Anda di halaman 1dari 18

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RAWAT JALAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DI RUANGAN HEMODIALISA MELATI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO

PEMBIMBING

Clinical Teacher : Janbonsel Bobaya SPd. M.Kes


Clinical Instruktur : Ns. Nevy J. Panelewen, S.Kep

Disusun Oleh :

Septiarani Marthinu

711440119029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

PRODI DIII KEPERAWATAN

2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal).
(Nursalam, 2006 hal 47).
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak
mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk kelangsungan hidup, yang bersifat
irreversible.(Baradero, Mary. 2008 hal. 124).
   Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible.Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang, dan berat, (Mansjoer, 2007).
CKD adalah kerusakan fatal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan dapat
disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama keadaan ini
selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala CKD tidak selalu
disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal
yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah
penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal.Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
menyebabkan uremia.

B. Etiologi
       Penyakit-penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, Glomerulonefritis kronis,
Pielonefritis, Hipertensi yang tidak dapat dikontrol, Obstruksi traktus urinarius, lesi Herediter
seperti penyakit Polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, (Syamsyir Alam dan Iwan Hadibroto.
2008).
1. Tahapan Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik bekaitan dengan kerusakan nefron dan penurunan progresif GFR.
Tahapan gagal ginjal kronik didasarkan pada kerusakan nefron dan tingkat GFR yang
tersisa dan mencakup:
2. Stadium penurunan cadangan ginjal sekitar 40-75 % nefron tidak berfungsi, laju
glomerulus 40-50 % normal, BUN dan kreatinin serum masih normal dan pasien
asimtomatik.
3.  Stadium ensufiensi ginjal, 75-80 % nefron tidak berfungsi, laju glomerulus 20-40 %
normal, BUN dan kreatinin serum mulai meningkat, anemia ringan dan azotemia ringan
4. Stadium gagal ginjal apabila laju glomerulus 10-20 % normal, BUN dan kreatinin serum
meningkat, anemia , azotemia, dan asidosis metabolik.
5. Penyakit ginjal stadium akhir, laju glomerulus kurang dari 5-10 % lebih dari 85 % nefron
tidak berfungsi.
Stadium gagal ginjal kronik; Tahap cronic kidney disease (CKD) menurut
kidney.org/professionals (2007) dan Kidney.org.uk (2007) adalah:
1. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat, GFR > 90
ml/menit/1,73 m.
2. Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m.
3. Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m.
4. Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m.
5. Tahap V :gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m. Untuk menilai GFR
(Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan
rumus : Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg) 72 x creatinin
serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
C. Anatomi dan Fisiologi
Menurut Pearce dan Wilson (2006), adalah:
1. Anatomi ginjal
Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005), ginjal merupakan organ
berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis.Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati.Katub
atasnya terletak setinggi iga kedua belas.Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi
iga kesebelas.Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar terlindung dari
trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga,
sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.Ginjal kiri yang berukuran
normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas
permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang
berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis.
Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan
peritoneum.Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks
bawah.Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam
ginjal melalui vena renalis.Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali kedalam vena kava inferior. Pada orang dewasa panjang ginjal
adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1
inci) dan beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan
bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk
cekung karena adanya hilus.
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian
yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam.Medulla terbagi-bagi menjadi biji
segitiga yang disebut piramid, piranidpiramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang
disebut kolumna bertini.Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid
membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan ujung pelvis ginjal
yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk
pelvis ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak
nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada setiap
ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron
terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan
diri ke duktus pengumpul.Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus
proksimal.
Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman
dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang
kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel.Sel epitel parielalis berbentuk
gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih besar
dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai
kapiler.Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kakikaki yang dikenal sebagai
pedosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga
terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel.Daerah-daerah yang
terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori-pori.

Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis.Setiap arteri renalis
bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi arteri interlobaris
yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk arteri arkuata yang
melengkung melintasi basis piramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk
arteriolaarteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks, arteri ini
selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yaitu
glomerolus.Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen
yang bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
kapiler peritubular.
Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam jalinan vena
menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai vena kava inferior. Ginjal
dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500
ml/menit).
2. Fisiologi ginjal
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan urin menurut
Syaeifudin (2006).
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu
ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-
ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3 4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari
metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada glomerolus.
Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan di ginjal melalui
glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi
glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus
disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan
kecepatan alirn darah yang melewati glomeruls.Ketika darah berjalan melewati
struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat
sementara molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah.
Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki
tubulus, cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil
lainnya.Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi ulang kedalam
darah.Substansi lainnya diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut
mengalir di sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta
duktus pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali seluruhnya
dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai substansi yang secara
normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam
urine mencakup natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan
asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine,
yaitu :
1) Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah
dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul
besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer).
Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang
tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam
urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus
(urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
3) Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+
dan Cl- dan sekresi H+ dan K+ . Di tempat sudah terbentuk urine yang
sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan
disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. Perbandingan jumlah yang
disaring oleh glomerulus setiap hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan
kedalam urine maka dapat dilihat besar daya selektif sel tubulus:

Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam pengaturan
tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan
pelelepasan reninnya.Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi
pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula
dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas
mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa
memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan renin. Setelah renin
beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil
yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino,
angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya dalam darah tinggi.
Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh
plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru.Angoitensin I kemudian dirubah menjadi
angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paru-
paru.Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola
perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan
merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus pengumpul
selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi
air, dengan demikian volume plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam
peningkan tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.
D. Consep Maps
Terlampir
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005) adalah:
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia,
kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu,
mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan
agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar,
memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan liat,nafas
dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis.
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam
dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis,
peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai kaki
(foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan
otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi, penurunan
libido, kemandulan.
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit, masa
pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan resiko
infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih, hematuria,
proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum kreatinin
(azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Funsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses
kognitif.
F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah:
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadarkalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium
akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. Penatalaksanaan
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal
dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG
sudah menurun sampai 20–30 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak
bermanfaat. 20
2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas
penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat
diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin
serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai
dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan
kalium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia
jantung yang fatal. Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung
kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt. sedangkan pada
natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam
disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah
hiperventilasi glomerulus yaitu :
a. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas
batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara
0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr 21 diantaranya protein nilai biologis tinggi.
Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein
perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan
diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi
masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan
melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan
fosfat karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi
hiperfosfatemia.
b. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko komplikasi pada
kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron
dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain
itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin
(Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan
fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan
anti proteinuri.
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting, karena 40-
45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit komplikasinya pada
kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk 22 pencegahan dan terapi penyakit vaskuler
adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan terapi
pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat
penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi eritropoitin. Pemberian
kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya harus
dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5. Terapi ini
biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
H. Pemeriksaan Penunjang
Memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium darah
- Hematologi (Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, dan Trombosit)
- RFT (Renal Function Test); ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit (klorida, kalium, dan kalsium)
- Koagulasi studi (PTT dan PTTK)
- BGA
2. Urine (urine rutin dan urin khusus; benda keton, analisa kristal batu)
3. Pemeriksaan kardiovaskuler (ECG dan ECO)
4. Radiagnostik (USG abdominal, CT scan abdominal, BNO/IVP, FPA, Renogram, RPG;
retiopielografi)
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD
DI RUANGAN HEMODIALISA MELATI

I. PENGKAJIAN

Hari/Tanggal : Senin, 10 Mei 2021

Jam : 07.55

Nama : Tn. W.R

Tanggal Lahir : 4 maret 1962

Umur : 59 Tahun

No.RM : 495626

1) PRE HEMODIALISIS

Keluhan : Klien mengatakan badan terasa lemas

Keadaan Umum : Baik

Tanda-Tanda Vital : TD : 156/90 mmHg

N : 85 x/m

R : 20 x/m

SB : 36,6 ℃

Berat Badan Sekarang : 62 kg

Berat Badan Lalu : 60 kg

2) CATATAN HEMODIALISIS

Waktu mulai : 07.55

Lama HD : 4 jam

Selesai jam : 11.55

Type dialyzer : FX80


Jenis Acces : Cimino

Antikoagulan : Heparine

UF Goal HD : 2000

3) DATA FOKUS

 Data Subjektif : Klien mengatakan badan masih terasa lemas


 Data Objektif : Klien tampak tenang
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15
Tanda-Tanda Vital :
- TD : 156/90 mmHg
- N : 85 x/m
- R : 20 x/m
- SB : 36,6 ℃

4) TINDAKAN KEPERAWATAN SELAMA HD :

INSIASI

Pukul QB AP VP TMP UFR TD N/RR/SB KET


07.55 200 160 100 80 335 156/90 85/20/36,6 -

08.00 200 160 100 80 335 154/80 88/20/36,5 -

09.00 200 160 100 80 335 150/85 87/19/36,5 -

10.00 200 160 100 80 335 154/90 84/19/36,6 -

TERMINASI

Pukul QB AP VP TMP UFR TD N/RR/SB KET


11.55 200 160 100 80 335 156/90 85/20/36,6 -

II. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: klien mengatakan merasa Penyakit ginjal dan Resiko
lemas kelenjar ketidakseimbangan
cairan
DO:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis

TTV :
TD : 156/90 mmHg
N : 85 x/m
R : 20 x/m
SB : 36,6 ℃

Diagnosa Keperawatan

1. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) d.d penyakit ginjal dan kelenjar

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. (D.0036) Risiko ketidakseimbangan (L.03020) Keseimbangan Cairan (I.03098) Manajemen C
cairan d.d penyakit ginjal dan Setelah dilakukan tindakan - Mo
kelenjar keperawatan diharapkan frek
keseimbangan cairan meningkat - Mo
dengan kriteria hasil : frek
- Tekanan Darah 4 cukup membaik nap
- Mo
teka
- Iden
tand
hipo
III. INTERVENSI KEPERAWATAN

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi


Senin 1. Memonitor Frekuensi Nadi S : Klien mengatakan merasa lemah
10 Mei 2021 Hasil : 85 x/m saat setelah melakukan cuci darah
2. Memonitor Frekuensi Napas
Hasil : R : 20 x/m O : Keadaan Umum : Baik
3. Memonitor Tekanan Darah Kesadaran : Composmentis
Hasil : 156/90 mmHg
4. Mengidentifiasi tanda-tanda hipovolemi TTV :
Hasil : pasien tampak lemas TD : 156/90 mmHg
N : 85 x/m
R : 20 x/m
SB : 36,6 ℃

A : Masalah Risiko
ketidakseimbangan cairan

P : HD rutin 2x seminggu

5) POST HEMODIALISIS

Keluhan : Lemah Badan

Keadaan Umum : Baik

Tanda-Tanda Vital : TD : 156/90 mmHg

N : 85 x/m

R : 20 x/m

SB : 36,6 ℃

Berat Badan Sekarang : 62 kg

Anda mungkin juga menyukai