Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N DENGAN
DIAGNOSA CKD (CHRONIC KIDNEY DESEASE)
DI RUANGAN SEROJA RSUD UNDATA PALU
PROVINSI SULAWESI TENGAH

OLEH
NOFRINCE S.Kep

CI LAHAN CI INSTITUSI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIDYA NUSANTARA PALU
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2019
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Ginjal merupakan organ vital yang sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang
melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, serta
mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstra sel dalam batas-batas normal.Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume
yang sama dengan 20 – 25 % curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90 %
darah yang masuk ke ginjal berada dalam korteks, sedangkan sisanya di
alirkan ke medulla.Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi
sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih
dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke,
penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan
diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan
penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika
sudah terjadi gagal ginjal.Oleh karena itu, upaya yang harus diupayakan
adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal
kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor resiko untuk
penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
b. Rumusan masalah
1. Apakah yangdimaksuddengangagalginjalkronik?
2. Bagaimana etiologi, tandadan gejaladarigagalginjalkronik?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik?
4. Bagaimana komplikasi serta penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik?
5. Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit gagal ginjal kronik?

c. Tujuan
1. Untuk mengetahuidefinisidarigagalginjalkronik
2. Untukmengetahuietiologi, tanda dan gejaladarigagal ginjal kronik
3. Untukmengetahuipatofisiologidaripenyakit gagal ginjal kronik
4. Untukmengetahuikomplikasisertapenantalaksanaandarigagalginjalkronik
5. Untukmengetahuiasuhankeperawatandaripenyakitgagalginjalkronik
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
progresif dan ireversibel, dimana tubuh gagal mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menimbulkan uremia (Brunner,
1996).Pasien dianggap telah masuk dalam stadium gagal ginjal kronik bila
hasil tes kreatinin klien(CCT) kurang dari 25 ml/menit atau
kreatinindarahlebihdari5mg/dl.Berdasarkan hasil tes kreatinin klirens, gagal
ginjal kronik dibagi atas :
1. 100-75 ml/menit disebut cadangan ginjal menurun
2. 75-26 ml/menit disebut gagal ginjal kronik
3. Kurang dari 5 ml/menit disebut gagal ginjal terminal.
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan
ketidakmampuan kembalinya fungsi nefron.Gejala klinis yang serius sering
tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya
70-75% di bawah normal.Bahkan, konsentrasi elektrolit darah relatif normal
dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di kembaikan sampai
jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-25 persen.(Guyton and
Hall, 2014).
Menurut Syamsir (2007) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
kasus penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun
kronis(menahun).Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) terjadi
apabilakedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam
keadaaan yang cocok untuk kelangsungan hidup.Kerusakan pada keduaginjal
bersifat ireversibel.CKD disebabkan oleh berbagai penyakit.Brunnerand
Suddarth (2014) menjelaskan bahwa ketika pasien telah mengalamikerusakan
ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi penggantiginjal secara
terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadiumakhir penyakit
ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal kronis.Ahli
lainmenyatakan bahwa Penyakit ginjal kronis adalah suatu
prosespatofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunanfungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan
gagalginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandaidengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yangmemerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisi
atautransplantasi ginjal (Cynthia Lee Terry,2011)
Dari beberapa pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa gagal
ginjalkronis adalah kerusakan ginjal yang ireversibel sehingga fungsi ginjal
tidakoptimal dan diperkukan terapi yang membantu kinerja ginjal serta
dalambeberapa kondisi diperlukan transplantasi ginjal.

B. Anatomi Fisiologi
Menurut Price dan Wilson (2006), adalah:
1. Anatomi ginjal

Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005), ginjal merupakan


organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga
kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi iga
kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar
terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga
dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh
bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran normal biasanya tidak
teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan
anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang
berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai
kapsula renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen
dan isinya oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut
dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap
ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena
renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali kedalam vena kava inferior. Pada orang dewasa
panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm
(2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar 150 gram.
Permukaan anterior dan posterior katub atas dan bawah serta tepi lateral
ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk cekung
karena adanya hilus.

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi


dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam.
Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid,
piranidpiramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut
kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena
tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron.
Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan
masukke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor
dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis
ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya
sekitar satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur
dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang
mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke
duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari
tubulus proksimal.
Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan
kapsula bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan
nama ruang bowmen atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh
sel-sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk gepeng dan membentuk
bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih besar dan
membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari
rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kakikaki
yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan membrana
basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang
bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara
pedosit biasanya disebut celah pori-pori.
Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap
arteri renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang
tersebut menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan
selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis
piramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk
arteriolaarteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks,
arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada
rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau
glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler
peritubular.
Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam
jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya
mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml
permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).
2. Fisiologi ginjal
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses
pembentukan urin menurut Syaeifudin (2006).
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam
fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi
diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3 4) Mengekresikan
produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan
darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada
glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma
dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Halini
dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate
(GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi
glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan
kecepatan alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika darah berjalan
melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang
kecil akan dibiarkan lewat sementara molekul-molekul besar tetap
bertahan dalam aliran darah.
Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus
dan memasuki tubulus, cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air,
elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi
ini secara selektif diabsobsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya
diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di
sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta
duktus pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain
pelvis ginjal. Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan
diabsorbsi kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat
dalam urine. Berbagai substansi yang secara normal disaring oleh
glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine
mencakup natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum,
kreatinin dan asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses
pembentukan urine, yaitu :
1) Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi
menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garam,
gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)
sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat
ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang
tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-
garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus
proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan
direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder)
dengan kadar urea yang tinggi.
3) Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh
darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi
reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+ . Di
tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak
terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke
tubulus kolektifus ke pelvis renalis. Perbandingan jumlah yang
disaring oleh glomerulus setiap hari dengan jumlah yang biasanya
dikeluarkan kedalam urine maka dapat dilihat besar daya selektif
sel tubulus:

Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan


dalam pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka
sel-sel otot polos meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila tekanan
darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi pelepasan reninnya.
Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula dansa
memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan
aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel-
sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan
pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan
mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen
menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino,
angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya dalam darah
tinggi.
Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung
diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensin I
kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi
yang ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan
tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan
merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan
merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus
pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan
meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang
selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.

C. Etiologi
Di bawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006)
diantaranya adalah penyakit infeksi tubula intestinal, penyakitperadangan,
penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat,gangguan kongenital
dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik,nefropati obsruktif.
Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah:
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronis dan
refluksnefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosismaligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritisnodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,
danasidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan
hiperparatiroidisme,serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri
daribatu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian
bawahyang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali
kongenitalleher vesika urinaria dan uretra.

D. Patofisiologi
Pada saat fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein tidak
dapat dikeluarkan melalui urine dan terakumulasi dalam darah dan terjadi
uremia sehingga mempengaruhi berbagai sistem dalam tubuh. Semakin tinggi
kadar ureum dalam darah gejala yang ditimbulkan semakin berat. Penurunan
laju filtrasi glomerulus semakin meningkatkan kadar ureum dan kreatinin
darah serta menurunkan hasil CCT (Clearence Creatinine Test).Ginjal
cenderung menahan natrium dan air sehingga menimbulkan edema,
hipertensi dan congestive heart failure. Peningkatan tekanan darah terjadi
oleh aktivasi sistem renin-angiotensin dan sekresi aldosteronoleh ginjal.
Pada beberapa pasien terjadi kecenderungan kehilangan natrium
sehingga memungkinkan terjadinya hipotensi dan hipovolemia. Keadaan
muntah dan diare dapat mengurangi produksi sodium dan air yang semakin
memperburuk kondisi uremia.Asidosis metabolik terjadi jika ginjal tidak
mampu mengeluarhan peningkatan jumlah asam (ion H) karena
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengeluarkan amonia dan reabsorbsi
bicarbonate. Tingkat kalsium dan fosfat dalam serum berbanding terbalik
karena menurunnya laju filtrasi glomerulus.Anemia terjadi karena produksi
eritropoeitin oleh ginjal tidak mencukupi, usia sel darah merah yang
memendek, atau kurang nutrisi. Eritropoeitin normal diproduksi oleh ginjal
dan diperlukan oleh sumsum tulang untuk memproduksi sel darahmerah.
Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan produksi sel darah merah dan
menimbulkan anemia sehingga mengakibatkan kelemahan, angina, dan nafas
pendek.Penyakit tulang karena uremia (renal osteo distropy) timbul akibat
perubahan kalsium, fosfat, dan hormon yang tidak seimbang, juga
menurunnya aktivitas metabolisme vitamin D secara berangsur-angsur.
Kadang-kadang proses kalsifikasi dalam tulang mengalami gangguan
sehingga mengakibatkan osteomalasia.Komplikasi neurologis dapat terjadi
karena hipertensi berat, ketidakseimbangan elektrolit, intoksikasi air, efek
obat-obatan serta gagal ginjal itu sendiri. Manifestasi yang timbul bisa berupa
gangguan fungsi mental, perubahan kepribadian dan tingkah laku, kejang dan
koma.
Penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya prosesyang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkanhipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (survivingnephrons)
sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekulvasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinyahiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan kapiler dan aliran darahglomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti olehproses maladaptasi
berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses iniakhirnya diikuti dengan
fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakitdasarnya sudah tidak aktif
lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis reninangiostensin-aldosteron
intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadapterjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas tersebut.Aktivitas jangkapanjang aksis renin-
angiostensin-aldosteron, sebagian diperantarai olehgrowth factor seperti
transforming growth factor β (TGF- β).Beberapa halyang juga dianggap
berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronisadalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.Terdapatvariabilitas interindividual
untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomelurusmaupun
tubulointersitial.Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi
kehilangan dayacadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana basal
LFG (Laju FiltrasiGlomelurus) masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahantapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif, yang ditandaidengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFGsebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapisudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFGsebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah,mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30% pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyataseperti anemia, hipertensi
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkenainfeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran napas, maupun infeksisaluran cerna. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan cairan seperti hipoatau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dankalium. Pada LFG di bawah
15%akan terjadi gejala dan komplikasi yanglebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renalreplacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Padakeadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal (Brunner andSuddarth, 2014).

E. Pathway

F. ManifestasiKlinik
Menurut Suyono (2001) menjelaskan bahwa manifestasi klinis pada
gagalginjal kronik adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pada sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea, vomitus yang berhubungan dengan
ganguanmetabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat
toksin akibatmetabolisme bakteri usus seperti ammonia dan melil
guanidine sertasembabnya mukosa usus.
b. Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air
liurdiubah oleh bakteri dimulut menjadi amoni sehinnga nafas
berbauamonia.
c. Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.

2. Kulit
a. Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan
akibatpenimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksin uremin
danpengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Ekimosis akibat gangguan hematologi.
c. Ure frost :akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
d. Bekas-bekas garukan karena gatal.

3. Sistem Hematologi
a. Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
:berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat
berkurangnyamasa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksin,
defisiensi besi,asam folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang
berkurang,perdarhan, dan fibrosis sumsum tulang akibat
hipertiroidism sekunder.
b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.

4. Sistem saraf dan otot


a. Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya
sehinngaselalu digerakkan.
b. Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar terutama
ditelapak kaki.
c. Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguankonsetrasi,
tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
d. Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama
ekstermitasproksimal.

5. Sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatanaktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal
jantungakibat penimbunan cairan hipertensif.
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolitdan
klasifikasi metastasik.
d. Edema akibat penimbuna cairan.

6. Sistem Endokrin
a. Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-
lakiakibat testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada wanita
timbulgangguan menstruasi, gangguan ovulasi, sampai amenore.
b. Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan
gangguansekresi insulin.
c. Gangguan metabolisme lemak.
d. Gangguan metabolisme vitamin D.

7. Gangguan Sistem Lain


a. Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis,
osteitisfibrosia dan klasifikasi metastasik.
b. Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai hasil
metabolisme.
c. Elektrolit :hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium: urinalisa, urem, creatinin, darah lengkap, elektrolit, protein
(albumin), CCT,analisa gas darah, gula darah.
2. Radiologi : foto polos abdomen, USG ginjal, IVP, RPG, foto thoraks dan
tulang.
3. Biopsi ginjal.
4. ECG untuk mengetahui adanya perubahan irama jantung.

H. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Menurut Smeltzer (2000), komplikasi potensial gagal ginjal kronik
yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
1. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem
renin, angiotensin, aldosteron.
4. Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastro intestinal.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.

I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua
faktor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.
Ada beberapa tahap dalam penatalaksanaan, sebagai berikut :
1. Manajemen terapi
Tujuan dari manajemen adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.Semua faktor yang berkontribusiterhadap
gagal ginjal kronis dan semua faktor yang reversibel diindentifikasi dan
diobati. Manajemen dicapai terutama denganobat obatan dan terapi diet,
meskipun dialisis mungkin juga diperlukanuntuk menurunkan tingkat
produk limbah uremik dalam darah (Brunnerand Suddarth, 2014)
a. Terapi farmakologis
Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian resep anti
hipertensi, eritropoitin, suplemen Fe, suplemen fosfat, dan kalsium
(Brunner and Suddarth, 2014).

2. Antasida
Hyperphosphatemia dan hipokalsemia memerlukan antasid
yangmerupakan zat senyawa alumunium yang mampu mengikat fosfor
padamakanan di dalam saluran pencernaan.Kekhawatiran jangka
panjangtentang potensi toksisitas alumunium dan asosiasi alumunium
tingkattinggi dengan gejala neurologis dan osteomalasia telah
menyebabkanbeberapa dokter untuk meresepkan kalsium karbonat di
tempat dosis tinggiantasid berbasis alumunium.Obat ini mengikat fosfor
dalam saluran ususdan memungkinkan penggunaan dosis antasida yang
lebih kecil.Kalsiumkarbonat dan fosforbinding, keduanya harus di berikan
dengan makananyang efektif.Antasid berbasis magnesium harus dihindari
untuk mencegahkeracunan magnesium (Brunner and Suddarth, 2014).

3. Antihipertensi dan kardiovaskuler agen


Hipertensi dapat dikelola dengan mengontrol volume cairanintravaskular
dan berbagai obat antihipertensi.Gagal jantung dan edemaparu mungkin
juga memerlukan pengobatan dengan pembatasan cairan,diet rendah
natrium, agen diuretik, agen inotropik seperti digitalis ataudobutamin, dan
dialisis.Asidosis metabolik yang disebabkan dari gagalginjal kronis
biasanya tidak menghasilkan gejala dan tidak memerlukanpengobatan,
namun suplemen natrium bikarbonat atau dialisis mungkindiperlukan
untuk mengoreksi asidosis jika hal itu menyebabkan gejala(Brunner and
Suddarth, 2014).

4. Agen antisezure
Kelainan neurologis dapat terjadi, sehingga pasien harus diamati
jikaterdapat kedutan untuk fase awalnya, sakit kepala, delirium, atau
aktivitaskejang.Jika kejang terjadi, onset kejang dicatat bersama dengan
jenis,durasi, dan efek umum pada pasien, dan segera beritahu dosen
segera.Diazepam intravena (valium) atau phenytoin (dilantin) biasanya
diberikanuntuk mengendalikan kejang. Tempat tidur pasien harus
diberikanpengaman agar saat pasien kejang tidak terjatuh dan mengalami
cidera(Brunner and Suddarth, 2014).

5. Eritropoetin
Anemia berhubungan dengan gagal ginjal kronis diobati
denganeritropoetin manusia rekombinan (epogen).Pasien pucat
(hematocrit kurang dari 30%) terdapat gejala nonspesifik seperti malaise,
fatigabilityumum, dan intoleransi aktivitas.Terapi epogen dimulai sejak
hematocrit 33% menjadi 38%, umumnya meredakan gejala
anemia.Epogen diberikanbaik intravena atau subkutan tiga kali
seminggu.Diperlukan 2-6 mingguuntuk meningkatkan hematokrit, oleh
karena itu epogen tidakdiindikasikan untuk pasien yang perlu koreksi
anemia akut.Efek sampingterlihat dengan terapi epogen termasuk
hipertensi (khususnya selama awaltahap pengobatan), penigkatan
pembekuan situs askes vaskular, kejang,dan kelebihan Fe (Brunner and
Suddarth, 2014).

6. Terapi gizi
Intervensi diet pada pasien gagal ginjal kronis cukup kompleks,asupan
cairan dikurangi untuk mengurangi cairan yang tertimbun
dalamtubuh.Asupan natrium juga perlu diperhatikan untuk
menyeimbangkanretensi natrium dalam darah, natrium yang dianjurkan
adalah 40-90 mEq/hari (1-2 gr natrium), dan pembatasan kalium. Pada saat
yang sama,asupan kalori dan asupan vitamin harus adekuat. Protein
dibatasi karenaurea, asam urat, dan asam organik hasil pemecahan
makanan dan proteinmenumpuk dalam darah ketika ada gangguan
pembersihan di ginjal.Pembatasan protein adalah dengan diet yang
mengandung 0,25 gr proteinyang tidak dibatasi kualitasnya per kilogram
berat badan per hari.Tambahan karbohidrat dapat diberikan juga untuk
mencegah pecahanprotein tubuh. Jumlah kebutuhan protein biasanya
dilonggarkan hingga60-80 gr/ hari (1,0 kg per hari) apabila pendrita
mendapatkanpengobatan hemodialisis teratur (Price dan wilson, 2006).
Asupan cairansekitar 500 sampai 600 ml lebih banyak dari output urin
selama 24 jam.Asupan kalori harus adekuat untuk pencegahan
pengeluaran energi berlebih.Vitamin dan suplemen diperlukan kerena diet
protein yangdibatasi.Pasien dialisis juga kemungkinan kehilangan vitamin
yang larutdalam darah saat melakukan hemodialisa (Brunner and
Suddarth, 2014).

7. Terapi dialysis
Hiperkalemi biasanya dicegah dengan memastikan dialisis yangmemadai,
mengeluarkan kalium dan pemantauan seksama terhadap semuaobat
obatan baik peroral maupun intravena. Pasien harus diet rendahkalium.
Kayexalate, resin kation terkadang diberikan peroral jikadiperlukan.Pasien
dengan peningkatan gejala kronis gagal ginjal progresif.Dialisis biasanya
dimulai ketika pasien tidak dapat mempertahankan gayahidup yang wajar
dengan pengobatan konservatif (Brunner and Suddarth,2014).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Riwayat keperawatan.
– Usia.
– Jenis kelamin.
– Berat Badan, Tinggi Badan.
– Riwayat penyakit keluarga
– Riwayat gagal ginjal kronik
b. Pemeriksaan fisik.
1) Aktifitas :
Subjektif : Keletihan, kelemahan, malaise.
Objektif : Kelemahan otot, kehilangan tonus
2) Sirkulasi :
S: – Hipotensi / hipertensi (termasuk hipertensi maligna)
– Eklamsi / hipertensi akibat kehamilan
– Disritmia jantung
O: Nadi lemah / halus, hipertensi : ortostatik (hipovolemia),
nadi kuat, hipervolemia, edema jaringan umum, termasuk
area priorbital, mata kaki, sacrum, pucat, kecenderungan
perdarahan.
3) Eliminasi :
S: Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi
: poliuria (kegagalan dini) atau penurunan frekuensi /
oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan
retensi (inflamasi / obstruksi), infeksi.
O: – Abdomen kembung, diare, konstipasi
– Riwayat batu / kalkuli
4) Makanan / cairan :
S: – Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan
– Mual, muntah, anoreksia, nyeri uluhati
– Penggunaan diuretik
O: Perubahan turgor kulit / kelembaban edema (umum, bagian
bawah)
5) Neurosensori :
S: Sakit kepala, penglihatan kabur
O: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang
pandang, ketidakmampuan berkonsentrasi, hilangnya
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (ozotemia)
ketidakseimbangan elektrolit (asam / basa).
6) Nyeri / kenyamanan :
S: Nyeri tubuh, sakit kepala.
O: Perilaku hati-hati / distraksi, gelisah.
7) Pernafasan :
S: Nafas pendek.
O: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul), nafas amonia, batuk produktif
dengan sputum kental merah muda (edema paru).
8) Keamanan :
S: Adanya reaksi transfusi.
O: – Demam (sepsis, dehidrasi).
– Petekie, area kulit ekimosis.
– Pruritus, kulit kering.
– Fraktur tulang, deposit kalsium, jaringan lunak sendi.
– Keterbatasan gerak sendi.
9) Seksualitas :
O: Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Interaksi sosial :
O: Kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam
keluarga.
11) Penyuluhan pembelajaran :
O: – Riwayat diabetes mellitus keluarga, nefritis herediter
kalkus urinarius.
– Riwayat terpajan toksin : obat, racun lingkungan.
– Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini / berulang.
c. Pemeriksaan diagnostik
Hasil pemeriksaan diagnostik yang perlu diindentifikasi untuk
mendukung menegakkan diagnosa keperawatan, meliputi hasil
pemeriksaan laboratorium urine dan darah serta radiologi, untuk lebih jelas
dapat dibaca pada konsep dasar gagal ginjal kronik.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian


data dikumpulkan maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan
diagnosa keperawatan yang ada pada klien dengan gagal ginjal kronik.
Menurut Doenges (1999), Lynda Juall (1999), dan Suzanne C. Smeltzer
(2001) diagnosa keperawatan pada klien gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsiginjal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake kurang atau pembatasan nutrisi.
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan volume cairan.
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolisme.
6. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan
produksi/sekresi eritropoetin.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia,
penurunan fungsi ginjal.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan tidak mengenal sumber informasi.

C. Perencanaan Keperawatan

Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronik


ditemukan,maka dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-
masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan
tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsiginjal.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Evaluasi :
a) Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati
normal.
b) BB stabil.
c) TTV dalam batas normal.
d) Tidak ada edema.
Intervensi :
a) Awasi denyut jantung TD dan CVP.
b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat..
c) Awasi berat jenis urine.
d) Timbang BB tiap hari dengan alat ukur dan pakaian yang sama.
e) Batasi pemasukan cairan.
f) Kaji kulit, area tergantung edema, evaluasi derajat edema.
g) Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya
gelisah.
h) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : kreatinin, ureum , HB/Ht,
kalium dan natriumserum.
i) Kolaborasi foto dada, berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
j) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : diuretik, anti
hipertensif.
k) Kolaborasi untuk dialisis sesuai indikasi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


pembatasan nutrisi.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi :
a) Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang
diindikasikan oleh situasi individu.
b) Bebas edema.
Intervensi :
a) Kaji/catat pemasukan diet.
b) Beri makan sedikit tapi sering.
c) Berikan pasien daftar makanan atau cairan yang diizinkan dan
dorong terlibat pada pemilihan menu.
d) Timbang BB tiap hari.
e) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium BUN, albumin serum,
transferin, natrium, kalium.
f) Kolaborasi dengan ahli gizi, berikan kalori tinggi rendah protein.
g) Batasi kalsium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi.
h) Berikan obat sesuai indikasi, seperti zat besi, kalsium,
Vitamin D, Vitamin B Komplek, anti emetik.
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan volume cairan.
Tujuan : Curah jantung adekuat.
Kriteria evaluasi :
a) TD dan frekuensi dalam batas normal.
b) Nadi perifer kuat dan waktu pengisian kapiler vaskuler.
c) Dispneu tidak ada.
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema
perifer/kongesti vaskuler dan keluhan dispneu.
b) Kaji adanya/derajat hipertensi : awasi tekanan darah, perhatikan
perubahan posturat.
c) Selidiki keluhan nyeri dada, beratnya (skala 1- 10) dan apakah
tidak mantap dengan inspirasi dalam posisi terlentang.
d) Evaluasi bunyi jantung, tekanan darah, nadi perifer, pengisian
kapiler, kongesti kapiler, suhu dan sensori atau mental.
e) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
f) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : elektrolit, BUN(blood
urea nitrogen), dan rontgen foto dada.
g) Berikan obat antihipertensif, contoh : Prozin (minipres),
captopirl (capoten), klonodin (catapres), hidralazin (apresolinie).

4. Perubahan proses fikir berhubungan dengan akumulasi toksin.


Tujuan : Tingkat mental meningkat
Kriteria evaluasi :
Dapat mengeidentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan
kognitif/defisit memori.
Intervensi :
a) Kaji luarnya gangguan kemampuan berfikir, memori, dan
orientasi.
b) Pastikan dari orang terdekat tingkat mental pasien biasanya.
c) Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.
d) Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televisi,
radio, dan kunjungan.
e) Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang dan
sebagainya.
f) Hadirkan kenyataan secara singkat, ringkas, dan jarang
menantang dan pemikiran tidak logis.
g) Komunikasikan informasi/instruksi dalam kalimat pendek dan
sederhana. Tanyakan pertanyaan ya/tidak, ulangi penjelasan
sesuai kebutuhan.
h) Buat jadwal teratur untuk aktivitas yang diharapkan.
i) Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium( BUN, kreatinin,
elektrolit serum, kadar glukosa, analisa gas darah).
j) Hindaripenggunaan barbiturate dan opiat.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status


metabolik.
Tujuan : Mempertahankan kulit utuh.
Kriteria Evaluasi :
Menunjukkan prilaku/teknik untuk mencegah kerusakan atau
cederakulit.
Intervensi :
a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler.
b) Pertahankan kemerahan, eskoriasi, observasi terhadap ekimosis,
purpura.
c) Pantau masukan cairan dan hidrasi kuli dan membran mukosa.
d) Inspeksi area tergantung terhadap edema.
e) Ubah posisi sering, gerakan pasien dengan berlahan, beri
bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung
siku tumit.
f) Berikan perawatan kulit.
g) Barikan salap atau krim(analin, aquaphor).
h) Pertahanan linen kering dan bebas keriput.
i) Selidiki keluhan gatal.
j) Anjurkan pasienm menggunakan kompres lembab dan dingin
untuk memberikan tekanan pada area pruritus, pertahankan kuku
pendek.
k) Anjurkan menggunakan pakaian katun dan longgar.

6. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan


produksi atau sekresi eritropoetin.
Tujuan : Cederatidakterjadi.
KriteriaEvaluasi :
a) Tidak mengalami tanda atau gejala perdarahan.
b) Mempertahankan atau menunjukkan perbaikan nilai
laboratorium.
Intervensi :
a) Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan.
b) Observasi takikardia, kulit atau membran mukosa pucat, dispneu
dan nyeri dada.
c) Awasi tingkat kesadaran klien.
d) Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk
melakukan tugas.
e) Batasi, contoh vaskuler, kombinasikan tes laboratorium bila
mungkin.
f) Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan,
perdarahan area ekimosis karena trauma kecil, petekia,
pembengkakan sendi atau membran mukosa.
g) Hematemesis sekresi gastrointestinal atau darah feses.
h) Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil
bila mungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah
penyuntikan atau penusukan vaskuler.
i) Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium : jumlah trombosit,
faktor pembekuan darah.
j) Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi contoh sediaan besi,
asam fosfat (folvite), sianokobalamin (betaun), simetidin
(tegamert), ranitidine (zartoc), anatasiad, pelunak feses, laxative
bulk (metamucit).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan
irreversibel, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Penyebab:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif
• Gangguan jaringan penambung
• Gangguan kongenital dan herediter
• Penyakit metabolik
• Nefropati toksik
• Nefropati obstruktif
Tanda dan gejala
Wajah terlihat pucat
Oedema anasarka
Malaise
Nafas terasa sesak
Gatal-gatal
Keluar darah dari hidung
Turgor kulit kering
Rambut kusam dan kemerahan
Tremor
Hipertensi
Komplikasi
• Hiperkalemia
• Asidosis metabolik
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan
tetapi mempunyai beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal,
efek samping obat-obatan imunosupresi dan rejeksi kronik yang belum bisa
diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal ialah menghasilkan rehabilitas
paling baik dibandingkan dialisis.

B. Saran

1. Bagi perawat agar dapat menunjang kebersihan keperawatan maka perlu


memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan kasus retensio
urine.
2. Perawat hendaknya menerapkan asuhan keperawatan dalam melaksanakan
proses keperawatan.
3. Perlu ada kerja sama antara perawat dan pihak keluarga pasien yang baik,
agar intervensi yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik untuk
mengatasi masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC.
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
3. Jakarta : EGC.
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Supartondo. ( 2001 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai