Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM PERKEMIHAN – CKD

Oleh:

Lodiana Mavi Viegas 1490122105


Muhammad Rizal Fadillah 1490122106
Levito Maitale 1490122107
Bernice Hehanussa 1490122108
Nurul Pashiha Firdiani 1490122109
Cindy Claudia Tutuhatunewa 1490122110
Andre Soares Dos Santos 1490122111
Marcella Ester Retraubun 1490122113
Yessica Carolina Panjaitan 1490122143

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XXIX


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
2022
A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. (Setiati, dkk, 2015) menurut (PERNEFRI, 2017), Ginjal
memainkan peran utama dalam mengatur tekanan darah dan menyeimbangkan elektrolit
penting yang menjaga ritme jantung,". Saat ini, frekuensi penyakit ginjal kronis (Chronic
Kidney Disease atau CKD) cenderung terus meningkat setiap tahun di seluruh dunia. Studi
populasi di empat kota yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali yang melibatkan
sekitar 10.000 pasien dengan metode Modification Diet in Renal Disease (MDRD)
menunjukan bahwa prevalensi CKD sebesar 8,9 persen penduduk Indonesia.

Masalah keperawatan yang didapat pada klien CKD ditinjau dari gangguan kebutuhan
dasar yaitu kebutuhan cairan dan elektrolit. Hilangnya jaringan ginjal fungsional merusak
kemampuan untuk mengatur keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa. Kerusakan
filtrasi dan reabsorpsi menyebabkan penumpukan cairan pada tubuh, sehingga tubuh
mengalami kelebihan cairan. Kebutuhan cairan dan elektrolit terganggu pada akhirnya
dalam tidak ditangani dengan baik, pasien dengan Gagal Ginjal Kronik akan mengalami
komplikasi lain seperti menurunkan semua fungsi tubuh dan bisa menyebabkan kematian.
Penatalaksaaan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan mengatasi masalah pada
kebutuhan cairan yang berlebih dengan cara melakukan terapi dengan menggantikan
fungsi ginjal yang sudah rusak, yaitu pembatasan makanan dan minuman untuk
mengurangi cairan dan elektrolit, seperti diit rendah protein, pemberian diuretik, selain itu
bisa dilakukan dengan hemodialisa atau transplantasi pada ginjal.

Pemenuhan kebutahan dasar dan masalah keperawatan ini tidak ditangani maka terjadi
komplikasi. Komplikasi yang sering timbul pada CKD adalah hiperkalimia, perikarditis,
hipertensi, anemia, dan penyakit tulang. Penatalaksanaan untuk mencegah komplikasi dan
mengatasi masalah keperawatan serta terapi untuk menggantikan fungsi ginjal yang telah
rusak yaitu pembatasan makanan untuk mengurangi cairan dan elektrolit, diet rendah
protein (Doengoes, 2012, Nursalam, 2008).

Di masa yang akan datang, penyakit ini di prediksi akan terus bertambah jumlah kliennya
sehingga di butuhkan perawatan yang optimal. Perawat sebagai salah satu tim kesehatan
mempunyai peran sebagi tim asuhan keperawatan pada klien CKD melalui upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dalam upaya promotif perawat berperan
untuk memberikan pendidikan kesehatan sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.
Mengenai cara-cara pencegahan sampai dengan komplikasi dengan membiasakan pola
hidup sehat dengan cara rajin berolah raga dan menghindari minuman beralkohol, rokok
dan zat-zat kimia yang berbahaya. Upaya preventif perawat memberikan perawatan
kepada klien dengan memantau cairan dan elektrolit yang seimbang, dan tanda adanya
perubahan fungsi regulator tubuh serta membatasi cairan klien. Peran perawat dalam
upaya kuratif yaitu berkolaborasi dalam menyiapkan tindakan hemodialisa dan
memberikan obat. Peran perawat dalam upaya rehabilitative yaitu mempertahankan
keadaan klien agar kondisi tidak bertambah berat atau mencegah terjadinya komplikasi
yang tidak diinginkan dengan patuh pada terapi dan pembatasan aktifitaS

A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. (Setiati, et al, 2015)

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap, penyebab glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis),
proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nefritik
(aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doengoes, 2014)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang
tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah
penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
elektrolit, yang meyebabkan komplikasi hipertensi maupun diabetes militus.

B. Anatomi Fisiologis
1. Anatomi
a) Stuktur Ginjal
Ginjal terletak di dinding posterior abdomen, di daerah lumbal, kanan dan kiri
tulang belakang, terbungkus lapisan lemak yang tebal, diluar rongga peritoneum
karena itu ginjal berada di belakang peritoneum. Ginjal kanan memiliki posisi yang
lebih rendah dari ginjal kiri karena terdapat hati yang mengisi rongga abdomen
sebelah kanan dengan panjang masing-masing ginjal 6-7,5 cm dan tebal 1,5-2,5 cm
dengan berat sekitar 140 gram pada dewasa (Pearce, 2013).
b) Bagian – bagian ginjal
Menurut Haryono (2013) ginjal memiliki 3 bagian, yaitu:
a. Kulit ginjal (korteks) yang terdapat nefron sebanyak 1-1,5 juta yang bertugas
menyaring darah karena memiliki kapiler-kapiler darah yang tersusun secara
bergumpal yang disebut glomerulus yang dikelilingi oleh Simpai Bownman,
dan gabungan dari glomerulus dan Simpai Bownman disebut malphigi yang
merupakan tempat terjadinya penyaringan darah (Haryono, 2013).
b. Sumsum ginjal (medula) terdapat piramid renal yang dasarnya menghadap
korteks dan puncaknya (apeks/papilla renis) mengarah ke bagian dalam ginjal.
Diantara bagian piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal
yang menjadi tempat berkumpulnya ribuan pembuluh halus yang mengangkut
urin hasil penyaringan darah dalam badan malphigi setelah diproses yang
merupakan lanjutan dari Simpai Bownman (Haryono, 2013).
c. Rongga ginjal (pelvis renalis) merupakan ujung ureter yang berpangkal di
ginjal, berbentuk corong lebar. Pelvis renalis bercabang menjadi dua atau tiga
yang disebut kaliks mayor yang masing-masing membentuk beberapa kaliks
minor yang menampung urine yang keluar dari papila. Dari kaliks minor urin ke
kaliks mayor lalu ke pelvis renis kemudian ke ureter hingga akhirnya ditampung
di vesika urinaria (Haryono, 2013).
2. Fisiologi

Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan urin
menurut (Syaeifudin, 2006)

a. Fungsi ginjal 
Ginjal  adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam sistem organ
tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan sistem lain dalam
tubuh. Ginjal punya 2 peranan penting yaitu sebagai organ ekresi dan non ekresi.
Sebagai sistem ekresi ginjal bekera sebagai filtrasi senyawa yang sudah tidak
dibutuhkan lagi oleh tubuh seperti urea, natrium dan lain-lain dalam bentuk urine,
maka ginjal juga berfungsi sebagai pembentuk urine.
Selain sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan bekerja
sebagai penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta fungsi hormonal.
Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai peran dalam mengatur tekanan
darah (sistem  renim angiotensin aldosteron), pengatur hormon eritropoesis sebagai
hormon pengaktif sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit. Disamping itu
ginjal juga penyalur hormon dihidroksi kolekalsi feron vitamin D aktif) yang
dibutuhkan dalam absorbsi ion kalsium dalam usus.
b. Proses pembentukan urine
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk dalam ginjal. Darah ini
terdiri dari yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah, kemudian akan
disaring dalam 3 tahap yaitu : filtrasi, reabsorbsi dan ekresi ( Syaifuddin, 2006) :
c. Proses filtrasi
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses aferen lebih
besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian
yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang disaring
disimpan dalam sympai bowmen yang terdiri dari glukosa, air,  natrium klorida,
sulfat, bikardonat, dan lain-lainyang diteruskan ke tubulus ginjal.
d. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, natrium,
klorida, sulfat dan ion bikardonat. Proses terjadi pada tubulus proksimal.
Sedangkan pada tubulus distal terjadi penyerapan kembali natrium, dan ion
bikardonat bila diperlukan. Penyerapannya terjadi secara aktif, dikenal dengan
reabsorbsi fakultolif dan sisanya dialirkan pada papila renalis.
e. Proses ekresi
Sisa dan penyerapan urine yang terjadi pada tubulus dan diteruskan pada piala
ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan masuk ke fesika urineria.

C. Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada
setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). (NIC-NOC
2015)
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non inflamasi pada glomerulus yang
menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan struktur, dan fungsi glomerulus.
(Sudoyo, 2014).
2. Proteinuria
Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari

150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140mg/m2. (Sudoyo, 2010).
3. Penyakit ginjal diabetik
Pada pasien Diabetes, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya
batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis, yang selalu disebut sebagai
penyakit ginjal non diabetik pada pasien diabetes. (Sudoyo, 2010).
4. Amiloidosis ginjal
Adalah penyakit dengan karakteristik penimbunan polimer protein di ekstraseluler dan
gambaran dapat diketahui dengan histokimia dan gambaran ultrastruktur yang khas.
(Sudoyo, 2010)
5. Diabetes militus adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30% klien yang
menerima dialisis.hipertensi adalah penyebab utama ESRD kedua. (Yuli, 2015)
a. Etiologi menurut :Buku ajar “Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
perkemihan” (Yuli, 2015)
b. Obstruksi dan infeksi, Iskemi dan infeksi nefron-nefron ginjal
c. Nefrotik diabetik, angiopati sehingga jaringan ginjal <O2 dan nutrisi.
d. Nefritis hipertensil, vaskularisasi jaringan ginjal kurang.
e. Nefritis lupus, kerusakan jaringan dan nefron ginjal.
f. Eritematosa lupus sistemik
g. Kompleks imun terbentuk di membran basalis yang menyebabkan inflamasi dan
sklerosis dengan glumerulonefritis fokal, lokal, atau difus.
h. Nefrosklerosis hipertensi
i. Hipertensi jangka panjang menyebabkan sklerosis dan penyempitan arteriol ginjal
dan arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah yang menyebabkan
iskemia, kerusakan glomerulus, dan atrifi tubulus.

D. Patofisiologi
Patogenesis ARF tidaklah jelas. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa tubulus yang
rusak tidak dapat menjaga atrium secara normal, yang mengaktifkan sistem renin-
atgiotensin-aldosteron. Efeknya adalah peningkatan tonus arteriol aferen dan eferen untuk
mendistribusikan kembali pasokan vaskular ginjal. Iskemia yang terjadi dapat disebabkan
oleh peningkatan vasopresin, pembengkakan selular, pencegahan sintesis prostaglandin,
dan simulasi sistem renin-angiotensin lebih jauh. Menurunnya aliran darah dapat
menurunkan tekanan glomelurus, GFR, dan aliran tubular; oleh karena itu terjadi oliguria.

Teori lain menyatakan bahwa pecahan sel dan protein dalam tubulus membuat lumen
obstruksi, sehingga meningkatkan tekanan intrabular. Meningkatnya tekanan onkotik
melawan tekanan filtrasi sampai filtrasi glomelurus berhenti. Sebuah teori biokimia
mengklaim bahwa menurunnya aliran darah ginjal memicu terjadinya penurunan
pengiriman oksigen ke tubulus proksimal; hal ini mengakibatkan penurunan ATP dalam
sel, sehingga meningkatkan konsentrasi kalsium dalam sitosol dan mitokondria. Proses ini
mengakibatkan kematian sel dan nekrosis tubulus. Nefropati vasomotor, yang
menyebabkan spasme kapiler peritubulus, dapat mengakibatkan kerusakan tubulus.
Kemungkinan mekanisme patogenesis lainnya meliputi kebocoran filtrasi urine sepanjang
tubulus yang rusak kembali ke kapiler peritubulus serta perubahan kimia atau morfologis
pada membran basal di kapiler glomerulus, sehingga menurunkan filtrasi nefron.
Keterbalikan mekanisme ini bergabung pada kadar kerusakan membran basal.

Patogenesis ESRD melibatkan deteriorasi dan kerusakan nefron dengan kehilangan


bertahap fungsi ginjal. Oleh karena GFR total menurun dan klirens menurun, maka kadar
serum ureum nitrogen dan keratinin meningkat. Menyisakan nefron hipertrofi yang
berfungsi karena harus menyaring larutan yang lebih besar. Konsekuensinya adalah ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mengonsentrasikan urine dengan memadai. Untuk terus
mengeksresikan larutan, sejumlah besar urine encer dapat keluar, yang membuat klien
rentan terhadap deplesi cairan. Tubulus perlahan-lahan kehilangan kemampuannya untuk
menyerap kembali elektrolit. Kadang kala akibatnya adalah pengeluaran garam, di masa
urine berisi sejumlah besar natrium, yang mengakibatkan poliuria berlebih.

Oleh karena gagal ginjal berkembang dan jumlah nefron yang berfungsi menurun, GFR
total menurun lebih jauh. Dengan demikian tubuh menjadi tidak mampu membebaskan
diri dari kelebihan air, garam, dan produk sisa lainnya melalui ginjal. Ketika GFR kurang
dari 10 sampai 20ml/menit, efek toksin uremia pada tubuh menjadi bukti, jika penyakit
tidak diobati dengan dialisis atau transpantasi, hasil ESRD adalah uremia dan kematian.

F. Manisfestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic Kidney Disease
(CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan sejumlah tanda
dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala klien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut:

1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi.
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku.
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
7. Manifestasi Reproduktif Amenore dan atrofi testikuler.
G. Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah :

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

H. Penataksanaan

Klien CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan derajat
penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut (Sudoyo, 2015),
sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.


2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
3. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Penatalaksanaa kolaboratif
1. Diuretik kuat untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
2. Glikosida jantung untuk memobilisasi cairan yang menyebabkan edema.
3. Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengobati osteodistropi ginjal dengan
mengikat fosfat dan menambah kalsium.
4. Anthi hipertensi (ACE inhibitor) untuk mengontrol tekanan darah dan edema.
5. Famotidin dan ranitidin untuk mengurangi iritasi lambung.
6. Suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk anemia.
7. Eritropoitin sintetik untuk menstimulus sumsum tulang, memproduksi sel darah
merah.
8. Suplemen besi, estrogen konjugata, dan desmopresin untuk melawan efek
hematologik.
9. Terapi dialysis (pengganti ginjal)
Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan uremik dari tubuh
bila ginjal tidak mampu melakukanya.juga dapat digunakan untuk mengobati klien
dengan edema yang tidak meresponpengobatan lain, hepatic, hiperkalemia,
hiperkalsemia, hipertensi, dan dialysis peritonial, untuk menggantikan ginjal yang
tidak berfungsi.
Pathway
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. Merumuskan masalah keperawatan dengan pendekatan SDKI
(PPNI, 2016), yaitu dengan Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi. Tujuan
dari diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga atau komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa
keperawatan dalam masalah ini adalah nausea. Nausea adalah perasaan tidak nyaman
pada bagian belakang tenggorokan atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah
(Tim Pokja SDKI, 2016).

J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

A. Biodata

1) Identitas Klien
Identitas klien berisi Biodata seperti Nama,Tempat tanggal lahir,umur,jenis
kelamin,agama,suku bangsa Alamat,Tanggal Masuk RS,Tanggal Pengkajian
2) Identitas Penanggung Jawab
Berisi tentang Nama Penanggung Jawab,Tempat tanggal lahir, Alamat, Hubungan
dengan pasien,
B. Riwayat Kesehatan Klien
1. Keluhan Utama
Penyabab pasien dirawata misalkan keluhan utama Edem tungkai kaki dibagian kaki
kiri. Keluhan yang sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada
anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulsi-ventilasi,
anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea,dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolism/ toksin
dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi (Eko prabowo dan Andi eka
pranata, 2014 dalam Nurfriyatna, 2017).
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan gagal ginjal kronis terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan system ventilasi seperti
pernapasan kussmaul, fatigue, perubahan fisiologi kulit seperti pruritus dan area
ekimosis pada kulit, serta bau urea pada napas. Selain itu, karena berdampak pada
proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksia, nausea
dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi (Eko prabowo dan
Andi eka pranata, 2014 dalam Nurfriyatna, 2017).
3. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Biasanya ada riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan
(overdosis) khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang
mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu ada beberapa penyakit yang langsung
mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, dan batu
saluran kemih (urolithiasis) (Eko prabowo dan Andi eka pranata, 2014 dalam
Nurfriyatna, 2017).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Gagal ginjal kronik bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga
tidak terlalu berdampak pada penyakit ini.Namun pencetus sekunder seperti DM dan
Hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena
penyakit tersebut bersifat herediter.Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika
ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit ) (Eko prabowo dan
Andi eka pranata, 2014 dalam Nurfriyatna, 2017).
5. Genogram
C. Pola Aktivitas Sehari-hari

1. Pola Nutrisi Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect).Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.

2. Pola Eliminasi Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan urin output
< 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output).

3. Pola Aktivitas / istirahat Klien mengalami penurunan tingkat kesadaran dan keadaan umum
yang lemah.Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, keram otot, defosit fosfat kalsium
dan keterbatasan gerak sendi serta menyebabkan keletihan, kelemahan, malaise, dan aktivitas
fisik rendah.

4. Riwayat Psikososial Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi
pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa.
Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga
dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan sehingga klien mengalami
kecemasan (Nurfriyatna, 2017).

D. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien sakit sedang, Kesadaran klien Compos mentis, apakah
terdapat pembesaran kelenjar getah bening, berat badan klien , tinggi badan,
tekanan darah klien , RR ,Suhu
1) Pemeriksaan Fisik Persistem
a) Sistem penglihatan
Mengkaji apakah Sistem penglihatan klien baik atau tidak ,apakah terdapat
tanda – tanda radang, tidak ada kelainan otot-otot mata, pupil bereaksi
terhadap rangsang cahaya, posisi mata simetris, kelopak mata normal,
pergerakan bola mata normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sklera
ikterik, pupil isokor.
b) Sistem pendengaran
Mengkaji apakah fungungsi pendengaran klien, penggunaan alat bantu dengar
dan tidak mempunyai gangguan keseimbangan, daun telinga, ada serumen, dan
tidak ada perasaan di telinga.
c) Sistem pernafasan
Mengkaji apakah Jalan nafas klien , apakah terdapat sesak klien sesak sedikit,
tidak menggunakan otot bantu nafas, frekuensi nafas klien (x/menit), irama
nafas, kedalaman nafas, ada/tidak ada batuk, ada/tidak ada sputum, suara nafas
vesicular/tidak, ada/tidak ada nyeri saat bernafas.
d) Sistem kardiovaskular
Frekuensi nadi (x/menit) dengan irama teratur/tidak, tekanan darah, ada/tidak
ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat atau dingin, warna kulit
pucat/tidak, pengisian CRT <2 detik, ada/tidak ada odem.
e) Sistem saraf pusat
Keluhan sakit kepala, tingkat kesadaran, nilai GCS E: 4, M: 6, V: 5 total 15,
tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, pemeriksaan reflek fisiologis normal
dan reflek patologis tidak.
f) Sistem pencernaan
Ada/tidak ada karies gigi, menggunakan/tidak gigi palsu, tidak ada/ada
stomatitis di rongga mulut, bibir lembab/tidak ,klien muntah/tidak, abdomen
kembung/tidak , frekuensi bising usus.
g) Sistem endokrin
Tidak ada/ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada/ada luka gangren.
h) Sistem urologi
Jumlah Intake dan Output, tidak ada/ada perubahan pola kemih, warna BAK,
tidak ada/ada ketegangan kandung kemih, tidak ada/ada keluhan sakit
pinggang, tidak ada/ada nyeri.
i) Sistem integumen
Turgor kulit baik/tidak , temperatur kulit, warna kulit, keadaan kulit baik/tidak,
tidak ada/ada kelainan kulit, kulit kering dan gatal-gatal/tidak , pemeriksaan
lab ureum dan kreatinin.
j) Sistem muskuloskeletal
Tidak ada/ada kesulitan dalam pergerakan, tidak merasa/merasa sakit pada
tulang sendi dan kulit, tidak ada/ada fraktur, tidak ada/ada kelainan bentuk dan
struktur tulang belakang, menggunakan/tidak menggunakan alat bantu.
2) Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a) Kepala
(1)Inspeksi : Biasanya ditemukan normachepal, rambut tipis dan kasar
(2) Palpasi : Biasanya tidak ditemukan benjolan
c) Wajah
(1) Inspeksi : Biasanya ditemukan edema
(2) Palpasi : Biasanya ditemukan pitting edema (+)
d) Mata
(1)Inspeksi : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis
e) Telinga
(1) Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan lesi
f) Hidung
(1) Inspeksi : Biasanya ditemukan klien bernapas dengan bau urine (fetor
uremik) dan pernapasan kusmaul.
g) Mulut
(1)Inspeksi : Biasanya ditemukan klien dengan bau mulut ammonia, dan
peradangan mukosa mulut.
h) Leher
(1)Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan pembengkakan
(2)Palpasi : Biasanya ditemukan distensi vena jugularis
i) Thoraks
Paru
(1) Inspeksi : Biasanya terdapat tarikan dinding dada
(2) Palpasi : Biasanya premitus kiri dan kanan sama
(3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi pekak
(4) Auskultasi : Biasanya terdengar crackles
Jantung
(1) Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak tampak
(2) Palpasi : Biasanya nadi meningkat
(3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi pekak
(4) Auskultasi : Biasanya ditemukan gangguan irama jantung, friction rub
j) Abdomen
(1) Inspeksi : Biasanya ditemukan asites
(2) Palpasi : Biasanya ditemukan distensi abdomen
(3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi timpani
(4) Auskultasi : Biasanya bising usus normal
k) Ekstremitas :
(1) Inspeksi : Biasanya ditemukan edema ,ptekie, area ekimosis pada kulit.
(2) Palpasi : Biasanya ditemukan pitting edema (+) (Nurfriyatna, 2017).

E. Data Penunjang

Pemeriksaan Penunjang berisi Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hematologi rutin :

1. Hb,

2. Leukosit,

3. Trobosit,Eritrosit,

4. MCV/VER,

5. MCH/HER,

6. MCHC/AHER,
Pemeriksaan Kimia Klinik

1. Glukosa Sewaktu,

2. Ureum darah,

3. Kreatinin darah,Elektrolit

Sedangkan menurut Nurfriyatna (2017) data penunjang yang biasanya dilakukan


pada pasien Gagal Ginjal Kronis adalah sebagai berikut.

1. Laju Endap Darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia, anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.

2. Ureum dan kreatinin : meninggi, perbandingan antara ureum dan kreatinin


kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih. Perbandingan ini akan berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada
diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.

3. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. Natrium normal; 135-145


mEq/lt. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis. Dilihat dari hasil tes, kadar potassium > 5 mEq/L. Kalium
normal dalam tubuh; 3,5-5,3 mEq/lt.

4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis


vitamin D3 pada GGK. Ureum dan kreatinin : meninggi, perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh
karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid,
dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini akan berkurang : ureum lebih
kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang
menurun.

5. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. Natrium normal; 135-145


mEq/lt. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis. Dilihat dari hasil tes, kadar potassium > 5 mEq/L. Kalium
normal dalam tubuh; 3,5-5,3 mEq/lt.

6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis


vitamin D3 pada GGK. Kalsium normal dalam tubuh 4-5 mEq/lt, fosfat normal
dalam tubuh 2,5-4,5 mEq/L dalam serum darah. Phosphate alkaline : meninggi
akibat gangguang metabolism tulang, terutama isoenzim fosfate lindi tulang.

7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia; umumnya disebkan gangguan


metabolisme dan diet rendah protein.

Penatalaksanaan terapi :
1. Terapi injeksi

F. Analisa Data
Menurut Setiawan (2012), Analisis data merupakan metode yang dilakukan perawat
untuk mengkaitkan data klien serta menghubungkan data tersebut dengan konsep teori
dan prinsip yang relevan keperawatan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan pasien dan keperawatan pasien.
Dx Keperawatan Data Etiologi
Hipervolemia Gejala dan Tanda Mayor Gangguan mekanisme
Subjektif regulasi
1. Ortopnea
2. Dispenea
3. Paroxysmal nocturnal
dyspnea (PND)

Objektif
1. Ederma anasarka dan/atau
ederma perifer
2. Berat badan meningkat
dalam waktu singkat
3. Jugular Venous Pressure
(JVP) dan/atau Cental
Venous Pressure (CVP)
meningkat
4. Refleks hepatojugular
positif
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
1. Ditensi vena jugularis
2. Terdengar suara nafas
tembahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari
output (balans cairan
positif)
7. Kongesti paru
Kondisi Klinis Terkait
1. Penyakit ginjal : gagal
ginjal akut/kronis,
sindrome nefrotik (SDKI,
2016:62).
Intoleransi Aktivitas Gejala dan Tanda Mayor Ketidakseimbangan antara
Subjektif suplai dan kebutuhan
1. Mengeluh lelah oksigen
Objektif
1. frekuensi jantung
meningkat >20% dari
kondisi sehat

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Dispnea saat/setelah
aktivitas
2. Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi
istirahat
2. Gambaran EKG
menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukan iskemia
4. Sianosis

Kondisi Klinis Terkait


1. Anemia (SDKI,
2016:128).
Perfusi Perifer Tidak Gejala dan Tanda Mayor – Penurunan Konsentrasi
Efektif Subjektif : (Tidak tersedia). hemoglobin
Gejala dan Tanda Mayor –
Objektif :
1. Pengisian kapiler >3 detik.
2. Nadi perifer menurun atau
tidak teraba.
3. Akral teraba dingin.
4. Warga kulit pucat.
5. Turgor kulit menurun.

Gejala dan Tanda Minor –


Subjektif :
1. Parastesia.
2. Nyeri ekstremitas
(klaudikasi intermiten).

Gejala dan Tanda Minor –


Objektif:
1. Edema.
2. Penyembuhan luka
lambat.
3. Indeks ankle-brachial <
0,90.
4. Bruit femoral.

Kondisi Klinis Terkait.


1. Anemia (SDKI, 2016:37).
Penurunan Curah Gejalan dan Tanda Mayor Perubahan
Jantung Subjektif : preload/afterload
1. Perubahan irama jantung :
Palpitasi.
2. Perubahan preload : lelah.
3. Perubahan afterload : Dispnea.
4. Perubahan kontraktilitas :
Paroxysmal nocturnal dyspnea
(PND); Ortopnea; Batuk.

Gejalan dan Tanda Mayor


Subjektif :
1. Perubahan irama jantung :
– Bradikardial / Takikardi
a.
– Gambaran EKG aritmia
atau gangguan konduksi.
2. Perubahan preload :
– Edema,
– Distensi vena jugularis,
– Central venous pressure
(CVP)
meningkat/menurun,
– Hepatomegali.
3. Perubahan afterload.
– Tekanan darah
meningkat / menurun.
– Nadi perifer teraba
lemah.
– Capillary refill time > 3
detik
– Oliguria.
– Warna kulit pucat dan /
atau sianosis.
4. Perubahan kontraktilitas 
– Terdengar suara jantung
S3 dan /atau S4.
– Ejection fraction (EF)
menurun (SDKI, 2016:34).
Gangguan Pertukaran Gejalan dan Tanda Mayor – Ketidakseimbangan
Gas Subjektif :  ventilasi-perfusi
1. Dispnea.
Gejalan dan Tanda Mayor –
Objektif :
1. PCO2 meningkat / menurun.
2. PO2 menurun.
3. Takikardia.
4. pH arteri meningkat/menurun.
5. Bunyi napas tambahan.

GEJALA dan TANDA MINOR


– Subjektif :
1. Pusing.
2. Penglihatan kabur
GEJALA dan TANDA MINOR
– Objektif :
1. Sianosis.
2. Diaforesis.
3. Gelisah.
4. Napas cuping hidung.
5. Pola napas abnormal (cepat /
lambat, regular/iregular,
dalam/dangkal).
6. Warna kulit abnormal (mis.
pucat, kebiruan).
7. Kesadaran menurun (SDKI,
2016:22).

H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial.

1. Hipervolemia
2. Intoleransi Aktivitas
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif
4. Penurunan Curah Jantung
5. Gangguan Pertukaran Gas
I. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Manajemen Hipervolemia
jam maka Keseimbangan Cairan meningkat, dengan Observasi
kriteria hasil : a. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
1. Asupan cairan meningkat (edema, dispnea, suara napas tambahan)
2. Keluaran urine meningkat b. Monitor intake dan output cairan
3. Edema menurun c. Monitor status hemodinamik (mis.
4. Tekanan darah membaik frekuensi jantung, tekanan darah, MAP,
5. Turgor kulit membaik (SLKI, 2018:41) CVP,PAP), jika tersedia
Terapeutik
a. Batasi asupan cairan dan garam
b. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
Edukasi
a. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
b. Anjurkan melapor jika BB bertambah
>1kg dalam sehari
Kolaborasi
a. Kolaborasai pemberian diuretic
b. Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat deuretik
c. Kolaborasi pemberian continuous renal
replecement therapy (CRRT), jika perlu
(SIKI, 2018:182)

Pemantauan Cairan
Observasi
a. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b. Monitor frekuensi napas
c. Monitor tekanan darah
d. Identifikasi tanda-tanda hypervolemia
(mis. dispnea, edema perifer, JVP
meningkat, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
Terapeutik
a. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
(SIKI, 2018:238)
2. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Manajemen Energi
jam maka Toleransi Aktivitas meningkat, dengan Observasi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kriteria hasil:
mengakibatkan kelelahan
1. Saturasi oksigen meningkat
b. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
2. Frekuensi nadi meningkat
selama melakukan aktivtas
3. Dispnea saat beraktifitas dan setelah beraktifitas
Terapeutik
menurun (16-20 kali/menit)
a. Sediakan lingkungan yang nyaman
4. Tekanan darah membaik
b. Berikan aktivitas distraksi yang
5. Frekuensi napas membaik (SLKI, 2018:149)
menenangkan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivtas secara
bertahap
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan (SIKI,
2018:176)

3. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x8 Perawatan sirkulasi
jam maka Perfusi Perifer meningkat, dengan kriteria
hasil: Observasi
1. Denyut nadi perifer meningkat a. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
2. Edema perifer menurun perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
3. Pengisian kapiler membaik suhu)
4. Tekanan darah sistolik membaik b. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
5. Tekanan darah diastolik membaik (SLKI, bengkak pada ekstremitas
2018:84) c. Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi (mis. diabetes, perokok,
orangtua, hipertensi, dan kadar kolesterol
tinggi)
Terapeutik
a. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
b. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
c. Lakukan pencegahan infeksi
d. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
a. Anjurkan berolahraga rutin
b. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
c. Anjurkan meminum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
d. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu (SIKI, 2018:345)

Pengaturan Posisi
Observasi
a. Monitor status oksigenasi sebelum dan
sesudah mengubah posisi
Terapeutik
a. Atur posisi untuk mengurangi sesak, (mis.
semi-fowler)
b. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
c. Berikan bantal yang tepat pada leher
Edukasi
a. Informasikan saat akan dilakukan
perubahan posisi

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian premedikasi
sebelum mengubah posisi, jika perlu
(SIKI, 2018:293)
4. Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x8 Perawatan Jantung
jam maka diharapkan Curah Jantung meningkat, Observasi
dengan kriteria hasil: a. Identifikasi tanda dan gejala primer
1. Edema menurun penurunan curah jantung (mis. Dispnea,
2. Oliguria menurun kelelahan)
3. Tekanan darah membaik b. Monitor tekanan darah
4. Capillary refill time (CRT) membaik (SLKI, c. Monitor saturasi oksigen
2018:20)
Terapeutik
a. Posisikan semi-fowler atau fowler
b. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%

Edukasi
a. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
b. Ajarakan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
b. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
(SIKI, 2018:317)
5. Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Pemantauan respirasi
jam maka diharapkan Pertukaran Gas meningkat, Observasi
dengan kriteria hasil : a. Monitor frekuensi, irama,
1. Dispnea menurun kedalaman dan upaya napas
2. Pola napas membaik b. Monitor pola napas
3. Takikardia membaik (SLKI, 2018:94) c. Monitor saturasi oksigen
d. Monitor nilai AGD
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu (SDKI, 2018:247)
Terapi Oksigen
Observasi
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
Terapeutik
a. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
b. Berikan oksigen tambahan,jika perlu
Edukasi
a. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Terapeutik
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur (SIKI, 2018:430)
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC.

Haryono Rudi (2013) Keperawatan Medikal Bedah (sistem perkemihan) Edisi 1,


Yogyakarta. Rapha Publishing

LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5.
Alih bahasa: Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC. Litbang.
(2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Litbang.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Medical Record RSIJ Cempaka Putih. (2016). Data Pasien CKD yang Di Rawat
Inap 3 Bulan Terakhir. Jakarta: tidak di publikasi

Potter, P. A & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, dan Praktik, Alih bahasa: Renata Komalasari. Jakarta: EGC
PPNI.(2016).SDKI ed 1.Jakarta:DPP PPNI
PPNI.(2018).SIKI ed 1.Jakarta:DPP PPNI
PPNI.(2018).SLKI ed 1.Jakarta:DPP PPNI
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2010.

Setiati, (2015). Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID II. Jakarta 47
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &Suddarth. Edisi 12. Alih bahasa: Devi Yulianti, Amelia
Kimin. Jakarta:EGC.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC. 2014.
Utami,Nurfriyatna.(2017).”Asuhan Keperawatan Gangguan Keseimbangan Cairan Dan
Elektrolit Pada Pasien Chronic Kidney Disease (Ckd) Di Ruang Rawat Penyakit
Dalam Rsup Dr. M. Djamil Padang”.Karya Tulis Ilmiah.Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang.

Anda mungkin juga menyukai