Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Oleh:

AYUVIE PUTRI ISLAMI

2130282061

DOSEN PEMBIMBING CI KLINIK

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TP. 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. KONSEP DASAR CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


1. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible,
pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis
atau transplantasi ginjal. (Suwitra, 2014)
Secara definisi, gagal ginjal kronis (GGK) disebut juga sebagai Chronic
Kidney Disease (CKD). Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal ginjal stadium
akhir adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan serta elektrolit sehingga menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2013).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) . (Nuari dan Widayati, 2017)

2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi
Ginjal adalah dua buah organ berbentuk menyerupai kacang merah yang
berada di kedua sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya dibawah tulang rusuk
manusia. Ginjal sering disebut bawah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan
letaknya di sebelah belakang rongga perut, kanan kiri dari tulang punggung.
Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.
Setiap ginjal panjangnya 12-13 cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa
beratnya kira-kira 140 gram. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan
keluar pada hilus (sisi dalam). Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar
suprarenalis (Irianto, 2013).
Struktur ginjal dilengkapi selaput membungkusnya dan membentuk
pembungkus yang halus.Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal.Terdiri7
atas bagian korteks dari sebelah luar dan bagian medula di sebelah dalam. Bagian
medula ini tersusun atas 15 sampai 16 massa berbentuk piramida yang disebut
piramis ginjał. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilus dan berakhir di
kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Irianto, 2013).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true capsule) ginjal melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsul
fibrosa terdapat jaringan lemak yang bagian luarnya dibatasi oleh fasia gerota.
Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul gerota terdapat rongga perirenal. Di
sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau
disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Di sebelah posterior,
ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI
dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal.
Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh limpa, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Basuki, 2011).

b. Fisiologi
Mekanisme utama nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan
plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki tubuh melalui
penyaringan/difiltrasi di glomerulus dan zat-zat yang dikehendaki tubuh
direabsropsi di tubulus.Sedangkan mekanisme kedua nefron adalah dengan
sekresi (prostaglandin oleh sel dinding duktus koligentes dan prostasiklin oleh
arteriol dan glomerulus). Beberapa fungsi ginjal adalah sebagai berikut
(Syaifuddin, 2011):
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin
yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urin yang diekskresikan jumlahnya berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relatif normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam yang
berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan muntah-muntah, ginjal akan
meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting misalnya Na, K, Cl, Ca, dan
fosfat.
3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makan (mixed diet)
akan menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari enam. Hal
ini disebabkan oleh hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan
sayur-sayuran, urin akan bersifat basa, pH urin bervariasi antara 4,8 sampai
8,2. Ginjal mengekskresikan urin sesuai dengan perubahan pH darah.
4) Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, kreatinin, dan asam urat)
Nitrogen nonprotein meliputi urea, kreatinin, dan asam urat. Nitrogen
dan urea dalam darah merupakan hasil metabolisme protein.Jumlah ureum
yang difiltrasi tergantung pada asupan protein. Kreatinin merupakan hasil
akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang
hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama.
Peningkatan kadar ureum dan kreatinin yang meningkat disebut azotemia
(zat nitrogen dalam darah). Sekitar 75% asam urat diekskresikan oleh ginjal,
sehingga jika terjadi peningkatan konsentrasi asam urat serum akan
membentuk kristal-kristal penyumbat pada ginjal yang dapat menyebabkan
gagal ginjal akut atau kronik.
5) Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal mengekskresikan hormon renin yang mempunyai peranan
penting dalam mengatur tekanan darah (system rennin-angiotensis-
aldesteron), yaitu untuk memproses pembentukan sel darah merah
(eritropoesis). Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi
kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium
di usus
6) Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan,
atau zat kimia asing lain dari tubuh.

3. ETIOLOGI
Menurut Prabowo (2014) Gagal Ginjal kronis sering menjadi penyakit
kompliksi dari penyakit lainya, sehingga merupakan penyakit sekunder atau
secondary illness. Penyebab yang sering ditemukan adalah hipertensi dan diabetes
militus. Selain itu, ada beberapa penyebab lain gagal ginjal kronis seperti :
a. Penyakit glomerular kronis ( glomerulonephritis)
b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)
d. Peyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)
e. Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
f. Penyakit kolagen (systemic lupus erythematosus)
g. Obat-obatan nefrotik (aminoglikosida)

4. PATOFISIOLOGI
Kondisi gagal ginjal disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre renal, renal
dan post renal. Pre renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah ke ginjal
mengalami penurunan. Kondisis ini dipicu oleh hypovolemia, vasokontriksi dan
penurunan cardiac output. Dengan adanya kondisi ini maka GRF (Glomerular
Filtation Rate) akan mengalami penurunan dan meningkatnya reabsorbsi tubular.
Untuk faktor renal berkaitan dengan adanya kerusakan pada jaringan parenkin
ginjal.Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun penyakit-penyakit pada ginjal itu
sendiri. Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada
saluran kemih, sehingga akan timbul stagnasi bahkan adanya refluks urine flow
pada ginjal. Dengan demikian beban tahanan/resistensi ginjal akan meningkat dan
akhir mengalami kegagalan (Prabowo & Pranata, 2014).
Gagal ginjal terjadi setelah berbagi macam penyakit yang merusak massa
nefron ginjal yang mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/Glomerular Filtration ate
(GFR) menurun. Dimana perjalanan klinis gagal ginjal kronik dibagi dalam
tiga stadium. Pertama, menurunnya cadangan ginjal, Glomerular Filtration Rate
(GRF) dapat menurun hingga 25% dari normal. Kedua, insufisiensi ginjal, pada
keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR 10% sampai 25% dari
normal, kadar keratin serum dan BUN sedikit meningkat di atas normal. Ketiga,
penyakit ginjal stadium akhir/End Stage Renal Disease (ESRD) atau sindrom
uremik, yang ditandai dengan GFR kurang dari 5 atau 10 ml/menit, kadar serum
keratin dan BUN meningka tajam. Terjadi kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memengaruhi setiap sistem dalam
tubuh (Price & Wilson, 2015).

5. KLASIFIKASI
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat
ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
a. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat
>90ml/menit/1,73 m2
b. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60-89
ml/menit/1,73 m2
c. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59
ml/menit/1,73 m2
d. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15-
l/menit/1,73 m2.
e. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.

6. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronik :
a. Gangguan cairan dan elektrolit
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal menjadi tidak
mampu mengatur cairan, elektrolit dan sekresi hormon, sehingga dapat terjadi
hipernatremia dan hiponatremia, hiperkalemia dan hipokalemia, asidosis
metabolik, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan yang amat memberatkan pada seseorang yang
mengalami penyakit ginjal kronik. Hipertensi mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, selain juga progresivitas penurunan
fungsi ginjal yang terus berlangsung. Sering ditemukan dan dapat diakibatkan
oleh meningkatnya produksi renin dan angiotensin, atau akibat kelebihan volume
yang disebabkan oleh retensi garam dan air. Keadaan ini dapat mencetuskan
gagal jantung dan mempercepat kemerosotan GFR bila tidak dikendalikan dengan
baik.
c. Kelainan Kardiopulmoner
Gagal jantung kongestif dan edema paru-paru terjadi akibat kelebihan volume.
Aritmia janung dapat terjadi akibat hiperkalemia. Perikarditis uremia mungkin
terjadi pada penderita uremia dan juga dapat muncul pada pasien yang sudah
mendapat dialisis.
d. Anemia
Anemia terutama terjadi akibat menurunnya sintesis eritropoietin pada ginjal.
Sediaan apus darah tepi mengungkapan anemia normokromik, normositik. Selain
itu waktu hidup eritrosit memendek pada penderita gagal ginjal.
e. Kelainan Hematologi.
Selain anemia, pasien pada gagal ginjal memiliki waktu perdarahan yang lebih
lama dan kecenderungan untuk berdarah, meskipun waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan hitung trombosit normal. Mukosa gastrointestinal
adalah tempat yang paling lazim untuk perdarahan uremia.
f. Efek gastrointestinal
Anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada uremia. Perdarahan gastrointestinal
sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh gastritis erosif dan angiodisplasia.
Kadar amilase serum dapat meningkat sampai tiga kali kadar normal karena
menurunnya bersihan ginjal.
g. Osteodistrofi ginjal
Hiperparatiroidisme menyebabkan osteitis fibrosa kistika dengan pola
radiologik yang klasik berupa resorpsi tulang subperiosteal (yang paling mudah
dilihat pada falangs distal dan falangs pertengahan jari kedua dan ketiga),
osteomalasia dan kadang-kadang osteoporosis.
h. Efek neuromuskular
Neuropati uremia terutama melibatkan tungkai bawah dan dapat menyebabkan
gejala “restless leg”, mati rasa, kejang dan foot drop bila berat. Penurunan status
jiwa, hiperefleksia, klonus, asteriksis, koma, dan kejang mungkin terjadi pada
uremia yang telah parah.
i. Efek imunologis
Pasien dengan gagal ginjal dapat sering mengalami infeksi bakterial yang
berat karena menurunnya fungsi limfosit dan granulosit akibat beredarnya toksin
uremia yang tidak dikenal.
j. Obat
Banyak obat nefrotoksik dapat memperburuk fungsi ginjal dan harus dihindari
(NSAID, aminoglikosida). Dosis obat-obat mungkin terpaksa diatur pada pasien
dengan gagal ginjal.

7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody
(kehilangan protein dan immunoglobulin)
2) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia
c. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat
d. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography,
Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI,
Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto
polos abdomen
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
b. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat
yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
c. Dialisis
d. Transplantasi ginjal

9. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia
10. PATHWAY
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose
medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien)
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama, biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat
dilakukan pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari
sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh pasien
tersebut, seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di RS
berapa kali.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga, adakah anggota keluarga dari pasien yang
menderita penyakit CKD.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi pasien
dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan: pola makan dan minum sehari–hari, jumlah
makanan dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan dan minuman,
waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan
yang disukai, penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit ,
mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari, konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat
dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas,
kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengetahui
tentang penyakitnya
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi , komunikasi,
car berkomunikasi
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah
selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
d. Pemeriksaan fisik
1) Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
2) Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium.
3) Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
4) Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan
HCO
5) Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun,
nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.
6) Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
7) Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran,
perubahan fungsi motoric
8) Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
9) Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido.
10) Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmau
11) Lain-lain : Penurunan berat badan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hypervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
b. Intoleransi aktivitas berhubunan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
c. Gangguan integritas kulit b.d kekurangan atau kelebihan volume cairan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

N SDKI SLKI SIKI


O
1 Hypervolemia Setelah dilakukan Manajemen
berhubungan dengan tindakan keperawatan hypervolemia:
kelebihan asupan selama 2x24 jam maka O:
cairan keseimbangan cairan - Periksa tanda dan gejala
meningkat dengan hypervolemia.
kriteria hasil diharapkan : - Identifikasi penyebab
- Asupan cairan hypervolemia.
meningkat. - Monitor status
- Kelembapan membran hemodinamik.
mukosa meningkat. - Monitor intake dan
- Asupan makanan output cairan.
meningkat . - Monitor tanda
- Edema menurun. hemokonsentrasi.
- Dehidrasi menurun. - Monitor tanda
- Asites menurun. peningkatan tekanan
- Tekanan darah membaik. onkotik plasma.
- Membrane mukosa - Monitor kecepatan infus
membaik secara ketat.
- Mata cekung menurun. - Monitor efek samping
- Turgor kulit membaik. diuretic.
- Berat badan membaik.
T:
- Timbang berat badan
setiap hari dengan waktu
yang sama.
- Batasi asupan cairan dan
garam.
- Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40⁰

E:
- Anjurkan melapor jika
haluan urin <0,5
ml/kg/jam selama 6 jam.
- Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1 kg
dalam sehari.
- Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluan cairan.
- Ajarkan cara membatasi
cairan.

K:
- Kolaborasi pemberian
diuretic .
- Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic.
- Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy, jika
perlu.

2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen energi :


berhubunan dengan tindakan keperawatan O:
ketidakseimbangan selama 2x24 jam maka - Identifikasi gangguan
antara suplai dan toleransi aktivitas fungsi tubuh yang
kebutuhan oksigen meningkat dengan mengakibatkan
kriteria hasil diharapkan: kelelahan.
- Frekuensi nadi - Monitor kelelahan fisik
meningkat. dan emosional.
- Kemudahan dalam - Monitor pola dan jam
melakukan aktivitas tidur.
sehari-hari - Monitor lokasi dan
meningkat. ketidaknyamanan
- Keluhan lelah selama melakukan
menurun. aktivitas.
- Dispnea saat aktivitas
menurun. T:
- Dispnea setelah - Sediakan lingkungan
aktifitas menurun. nyaman dan rendah
- Perasaan lemah stimulus (mis. Cahaya,
menurun. suara, kunjungan).
- Warna kulit - Lakukan latihan
membaik. rentang gerak pasif dan
- Tekanan darah atau aktif.
membaik. - Berikan aktivitas
- Frekuensi nafas distraksi yang
membaik menenangkan.
- Fasilitasi duduk disis
tempat tidur,jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan.

E:
- Anjurkan tirah baring.
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.
- Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan.

K:
- Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
3 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas
kulit b.d kekurangan tindakan keperawatan kulit:
atau kelebihan selama 2x24 jam maka O:
volume cairan integritas kulit meningkat - Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil gangguan integritas
diharapkan: kulit
- Elastisitas meningkat
- Perfusi jaringan T:
meningkat - Gunakan produk
- Kerusakan lapisan berbahan petroleum
kulit menurun atau minyak pada
- Nyeri menurun kulit kering
- Kemerahan menurun - Gunakan produk
- Suhu kulit membaik berbahan ringan atau
- Tekstur membaik alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif

E:
- Anjurkan
menggunakan
pelembap
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayuran.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang baik dengan menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor –
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhankeperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi (Dinarti dan Mulyani, 2017).

5. Evaluasi
Evaluasi atau tahap penilaian merupakan tindakan perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Wahyuni, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Potter, P. A & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik, Alih bahasa: Renata Komalasari. Jakarta: EGC
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Kriteria Hasil
Keperwatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
12. Alih bahasa: Devi Yulianti, Amelia Kimin. Jakarta: EG

Anda mungkin juga menyukai