Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KONSEP CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Diajukan Untuk Pemenuhan Tugas Mata Kuliah KMB I

Dosen Pembimbing : Rizki Muliani S.kep.,Ners.,M.kep.

Disusun oleh:

Aldi Rizki Fauzy (191FK03100)


Faradila Putri Nirmala (191FK03102)
Adelia (191FK03103)
Wilda Hanifah (191FK03105)
Priska Wulandari (191FK03106)
Kafita Dwi Maudina (191FK03107)

Kelas H
2C Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA (UBK)

2019-2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Dasar II dengan judul “Konsep Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CDK)”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada

Ibu/Bapak Dosen yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Bandung, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi ginjal
menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perlahan dan
progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari
bahwa kondisi mereka telahn parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk, kemampuan
untuk memproduksi erythropoietin yang memadai terganggu, sehingga terjadi
penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan akhirnya terjadi anemia. Dengan
demikian, anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada CKD, dan sekitar
47% pasien dengan CKD anemia (Denise, 2007).
Diseluruh dunia menurut National Kidney Foundation (2004), 26 juta orang
dewasa Amerika telah mengalami CKD, dan jutaan orang lain beresiko terkena CKD.
Perhimpunan nefrologi indonesia menunjukkan 12,5 persen dari penduduk indonesia
mengalami penurunan fungsi ginjal, itu berarti secara kasar lebih dari 25 juta
penduduk mengalami CKD.
Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Diperkirakan hingga
tahun 2015 Data WHO dengan kenaikan dan tingkat persentase dari tahun 2009
sampai sekarang 2011 sebanyak 36 juta orang warga dunia meninggal dunia akibat
penyakit Cronic Kidney Disease (CKD).
Prevalensi CKD terutama tinggi pada orang dewasa yang lebih tua, dan ini
pasien sering pada peningkatan risiko hipertensi. Kebanyakan pasien dengan
hipertensi akan memerlukan dua atau lebih antihipertensi obat untuk mencapai tujuan
tekanan darah untuk pasien dengan CKD. Hipertensi adalah umum pada pasien
dengan CKD, dan prevalensi telah terbukti meningkat sebagai GFR pasien menurun.
prevalensi hipertensi meningkat dari 65% sampai 95% sebagai GFR menurun 85-
15ml / min/1.73m2. Penurunan GFR dapat ditunda ketika proteinuria menurun
melalui penggunaan terapi antihipertensi (Eskridge, 2010) Penanganannya seperti
pemantauan ketat tekanan darah, kontrol kadar gula darah (Thakkinstian,
2011).Kardiovaskular (CVD) adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan
CKD (Patricia, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan CKD?
2. Bagaimana etiologi CKD?
3. Bagaimana klasifikasi CKD?
4. Bagaimana manifestasi klinis CKD?
5. Bagaimana patofisiologi CKD?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang CKD?
7. Bagaimana asuhan keperawatan CKD secara teori?
8. Bagaimana asuhan keperawatan CKD sesuai kasus?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui penyakit CKD.
2. Agar mahasiswa mengetahui etiologi CKD.
3. Agar mahasiswa mengetahui klasifikasi CKD.
4. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis CKD.
5. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi CKD.
6. Agar mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang CKD.
7. Agar mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan secara teori.
8. Agar mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan secara kasus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversible, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolism,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia
(Smeltzer,2009).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan sedang dan berat
(Mansjoer,2007)
2.2 Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak 
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalny misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya penyakit ginjal  polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif 
a. Sal. Kemih bagian atas : Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
2.3 Klasifikasi
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka
untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang atau merasa masih dalam stage-stage awal yaitu 1
dan 2. Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
Sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien
datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan
istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik atau Cronoic Renal Failture (CRF) dibagi 3 stadium:
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal : pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam
diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40%-80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15%-40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2%-20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal (>90ml / menit / 1,73
m2)
 Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan
LFG antara (60-89 mL / menit / 1,73 m2)
 Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara (30-59 mL /
menit / 1,73m2)
 Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara (15-29 mL /
menit/ 1,73m2)
 Stadium 5 : Kelainan ginjal dengan LFG antara (<15 mL /
menit / 1,73) atau gagal ginjal terminal
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1966 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit, sakit kepal, kelelahan fisik mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1499) antara lain: hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas retensi sisytem renin-angiotensin-
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan  berlebihan)
berlebihan) dan pericarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler 
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama  jantung dan edema.  
b. Gangguan Pulmoner 
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan  perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan musculoskeletal
Resiko leg sindorm (pegal pada kakinya sehingga selalu diigerakan), burning
feet syndrome (rasa kesemutan dan terbakar, terutama diteplak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstermitas).
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin
D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi asidosis, hyperkalemia, hypomagnesemia, hipoklasemia.
h. Sistem hematologic
Anemia yang disebabkan karena berkuranganya produksi eritopotein,
sehingga rangsangan eritopoetin pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi thrombosis dan trombositopeni.
2.5 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).  Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron-
nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar  daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada  pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli  jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang  paling  paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3-) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu
menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang. Selain itu juga metaboli aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :
1. Pemeriksaan Lab Darah
a. Hematologic : (Hb, Ht, Eritrosit, Leukosit, Trombosit)
b. RFT (Renal Fungsi Test) : Ureum dan kreatinin
c. LFT (liver fungsi test)
d. Elektrolit : klorida, kalium, kalsium
e. Koagulasi studi : PTT, PPTK
f. BGA
2. Urine
a. urine rutin
b. urin khusus : benda keton, analisa Kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
a. ECG
b. ECO
4. Radidiagnostik
a. USG abdominal
b. CT scan abdominal
c. BNO/IVP, FPA
d. Renogram
e. RPG (retio pielografi)
2.7 Asuhan Keperawatan Teori
1.Pengkajian
Menurut Andra Saferi (2013), Pengkajian pada pasien gagal ginjal
kronik / Chronic Kidney Disease (CKD) adalah :
a. Anamnesis
Pengkajian antara lain keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu
Keluhan Utama Biasanya pasien dengan gagal ginjal kronik mengalami rasa
nyeri pada bagian pinggang, BAK dalam jumlah sedikit, perut membesar,
mual muntah, tidak nafsu makan, gatal pada kulit.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan adanya DM, nefrosklerosis, Hipertensi, GGA yang tak
teratasi, obstruksi/ infeksi, urinarius, penyalahgunaan analgetik.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik dalam
keluarga.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
1.) Aktivitas/ istirahat : Kelelahan yang ekstrem, kelemahan, malaise.
2.) Sirkulasi : Riwayat Hipertensi, nyeri dada.
3.) Intregritas Ego : Faktor stress, contoh finansial, hubungan,
perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
4.) Eliminasi : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen
kembung, diare/ konstipasi
5.) Makanan/ cairan : BB meningkat (edema), BB menurun
(malnutrisi), anoreksia (tidak nafsu makan) penggunaan diuretik.
6.) Neurosensori : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/ kejang,
sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki (neuropati
perifer).
7.) Nyeri/ kenyamanan : Nyeri pinggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri
kaki (memburuk pada malam hari).
8.) Pernafasan : Nafas pendek, dispnue, batuk dengan/ tanpa sputum
kental dan banyak.
9.) Keamanan : kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi 10.) Sexualitas :
penurunan libido, amenore.
e. Pemeriksaan Fisik
1.) Keadaan Umum dan Tanda- Tanda Vital
Kondisi gagal ginjal kronik biasanya lemah(fatigue), tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan
RR meningkat (tachyneu), hipertensi/ hipotensi sesuai kondisi fluktuatif
(Prabowo &Pranata, 2014).
2.) B1 (Breathing)
Pada pasien gagal ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease (CKD)
biasanya mendapatkan bau napas sering kali dikaitkan dengan rasa logam
dalam mulut, dapat terjadi edema dalam paru, pleuritis, pernapasan kusmaul
(Priscilla LeMone, dkk, 2017).
3.) B2 (Blood)
Penyakit yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang
kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnasi ini akan memicu
retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung (Prabowo &
Pranata, 2014).
a) Hipertensi sedang ditandai dengan TD= 165/105 mmHg
b) Takikardia ditandai dengan N = 110x/menit, irreguler (aritmia).
c) Konjungtiva anemis
d) Akral hangat, basah, dan pucat
e) CRT = 4 detik 4.)
4.) B3 (Brain)
Pengkajian yang dapat dilihat dari aspek ini adalah kesadaran. Pada
pasien gagal ginjal kronik yang didapatkan kesadaran compos mentis dengan
GCS E: 4 V:5 M:6.
Menurut Priscillia LeMone, dkk, 2017.

Manefestasi gagal ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease (CKD)


terjadi lebih awal dan mencakup perubahan mental kesulitan berkonsentrasi,
keletihan, dan insomnia. Gejala psikotik, kejang, dan koma dikaitkan dengan
ensefalopati uremik lanjut.
5.) B4 ( Bladder)
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secarakompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorbsi, dan ekskresi), maka manefestasi yang paling menonjol
adalah penurunan urine output ˂400 ml/ hari bahkan sampai pada anuria
(tidak adanya urine output (Prabowo & Pranata, 2014).
a.) Urine berwarna merah dan nyeri
b.) Berkemih spontan tanpa alat bantu
c.) Produksi urine 300 cc/hari, Intake Oral = 2000 ml/hari IWL = 15 x BB =
1275 ml/hari
Balance Cairan = Intake oral – (Urine Output + IWL) = 2000- (300+ 1275)=
425 Jadi I ≠ O maka disimpulkan pasien mengalami kelebihan cairan di dalam
tubuh.
6.) B5 (Bowel)
BB badan mengalami penurunan, anoreksia, mual dan muntah adalah
gejala awal uremia, cegukan biasa dialami, nyeri perut, fetor uremik, bau
napas seperti urine seringkali dapat menyebabkan anoreksia (Priscilla LeMone, dkk,
2017).
7.) B6 (Bone)
Pada pasien gagal ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease (CKD)
sering terjadi nyeri otot dan tulang, kelemahan otot, pasien beresiko mengalam
fraktur spontan. Gangguan pada kulit yaitu pucat, warna kulit uremik (kuning hijau),
kulit kering, turgor buruk, preuritis, edama ( Priscilla LeMone, 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien
gagal ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease (CKD) menurut Huda dan Hardhi
dalam NANDA NIC NOC, 2015.
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal
mengekresi air dan natrium.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
pembatasan diit dan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek uremia.
3. Intervensi (Perencanaan)
Rencana Asuhan Keperawatan menurut Hudan dan Hardhi dalam
NANDA NIC-NOC 2015.
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Asupan cairan berlebihan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam volume
cairan seimbang.
Kriteria Hasil :
1.) Terbebas dari edema, efusi, anasarka
2.) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan
vital sign normal.
Intervensi :
1.) Kaji status cairan : timbang berat badan, keseimbangan masukan dan
keluaran, turgor kulit dan adanya edema
2.) Batasi masukan cairan
3.) Berikan metode mengulum es batu
4.) Identifikasi sumber potensial cairan.
5.) Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
b. Ketidakseimbangannutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien Tujuan : Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3x 24 jam nutrisi seimbang dan adekuat
Kriteria Hasil :
1.) Nafsu makan meningkat
2.) Tidak terjadi penurunan BB
3.) Masukan nutrisi adekuat
Intervensi :
1.) Monitor adanya mual dan muntah
2.) Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status nutrisi
3.) Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan hematocrit level yang
menindikasikan treatment selanjutnya
4.) Monitor intake nutrisi dan kalori klien
5.) Berikan makanan sedikit tapi sering
6.) Berikan perawatan mulut kering
7.) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai terapi.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam kerusakan
integritas kulit tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1.) Elastisitas dan kelembaban dalam rentang
normal Intervensi :
1.) Monitor adanya tanda tanda kerusakan integritas kulit
2.) Monitor warna kulit
3.) Monitor temperatur
4.) Catat adanya perubahan kulit dan membran mukosa
5.) Ganti posisi dengan sering
6.) Anjurkan intake dengan kalori dan protein yang adekuat
4. Implementasi
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Asupan cairan berlebihan
Implementasi :
1.) Mengkaji status cairan : timbang berat badan, keseimbangan masukan dan
keluaran, turgor kulit dan adanya edema
2.) Membatasi masukan cairan
3.) Memberikan metode mengulum es batu
4.) Mengidentifikasi sumber potensial cairan.
5.) Berkolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
b. Ketidakseimbangannutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien. Implementasi :
1.) Memonitor adanya mual dan muntah
2.) Memonitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status nutrisi
3.) Memonitor albumin, total protein, hemoglobin, dan hematocrit level yang
menindikasikan treatment selanjutnya
4.) Memonitor intake nutrisi dan kalori klien
5.) Memberikan makanan sedikit tapi sering
6.) Memberikan perawatan mulut kering
7.) Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai terapi.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume cairan
Implementasi :
1.) Memonitor adanya tanda tanda kerusakan integritas kulit
2.) Memonitor warna kulit
3.) Memonitor temperatur
4.) Mencaatat adanya perubahan kulit dan membran mukosa
5.) Mengganti posisi dengan sering
6.) Menganjurkan intake dengan kalori dan protein yang adekuat
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah respon pasien terhadap standar atau
kriteria yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap
evaluasi proses keperawatan yaitu terhadap jam melakukan tindakan, data
perkembangan pasien yang mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan
tercapai atau tidak, serta ada tanda tangan atau paraf. Evaluasi adalah tahapan
akhir dari proses keperawatan. Evaluasi disini menyediakan nilai informasi
yang mengenai pengaruh dalam hal perencanaan (intervensi) yang telah
direncanakan secara seksama dan merupakan hasil dari perbandingan yang
diamati dengan cara melihat hasil dari kriteria hasil yang telah dibuat pada
tahap perencanaan tersebut (Triyoga, 2015).
2.8 Asuhan Keperawatan Kasus
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif dan lambat
(berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan: penurunan cadangan ginjal, insufisiensi
ginjal, gagal ginjal, penyakit ginjal tingkat akhir yang disertai dengan komplikasi-komplikasi
target organ, dan akhirnya menyebabkan kematian. Untuk memperlambat gagal ginjal kronik
menjadi gagal ginjal terminal, perlu dilakukan diagnosa dini, yaitu dengan melihat gambaran
klinis, laboratorium sederhana, dan segera memperbaiki keadaan komplikasi yang terjadi. Jika
sudah terjadi gagal ginjal terminal, pengobatan yang sebaiknya dilakukan adalah: dialisis dan
transplantasi ginjal. Pengobatan ini dilakukan untuk mencegah atau memperlambat tejadinya
kematian.
3.2 Saran
1. Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal kronik, diharapkan
masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari penyebab penyakit ini serta benar-benar menjaga
kesehatan melalui makanan maupun berolaharaga yang benar.
2. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara jelas mengenai bahayanya
penyakit ini serta tindakan pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit, Edisi
6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, p., Mahanani, D.
A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-
penyakit-jantung-dan-pembuluhdarah/fungsi-dan-faktor-risiko-ginjal

Anda mungkin juga menyukai