Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL

Makalah disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu: Ns. Ani Widiastuti, S.Kep, SKM, M.Kep, Sp.Kep.MB

Disusun oleh:

Murni 1810711040

Nisrina Puspaningrum 1810711079

Frida Anindita Yulianti 1810711081

Karina Oktaviyadi 1810711101

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan
mempertahankan substansi tubuh di bawah kondisi normal (Raharjo, 2006). Menurut
PERNEFRI (2006), menjelaskan bahwa keadaan dimana ginjal lambat laun mulai tidak
dapat melakukan fungsinya dengan baik disebut juga dengan Gagal ginjal kronik (GGK)
atau lebih dikenal Cronik kiddney disease (CKD).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gagal ginjal?
2. Apa klasifikasi gagal ginjal?
3. Apa etiologi gagal ginjal?
4. Apa faktor risiko gagal ginjal?
5. Bagaimana patofisiologi gagal ginjal?
6. Apa tanda dan gejala gagal ginjal?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang gagal ginjal?
8. Apa saja penatalaksanaan medis gagal ginjal?
9. Apa saja komplikasi gagal ginjal?
10. Bagaimana asuhan keperawatan gagal ginjal?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian gagal ginjal.
2. Mengetahui klasifikasi gagal ginjal.
3. Mengetahui etiologi gagal ginjal.
4. Mengetahui faktor risiko gagal ginjal.
5. Mengetahui patofisiologi gagal ginjal.
6. Mengetahui tanda dan gejala gagal ginjal.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang gagal ginjal.
8. Mengetahui penatalaksanaan medis gagal ginjal.
9. Mengetahui komplikasi gagal ginjal.
10. Mengetahui asuhan keperawatan gagal ginjal.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gagal Ginjal


Gagal ginjal adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan
mempertahankan substansi tubuh di bawah kondisi normal (Raharjo, 2006). Menurut
PERNEFRI (2006), menjelaskan bahwa keadaan dimana ginjal lambat laun mulai tidak
dapat melakukan fungsinya dengan baik disebut juga dengan Gagal ginjal kronik (GGK)
atau lebih dikenal Cronik kiddney disease (CKD). Gagal ginjal kronik (GGK) atau
Cronik kiddney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang cukup berat
dan terjadi secara perlahan dalam waktu yang lama (menahun) yang disebabkan oleh
berbagai penyakit ginjal, bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih. (Smeltzer,
2009)

B. Klasifikasi Gagal Ginjal


1. Berdasarkan Derajat Penyakit
Klasifikasi GGK dibagi atas 5 tingkatan derajat yang didasarkan pada LFG dengan
ada atau tidaknya kerusakan ginjal. Pada derajat 1-3 biasanya belum terdapat gejala
apapun (asimptomatik). Manifestasi klinis muncul pada fungsi ginjal yang rendah
yaitu terlihat pada derajat 4 dan 5 (Arora, 2015). Tabel 1. Klasifikasi GGK (KDIGO,
2013).
Deraja LFG
Penjelasan
t (ml/mnt/1.732m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
1 ≥ 90
meningkat
2 60-89 Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG turun dari ringan
3A 45-59
sampai sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG turun dari sedang
3B 30-44
sampai berat
4 15-29 Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat
5 < 15 Gagal ginjal
2. Berdasarkan Perjalanan Klinis
a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita
asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes
pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal
Pada stadium ini dimana lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak.
GFR besarnya 25 % dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai
meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau pengaturan berkemih di
malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan)
mulai timbul.
c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar
200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan
normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok. Gejala-
gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu: oliguri karena kegagalan
glomerulus, sindrom uremik.

C. Etiologi Gagal Ginjal


Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of National
Kidney Foundation (2016), terdapat dua penyebab utama dari penyakit ginjal kronis
yaitu diabetes dan tekanan darah tinggi, yang bertanggung jawab untuk sampai dua-
pertiga kasus. Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan
kerusakan banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh
darah, saraf dan mata. Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan
darah terhadap dinding pembuluh darah meningkat. Jika tidak terkontrol, atau kurang
terkontrol, tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke
dan penyakit ginjal kronis. Begitupun sebaliknya, penyakit ginjal kronis dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi.
D. Faktor Risiko Gagal Ginjal
Siapapun bisa mendapatkan penyakit ginjal kronis pada usia berapa pun. Namun,
beberapa orang mungkin lebih mudah mengalami dari pada yang lain untuk
mengembangkan penyakit ginjal (National Kidney Foundation (NKF), 2016).
Kemungkinan memiliki peningkatan risiko untuk penyakit ginjal diantaranya:
1. Diabetes Melitus
Diabetes merupakan faktor komorbiditas hingga 50% pasien dan sebesar 65% pasien
gagal ginjal kronik meninggal yang menjalani hemodialisis memiliki riwayat
penyakit diabetes (Dikow 2002, dalam Ekantari, 2012).
2. Hipertensi
Budiyanto (2009, dalam Ekantari, 2012) mengatakan bahwa hipertensi dan gagal
ginjal saling mempengaruhi. Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya
gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi.
3. Anemia
Anemia banyak dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia terjadi pada awal
perkembangan penyakit gagal ginjal dan mengakibatkan fungsi ginjal memburuk
sehingga menjadi kronis (Ekantari, 2012).
4. Ras
Memiliki ras kelompok populasi yang memiliki tingkat tinggi diabetes atau tekanan
darah tinggi, seperti Afrika Amerika, Hispanik Amerika, Asia, Kepulauan Pasifik,
dan Indian Amerika (National Kidney Foundation (NKF), 2016).

E. Patofisiologi Gagal Ginjal


Berikut penjelasan tentangpatofisiologi terjadinya gagal ginjal kronik
berdasarkan etiologi penyebab terjadinya.
1. Diabetes Melitus
Toto (2003) mengatakan bahwa diabetes mellitus merupakan penyebab utama gagal
ginjal dan juga penyebab kematian pada pasien gagal ginjal kronik. Diabetes yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan diabetes nepropati yang merupakan penyebab
gagal ginjal. Tjekyan (2014) mengatakan bahwa ginjal mempunyai banyak
pembuluh-pembuluh darah kecil. Diabetes dapat merusak pembuluh darah tersebut
sehingga pada gilirannya mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menyaring darah
dengan baik. Kadar gula yang tinggi dalam darah membuat ginjal harus bekerja lebih
keras dalam proses panyaringan darah, dan mengakibatkan kebocoran pada ginjal.
Awalnya, penderita akan mengalami kebocoran protein albumin ke dalam urin
(albuminaria) yang dikeluarkan oleh urine, kemudian berkembang dan
mengakibatkan fungsi penyaringan ginjal menurun. Pada saat itu, tubuh akan
mendapatkan banyak limbah karena menurunnya fungsi ginjal yang nantinya akan
menyebabkan gagal ginjal. Apabila kondisi ini tidak dapat diatasi dan berlangsung
terus menerus dapat meningkatkan stadium dari gagal ginjal dan selanjutnya akan
menyebabkan kematian (Tjekyan, 2014).
2. Hipertensi
Budiyanto (2009 dalam Ekantari, 2012) mengatakan bahwa hipertensi dan gagal
ginjal saling mempengaruhi. Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya
gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi yang berlangsung lama
dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai
dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah
jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia
karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan
arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak, yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Gagal ginjal
kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung
pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara kurang dari
10% bergantung pada renin (Ekantari, 2012).
3. Penyebab lain
Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal adalah Glomerulonefritis, sekelompok
penyakit yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada unit penyaringan ginjal.
gangguan ini adalah jenis yang paling umum ketiga penyakit ginjal. penyakit
warisan, seperti penyakit ginjal polikistik, yang menyebabkan kista besar terbentuk di
ginjal dan merusak jaringan di sekitarnya. Malformasi yang terjadi sebagai bayi
berkembang di dalam rahim ibunya. Misalnya, penyempitan dapat terjadi yang
mencegah aliran normal urin dan menyebabkan urin mengalir kembali ke ginjal. Hal
ini menyebabkan infeksi dan dapat merusak ginjal. Lupus dan penyakit lain yang
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Penghalang yang disebabkan oleh masalah
seperti batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat pada pria serta infeksi
saluran kencing berulang (NKF, 2016).
Pathway

Seluruh nefron rusak


Hipertermi Diabetes melitus
(nefrosklerosis)

Perubahan struktur Glomerulus gagal Peningkatan gula


arteriol menyaring dalam tubuh

Fibrosis dan hialinisasi Peningkatan kinerja


pada dinding pembuhul Penurunan GFR
ginjal
darah gnjal

Arteriosclerosis Ginjal tidak bias


Gagal ginjal
mengkompensasi lagi

Iskemik pada pembuluh Gagal ginjal kronik


darah intrarenal

Glomerulus rusak dan


Kematian
atrofi tubulus
F. Tanda dan Gejala Gagal Ginjal
1. Hematologi
Anemia nomokro, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit
2. Gastrointestinal
Anoreksia, anusea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosive
3. Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syi drom, restless leg syindrom
4. Kulit
Berwarna pucat, gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost, bekas garukan
5. Kardiavaskuler
Hippertensi, nyeri dada, dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema
6. Endokrin
Gangguan toleransi glukoosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual,
libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki – laki gangguan metabolisme vitamin
D

G. Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal


1. Konsentrasi dan Klirens Kreatinin dan Urea
Pengukuran konsentrasi kliresns kreatinin dan urea merupakan informasi yang
berharga untuk menilai fungsi ginjal. Menghitung laju GFR dapat dilakukan dengan
perhitungan berikut:
GFR laki-laki = (140 - umur) x kgBB / (72 x serum kreatinin)
GFR perempuan = (140 - umur) x kgBB x 0,85 / (72 x serum kreatinin
National Kidney Foundation  telah membagi beberapa jenis gagal ginjal berdasarkan
nilai GFR nya, yaitu:
a. Stage 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (≥ 90)
b. Stage 2: penurunan fungsi ginjal dengan GFR 60 - 89 dengan penurunan ringan.
c. Stage 3: penurunan fungsi ginjal dengan GFR 30 - 59. Penurunan tingkat lanjut ini
seringkali ditemui gejala anemia dan gangguan pada tulang akibat kerusakan
ginjal
d. Stage 4: penurunan derajat berat dengan GFR 15 - 29. Upaya pengobatan untuk
mengurangi resiko komplikasi dan pencegahan ke arah kegagalan ginjal
e. Stage 5 (kegagalan ginjal): ginjal telah tak mampu lagi menjalankan fungsinya
dengan nilai GFR dibawah 15. Penanganan yang sesuai adalah transplantasi ginjal
atau hemodialisis rutin.
2. Pemeriksaan Kadar Ureum
Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan diagnosis gagal ginjal akut.
Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal,
status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai progresivitas penyakit ginjal,
dan menilai hasil hemodialisis.
3. Pemeriksaan Kadar Kreatinin
Kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena merupakan
produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan, difi ltrasi oleh ginjal,
tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus proksimal.
4. Pemeriksaan Cystatin C
Cystatin C adalah protein berat molekul rendah yang diproduksi oleh sel-sel berinti.
Pengukuran cystatin C mempunyai kegunaan yang sama dengan kreatinin serum dan
klirens kreatinin untuk memeriksa fungsi ginjal.
5. Pemeriksaan β2 Microglobulin
β2 microglobulin adalah small nonglycosylated peptide dengan berat molekul 11.800
Da yang ditemukan pada permukaan sel berinti. Membran plasma β2 microglobulin
berikatan erat dengan cairan ekstraseluler.
6. Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Mikroalbuminuria merupakan suatu keadaan ditemukannya albumin dalam urin
sebesar 30-300 mg/24 jam. Keadaan ini dapat memberikan tanda awal dari penyakit
ginjal.
7. Pemeriksaan Insulin
Fructose polymer insulin dengan berat molekul 5.200 Da merupakan penanda yang
ideal untuk glomerular filtration rate. Insulin bersifat inert dan dibersihkan secara
menyeluruh oleh ginjal.
8. Pemeriksaan Zat Berlabel Radioisotop
Beberapa zat berlabel radioisotop telah digunakan untuk menilai GFR pada manusia
yaitu [51Cr] EDTA, [125I] Iothalamate, [99Tc] DTPA, [131I] ; dalam jumlah sedikit
tidak toksik. Kekurangan metode ini adalah terpajan radiasi, biaya mahal, dibutuhkan
alat kamera gamma dan tenaga ahli sehingga tidak dapat digunakan secara rutin.
H. Penatalaksanaan Medis Gagal Ginjal
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit. (Sukandar, 2006)
a. Peranan diet: untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia.
b. Kebutuhan jumlah kalori: mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan: bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral: bersifat individual tergantung dari penyakit
ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolic: harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali.
b. Anemia: transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif.
c. Keluhan gastrointestinal: anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan
keluhan yang sering dijumpai. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit: tindakan yang diberikan tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuscular: beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu
terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi: pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular: tindakan yang diberikan tergantung dari
kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Hemodialisa digunakan bagi klien dengan gagal ginjal akut atau gagal ginjal
yang sudah tidak dapat diperbaiki serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Hemodialisa biasanya menjadi pilihan pengobatan ketika zat toksin seperti
barbiturat setelah overdosis, perlu dihilangkan dari tubuh dengan cepat.
1) Efek terapeutik dari hemodialisa
a) Untuk membersihkan sisa metabolisme dari tubuh
b) Mengembalikan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa
c) Menghilangkan beberapa manifestasi yang tidak diingikan dari gagal
ginjal yang ireversibel.
2) Komplikasi hemodialisa jangka panjang
a) Masalah teknis seperti kebocoran darah, pemanasan berlebih larutan
dialisat, kehilangan cairan yang tidak mencukupi, konsentrasi yang tidak
tepat akan garam dalam dialisat, dan penggumpalan
b) Hipotensi atau hipertensi
c) Kekacauan ritme jantung karena ketidakseimbangan kalium
d) Embolus udara
e) Perdarahan karena heparinisasi dengan masalah khusus perdarahan
subdural, retroperitoneal, pericardial, dan ntraokular
f) Restless leg syndrome
g) Reaksi pirogenis
b. Dialisis peritoneal (DP)
Tujuan terapi ini adalah untuk mengeluarkan zat-zat toksisk serta limbah
metabolik, mengembalikan keseimbangan cairan yang berlebihan, dan
memulihkan keseimbangan elektrolit. Pasien diabetes atau penyakit
kardiovaskuler, pasien lansia dan psaien yang berisiko mengalami efek samping
dari pemberian heparin secara sistemik merupakan calon yang sesuai.
1) Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan / Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialisis (CAPD)
Pada jenis ini, 1,5-3 L dialiasa ditanamkan ke abdomen dan dibiarkan selam
periode waktu tertentu. CAPD biasanya menggunakan siklus dialisis 24 jam
termasuk tinggal selama 8 jam sepanjang malam.
2) Dialisis Pertoneal Otomatis / Automated Pertoneal Dialisis (APD)
Pada jenis ini mengharuskan penggunaan mesin putaran peritoneal.
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
4. Farmakologi terintergrasi
Klien dengan gagal ginjal kronis biasanya meminum banyak obat untuk mengatur
manifestasi penyakit mereka, banyak factor harus dipertimbangkan sebelum
memberikan obat-obatan ini, termasuk penyerapan, distribusi metabolism, dan
eliminasi obat.
Oleh karna ginjal tidak berfungsi, obat yang normalnya dikeluarkan oleh ginjal dapat
berakumulasi menjadi kadar toksin. Beberapa obat dihilangkan dengan dialysis, yang
lainnya tidak, seluruh factor ini harus dipertimbangkan ketika menentukan dosis,
rute, dan waktu pemberian
Juga obat-obatan yang nefrotik (misalnya aminoglikosida, pewarna pielogram
intravena IVP mungkin menyebabkan kerusakan lebih jauh pada organ yang sudah
berfungsi dan harus dihindari.

I. Komplikasi Gagal Ginjal


Gagal ginjal akut yang tidak segera diobati lama kelaman berpotensi menimbulkan
komplikasi. Komplikasi potensial gagal ginjal akut, di antaranya:
1. Penumpukan cairan. Gagal ginjal akut menyebabkan penumpukan cairan di paru-
paru yang dapat menyebabkan sesak napas.
2. Sakit dada. Jika lapisan yang menutupi jantung (perikardium) meradang, pengidap
gagal ginjal akut bisa mengalami nyeri dada.
3. Kelemahan otot. Ketika cairan dan elektrolit tubuh tidak seimbang akibat fungsi
ginjal menurun, kelemahan otot dapat terjadi.
4. Kerusakan ginjal permanen. Kadang-kadang, gagal ginjal akut bisa menyebabkan
kehilangan fungsi ginjal permanen, atau penyakit ginjal tahap akhir. Orang dengan
penyakit ginjal tahap akhir membutuhkan dialisis permanen, yaitu penyaringan
mekanis yang digunakan untuk menghilangkan racun dan limbah dari tubuh atau
transplantasi ginjal untuk bertahan hidup.
5. Kematian. Gagal ginjal akut dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal dan pada
akhirnya bisa menyebabkan kematian.
J. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal
1. Kasus
Seorang pasien berusia 55 tahun, dirawat diruangan perawatan umum dirumah sakit
swasta. Pasien dirawat dengan keluhan sesak nafas, seluruh tubuh edema. Seorang
perawat melakukan anamnesa, didapatkan hasil sebagai berikut: pasien memiliki
riwayat penyakit DM sejak 10 tahun lalu dengan DM tidak terkontrol dan hipertensi
sejak 5 tahun lalu, TD: 150/95 mmHg. Nadi: 98 x/m, RR: 28 x/m, Suhu: 37⁰C, BB
65 kg, TB 150 cm pernapasan cepat, Pitiing edema ekstremitas positif derajat 3, akral
dingin, PND (+). BAK mulai sedikit perharinya 100ml, Abdomen buncit. Hasil
pemeriksaan laboratorium Hb 8 g/dL, Ht 20%, Ur 110 mg/dL, Cr 3,5 mg/dL, Gula
darah sewaktu 230 mg/dl. Hasil Ro Thorax terdapat cairan didaerah pleura. Pasien
bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini. Pasien rencana dilakukan hemodialisa,
perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang terkait, melakukan perawatan
secara integrasi untuk menghindari / mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut.
2. Analisa Data dan Diagnosa
No Data Masalah Etiologi
1 DS: - Kelebihan Penurunan haluaran
DO: Volume Cairan urin, retensi cairan
 Piting edema ekstremitas dan natrium
positif derajat 3 sekunder terhadap
 BAK sedikit 100ml/hari penurunan fungsi
 Abdomen buncit ginjal
 Hb 8 g/dl
 Ht 20%
 Ur 110 mg/dl
 Cr 3,5 mg/dl
 GDS 230 mg/dl

2 DS: Ketidakefektifan Penumpukan cairan


Pasien dirawat dengan keluhan pola nafas di paru-paru
sesak nafas
DO:
 TD : 150/95 mmHg
 Nadi : 98 x/m
 RR : 28 x/m
 Suhu : 37⁰C
 BB 65 kg, TB 150 cm
 Pernapasan cepat
 PND (+)
 Hasil Ro Thorax terdapat
cairan di daerah pleura

3 DS: - Risiko tinggi Gangguan status


DO: kerusakan metabolic, edema
 Seluruh tubuh edema integritas kulit

3. Intervensi
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Kelebihan NOC 1. Monitor
Volume Cairan Volume Cairan, Kelebihan Elektrolit (NIC
b.d Penurunan (hal.667) hal 166)
haluaran urin, Setelah dilakukan asuhan a. Monitor nilai
retensi cairan keperawatan selama 3 x 24jam, serum
dan natrium diharapkan pasien dapat elektrolit
sekunder menyeimbangkan cairan dengan yang
terhadap kriteria hasil : abnormal
penurunan 1. Kesimbangan Cairan (NOC b. Monitor
fungsi ginjal. 0601, hal. 192) manifestasi
a. Tekanan darah ketidakseimb
dipertahankan pada 3 angan
ditingkatkan ke 1 elektrolit
b. Tekanan baji paru-paru c. Pertahankan
dipertahankan pada 3 kepatenan
ditingkatkan ke 1 akses IV
c. Keseimbangan intake dan 2. Manajemen
output dalam 24 jam Hipervolemia
dipertahankan pada 3 (NIC hal 181)
ditingkatkan ke 1 a. Monitor
2. Status Jantung Paru (NOC, suara paru
0414 hal. 527) abnormal
a. Tingkat pernafasan b. Monitor
dipertahankan pada 3 suara jantung
ditingkatkan ke 1 abnormal
b. Irama pernafasan c. Monitor
dipertahankan pada 3 distensi vena
ditingkatkan ke 1 jugularis
c. Urin output dipertahankan d. Edema
pada 3 ditingkatkan ke 1 perifer
3. Status pernafasan (NOC, jugularis
0415 hal. 556)
a. Frekuensi pernafasan
dipertahankan pada 3
ditingkatkan ke 5
b. Irama pernafasan
dipertahankan pada 3
ditingkatkan ke 5
c. Kedalaman inspirasi
dipertahankan pada 3
ditingkatkan ke 5

2 Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Jalan


an pola nafas keperawatan selama 3X24 jam Napas
b.d diharapkan klien dapat memenuhi a. Posisikan
penumpukan kriteria hasil (657): pasien untuk
cairan di paru- 1. Status pernapasan: kepatenan memaksimal
paru jalan nafas normal (NOC, kan ventilasi
0410 hal. 558) b. Lakukan
a. Frekuensi pernafasan fisioterapi
dipertahankan pada 3 dada
ditingkatkan ke 5 sebagaimana
b. Irama pernafasan mestinya
dipertahankan pada 3 c. Motivasi
ditingkatkan ke 5 pasien untuk
c. Kedalaman inspirasi bernafas
dipertahnkan pada 3 pelan, dalam
ditingkatkan ke 5 2. Monitor
2. Status pernafasan: Ventilasi Pernafasan (NIC,
(NOC, 0403 hal. 560) hal 236)
a. Frekuensi pernafasan a. Monitor
dipertahankan pad 3 kecepatan,
ditingkatkan ke 5 iraman,
b. Irama pernafasan kedalaman,
dipertahankan pada 3 dan kesulitan
ditingkatkan ke 5 bernafas
c. Kedalaman pernafasan b. Monitor
dipertahankan pada 3 suara nafas
ditingkatkan ke 5 tambahan
seperti
ngorok atau
mengi
c. Monitor pola
nafas
d. Monitor
saturasi
oksigen

3 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Pengecekan


kerusakan keperawatan selama 2x 24 jam Kulit (Nic, Hal
integritas kulit diharapkan masalah resiko tinggi 311)
b.d gangguan kerusakan integritas kulit dengan a. Amati warna,
sistem kriteria hasil : kehangatan
metabolic 1. Akses hemodialisa (NOC, bengkak,
1105 hal.75) pulsasi,
a. Volume darah mengalir tekstur,
melalui fitstula/shunt edema dan
dipertahankan pada 3 ulseradi pada
ditingkatkan ke 5 ekstremitas
b. Warna kulit area (akses b. Monitor
dialysis) dipertahankan sumber
pada 3 ditingkatkan ke 5 tekanan dan
c. Syhu kulit area akses gesekan
(dialysis) dipertahankan c. Monitor kulit
pada 3 ditingkatkan ke 5 untuk adanya
ruam dan
lecet
2. Pencegahan
Luka Tekan
(Noc, hal 276)
a. Menggunaka
n metode
pengukuran
suhu kulit
yanng tepat
untuk
mengetahui
resiko luka
tekan
b. Dokumentas
i berat badan
pasien setiap
shift
c. Monitor
ketat area
yang
mengalami
kemerahan
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Gagal ginjal adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan
mempertahankan substansi tubuh di bawah kondisi normal. Keadaan dimana ginjal
lambat laun mulai tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik disebut juga dengan
Gagal ginjal kronik (GGK) atau lebih dikenal Cronik kiddney disease (CKD). Dan telah
dibahas klasifikasi gagal ginjal, etiologi gagal ginjal, faktor risiko gagal ginjal,
patofisiologi gagal ginjal, tanda dan gejala gagal ginjal, pemeriksaan penunjang gagal
ginjal, penatalaksanaan medis gagal ginjal, komplikasi gagal ginjal, dan asuhan
keperawatan gagal ginjal.

B. Saran
Sakit dan sehat memang sudah ada yang mengatur. Tetapi kita bias menjauhkan keadaan
sakit itu dengan berusaha untuk tetap prima dan fit agar tubuh kita tetap sehat dengan cara
pola hidup sehat. Jika mengalami keadaan tubuh yang kurang sehat segeralah berobat
untuk mendapatkan tindakan dan pengobatan secara dini sebelum terjadi sakit yang
kronis.
DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, Pudji. 2006. Hemodialisis dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid: 1. Edisi: IV. Penerbit:
FKUI. Jakarta: 579

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC

KDIGO, 2013. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease, Official Jounal of the International Society of Nephrology, Vol. 3:
Issue 1.

National Kidney Foundation. New York, US: NKF; c2016. About Chronic Kidney Disease;
2016

Ekantari, F. 2012. Hubungan antara Lama Hemodialisis dan Faktor Komordibitas dengan
Kematian Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD DR.Moewardi. Jurnal Publikasi, 6.

Anda mungkin juga menyukai