil
: Observasi :
a. Identifikasi gangguan
Kriteria Hasil 1 2 3 4 5 fungsi tubuh yang
Frekuensi
mengakibatkan kelelahan
nasi
b. Monitor kelelahan fisik
Keluhan
dan emosional
lelah
Dispnea saat c. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas d. Monitor lokasi dan
Dispnea ketidaknyamanan selama
setelah melakukan aktivitas
aktivitas

Terapeutik :
a. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
b. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
d. Fasilitasi duduk di tempat
tidur, jika dapat
debrpindah atau berjalan

Edukasi :

a. Anjurkan tirah baring


b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubugi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi :

a. Kolaborasi dengan ahli


gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

0036 Risiko Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajemen Cairan


Ketidakseimban keperawatan ... x 24 jam gangguan

gan Cairan ketidakseimbangan cairan klien Observasi :


teratasi dengan kriteria hasil :
a. Monitor status hidrasi
(mis. Frekuensi nadi,
Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
Asupan kekuatan nadi, akral,

cairan pengisian kapiler,


Haluaran kelembapan mukosa,
cairan turgor kulit, tekanna
Kelembapan darah)
mukosa bibir b. Monitor berat badan
Dehidrasi
Membrane harian
mukosa c. Monitor berat badan
Mata cekung sebelum dan sesudah
Turgor kulit
dianalisis
d. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis.
Hematocrit, Na, K, Cl,
berat jenis urine, BUN)
e. Monitor status
hemodinamik (mis. MAP,
CVP, PAP, PCWP jika
tersedia)

Terapeutik :
a. Catat intake output dan
hitung balans cairan 24
jam
b. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
c. Berikan cairan intravena,
jika perlu

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
diuretic, jika perlu

0032 Risiko Defisit Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajemen Nutrisi


Nutrisi keperawatan ... x 24 jam gangguan
defisit nutrisi klien teratasi dengan
kriteria hasil :
Observasi :

Kriteria Hasil 1 2 3 4 5 a. Identifikasi status nutrisi


Porsi makan
yang b. Identifikasi alergi dan
dihabiskan intoleransi makanan
Kekuatan c. Identifikasi makanan
otot disukai
mengunyah d. Monitor asupan makanan
Kekuatan
e. Monitor berat badan
otot menelan
Berat badan
Indek Massa Terapeutik :
Tubuh (IMT)
Nafsu a. Fasilitasi menentukan
makan pedoman diet
b. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
c. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
d. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
e. Berikan suplemen
makanan jika diperlukan

Edukasi :

a. Anjurkan posisi duduk jika


mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan jika perlu

D. Implementasi
Implementasi merupakan salah satu unsur pertahapan dari keseluruhan
pembangunan sistem komputerisasi, dan unsur yang harus dipertimbangkan
dalam pembangunan sistem komputerisasi yaitu masalah perangkat lunak
(software), karena perangkat lunak yang digunakan haruslah sesuai dengan
masalah yang akan diselesaikan, disamping masalah perangkat keras
(hardware) itu sendiri

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan

F. Dokumentasi
Pendokumentasian yang digunakan dalam kasus ini adalah model
dokumentasi POR (Promblem Oriented Record) menggunakan SOAPIE
(subyek, obyek, analisa, planning, implementasi, evaluasi). Dalam setiap
diagnosa keperawatan penulis melakukan tindakan keperawatan kemudian
penulis mendokumentasikan yaitu dalam memberikan tanda tangan waktu
dan tanggal. Jika ada kesalahan dicoret diberi paraf oleh penulis.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif dan
lambat (berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan: penurunan
cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit ginjal tingkat akhir
yang disertai dengan komplikasi-komplikasi target organ, dan akhirnya
menyebabkan kematian. Untuk memperlambat gagal ginjal kronik menjadi
gagal ginjal terminal, perlu dilakukan diagnosa dini, yaitu dengan melihat
gambaran klinis, laboratorium sederhana, dan segera memperbaiki keadaan
komplikasi yang terjadi. Jika sudah terjadi gagal ginjal terminal, pengobatan
yang sebaiknya dilakukan adalah: dialisis dan transplantasi ginjal. Pengobatan
ini dilakukan untuk mencegah atau memperlambat tejadinya kematian.

B. Saran
Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal
kronik, diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari penyebab
penyakit ini serta benar-benar menjaga kesehatan melalui makanan maupun
berolaharaga yang benar. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan
penyuluhan secara jelas mengenai bahayanya penyakit ini serta tindakan
pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Kamil, I., Agustina, R., & Wahid, A. (2018). Gambaran Tingkat Kecemasan
Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Ulin
Banjarmasin. Dinamika Kesehatan, 9(2), 366–377.
https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/view/350
Mailani, F., & Andriani, R. F. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis. Jurnal Endurance, 2(3), 416.
https://doi.org/10.22216/jen.v2i3.2379
Masi, G. N. ., & Kundre, R. (2018). Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronik dengan Comorbit Faktor Diabetes Melitus dan Hipertensi di
RSUP Prof.Dr.R.D. Kanou Manado. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 21–25. http://www.elsevier.com/locate/scp
Pvs, Y. A., & Murharyati, A. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Ginjal
Kronik ( GGK ) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis Istirahat Dan Tidur
Nursing Care For Patients With Chronic Kidney Failure In Accomplishing
The Physiological Needs Of Relaxation And Sleep Lecturer of
Undergraduate. 9.

Anda mungkin juga menyukai