DISUSUN OLEH :
NAMA : DWI KUMALA SARI
NIM : 232021010063
A. DEFINISI CKD
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2014).
Gagal ginjal kronis (bahasa Inggris: chronic kidney disease, CKD) adalah
proses kerusakan pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3 bulan. CKD
dapat menimbulkan simtoma berupa laju filtrasi glomerular di bawah 60
mL/men/1.73 m2, atau di atas nilai tersebut namun disertai dengan kelainan
sedimen urin. Adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi CKD.
B. ETIOLOGI CKD
Chronic Kidney Disease ( CKD ) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral.
1. Infeksi : Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif :Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung : SLE, poli arteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik : DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati obstruktif : Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Saluran kemih bagian atas: Kalkuli, neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Faktor predisposisi:
1) Diabetes
2) Usia lebih dari 60 tahun
3) Penyakit ginjal congenital
4) Riwayat keluarga penyakit ginjal
5) Autoimmune (lupus erythematosus
6) Obstruksi renal (BPH dan prostitis)
7) Ras
Faktor presipitasi:
1) Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih
2) Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)
3) Pola makan (diet)
C. KLASIFIKASI CKD
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma
(mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
a. Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 CKD biasanya belum merasakan
gejala yang mengindikasikan kerusakan pada ginjal.Hal ini disebabkan ginjal
tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi 100% sehingga
banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium
1.Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri
untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
b. Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, seseorang yang berada pada stadium 2
juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik,
walaupun dengan GFR yang mulai menurun.
c. Stadium 3
Seseorang yang menderita CKD stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa–sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
d. Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul
komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang,
masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
e. Stadium 5
Pada stadium ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal.Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis)
atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
Kehilangan Darah
Pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki risiko kehilangan
darah oleh karena terjadinya disfungsi platelet. Penyebab utama
kehilangan darah pada pasien-pasien ini adalah dari dialisis, terutama
hemodialisis dan nantinya menyebabkan defisiensi besi juga. Pasien-
pasien hemodialisis dapat kehilangan 3 -5 gr besi per tahun. Normalnya,
kita kehilangan besi 1-2 mg per hari (Gambar 1), sehingga kehilangan
besi pada pasien-pasien dialisis 10-20 kali lebih banyak.
Defisiensi Besi
Homeostasis besi tampaknya terganggu pada penyakit ginjal kronik.
Untuk alasan yang masih belum diketahui (kemungkinan karena
malnutrisi), kadar transferin pada penyakit ginjal kronik setengah atau
sepertiga dari kadar normal, menghilangkan kapasitas sistem transport
besi. Situasi ini yang kemudian mengganggu kemampuan untuk
mengeluarkan cadangan besi dari makrofag dan hepatosit pada
penyakit ginjal kronik.
Inflamasi
Anemia pada inflamasi juga ditandai dengan kadar besi serum yang
rendah, saturasi transferin yang rendah dan gangguan pengeluaran
cadangan besi yang bermanifestasi dengan tingginya serum feritin.
Peningkatan jumlah sitokin-sitokin inflamasi di sirkulasi seperti
interleukin 6 berhubungan dengan respon yang buruk terhadap
pemberian eritropoetin pada pasien-pasien gagal ginjal terminal
Uremic milieu
Uremic milieu merupakan istilah yang umum digunakan untuk
menjelaskan adanya disfungsi organ multiple pada CKD.Penelitian pada
pasien yang mendapatkan terapi hemodialisis menunjukkan adanya
peningkatan hematokrit ketika terjadi peningkatan intensitas
hemodialisis.Hal ini menunjukkan bahwa dengan menurunkan uremia
dapat mengembalikan atau meningkatkan fungsi sumsum tulang
belakang.
E. PATOFISIOLOGI CKD
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2015 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin – angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi).
Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning
feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor,
miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan
vitamin D.
Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
H. KOMPLIKASI CKD
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2021) serta Suwitra
(2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2.Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3.Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4.Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5.Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6.Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7.Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8.Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9.Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
I. PENATALAKSANAAN CKD
a) Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam
amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-
600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan
lemak.Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan
vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
b) Simptomatik
1. Hipertensi
Ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler. Gagal
jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium,
diuretik, digitalis atau dobutamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD
biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium
bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
2. Anemia
Penatalaksanaan anemia dengan rekombinan erythropoiesis-stimulating
agents (ESAs) dapat memperbaiki kondisi pasien CKD dengan anemia secara
signifikan.ESAs harus diberikan untuk mencapai dan mempertahankan konsentrasi
hemoglobin 11.0 sampai 12.0 gr/dL. Pasien juga harus menerima suplemen zat besi
selama menerima terapi ESA karena erythropoiesis yang diinduksi secara
farmakologis dibatasi oleh supply zat besi, ditunjukkan dengan kebutuhan ESA yang
lebih sedikit setelah pasien menerima suplemen zat besi. Selain itu, karena tubuh
membentuk banyak sel darah merah, tubuh juga memerlukan banyak zat besi
sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi.Serum ferritin dan persen transferrin
saturation mengalami penurunan setelah 1 minggu terapi ESA pada pasien dengan
CKD yang menerima dialysis.Karena pasien CKD mengalami gangguan metabolism
zat besi, serum ferritin dan persen transferrin saturation harus dipertahankan lebih
tinggi daripada individu normal.Maintenance serum ferritin yang disarankan yaitu ≥200
ng/mL, dan persen transferrin saturation ≥20%.Sebagian besar pasien CKD
membutuhkan suplementasi zat besi parenteral untuk mencapai kadar zat besi yang
disarankan.
c) Terapi Pengganti
1. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal karena
menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik dan menimbulkan
perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal merupakan prosedur
menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain kedalam tubuh pasien gagal
ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah mengalami
kegagalan dalam menjalankan fungsinya.Seorang ahli bedah menempatkan ginjal
yang baru (donor) pada sisi abdomen bawah dan menghubungkan arteri dan vena
renalis dengan ginjal yang baru. Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan
membuat urin seperti ginjal saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan
berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal
(donor kadaver).
2. Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik
utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama,
difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
a. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran selaput
rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan dari tubuh
untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis.CAPD merupakan suatu
teknik dialisis kronik dengan efisiensi rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi
pasien terhadap kerentanan perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan
kardiovaskular).
b. Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia adalah
dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal
buatan.
Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis ” artinya pemisahan
zat-zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat sampah,
melalui proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan
berupa mesin dialisis. Hemodialisis dikenal secara awam dengan istilah ‘cuci darah.
Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk memisahkan
darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui
membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan
dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh sesuai
dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan.
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi.
Toksin dan zat limbah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak
dari darah yang memilki konsentrasi tinggi ke cairan yang konsentrasi rendah.
Air yang berlebihan akan di keluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat di kendalaikan dengan menciptakan gradien tekanan
dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang loebih rendah (cairan dialisat).gradien ini dapat
di tingkatkan meleui tekanan negatif yang di kenal dengan ultrafiltrasi. Tekanan
negatif ini di terapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran
dan memfasilitasi pengeluran air karena pasien tidak dapat mengekresikan ari
kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai
isovolemia(keseimbangan cairan).
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan
terapi adalah :
a. Hipotensi: dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di keluarkan
b. Kram otot : nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meningglkan
ruang ekstrasel.
c. Mual atau muntah : merupakan peristiwa yang sering terjadi.
d. Sakit dada : dapat terjadi karena pCO2menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh.
e. Gatal-gatal : dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
f. Demam dan menggigil
g. Kejang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Kelebihan volume cairan
2. Penurunan curah jantung
3. Intoleransi aktivitas
4. Risiko infeksi
5. Risiko perdarahan
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
7. Gangguan integritas kulit
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa:Kariasa,I.M. Jakarta: EGC;
2014
Fauci et al. 2008.Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. United States of
America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson.2012. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit.Jakarta : EGC
Nurko, Saul. 2021. Anemia in chronic kidney disease:Causes, diagnosis, treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 73(3): 289-97
Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K SM, Setiati S, editors: Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 5nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2019.p.1035-40.