Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Oleh :
DEWA AYU SRI PURNIATI
18.321.2865
A12-B
VIII

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2021
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

I. Konsep Materi Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)
Gagal Ginjal Kroni atau Chronicn Kidney Disease (CKD) adalah suatu
proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif,dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
(Setiati,dkk, 2015).Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan
fungsi ginjal lanjut secara bertahap, penyebab glomerulonefritis, infeksi kronis,
penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen
(lupus sistemik), agen nfritik (aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes).
(Doengoes.2014).
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). Sedangkan menurut
Terry & Aurora, 2013 CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang
progresif dan ireversibel.Pada gagal ginja kronik, ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga menyebabkan
penyakit gagal ginjal stadium akhir.Gagal ginjal kronik adalah suatu proses
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya pada suatu derajat
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis dan transplantasi
ginjal (Sudoyo, 2011).
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Chronic
Kidney Disease atau gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible
sehingga tubuh gagal mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
dan elektrolit, akibatnya terjadi penimbunan limbah metabolik di dalam darah dan
menyebabkan uremia (retensi urea serta penumpukan sampah nitrogen lain).
2. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
1) Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di
belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm,
lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan
mengahadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia
dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih
antara 120-150 gram. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak
pararenal dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut
fascia gerota Dalam potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal
sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan
medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus
renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari
ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis membentuk dua
atau tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan bercabang
lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor.
Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior.Arteri renalis masuk ke
dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus
kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris.Memasuki struktur yang lebih
kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya
menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus.Ginjal mendapatkan
persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan bersama dengan arteri
renalis.Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11
dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya.Oleh karena itu, dapat
dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari
ginjal.
2) Fisiologi Ginjal
Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi
kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah
serta mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit yang kemudian dibuang
melalui urine.15 Pembentukan urin adalah fungsi ginjal yang paling esensial
dalam mempertahankan homeostatis tubuh. Pada orang dewasa sehat, kurang
lebih 1200 ml darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal. Pada
keadaan tertentu, aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30% (pada saat
latihan fisik) dan menurun hingga 12% dari cardiac output. Proses pembentukan
urine yang pertama terjadi adalah filtrasi, yaitu penyaringan darah yang mengalir
melalui arteria aferen menuju kapiler glomerulus yang dibungkus kapsula
bowman untuk menjadi filtrat glomerulus yang berisi zat-zat ekskresi. Kapiler
glomerulus tersusun atas sel endotel, membrana basalis dan sel epitel.Kapiler
glomeruli berdinding porous (berlubang- lubang), yang memungkinkan terjadinya
filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari).
Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa metabolisme tubuh,
di antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul
berukuran lebih besar (protein dan sel darah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh
karena itu, komposisi cairan filtrat yang berada di kapsul Bowman, mirip dengan
yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel
darah.Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut
sebagai rerata filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR).
Selanjutnya cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan
mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang
akan disalurkan melalui duktus koligentes. Proses dari reabsorbsi filtrat di tubulus
proksimal, ansa henle, dan sekresi di tubulus distal terus berlangsung hingga
terbentuk filtrat tubuli yang dialirkan ke kalises hingga pelvis ginjal.
Ginjal merupakan alat tubuh yang strukturnya amat rumit, berperan
penting dalam pengelolaan berbagai faal utama tubuh. Beberapa fungsi ginjal:
a) Fungsi Eliminasi Ginjal Ginjal merupakan organ utama untuk membuang
produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-
produk ini meliputi urea yang merupakan hasil metabolisme dari asam amino,
kreatinin hasil metabolisme dari kreatnin otot, asam urat hasil metabolisme
dari asam nukleat, bilirubin yang merupakan produk akhir dari pemecahan
hemoglobin, dan metabolit dari berbagai hormon. Ginjal juga membuang
banyak toksin dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh pencernaan ,
seperti pestisida, dan obat-obatan (Guyton and Hall, 2006 ; Syaifuddin, 2009).
Proses eliminasi pada ginjal ini dibagi dalam beberapa tahap yaitu filtrasi
glomerolus, reabsorbsi tubular dan sekresei tubular.
b) Fungsi Filtrasi Glomerolus Glomerular Filtration Rate (GFR) adalah jumlah
filtrasi ginjal yang dibentuk oleh ginjal dalam satu menit, rata-rata 100 sampai
125 ml/menit. GFR dapat berubah jika aliran darah melalui ginjal berubah.
Jika aliran darah meningkat ,GFR akan meningkat dan akan lebih banyak
filtrat dibentuk. Jika aliran darah turun (seperti yang terjadi setelah perdarahan
hebat), GFR akan turun sehingga filtratnya yang dibentuk sedikit dan keluaran
urine turun (Scanlon 2007).
c) Fungsi Reabsorbsi Tubular Proses reabsorbsi tubular terjadi setelah proses
filtrasi-glomerolus. Pada proses ini sebagian besar Na+ , K+ , dan glukosa
direabsorbsi secara aktif dari cairan tubular dalam tubulus proksimal
sedangkan air direabsorbsi secara osmotik. Proses reabsorbsi tubular ini dapat
berlangsung secara transpor aktif maupun transpor pasif (McPhee and
Ganong, 2006).
d) Fungsi Sekresi Tubular Proses sekresi tubular terjadi secara trasnpor aktif.
Pada proses ini tubulus proksimal merupakan tempat penting untuk asam-
asam, basa-basa organik seperti oksalat, urat, dan ketekolamin. Sebagian besar
zat-zat ini ke dalam tubulus proksimal ditambah filtrasi ke dalam tubulus
proksimal oleh kapiler glomerolus dan hampir tidak ada reabsorbsi pada
bagian manapun dari sistem tubulus ini, semua 8 bergabung turut berperan
terhadap ekskresi yang cepat dalam urin. Selain produk buangan hasil
metabolisme, ginjal juga mensekresi secara langsung sebagian besar obat atau
toksin yang potensial berbahaya melalui sel-sel tubulus ke dalam tubulus, dan
dengan cepat membersihkan zat-zat ini dari dalam darah (McPhee and
Ganong, 2006).
e) fungsi Pengaturan Tekanan Darah Ginjal mempunyai peran penting dalam
pengaturan tekanan darah terkait peranannya dalam keseimbangan Natrium
yang merupakan penentu utama tekanan darah. Melalui peran macula densa,
yang merupakan bagian dari juxtaglomerular, penurunan Natrium dan
penurunan tekanan darah akan menstimulasi terbentuknya renin. Renin
mengubah angiotensinogen dalam darah menjadi angiontensin I yang
kemudian akan diubah menjadi Angiontensin II oleh Angiotensin Converting
Enzyme (ACE). Angiontensi II meningkatkan tekanan darah melalui efek
vasokontruksi dan menstmulasi dan menstimulasi sekresi aldosteron sehingga
terjadi retensi natrium dan air (Risthanti, 2012).
f) Fungsi Dalam Metabolisme Kalsium Ginjal memegang peran dalam proses
keseimbangan kalsium-fosfat, dimana mobilisasi kalsium dari tulang akan
meningkatkan mobilisasi fosfat dalam jumlah yang seimbang. Proses ini
berlangsung diginjal karena ginjal merupakan tepat 1 alpha dan 24 hidroksi
vitamin D yang berperan dalam asupan kalsium dari usus dan tempat aksi dari
hormon paratiroid yang mengakibatkan retensi kalsium dan pembuangan
fosfat diurin (Risthanti, 2012).
g) Fungsi Ginjal Dalam Eritropoesis Ginjal merupakan suatu organ yang dapat
memproduksi hormon eritropoitin, yang mana hormon ini diproduksi didalam
sumsum tulang dan digunakan untuk mematangkan sel darah merah.
Eritropoitin adalah suatu glikoprotein yang berfungsi untuk membentuk serta
melepaskan sel darah merah dari sumsum tulang (eritropoesis) dengan cara
meningkatkan jumlah sel bakal disumsum tulang. Sel-sel bakal ini berubah
menjadi prekursor sel darah merah dan akhirnya menjadi eritrosit matang.
3) Ada 3 tahap proses pembentukan urine:
a) Proses filtrasi : Terjadi di glumelurus, proses ini terjadi karena permukaan
aferent lebih besar dari permukan aferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan bagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein, cairan yang tertampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa air sodium klorida sulfat bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus
ginjal.
b) Proses reabsobsi : Pada proses ini penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida,fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsopsi terjadi pada
tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat , bila diperlukan akan diserap
kembali ke dalam tubulus bagian bawah, penyerapanya terjadi secara aktif
dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papil
renalis.
c) Proses sekresi : Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke luar.

3. Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (Secondary illness).Penyebab
yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa
penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis, yaitu Robinson, 2013):
1) Glomerulonefritis; Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non
inflamasi pada glomerulus yang menyebabkan perubahan permeabilitas,
perubahan stuktur, dan fungsi glomerulus. (Sudoyono, 2014).
2) Polikistik ginjal; Penyakit ginjal polikistik adalah gangguan turun temurun
dimana kristik seperti anggur berisi cairan serosa, darah, atau rine
menggantikan jaringan ginjal normal. (Black 2014).
3) Nefropati diabetik Nefropati diabetik adalah kadar gula darah yang tidak
terkontrol pada pasien diabetes bisa memicu kerusakan glomerulus (pembuluh
darah halus yang merusakan tempat penyaringan darah di ginjal). Kondisi ini
jika dibiarkan terus bisa menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan
menyaring darah sehingga terjadi gagal ginjal. Selain menyebabkan fungsinya
terganggu, kerusakan tersebut juga membuat protein yang disebut albumin
terbuang ke urine dan tidak diserap kembali. Selain kadar gula darah yang
tinggi (hiperglikemia) dan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak
terkontrol, faktor lain yang dapat meningkatkan risiko nefropati diabetik
adalah:
- Merokok.
- Menderita diabetes tipe 1 sebelum usia 20 tahun.
- Menderita kolesterol tinggi.
- Memiliki berat badan berlebih.
- Memiliki riwayat diabetes dan penyakit ginjal dalam keluarga.
- Menderita komplikasi diabetes lain, seperti neuropati diabetik.
4) Hipertensi Hipertensi didefiniikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg
atau lebih atau tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih,berdasarkan rata-rata 3
kali pengukuran atau lebih yang diukur secara terpisah. (Priscilla LeMone,
2015).
5) Obstuksi oleh karena batu Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal
didalam ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organik.
(Sudoyono, 2014)

4. Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Chronic Kidney Disease (CKD) disebabkan oleh Glomerulonefritis kronik
berkaitan dengan inflamasi pada pembuluh darah glomeruli ginjal, Diabetes
mellitus, Hipertensi dan Ginjal polikistikSehingga menyebabkan Kerusakan ginjal
menurunya nilai Glomerular Filtration Rate (GFR), menadakan terjadinya
Gangguan ginjal berlangsung kronik CKD, ACKD. Dari Gangguan ginjal
berlangsung kronik CKD, ACKD bisa menyebabkan Tidak mampu mengekresi
asam (H) sehingga terjadi Asidosis akibatnya bisa menyebabkan Hiperventilasi
adalah kondisi saat Anda mungkin akan lebih banyak mengeluarkan karbon
dioksida daripada menghirupnya sehingga bisa mengakat diagnose keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas.
Gangguan ginjal berlangsung kronik CKD, ACKD bisa menyebabkan
menurunya produksi eritropoetin hormon yang berfungsi untuk
mengatur produksi sel darah merah di sumsum tulang oleh sebab itu bisa
menyebabkan menurunya fungsi sumsum tulang sehingga menyebabkan
menurunya produksi sel darah merah yang dapat menyebabkan menurunya
hemoglobin,berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya sehingga menyebabkan menurunya
Suplai O2 ke jaringan sehingga Metabolisme basal terganggu menyebabkan
menurunya ATP untuk beraktivitas sehingga bisa mengakat diagnose keperawatan
Intoleransi aktivitas.
Gangguan ginjal berlangsung kronik CKD, ACKD menyebabkan
Kerusakan tubulus akibatnya menyebakan Terganggunya fungsi absorbsi, sekresi,
eksresi menyebabkan Menumpuknya toksik metabolit (fosfat, hidrogen, urea,
amonia, kreatinin, dsb) yang dapat menyebabkan uremiakondisi ketika kadar urea
dalam tubuh sangat tinggi sehingga menjadi racun bagi tubuh,Pada
neuromuskular menyebabkan Nyeri kepala, nyeri otot sehingga bisa mengakat
diagnose keperawatan Nyeri Akut.Selain itu Gangguan ginjal berlangsung kronik
CKD, ACKD menyebabkan Kerusakan glomerulusSehingga terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler (cairan yang berada di pembuluh darah akan keluar) dapat
menyebabkan Loss protein akibatnya menyebabkan Transudasi cairan
hipoalbumin kondisi ketika kadar albumin dalam darah di bawah normal terjadi
Retensi Na & air( kelebihan kadar na & air) sehingga menyebakan edema
sehingga bisa mengakat diagnose keperawatan Kelebihan volume cairan.
5. Pathway Chronic Kidney Disease (CKD)

Diabetes
Glomerulonef melitus Hipertensi Ginjal
ritis kronik, polikistik

Kerusakan
ginjal ↓ GFR

Gangguan ginjal berlangsung


kronik CKD, ACKD

Kerusakan Kerusakan ↓ produksi Tidak mampu


glomerulus tubulus eritropoetin mengekresi asam (H)

↑ permeabilitas Terganggunya ↓ fungsi


Asidosis
kapiler fungsi absorbsi, sumsum
sekresi, eksresi
hiperventilasi
Loss protein ↓ produksi sel
Menumpuknya darah merah
toksik metabolit
(fosfat, hidrogen, Ketidakefektifa
urea, amonia, ↓ hemoglobin n pola nafas
Transudasi kreatinin, dsb)
cairan Suplai O2 ke
uremia
jaringan ↓

hipoalbumin
Pada Metabolisme
neuromuskula basal terganggu
Retensi Na &
air
Nyeri kepala, ↓ ATP untuk
nyeri otot beraktivitas
edema
Nyeri akut
Kelebiha Intolerans
n

6. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu,
atas derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas
dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang di hitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
Pada laki-laki LFG = ( ml/mnt/73m)2 = (140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛/72
𝑥𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 ( 𝑚𝑔/𝑑𝑙 ) = ⋯𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖
Pada perempuanLFG = (ml/mnt/73m)2 = (140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛/72
𝑥𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 ( 𝑚𝑔/𝑑𝑙 ) 𝑋 0,85 = ⋯𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Klasifikasi penyakit gagal ginjak kronik dasar derajat penyakit.
Kategori Penjelasan Nilai LFG (ml/min/1,73 m2 )
LFG
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90
peningkatan
2 Kerusakan ginjal dengan LFG penurunan 60 – 89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG penurunan 30 – 59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG penurunan berat 15 – 29
5 Gagal ginjal ≤ 15

Tahap CKD (Pradeep, 2013; Choka 2009; The Kidney Disease Outcotnes
Quality Initiative [KDOQI] of the Natonal Kidney Foundation [NKF], 2015
1) Tahap 1
- GFR dapat normal atau sedikit lebih tinggi dari normal (> 90
mL/menit/1,73 m2 )
- Terdapat disfungsi ginjal; bagaimanapun, hal tersebut mungkin tidak
terdiagnosis akibat sedikitnya gejala –rasio nitrogen urea darah/kreatinin
(BUN/Cr) normal dan kehilangan nefron kurang dari 75 %
2) Tahap 2
- GFR sedikit menurun (60 hinggal 89 mL/menit/1,73 m2 ), sedikit
meningkat pada BUN/Cr
- Klien dapat asimtomatis atau mengalami hipertensi
- Terdapat poliuria dan nokturia – gagal haluarann tinggi
3) Tahap 3
- Penurunan sedang pada GFR (30 hingga 59 mL/menit/1,73 m2 )
- Terdapat abnormalitas cairan dan elektrolit serta komplikasi lain
- Klien dapat asimtomatis atau mengalami hipertensi.
4) Tahap 4
- Penurunan berat pada GFR (155 hingga 29 mL/menit/1,73 m2 )0 dan/atau
albuminuria sangat tinggi (>300 mg/24jam).
- Klien mengalami kekacauan endokrin/mettabolik atau gangguan
keseimbangan cairan atau elektrolit, malnutrisi energi-protein, kehilangan
massa tubuh tanpa lemak, kelemahan otot; edema perifer dan pulmonal
- Waktunya merujuk ke nefrologis ketika lajuu filtrasi glomerulus mencapai
30 mL/menit/1,73 m2 yang diyakni meningkatkan hasil ESRD dan
pemilihan modaliitas dialisis yang tepat.
5) Tahap 5 e.
- GFR <15 ml / menit / 1,73 m² atau pada dialysis
- Klien mengalami asidosis metabolik, komplikasi kardiovaskular sepertii
perikarditis, ensefalopati, neuropati, dan banyak menifestasi lain yang
menunjukan penyakit tahap akhir.
Sumber: Pradep dalam Doenges 2018.

7. Epidemiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Angka prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia pada tahun 2018
cukup tinggi yaitu mencapai 3.8 permil populasi Indonesia menderita penyakit
ginjal kronis yang terdiagnosis dokter. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
prevalensi penyakit ginjal kronis pada tahun 2013 yaitu 2 permil di seluruh
Indonesia.Prevalensi tertinggi terdapat pada provinsi Kalimantan utara yaitu
sebanyak 6.4 permil sedangkan prevalensi terendah di Indonesia terdapat pada
provinsi Sulaswesi Barat pada angka 1.8 permil.Penderita penyakit ginjal kronis
tersering berada pada umur 65-74 tahun, lebih banyak terjadi pada laki-laki.
Persentase penderita penyakit ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisa di
Indonesia juga cukup rendah dimana hanya 19.3% penderita penyakit ginjal
kronis menjalani terapi hemodialisa Di dunia, sebanyak 1 dari 10 orang
mempunyai penyakit ginjal kronis. Daerah-daerah seperti Afrika, Amerika, Asia
Selatan, dan Asia Tenggara merupakan daerah yang paling sering ditemukannya
penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis merupakan penyebab dari 956.000
kematian di seluruh dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2016, Penyakit ginjal
kronis terdapat pada sekitar 753 juta orang di seluruh dunia yang meliputi 336 juta
pada pasien laki-laki dan 417 juta pada pasien perempuan. Di seluruh dunia
terdapat 1,2 juta kematian per tahun akibat penyakit ginjal kronis, Penyebab
tersering penyakit ginjal kronis adalah Hipertensi pada 550 ribu pasien, diabetes
melitus pada 418 ribu pasien, dan glomerulonephritis pada 238 ribu pasien.
8. Tanda dan Gejala Chronic Kidney Disease (CKD)
Penderita CKD akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala sesuai
dengan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia penderita.
Penyakit ini akan menimbulkan gangguan pada berbagai organ tubuh anatara lain
:
1) Efek cairan dan elektrolit Hilangnya jaringan ginjal fungsional merusak
kemampuannya untuk mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam
basa. Pada tahap awal CKD, kerusakan filtrasi dan reabsopsi menyebabkan
proteinuria, hematuria, penurunan kemampuan memekatkan urine.
2) Efek kardiovaskular Penyakit kadriovaskular adalah penyebab umum
kematian pada ESRD dan terjadi akibat percepatan aterosklerosis. Hipertensi
hiperlipidemia, dan intoleransi glukosa semuanya berperan pada proses
tersebut. hipertensi sistemik adalah manifestasi umum CKD, hipertensi terjadi
akibat kelebihan volume cairan, peningkatan aktivitas renin angiotensin,
peningkatan resistensi vaskular, dan penurunan prostaglandin.
3) Efek hematologi Anemia bisa muncul pada CKD, disebabkan oleh banyak
faktor. Ginjal memproduksi eritropoetin, hormon yang mengontrol produksi
SDM. Pada gagal ginjal, produksi eritropoietin turun. Toksin metabolik yang
tertahan lebih lanjut menekan produksi SDM dan menyebabkan pemendekan
masa hidup SDM. Kekurangan nutrisi (besi dan folat) dan peningkatan risiko
kehilangan darah saluran GI juga menyebabkan anemia.
4) Efek sistem imun Uremia meningkatkan risiko infeksi. Kadar tinggi urea dan
sisa metabolik tertahan merusak semuua aspek inflamasi dan fungsi imun.
5) Efek Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, adalah gejala awal uremia.
Ulserasi juga mempengaruhi tiap level saluran GI dan menyebabkan
peningkatan risiko pendarahaan GI.
6) Efek neurologis Uremia mengubah fungsi sistem saraf pusat dan perifer
Manifestasi SSP terjadi lebih awal dan mencakup perubahan mental, kesulitan
berkonsentrasi, keletihan, dan insomnia.
7) Efek muskuloskeletal Hiperfosfasfatemia dan hipokalsemia yang terkait
dengan uremia menstimulasi sekresi hormon paratiroid. Hormon paratiroid
menyebabkan peningkatan resorpsi kalsium dari tulang. Selain itu, aktivitas
sel osteoblas (pembentuk tulang) dan osteoklas (penghancur tulang) terkena.
Resorpsi dan remodeling tulang ini, bersamaan dengan penurunan sintesis
vitamin D dan penurunan absorpsi kalsium dari saluran GI, menyebabkan
osteodistrofi ginjal, disebut juga riketsia ginjal. Osteodistrofi ditandai dengan
osteomalasia pelunakan tulang, dan osteoporosis, penurunan massa tulang.
Kista pada tulangg dapat terjadi. Manifestasi osteodistrofi mencakup nyeri,
dan kelemahan otot. Pasien berisiko tinggi mengalami fraktur spontan.
8) Efek endokrin Akumulasi produk sisa metabolisme protein adalah faktor
utama yang terlibat pada efek dan manifestasi uremia. Kadar kreatinin serum
dan BUN naik secara signifikan. Kadar asam urat meningkat, menyebabkan
peningkatan risiko gout.

9. Komplikas Chronic Kidney Disease (CKD)


Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis
adalah (Baughman, 2010):
1) Penyakit tulang Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung
akan mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkan
fraktur pathologis.
2) Penyakit kardiovaskular Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan
berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi
glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3) Anemia Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritroportin yang mengalami
defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4) Disfungsi seksual Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering
mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita dapat
terjadi hiperprolaktinemia

10. Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD)


Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis adalah
untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan
keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien.
Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan
penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga akan meminimalisir komplikasi dan
meningkatkan harapan hidup klien.
1) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) CaCO3
Terapi dengan Asam Folat digunakan dalam penanganan kondisi anemia
yang muncul pada kondisi uremia, difisiensi asam folat defisiensi besi,
defisiensi vitamin B12, dan akibat fibrosis sumsum tulang belakang
(Suhardjono, et 2010)
c) Anemia
Anemia terjadi 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defiensi eritropoietin, hal
lain yang dapat berperan dalam terjadinya anemia pada pasien gagal ginjal
kronik adalah defiensi Fe, kehilangan darah. Walaupun efek anemia pada
oksigenasi jaringan mungkin Transfusi darah Target pencapaian Hb
dengan transfusi darah adalah : 7-9 g/dL tidak sama dengan target Hb pada
terapi eritropoietin (EPO). Transfusi diberikan secara bertahap untuk
menghindari bahaya overhidrasi, hiperkatabolik (asidosis), dan
hiperkalemmia.Bukti klinis menunjukkan bahwa pemberian transfusi
darah sampai Hb 10-12 g/dL berhubungan dengan peningkatan mortalitas
dan tidak terbukti bermanfaat, walaupun pada pasien dengan panyakit
jantung.Pada kelompok pasien yang direncanakan untuk trandplantasi
ginjal, pemberian transfusidarah sedapat mungkin dihindari.Transfusi
darah memiliki resiko penularan Hepatitis virus B dan c, infeksi HIV serta
potensi terjadinya reaksi tranfusi.
d) Dyalisis
Dialisis (dialysis) adalah suatu proses pencucian darah untuk
membersihkan tubuh dari zat-zat limbah yang berbahaya yang terdapat
dalam aliran darah atau proses perpindahan molekul terlarut dari suatu
campuran larutan yang terjadi akibat difusi pada membran semi-
permeabel. Molekul adalah dua atom dalam susunan tertentu yang terikat
bersama oleh ikatan kimia. Molekul terlarut yang berukuran lebih kecil
dari poripori membran tersebut dapat keluar, sedangkan molekul lainnya
yang lebih besar akan tertahan di dalam kantung membran. Selulosa
merupakan senyawa organik dengan rumus (C6H10O5), sebuah
polisakarida yang terdiri dari rantai linier dari beberapa ratus hingga lebih
dari sepuluh ribu ikatan β(1→4) unit Dglukosa.seimbang pada pasien
uremia dengan penurunan afinitas (electron affinity) oksigen dan
peningkatan cardiac output saat hematokrit dibawah 25%..
Dialisis biasanya penting untuk menjaga klien tetap hidup sampai donor
ginjal yang sesuai ditemukan.Jika transplantasi ginjal tidak langsung
berfungsi dengan benar, dialisis mungkin membantu mencegah uremia
sampai ginjal dapat cukup berfungsi. Berikut ini empat tujuan dasar terapi
dialisis :
o Untuk menghilangkan produk akhir metabolisme protein, seperti ureum
dan kreatinin, dan dalam darah.
o Untuk menjaga konsentrasi aman serum elektrolit
o Untuk mengoreksi asidosis dan menambah kadar bikardonat darah
o Untuk menghilangkan kelebihan cairan dari darah
2) Penatalaksanaan Kolaborati
a) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Waktu yang paling tepat untuk
terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG,
sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang
masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi
ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
b) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Penting sekali untuk
mngikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien Penyakit
Gagal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed
factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. )
c) Memperlambat pemburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab
perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua
cara penting untuk mengrangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah :
Pembatasan Asupan Protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan
pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan
asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6 – 0,8/kg
bb/hari, yang 0,35 – 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi
tinggi. Terapi Farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
d) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler Pencegahan dan
terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting,
karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular.
e) Pencegahaan dan terapi terhadap komplikasi Penyakit ginjal kronik
mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
f) Terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy). Terapi pengganti
ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG ≤
15ml/mnt.

11. Pemeriksaan Penujang Chronic Kidney Disease (CKD)


Pemeriksaan penunjang digunakan baik untuk mengidentifikasi CKD
maupun memonitor fungsi ginjal. Sejumlah pemeriksaaan dapat dilakukan untuk
menentukan penyebab gangguan ginjal;
1) Pemeriksaan darah
- Blood urea nitrogen (BUN) : Mengukur produk akhir metabolisme protein
di hati, difiltrasi oleh ginjal dan diekresi dalam urine.
- Kreatinin (Cr) : Produk akhir metabolisme protein dan otor yang difiltrasi
oleh ginjal dan diekresi dalam urine.
- Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) : Dihitung dari kadar Cr serum dan
dilakukan untuk tujuan area permukaan tubuh normal. GFR memiliki nilai
sekitar 90 mL/menit pada orang dewasa sehat.
- Hitung darah lenglap (CBC) : Rangkaian pemeriksaan skrining, yang
biasanya berupa pemeriksaan hemoglobin (Hb); Hematokrit (Ht); hitung
morfologi, indeks, dan indeks luasnya distribusi sel darah merah (SDM);
hitung dan ukuran trombosit; hitung sel darah putih dan hitunng jenisnya.
- Gas darah Arteri (ABG) : Menentukan pH dan persentase oksigen, karbon
dioksida, dan bikarbonat pada darah arteri.
- Elektrolit (renalit) Mineral bermuatan listrik yang ditemukan dalam
jaringan tubuh dan darah dalam bentuk garam berlarut yang membantu
memindahkan nutrien ke dalam dan keluar sel tubuh, mempertahankan
keseimbangan air, dan menstabilkan kadar pH tubuh.
a) Natrium : Membantu mengevaluasi status hidrasi dan perkembangan
gagal ginjal.
b) Kalium : Fluktuasii kadar kalium dapat menciptakan situasi yang
mengancam jiwa, mempengaruhi pilihan terapeutik.
c) Fosfor : Memiliki dampak langsung pada fungsi paratiroid dan
kesehatan sekarang.
d) Kalsium : Penting dalam mekanisme umpan balik untuk menghambat
sintesis PTH dan pergantian tulang skeletal.
e) Protein (khsusnya albumin) : Mengevaluasi status nutrisi dan
memprediksi mortalitas pada klien yang menerima dialysis.
2) Pemeriksaan urine
- Volume : Menggambarkan penurunan fungsi ginjal, kemungkinan
terjadinya AKI bersamaan dengan GGK
- Warna : Perubahan warna atau kejernihan mengindikasikan terjadinya
komplikasi.
- Berat jenis urine : Mengukur densitas urine dibandingkan dengan air,
dengan rentang normal sebesar 1,005 hingga 1,030.
3) Pemeriksaan diagnostik lain
- Ultrasonografi ginjal : Tehnik pencitraan yang menggunakan gelombang
suara frekuensi tinggi dan komputer untuk menciptakan gambaran
pembuluh darah, jaringan, dan organ.
- Comuted tomographic (Ct) scan : Prosedur sinar X yang menggunakan
komputer untuk menghasilkan gambaran potongan melintang tubuh secara
terperinci.
- Sinar X ginjal, ureter, kandung kemih : Sinar X abdomen yang
menunjukkan ginjal, ureter, dan kandung kemih.
- Angiografi aortorenal : Pemeriksaan fluroskopik, yang menggunakan
kontras untuk memeriksa pembuluh darah ginjal guna mengetahui adanya
tanda penyumbatan atauu abnormalitas.
Sumber : Doenges dalam waluyo 2018.

II. Konsep Asuhan Keperawatan Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Pengkajian Chronic Kidney Disease (CKD)
Pengkajian merupakan tahapan awal dari proses keperawatan. Disini,
semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan saat
ini.Pengkajian harus dilakukan secara komperehensif terkait dengan aspek
biologis, psikologis, sosial maupun spiritual klien.(Hidayat, 2015).
a. Identitas
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50 – 70 tahun), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada laki - laki. Laki-
laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan ginjal mengalami
kegagalan filtrasi.pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis
merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut, sehingga tidak
berdiri sendiri.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai
pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, dialoresis, fatigue, napas berbau urea,
dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukkan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh karena
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan
sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain
itu, karena berdampak pada proses (sekunder karena intoksikasi), maka akan
terjadi anoreksi, nausea dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya
gangguan nutrisi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai
penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan
menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung,
penggunaan obat berlebihan (overdosis) khsuusnya obat yang bersifat
nefrotoksik, BPH, dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja
ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang berlangsung
mempengaruhi/menyebabkan gagal.ginjal yaitu diabetes melitus, hipertensi, batu
saluran kemih (urolithiasis).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga sisilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini.Namun, pencetus sekunder
seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal
ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.Kaji pola kesehatan
keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya
minum jamu saat sakit.
f. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang
baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahhan psikososial terjadi
pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani
proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri
(murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan
selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan.
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia / gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama, atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi, nadi kuat,edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak,tangan, disritmia jantung.
Nadi lemah halus,hipotensi ortostatik menunjukan hipovolemia, pucat,
kecenderungan perdarahan.
3) Integritas ego
Gejala : Factor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya, perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
4) Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung,
diare, atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,
cokelat,berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan/ cairan
Gejala : Peningkatan 88berat badan cepat (edema), penuruna berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
di mulut (pernapasan amonia), penggunaan diuretic
Tanda : Distensi abdomen / asites, pembesaran hati,, perubahan turgor kulit
/ kelembaban, edema (umum,tergantung), ulserasi gusi, perdarahan gusi /
lidah, penurunan oto, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “ kaki
gelisah”,
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkosentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala ; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari)
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah.
8) Pernapasan
Gejala : napas pendek ; dispnea nocturnal paroksimal ; batuk dengan /
tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernapasan
kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda – encer (edema
paru).
9) Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus, demam,(sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara
actual terjdai peningkatan pada pasie yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal., petechie,
10) Seksualitas
Gejala : Penurunan libido ; amenorea ; infertilitas
11) Interaksi social
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu
bekerja,mempertahankn fungsi peran biasanya dalam keluarga.
12) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter,kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan
oleh toksin, contoh, obat, racun lingkungan.
h. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan / keadaanumum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
klien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir
kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
7) Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung ,
terdapat suara tambahan pada jantung
8) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
9) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
10) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
11) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD menurut Huda
dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2015).
1) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisem regulasi ditandai
dengan Dispnea, edema anasarka da atau edema perifer, berat badan meningkat
waktu singkat, jugular venous pressure JVP dan atau cental venous pressure
CVP meningkat.
2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mengabsorbsi
nutrient ditandai dengan, berat badan menurun minimal 10% di bawah rentamg
ideal, bising usus meningkat hiperaktif, otot penguyah lemah dan otot menelan
lemah.
3) Pola Nafas tidak Efektif berhubungan dengandepresi pusat pernapasan ditandai
dengan, dyspnea , penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal ( takipnea, bradipnea,
hiperventilasi,kussmaul, cheyne-stokes) dan pernapasan cuping hidung.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan,
mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat 20% dari kondisi istirahat,
tekanan darah berubah > 20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menujukan
aritmia saat aktivitas dan istirahat.
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil (NOC)
1. Hipervolemia Manajemen Hipervolemia - Agar
Setelah dilakukan
berhubungan  Kaji status cairan ; timbang berat mengetahui
asuhan keperawatan
dengan badan,keseimbangan masukan dan keadaan
selama ..x24 jam
gangguan haluaran, turgor kulit dan cairan tubuh
keseimbangan
mekanisem adanyaedema. pasien
cairan kembali
regulasi
normal.
 Ambil sampel darah dan meninjau - Untuk
Kriteria Hasil:
kimia darah (misalnya BUN, memantau
 Terbebas dari
kreatinin, natrium, pottasium, respon
edema, efusi,
tingkat phospor) sebelum perawatan terhadap
anasarka
untuk mengevaluasi respon thdp Tindakan
 Bunyi nafas
terapi.
bersih,tidak
- Agar pasien
adanya dipsnea
dan keluarga
 Memilihara  Jelaskan pada klien dan keluarga
mengetahui
tekanan vena rasional pembatasancairan.
pembatasan
sentral, tekanan
cairan
kapiler paru,
output jantung
- Untuk
dan vital sign  Kolaborasi pemberian cairan
membantu
normal. sesuaiterapi.
penyembuha
n pasien

2. Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi : - agar


Setelah dilakukan
berhubungan dengan - Monitor adanya kehilangan berat mengetahui
asuhan keperawatan
ketidak mampuan badan dan perubahan statusnutrisi. perkembang
selama ..x24 jam
untuk mengabsorbsi ankeadaan
status nutrisi adekuat.
nutrient. - Berikan makanan sedikit tapi pasien
Kriteria Hasil:
sering
 Nafsu
- untuk
makanmeningkat
mengembali
 Tidak terjadi
- Ajarkan pasien untuk merawat kan energi
penurunanBB
mulut sering pasien
 Masukan nutrisi
- untuk
adekuat
meminimalk
 Menghabiskan
an rasa ingin
porsi makan
mual/munta
 Hasil lab h dan agar
normal - Kolaborasi dengan ahli gizi dalam mulut terasa
(albumin, kalium) pemberian diet sesuaiterapi. segar

- untuk
membantu
meningkatka
n nafsu
makan
pasien

3. Pola Nafas tidak Manajemen Jalan Napas : - agar


Setelah dilakukan
Efektif berhubungan  Monitor pola nafas (rata – rata, mengetahui
asuhan keperawatan
dengandepresi pusat kedalaman, irama dan usaha perkembang
selama….x24 jam
pernapasan. respirasi) an
pola nafasadekuat
pernapasan
dengan KriteriaHasil:
 Auskultasi suara nafas, catat area pasien
 Peningkatan
penurunan/tidak adanya ventilasi
ventilasi dan
dan suara tambahan. - untuk
oksigenasi
memastikan
yangadekuat
perkembang
 Bebas dari tanda
an pasien
tanda distress
 Ajarkan klien nafas dalam.
pernafasan
 Suara nafas yang
- agar pasien
bersih, tidak ada
 Kolaborasi pemberian oksigen. merasa
sianosis dan
nyaman dan
dyspneu (mampu
tidak sesak
mengeluarkan
sputum, mampu
- agar pasien
bernafas dengan
merasa
mudah, tidak ada
pursedlips) nyaman dan
 Tanda tanda vital mudah
dalamrentang benapas
normal
4. Intoleransi Terapi Aktivitas - untuk
Setelah dilakukan
aktivitas  Monitor respon fisik, social mengetahu
Asuhan
berhubungan danspiritual. perkembang
Keperawatan
dengan an pasien
selama ..x24 jam
kelemahan.
diharapkan toleransi  Bantu klien untuk mendapatkan
- agar pasien
aktivitas kembali alat bantuan aktivitas seperti kursi
dapat
normal roda,krek.
melakukan
KriteriaHasil:
aktivitas
 Kemudahan
 Ajarkan pasien atau keluarga
dengan
dalam melakukan
untuk mengembangkan motivasi
leluasa
aktivitas sehari-
diri dan penguatan.
hari
- agar pasien
 Kecepatan
 Kolaborasikan dengan tenaga
dapat
berjalan
rehabilitasimedik dalam
semangatny
 Kekuatan tubuh
merencakan program terapi yang
a Kembali
bagian atas dan
tepat
bawah.
- untuk
membantu
penyembuh
an pasien

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Hidayat, 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuanyang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).Metode yang digunakan adalah dengan SOAP (Subyektif,
Obyektif, Analisis, Planning).Untuk dapat mengetahui apakah masalah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi atau timbul masalah baru.
No Evaluasi Proses
1 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisem regulasi dengan
kriteria hasil :
 Terbebas dari edema, efusi, anasarka
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya dipsnea
 Memilihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output
jantung dan vital sign normal.
2 Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk
mengabsorbsi nutrient.dengan kriteria hasil :
 Nafsu makanmeningkat

 Tidak terjadi penurunanBB

 Masukan nutrisi adekuat

 Menghabiskan porsi makan

 Hasil lab normal (albumin, kalium)


3 Pola Nafas tidak Efektif berhubungan dengandepresi pusat pernapasan
dengan kriteria hasil :
 Peningkatan ventilasi dan oksigenasi yangadekuat
 Bebas dari tanda tanda distress pernafasan
 Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursedlips)
 Tanda tanda vital dalamrentang normal
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dengan
criteria hasil:
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
 Kecepatan berjalan
 Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.Jakarta : EGC.

LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 5. Alih

bahasa: Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC. Litbang.(2013). Riset Kesehatan

Dasar Tahun 2013. Jakarta:Litbang.

Nanda internasional (2015).Diagnosis keperawatan definisi&klasifikasi.2015-2017.

Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta

Nanda internasional (2015).Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis

& NANDA NIC-NOC. 2015. Mediaction jogja :Jogjakarta

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4.

Jakarta. EGC. 1995.

Sudoyo. 2011. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 3.Jilid I II.Jakarta.: Balai

Penerbit FKUI
FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN FORMAT GORDON

ASUHAN KEPERAWATAN PADA YN . B


DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT DENPASAR
TANGGAL 13-16 MEI 2021
Seorang perempuan berusia 58 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan
sesak. Hasil pemeriksaan fisik : pasien tampak lemah, edema anasarka (+), kulit kering,
tekanan darah: 160/100 mmHg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi napas 28x/menit, BB
meningkat 5 kg dalam 3 hari ini dan produksi urin 100 cc dalam 24 jam. Pasien dengan
diagnose medis CKD on HD stadium IV. (Endokrin)

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : Yn . B
Umur : 58 tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : wiraswasta
Suku Bangsa : Bali
Alamat : Denpasar
Tanggal Masuk : 12 Mei 2021
Tanggal Pengkajian : 13 Mei 2021
No. Register : 123xxx
Diagnosa Medis : Chronic Kidney Disease (CKD)

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. A
Umur : 60 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Suami
Pekerjaan : PNS
Alamat : Denpasar

2. Status Kesehatan
1. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
- Saat MRS
Pasien mengatakan mengeluh sesak.
- Saat Ini
Pasien mengatakan mengeluh sesak.
2. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Pasien datang ke Rumah Sakit Denpasar pada tanggal 12 Mei 2021, diantar oleh
keluarganya, pada saat pengakijan .Pasien mengatakan mengeluh sesak Hasil
pemeriksaan fisik : pasien tampak lemah, edema anasarka (+), kulit kering,
tekanan darah: 160/100 mmHg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi napas
28x/menit, BB meningkat 5 kg dalam 3 hari ini dan produksi urin 100 cc dalam
24 jam.
3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.
Pasien mengatakan langsung di bawa ke Rumah Sakit.

2. Satus Kesehatan Masa Lalu


1. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit Hipertensi.
2. Pernah dirawat
Pasien mengatakan pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya karena penyakit
hipertensinya.
3. Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi.
4. Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Pasien mengatakan memiliki kebiasan minum kopi 1 kali setiap hari, tidak
memiliki kebiasan minum alkohol dan merokok.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga.

4. Diagnosa Medis dan therapy


Chronic Kidney Disease (CKD)
Nama obat Dosis Rute Indikasi
Nacl 0.9 % 7 TPM Intra Menjaga keseimbangan elektrolit
vena dalam tubuh.
Thiazide. 2,5 mg, 1 kali Oral Diuretik bekerja dengan mencegah
sehari
penyerapan garam, termasuk
natrium dan klorida, di ginjal. Kadar
garam juga mempengaruhi kadar air
yang diserap atau dikeluarkan oleh
ginjal.
Oksigen 4 L/mnt Hidung Untuk terapi oksigen rendah hingga
sedang, laju 1-5 L/menit.

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan menjaga kesehatanya dengan baik,jika pasien atau keluarga
sakit selalu memeriksakanya ke puskesmas atau ke dokter. Pasien mengatakan
selalu beraktivitas untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit nafsu makan baik 2-3 porsi/ hari dengan lauk
makanan seperti sayur, daging dan kacang-kacangan, dan air putih 6-7
gelas/hari + 500-1000 cc perhari.
 Saat sakit :
A TB : 155 cm
Antropometri BB : 60 kg
LILA : 25 cm
IMT : 25 kg/m2
BB Ideal : 47 kg
B Biokimia HB : 13,9 g/dl (N : 12,2-15,0 )
Creatinin : 3,9 mg/dl (N : 0,5-1,2)
Natrium :147 mmol/l ( N : 135-145)
Kalium ; 1,8 mmol/I (N: 3,5-5,5 )
Calsium :1,9 mmol/l (N : 2,0-2,9 )
C  Clinic sing Turgo kulit elastis, kulit kering.
D  Diet Diet Lembek/lunak, frekuensi 3x sehari, makan habis ½
piring.

c. Pola Eliminasi
1) BAB
 Sebelum sakit:
Pasien mengatakan biasa BAB 1 kali sehari dengan konsitensi lunak
 Saat sakit:
Pasien mengatakan saat sakit pasien belum BAB.
2) BAK
 Sebelum sakit:
Pasien mengatakan BAK 5-8 kali perhari + (800-1200 cc) perhari berwarna
kuning jernih bau khas kecing.
 Saat sakit:
Pasien mengatakan saat sakit BAK 1-3 + (100 cc) perhari berwarna kuning
bau khas kencing
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
0:mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
Kesimplan :
Dalam melakukan aktivitas dan latihan, makandan minum, mandi, berpakian,
berpidah pasien di bantu keluarga, dan toileting pasien di bantu orang lain dan
alat.
2) Latihan
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan melakukan aktivitas seperti biasa melakukan pekerjaan
sebagai Wiraswasta dan ibu rumah tangga. Pasienjuga melakukan kegiatan
selingan seperti berkebun.
 Saat sakit
Pasien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas bebas sekarang pasien
hanya beristirahat untuk mempercepat proses penyembuhan
e. Pola kognitif dan Persepsi
Pasien mengatakan penglihatan, pendengaran, bicaranya jelas dan normal,
komunikasi dengan keluarga lancar. Pasien mengatakan merasa terganggu
dengan penyakitnya yang dialami sekarang dan berharap cepat sembuh agar
bisa bekerja kembali.
f. Pola Persepsi-Konsep diri
- Citra tubuh : Pasien mengatakan tidak memiliki masalah terhadap ukuran
fisik, fisiologis tubuhnya dan tidak merasa malu dengan tubuhnya.
- Harga diri : Pasien mengatakan tidak merasa malu meskipun dirawat
dirumah sakit dan menunda pekerjaan karena sedang sakit.
- Peran : Pasien mengatakan saat ini tidak bisa menjalankan tugasnya
menjadi wiraswasta dan sebagai Ibu Rumah Tangga karena sedang sakit
- Indentitas : Pasien mengatakan namaynya Yn. B, pasien sebagai Ibu
Rumah Tangga, pasien bekerja sebagai Wiraswasta.
- Ideal diri : Pasien mengatakan akan sembuh dan bisa beraktivitas kembali
seperti sebelum sakit
g. Pola Tidur dan Istirahat
 Sebelum sakit:
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam istirahat tidur, pasien
tidur ± 7-8 jam perhari dan tidak biasa tidur siangkarenaharusbekerja.
 Saat sakit:
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam istirahat tidur, pasien
tidur ± 6-7 jam perhari,dan tidur siang 1-2 jam saja.
h. Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatan sekarang beliau sudah menjadi istri,dan sebagai sorang ibu.
Hubungan dengan suamidan keluarganya harmonis, keluarga dan istrinya
selalu mendampingi pasien. Keluarga pasien dan suamiya selalu memberikan
dukungan dan membantu pasien untuk melakukan aktivitas yang tidak bisa
pasien lakukan saat sakit.
i. Pola Seksual-Reproduksi
 Sebelum sakit:
Pasien mengatakan tidak memiliki gangguan dengan alat reproduksinya.
Pasien mengatakan memiliki 2 anak 1 laki-laki dan 1 perempuan.
 Saat sakit :
Pasien mengatakan tidak memiliki gangguan dengan alat reproduksinya.
Pasien mengatakan memiliki 2 anak 1 laki-laki dan 1 perempuan.
j. Pola Toleransi Stress-Koping
Pasien mengatakan jika ada masalah pasien selalu menceritakan kepada
suaminya untuk menyelesaikan masalahnya. Pasien juga selalu berdoa jika
terjadi masalah yang mengangu pikiranya agar lebih rileks atau tenang. Selama
dirawat pasien merasa sedikit gelisah tetapi suaminya selalu menemani pasien
agar tidak gelisah
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien beragama hindu dan pasien selalu berdoa untuk kesembuhan dan
kesehatannya.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum: Sedang
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS: verbal: 4 Psikomotor: 5 Motorik : 3
b. Tanda-tanda Vital : Nadi = 90 x/menit Suhu = 36,5 oC, TD =160/100 mmHg,RR
=28 x/menit
c. Keadaan fisik
a. Kepala dan leher:
o Kepala dan Wajah
Inspeksi : kepala pasien bersih, tidak ada lesi, persebaran rambut
merata, rambut pasien tampak adanya uban.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
o Mata
Inspeksi : mata pasien simetris, konjungtiva an anemis, sklera an
ikterik, pergerakan bola mata simetris
palpasi : tidak ada nyeri tekan ataupun benjolan pada mata pasien
o Hidung
Inspeksi : tampak ada pernapasan cuping hidung, lubang hidung
pasien simetris, persebaran rambut hidung merata, hidung
pasien tampak bersih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada ketiga sinus
o Telinga
Inspeksi : telinga pasien simetris, telinga pasien bersih, tidak ada
lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan pada telinga
pasien
o Mulut
Inspeksi : mukosa mulut lebab, gigi tampak bersih, tidak ada
karies gigi, tidak ada pembesaran tonsil.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan ataupun benjolan pada mulut
Pasien
o Leher
Inspeksi : leher pasien simetris, tidak ada lesi, tampak penggunaan
otot bantu pernapasan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada leher pasien, tidak ada
pembengkakan vena jugularis, tidak ada benjolan pada
leher pasien
b. Dada dan Jantung
Paru
 Inspeksi : Bentuk/kesimetrisan kanan dan kiri sama, tidak terdapat
jejas (luka),kedalaman retraksi tidak ada.
 Palpasi : Vokal premitus (Tujuh puluh jutuh ) getaran kanan dan
kiri sama, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
 Perkusi :ICS 2,4,6 Suara normal sonor
 Auskultasi: Terdengar vesikuler pada kedua lapang paru
Jantung
 Inpeksi : tidak terlihat ictus cordis di intrakostal 5.
 Palpasi : letak jantung pada ICS 4-6 linea midclavikularis kiri,
tidak ada nyeri tekan maupun benjolan
 Perkusi : ICS 4,5 Sinistra suara normal dallnes
 Auskultasi: ICS 5,6 Midclavicula sinistra suara normal S1+S2
tunggal reguler
c. Payudara dan ketiak:
 Payudara
Inspeksi : payudara simetris antara kanan dan kiri, persebaran
rambut payudara merata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan pada payudara
 Ketiak
Inspeksi : persebaran ramput ketiak pasien merata, tidak terdapat
Lesi.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan ataupun benjolan pada ketiak
Pasien.
d. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, lesi (-),bulu tidak ada.
Auskultasi : terdengar bising usus pasien 22x/menit
Perkusi : suara hepar redup, suara lambung timpani, pankreas redup
Palpasi : Nyeri tekan (-) , tidak ada edema.
e. Genetalia:
Genetalia pasien bersih, pasien mengatakan tidak ada nyeri pada alat
kelaminya
f. Integumen:
Inpeksi : kulit kering, warna kulit sawo matang, lesi (-), pertumbuhan
bulu merata.
Palpasi : turgor kulit elestis, Nyeri tekan (-),edema (+).
g. Ekstremitas:
 Atas
Inpeksi : tangan simestris kanan/kiri, fraktur (-), lesi (-), sianosis (-)
Palpasi : Edema (+), nyeri tekan (-), benjolan (-), CRT < 2 detik, akral
hangat

 Bawah
Inpeksi : kaki simestris kanan/kiri, fraktur (-), lesi (-), sianosis (-)
Palpasi : Edema (+), nyeri tekan (-), benjolan (-), CRT < 2 detik, akral
hangat.
h. Neurologis :
 Status mental dan emosi:
Saat pengkajian, pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik, serta
pasien tidak menunjukkan tanda-tanda penolakan dan pasien terlihat
ramah
 Pengkajian saraf kranial:
1 Saraf 1 (olfaktorius) Pasien mampu membedakan bau minyak
kayu putih dan obat-obatan
2 Saraf 2 (optikus) Pasien dapat melihat tulisan atau objek dari jarak
yang jauh
3 Saraf 3,4,6 (okulomotorius, cochlearis, abdusen) Mata dapat
berkontraksi, pasien mampu menggerakkan bola mata ke segala
arah
4 Saraf 5 (trigeminus) Fungsi sensorik : Pasien mengedipkan
matanya bila ada rangsangan
5 Saraf 7 (fasialis) Pasien dapat mengerutkan dahinya, tersenyum
dan dapat mengangkat alis
6 Saraf 8 (akustikus) Pasien dapat mendengar dapat mendengar dan
berkomunikasi dengan baik, tidak ditemukan adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi
7 Saraf 9 (glosofaringeus) Pasien dapat merasakan rasa manis, pahit,
dan pedas
8 Saraf 10 (fagus) Pasien tidak ada kesulitan mengunyah
9 Saraf 11 (assessoris) Pasien dapat mengankat kedua bahu
10 Saraf 12 (hipoglasus) Gerakan lidah simetris, dapat bergerak ke
segala arah
 Pemeriksaan refleks:
Reflek patella, Reflek bisep dan Reflek Trisep pasien normal.

b. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
No Hasil Laboraterium Nilai Niali Normal
1 LFG 50 90
2 Na 147 135-145
Meq/L Meq/L
3 Ureum 80,0 8-24 Mg/dl
Mg/dl
4 Keratin 3,9 0,6 – 12
Mg/dl Mg/dl
5 Protein (albumin) 3,3 3,5 – 5,9
gram/dl gram/dl

2. Pemeriksaan radiologi
Tidak terkaji.
3. Hasil konsultasi
Tidak terkaji.
4. Pemeriksaan penunjang diagnostic lain
Tidak terkaji.

5. ANALISA DATA
A. Tabel Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
(Sesuai dengan
patofisiologi)
DS : Gangguan Mekanisme Hipervolemia
Pasien mengatakan Regulasi
mengeluh sesak.
DO :
- edema anasarka (+)
Kerusakan glomerulus
- BB meningkat 5 kg
dalam 3 hari ini
- produksi urin 100 Retensi Na & air

cc dalam 24 jam
Balance Cairan Edemaanasarka

IWL : 900 cc/24 jam


Balance cairan : 862,5
cc/24 jam
DS : Tidak mampu mengekresi Pola Napas Tidak Efektif
Pasien mengatakan asam (H)
mengeluh sesak

DO : Asidosis
- Tampak pasien
menggunakan otot bantu
Depresi Pusat Pernapasan
pernapasan
- Tampak pernapasan
Peningkatan RR
cuping hidung
- frekuensi napas
28x/menit
Faktor Resiko : Hipertensi Risiko Perfusi
Sereberal Tidak Efektif
Hipertensi
Ds : Kerusakan
vaskulerpembuluh darah
Pasien mengatakan
mempunyai riwayat
Gangguan sirkulasi
hipertensi
Otak
Do :
Tekana Darah 160/100
Suplai O2 ke otak
mmHg menurun

B. Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan Prioritas


NO TANGGAL / DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL Ttd
JAM TERATASI
DITEMUKAN
1 13 Mei 2021 Hipervolemia Berhubungan dengan Gangguan Mekanisme Sabtu, 15
09: 00 Wita Mei 2021
Regulasi ditandai dengan Pasien mengatakan mengeluh
09:00 Wita
sesak, edema anasarka (+), BB meningkat 5 kg dalam 3
hari ini dan produksi urin 100 cc dalam 24 jam. dewa ayu
2 13 Mei 2021 Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan dengan Depresi Sabtu, 15
09: 00 Wita Mei 2021
Pusat Pernapasan ditandai dengan Pasien mengatakan
09:00 Wita
mengeluh sesak, Tampak pasien menggunakan otot bantu
pernapasan, tampak pernapasan cuping hidung, dan dewa ayu
frekuensi napas 28x/menit.
3 13 Mei 2021 Risiko Perfusi Sereberal Tidak Efektif ditandai dengan Sabtu, 15
09: 00 Wita Mei 2021
Faktor Resiko : Hipertensi, Pasien mengatakan
09:00 Wita
mempunyai riwayat hipertensi danTekana Darah 160/100
mmHg. dewa ayu

C. Rencana Tindakan Keperawatan


Hari/ No Rencana Perawatan Ttd
Tgl Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan asuhan Manajemen 1. Mengetahui balance
Kamis,
13 Mei keperawatan selama 3x 24 Hipervolemia : cairan pada tubuh pasien,
2021 jam diharapkan 1. Monitor intake dan agar tidak terjadi dewa ayu
Keseimbangan Cairan auput cairan. penumpunkan cairan pada
kembali normal dengan 2. Timbang berat badan pasien.
kriteria hasil: setiap hari pada waktu 2. Mengetahui kenaikan
- Tidak ada Edema yang sama berat badan yang
anasarka. 3. Tinggikan kepala abnormal yang
- Balance cairan normal. tempat tidur 30-40 0 disebabkan penumpukan
- BAK Kembali normal. 4. Delegatif Pemberian cairan.
- Berat badan kembali Diuretik Thiazide 2,5 3. Memberikan rasa nyaman
normal. mg, 1 kali sehari. pada pasien untuk
mempermudah proses
pernapsan.
4. Diuretik bekerja dengan
mencegah penyerapan
garam, termasuk
natrium dan klorida, di
ginjal. Kadar garam juga
mempengaruhi kadar air
yang diserap atau
dikeluarkan oleh ginjal.
Kamis, 2 Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi : 1. Mengetahui jika terjadi
13 Mei
2021 keperawatan selama 3x 24 1. Monitor pola napas pola napas yang abnormal
jam diharapkan Pola Napas 2. Monitor Frekuensi 2. Mengetahu jika terjadi dewa ayu
kembali dengan kriteria irama kedalaman dan frekuensi irama pada
hasil: upaya napas saat pernapasan.
- Tidak ada penggunaan 3. Dokumentasikan hasil 3. Mencatat setiap tindakan
otot bantu pernapasan. pemantaun yang dilakukan pada
- Tidak ada pernapasan 4. Jelaskan prosedur pasien.
cuping hidung. hasil pemantuan 4. Menginformasikan setiap
- Frekuensi napas kembali tindakan agar pasien
normal 16-20 x/menit. memahi tindakan yang
sudah dilakukan.
Kamis, 3 Setelah dilakukan asuhan Pemantauan Tekanan 1. Mengetahui
13 Mei
2021 keperawatan selama 3x 24 Intrakranial : perubahan tekanan
jam diharapkan perfusi 1. Monitor peningkatan darah untuk dewa ayu
serebal kembali normal tekanan darah menentukan tindakan
dengan kriteria hasil 2. Pertahankan posisi selanjutnya
2. Diharapkan kondisi
- Sakit kepala menurun kepala dan leher netral pasien tidak memburuk

- Pasien tidak gelisah. 3. Jelaskan tujuan dan dan selalu

- Pasien tidak merasa prosedur pemantauan mempertahankan posisi

cemas 4. Kolaborasi dengan kepala dan leher


dokter terkait 3. Diharapkan pasien
- Tekanan darah sistolik
pemberian antibiotik dan keluarga pasien
dan diastolik membaik
130/80 mmHg mengerti terkait
pemantauan kondisi
pasien
4. Sebagai alternatif
lanjutan yang
diberikan kepada
pasien untuk
menunjang kondisi
pasien

D. Implementasi Keperawatan
Hari/ No Ttd
Tindakan Keperawatan Evaluasi proses
Tgl/Jam Dx
1. Memonitor intake dan auput DS :Pasien mengatakan minum habis 1-2
gelas+200 cc kecing 2 kali 100 cc
cairan.
DO :
BB : 60 kg
dewa ayu
IWL : 15 x 60/ 24
900/24 jam
Balnce cairan
Intake :
Rabu 19
minum : 200 cc
Mei
Infus : 500 cc
2021 1
Am : 5 x 60 = 300
09:00
700 + 300 = 1000
Wita
Auput :
kecing : 100 cc
fases : 100 cc
IWL : 900 c
1000- 1,100= 100 cc/24 jam
DS :Pasien mengatakan badanya terasa
2. Menimbang berat badan setiap berat.
hari pada waktu yang sama DO :
BB : 60 Kg
Tampak edema anasarka

3. Meninggikan kepala tempat tidur DS :Pasien mengatakan meras sesak.


DO :
30-40 0
RR : 28 x/menit
Tampak penggunaan otot bantu pernapasan

DS :Pasien mengatakan sesak.


4. Mendelegatif Pemberian Diuretik
DO :-
Thiazide 2,5 mg, 1 kali sehari.
1. Memonitor pola napas DS : Pasien mengatakan sesak
DO :Tampak penggunaan otot bantu
pernapasan
Tampak pernapasan cuping hidung
Rabu 19 dewa ayu
DS : Pasien mengtakan sesak
Mei 2. Memonitor Frekuensi irama
DO : RR : 28 x/menit
2021 2 kedalaman dan upaya napas
DS :-
09:00
DO : -
Wita 3. Mendokumentasikan hasil
pemantaun DS : Pasien mengatakan memahi tentang
4. menjelaskan prosedur hasil penjelasn yang diberikan oleh perawat.
pemantuan DO : Tampak pasien mamahami.
DS : Pasien mengatakan merasa kurang
1. Memonitor peningkatan tekanan
baik
darah DO : TD : 160/100 mmHg
Rabu 19 2. Mempertahankan posisi kepala DS : pasien mengatakan merasa sedikit
dewa ayu
Mei dan leher netral lebih baik
2021 3 DO : -
09:00 3. Menjelaskan tujuan dan prosedur DS : Pasien mengatakan memahami
Wita pemantauan instrusi yang diberikan.

4. Mengkolaborasi dengan dokter DO : pasien tampak memahami instruksi


DS :-
terkait pemberian antibiotic
DO :-

1. Memonitor intake dan auput DS : Pasien mengatakan minum 2-3 gelas.


Kamis Kecing sebanyak 300 cc
cairan.
20 Mei DO :
2021 1 IWL : 15 x 57/ 24
dewa ayu
09:00 855/24 jam
Wita Balnce cairan
Intake :
minum : 300 cc
Infus : 500 cc
Am : 5 x 57 = 275
800 + 275 = 1,075
Auput :
kecing : 500 cc
keringat : 50 cc
iwl: 855cc/24 jam
855 + 550 =
1,075 – 1,405 = -330 cc/24 jam
DS :pasien mengatakn merasa sedikit baik.
2. Menimbang berat badan setiap DO :
hari pada waktu yang sama BB : 57 kg
Tampak ada edema anasarka

3. Meninggikan kepala tempat tidur DS : pasien mengatkan merasa lebih baik.


DO : pasien tampak rileks.
30-40 0
DS : Pasien mengatakan merasa lebih baik.
4. Delegatif Pemberian Diuretik
DO :-
Thiazide 2,5 mg, 1 kali sehari
1. Memonitor pola napas DS : Pasien mengatakan sesaknya sedikit
berkurang.
DO :
Tampak ada pernapasan cuping hidung.
dewa ayu
Tampak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
Kamis
20 Mei DS : Pasien mengtakan sesaknya sedikit
2. Memonitor Frekuensi irama
2021 2 berkurang.
09:00 kedalaman dan upaya napas DO : RR : 25 x/menit
Wita
3. Mendokumentasikan hasil DS :-
pemantaun DO : -

DS : Pasien mengatakan memahi tentang


4. menjelaskan prosedur hasil penjelasn yang diberikan oleh perawat.
pemantuan DO : Tampak pasien mamahami.
Kamis DS : Pasien mengatakn merasa sedikit lebih
1. Memonitor peningkatan tekanan
20 Mei baik
3 darah
2021 DO : TD : 1400/90 mmHg
09:00
Wita 2. Mempertahankan posisi kepala DS : pasien mengatakan merasa lebih baik. dewa ayu
dan leher netral DO : Tampak pasien lebih rileks.

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur DS : Pasien mengatakan memahami


instrusi yang diberikan.
pemantauan
DO : pasien tampak memahami instruksi
4. Mengkolaborasi dengan dokter
DS :-
terkait pemberian antibiotic
DO :-
Sabtu, 1 1. Memonitor intake dan auput DS : Pasien mengatakan minum 2-3 gelas.
15 Mei
cairan. Kecing sebanyak 300 cc
2021
09:00 DO :
Wita
IWL : 15 x 57/ 24
dewa ayu
855/24 jam
Balnce cairan
Intake :
minum : 300 cc
Infus : 500 cc
Am : 5 x 57 = 275
800 + 275 = 1,075
Auput :
kecing : 500 cc
keringat : 50 cc
36 + 550 = 586
1,075 – 1,405 = -330 cc/24 jam
DS :pasien mengatakn sedikit lebih baik
2. Menimbang berat badan setiap
DO :
hari pada waktu yang sama
BB : 57 kg
Tampak ada edema anasarka
3. Meninggikan kepala tempat tidur DS : pasien mengatkan lebih baik.
30-40 0
DO : pasien tampak rilek
4. Mengkolaborasi Pemberian DS :-
Diuretik. DO :tampak ada edema anasarka
Sabtu, 2 1. Memonitor pola napas DS : Pasien mengatakan tidak sesak
15 Mei
DO :Pola napas pasien tampak normal
2021
09:00 Tampak tidak ada pernapasan cuping
Wita
hidung.
2. Memonitor Frekuensi irama dewa ayu
Tidak ada penggunaan otot bantu
kedalaman dan upaya napas
pernapasan

3. Mendokumentasikan hasil
DS : Pasien mengtakan merasa lebih baik
pemantaun
4. menjelaskan prosedur hasil DO : RR : 18 x/menit
pemantuan DS :-
DO :-

DS : Pasien mengatakan memahi tentang


penjelasn yang diberikan oleh perawat.
DO : Tampak pasien mamahami.
Sabtu, 3 1. Memonitor peningkatan tekanan DS : Pasien mengatakn merasa lebih baik
15 Mei
darah DO : TD : 130/80 mmHg
2021
09:00
Wita
DS :pasien mengatakan merasa lebih baik.
2. Mempertahankan posisi kepala dewa ayu
DO : Tampak pasien lebih rileks.
dan leher netral
DS : Pasien mengatakan memahami
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur
instrusi yang diberikan.
pemantauan
DO : pasien tampak memahami instruksi
4. Mengkolaborasi dengan dokter DS :-
terkait pemberian antibiotic
DO :-

E. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl
No No Dx Evaluasi TTd
Jam
1 Sabtu, 15 Hipervolemia Berhubungan dengan S : Pasien mengatakan minum 2-3
Mei 2021
09:00 Gangguan Mekanisme Regulasi gelas, Kecing sebanyak 300 cc.
Wita ditandai dengan O :
- Tidak ada Edema anasarka.
Pasienmengatakanmengeluhsesak, dewa ayu
- Balance cairan normal.
edema anasarka (+), BB meningkat 5
- BAK Kembali normal.
kg dalam 3 hari ini dan produksi urin
- Berat badan kembali normal.
100 cc dalam 24 jam.
A: Masalah teratasi,pertahankan
kondisi pasien.
P : hentikan intervensi.
2 Sabtu, 15 Pola Napas Tidak Efektif S : Pasien mengatkan tidak sesak.
Mei 2021
09:00 Berhubungan dengan Depresi Pusat O:
Wita Pernapasan ditandai dengan - Tidak ada penggunaan otot
Pasienmengatakanmengeluhsesak, bantu pernapasan. Dewa ayu
Tampak pasien menggunakan otot - Tidak ada pernapasan cuping
bantu pernapasan, tampak pernapasan hidung.
cuping hidung, dan frekuensi napas - Frekuensi napas kembali
28x/menit. normal 16-20 x/menit.
A : Masalah teratasi, pertahankan
kondisi pasien.
P : hentikan intervensi
3 Sabtu, 15 Risiko Perfusi Sereberal Tidak S : pasien mengatak merasa lebih
Mei 2021
09:00 Efektif ditandai dengan Faktor baik.
Wita Resiko : Hipertensi, Pasien O :
mengatakan mempunyai riwayat - Sakit kepala menurun dewa ayu
hipertensi dan Tekana Darah 160/100 - Pasien tidak gelisah.
mmHg.
- Pasien tidak merasa cemas
- Tekanan darah sistolik dan
diastolik membaik 130/80
mmHg.
A : Masalah teratasi, pertahankan
kondisi pasien.
P : Hentikan intervensi.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Ruangan:
Umur: No RM:
Paraf
Tanggal Tindakan Perawatan Evaluasi
Nama Terang
19 mei 2021 Menghitung tetesan infuse DS :
dan pemasangan infuse. Pasien mengatakan merasa
sedikit nyeri setelah di
pasang infuse.
DO :
Tampak tidak ada bengkak
pada area yang di pasang Dewa ayu sri
infuse.
Program Studi D3
Keperawatan Universitas Kusuma
Husada Surakarta
2020

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE

(CKD) DENGAN TINDAKAN PEMBATASAN KEBUTUHAN


CAIRAN

Anggun Wahyu Ramadhani

ABSTRAK
Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau CKD merupakan perburukan
fungsi ginjal yang lambat, progresif dan irreversible yang
menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk membuang sisa
dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal
ini mengarah ke penyakit ginjal stadium akhir ( End Stage
Rennal Disease/ ESRD) dan membutuhkan terapi pengganti
ginjal atau transplantasi ginjal untuk mempertahankan hidup.
Kelebihan volume cairan pada pasien gagal ginjal kronik dapat
dilakukan penatalaksanaan non farmakologi yang dapat
diberikan adalah optimalisasi dan pertahankan keseimbangan
cairan salah satunya dengan pemantauan intake output cairan
untuk pembatasan asupan cairan pada pasien. Tindakan
keperawatan untuk mengatasi kelebihan volume cairan pada
pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dapat dilakukan dengan
cara nonfarmakologi. Upaya nonfarmakologi adalah dengan
melakukan pemantauan dengan cara mencatat jumlah cairan
yang masuk dan jumlah urine yang dikeluarkan pasien setiap
harinya menggunakan chart atau tabel. Pemantauan intake
output cairan pasien dilakukan dalam waktu 24 jam dan dapat
dibagi tiap shift jaga (±7 jam) untuk kemudian dimasukkan ke
dalam chart atau table sesuai jam dan jenis intake pasien atau
IWL untuk kemudian dihitung balance cairan pasien. Tujuan
studi kasus ini adalah melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik
dengan masalah pembatasan kebutuhan cairan. Jenis
pengambilan kasus ini adalah deskriptif dengan studi kasus.
Subjek studi kasus ini adalah satu pasien dengan diagnosa
medis dan masalah keperawatan yaitu klien yang mengalami
gagal ginjal kronik (GGK) di ruang ICU Melati 1 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Kesimpulan : Hasil studi kasus dengan
masalah kelebihan volume cairan yang dilakukan tindakan
pemantauan intake output cairan selama tiga hari menunjukan
terjadinya penurunan dalam cairan balance yang signifikan
pada hari kedua serta pada hari ketiga juga mengalami
penurunan namun tidak sebanyak penurunan balance cairan
pada hari kedua karena perawat telah mempertimbangkan
jumlah pembatasan cairan yang masuk pada pasien dalam
jumlah kebutuan cairan pasien.
Kata kunci : Gagal Ginjal Kronik (GGK), kelebihan volume cairan, pemantauan
intake output cairan.
PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronik METODE STUDI KASUS


merupakan kondisi kegagalan Adapun teknik
fungsi ginjal dalam pengumpulan data yang
mempertahankan metabolisme digunakan meliputi wawancara,
cairan dan elektrolit akibat destruksi observasi partisipan, catatan
struktur ginjal yang ditandai dengan individu, atau rekam medik dan
penumpukan ureum di dalam darah perawatan. Data yang telah
(Mutaqqin & Sari, 2011). Gagal terkumpul dianalisis untuk
ginjal kronik dapat menimbulkan melihat masalah keperawatan
berbagai macam komplikasi yang dialami klien serta
diantaranya ; anemia, hiperkalemia, meninjau keefektifan intervensi
perikarditis, penyakit tulang, yang telah dilakukan untuk
bahkan kematian (Hartanto, 2013; menyelesaikan masalah
Padila, 2012). keperawatan pasien, khususnya
Gagal ginjal kronis di Jawa masalah kelebihan volume
Tengah pada tahun 2013 sebanyak cairan.
3,0 % dan meningkatkan pada tahun
2018 menjadi 3,8 % (Kemenkes RI, HASIL STUDI KASUS
2013; Kemenkes RI, 2018). Gagal Hasil Pengkajian
ginjal kronik menjadi salah satu Tn. A saat masuk ruang
masalah kesehatan masyarakat di ICU Melati 1 yakni dengan data
dunia dengan prevalensi yang fokus terkaji keluhan utama pasien
semakin meningkat, dan tampak sesak napas dengan
membutuhkan biaya perawatan respiration rate 28x/ menit.
cukup tinggi (Kemenkes RI, 2017). Namun kondisi pasien semakin
Menurut Smeltzer dan Bare memburuk, pasien mengalami
(2014) setiap sistem tubuh pada penurunan kesadaran kemudian
Chronic Kidney Disease (CKD) pada tanggal 22 Februari 2020
dipengaruhi oleh kondisi uremia, pasien dipindah ke ICU Melati 1.
maka klien akan menunjukkan Pengkajian ketika pasien masuk
sejumlah tanda dan gejala. ICU Melati 1 tingkat kesadaran
Keparahan tanda dan gejala sopor, GCS = E2V2M2, tekanan
bergantung pada bagian dan tingkat darah 158 / 92 mmHg, nadi : 92x /
kerusakan ginjal, usia dan kondisi menit, RR : 28x / menit, suhu
yang mendasari. 36,5 C.
o
Didapatkan hasil
Penatalaksanaan farmakologi pemeriksaan radiologi terjadi
pada gagal ginjal kronik dapat cardiomegaly dengan edema
diberikan terapi obat, hemodialisis, paru.Hasil balance cairan +291 cc.
CAPD dan transplantasi ginjal. Pengkajian di ICU
Penatalaksanaan non farmakologi berfokus pada sistem pernapasan
yang dapat diberikan adalah (breathing) pasien terlihat sesak
optimalisasi dan pertahankan napas, RR : 28x/ menit, pada
keseimbangan cairan dan garam, pemeriksaan auskultasi paru
diet tinggi kalori dan rendah terdengar ronkhi basah pada lobus
protein, mengontrol hipertensi inferior kanan dan lobus inferior
(Rendy & Margareth 2012). kiri. Sistem perkemihan (bladder)
terkaji pasien terpasang kateter
urine, volume urine yang
tertampung kurang lebih 40cc.
Hasil data penunjang
pada pemeriksaan laboratorium hasil pemeriksaan radiologi
yaitu hemoglobin rendah 9,6g/ dl, kesimpulannya terjadi
hematokrit rendah 28%, leukosit cardiomegaly dengan edema
tinggi 18 ribu/ ul, eritrosit rendah paru, hasil balance cairan +291
3,3juta/ ul, creatinin tinggi cc, pada pemeriksaan fisik
14,1mg/ dl, ureum tinggi 239 mg/ auskultasi paru terdengar suara
dl, natrium darah rendah napas tambahan ronchi basah
133Mmol/ L. pada lobus inferior kanan dan
Terapi medis yang lobus inferior kiri. Masalah ini
diberikan selama perawatan harus segera diatasi karena
adalah carian IV: Furosemid 20 kelebihan volume cairan apabila
mg/ 8jam berfungsi untuk tidak segera ditangani akan
mengobati edema karena menyebabkan beban sirkulasi
gangguan jantung ginjal, dan berlebihan, edema, hipertensi
hipertensi. Ampicilin sulbactar dan gagal jantung kongestif
1,5gr/ 12jam berfungsi untuk (Herdman, 2015).
mengobati infeksi saluran
pernapasan, pencernaan, dan
perkemihan dan infus RL 10 Intevensi Hasil intervensi
ml/jam yang berfungsi sebagai keperawatan yang telah disusun
pengembalian cairan elektrolit. penulis setelah melakukan
Peroral : Candesartan 16 mg/ pengkajian dan merumuskan
24jam berfungsi untuk diagnosa keperawatan sebagai
menurunkan tekanan darah, tindak lanjut asuhan keperawatan
melindungi ginjal dari kerusakan pada Tn. A maka didapatkan
karena hipertensi. tujuan dan kriteria hasil diagnosa
keperawatan utama yakni
Diagnosa hipervolemia berhubungan
Hasil dari data dengan gangguan mekanisme
pengkajian dan observasi yang regulasi dibuktikan dengan kadar
diperoleh pada tanggal 25 Hb / Ht turun, terdapat edema,
Februari 2020 pukul 08.00 WIB, balance cairan positif, terdengar
maka penulis melakukan analisa suara napas tambahan ronchi
data dan merumuskan diagnosa basah pada lobus inferior kanan
keperawatan utama menurut dan lobus inferior kiri (D.0022),
SDKI (2017) yaitu hipervolemia dengan hasil SLKI (2019) yakni
berhubungan dengan gangguan keseimbangan cairan (L.03020)
mekanisme regulasi dibuktikan setelah dilakukan tindakan
dengan kadar Hb/ Ht turun, asuhan keperawatan diharapkan
terdapat edema, balance cairan masalah hipervolemia dapat
positif, terdengar suara napas teratasi dengan kriteria hasil
tambahan ronkhi basah pada asupan cairan pasien mampu
lobus inferior kanan dan kiri meningkat, pasien mampu
(D.0022). Hasil data penunjang menunjukkan kelembaban
pada pemeriksaan laboratorium membrane mukosa yang
Tn. A menunjukkan nilai meningkat, pasien menunjukkan
hemoglobin 9,6g/ dl (normal penurunan edema, pasien
13,5-17,5g/ dl), hematokrit menunjukkan penurunan rasa
rendah 28% (normal 33-45%), dehidrasi, pasien menunjukkan
turgor kulit yang baik, serta
pasien mampu menunjukkan
tekanan darah yang membaik, telah diberikan makanan cair
sedangkan intervensi yang 70cc dengan pembilasan 23cc.
dilakukan yaitu SIKI (2018) Tindakan pukul 10.50
yakni pemantauan cairan memonitor laboratorium.
(I.03121) dengan memonitor Subyektif: -. Obyektif: Hasil lab
frekuansi napas, memonitor creatinin 14.4 mg/dl (tinggi),
tekanan darah, memonitor ureum 24.2 mg/dl (tinggi).
elastisitas status turgor kulit, Tindakan pukul 12.00
memonitor intake dan output menginstruksikan keluarga
cairan, membatasi intake cairan mengenai intervensi yang
(bilas NGT), mengatur interval direncanakan untuk menangani
waktu pemantauan sesuai dengan hipervolemia. Subyektif:-.
kondisi pasien, serta Obyektif : keluarga terlihat
menjelaskan tujuan dan prosedur memperhatikan instrusksi
pemantauan. perawat. Tindakan pukul 12.10
Implementasi memonitor status hemodinamika.
Tindakan keperawatan Subyektif:-. Obyektif: TD:
dilaksanakan untuk mengatasi 150/88 mmHg,nadi: 89x/menit.
masalah keperawatan Tindakan pukul 13.00
berdasarkan rencana tindakan melakukan pembatasan intake
tersebut maka dilakukan cairan. Subyektif : -. Obyektif:
tindakan keperawatan. telah diberikan makanan cair
Implementasi dilakukan pada 70cc dengan pembilas 23cc.
hari senin 25 Februari 2020 Tindakan 13.45 memonitor
pukul 09.00 WIB : memonitor hemodinamika. Subyektif:-.
status hemodinamik serta Obyektif: TD: 149/90 mmHg, N:
memonitor tekanan darah. 88x/menit.
Subyektif : -. Obyektif: TD : Tindakan yang
158/92 mmHg, nadi 92x/menit. dilakukan hari selasa 26 Februari
Tindakan yang dilakukan pukul 2020 pukul 07.00 WIB
09.10: memonitor intake dan memonitor status hemodinamika.
output. Subyektif:-. Obyektif: Subyektif :-. Obyektif: TD:
balance cairan +291 cc, jumlah 129/88 mmHg, Nadi: 88x/menit.
intake yang akan diberikan 1430 Tindakan pukul 07.45 WIB
cc. Tindakan yang dilakukan memonitor intake dan output
pukul 09.20 memonitoring pola cairan. Subyektif: -Obyektif :
napas untuk mengetahui adanya intake 1430cc, output 1400cc
edema pulmo. Subyektif:-. balane cairan +30 cc intake yang
Obyektif: irama pernapasan tidak akan diberikan 1400cc. Tindakan
teratur, auskultasi suara paru pukul 07.55 WIB memberikan
terdengar ronkhi basah pada obat sesuai advise dokter.
lobus inferior kanan dan kiri. Subyektif:-. Obyektif: telah
Tindakan pukul 10.00 diberikan furosemid 80 mg/8jam
memonitor status hemodinamik. melalui selang infus IV.
Subyektif: -. Obyektif: TD: Tindakan pukul 08.00 WIB
158/92 mmHg, nadi: 92x/menit. Memonitor status hemodinamik.
Tindakan pukul 10.30 Subyektif :-. Obyektif: TD
memonitor intake dan output 148/89 mmHg, Nadi 90x/menit.
cairan. Subyektif: -. Obyektif: Tindakan pukul 09.45 WIB
membatasi intake cairan.
Subyektif: -. Obyektif: telah
diberikan makanan cair 70cc dengan air pembilas 17cc.
dengan pembilas 18cc. Tindakan Tindakan pukul 13.45 WIB
pukul 09.55 WIB memonitor memonitor intake dan output
hasil laboratorium. Subyektif:-. cairan. Subyektif:-. Obyektif:
Obyektif: hasil lab creatinin 14.1 intake 346cc, output 100cc.
mg/dl (tinggi), ureum 239 mg/dl Tindakan pukul 14.00 WIB
(tinggi). Tindakan pukul 11.00 memonitor status hemodinamika.
WIB memonitor status Subyektif:-. Obyektif: TD:
hemodinamika. Subyektif:-. 146/82 mmHg, nadi : 86x/menit.
Obyektif: TD: 147/84 mmHg,
nadi: 86x/menit. Tindakan pukul
11.40 WIB membatasi intake Evaluasi
cairan. Subyektif:-. Obyektif: Evaluasi atau catatan
telah diberikan makanan cair perkembangan keperawatan
70cc dengan air pembilas 18cc. pada hari senin 25 Februari 2020
Tindakan pada hari pukul 13.00 WIB didapatkan
rabu hasil, Subyektif : -. Obyektif :
27 Februari 2020 pukul 07.00 Balance cairan +291 cc, hasil
WIB memonitor status pemeriksaan laboratorium ureum
hemodinamik. Subyektif:-. 242mg/ dl (tinggi), creatinin
Obyektif: TD 145/87 mmHg, 14,3mg/ dl (tinggi), irama
nadi 80x/menit. Tindakan pukul pernapasan tidak teratur,
07.45 memonitor intake dan pemeriksaan auskultasi suara
output. Subyekti:-. Obyektif: paru terdengar ronkhi basah
intake 1400cc, output 1380cc, pada lobus inferior kanan dan
balance cairan +20cc jumlah lobus inferior kiri, tekanan darah
intake yang akan diberikan 158 / 92 mmHg, pemeriksaan
1380cc. Tindakan pukul 07.50 radiologi foto thorak
WIB memberikan obat sesuai menunjukan edema pulmo.
dengan advise dokter. Analisa : masalah belum teratasi.
Subyektif:- Planning : lanjutkan intervensi,
. Obyektif: telah diberikan Monitor status hemodinamika
furosemid 20mg/8jam melalui per jam, monitor intake dan
selang infus IV. Tindakan pukul outout cairan, monitor hasil
09.20 WIB membatasi intake laboratorium, batasi intake
cairan. Subyektif:-. Obyektif: cairan (air pembilas NGT 23 cc),
telah diberikan makanan cair berikan obat diuretik sesuai
70cc dengan pembilas 17cc. advise dokter (furosemide 20mg/
Tindakan pukul 10.00 WIB 8jam).
memonitor hasil laboratorium. Evaluasi pada hari selasa
Subyektif :-. Obyektif: hasil lab 26 Februari 2020 pukul 11.00
creatinin 13.9 mg/dl dan ureum WIB didapatkan hasil, Subyektif
233 mg/dl. Tindakan pukul 10.10 : -. Obyektif : balance cairan +30
WIB memonitor status cc, irama pernapasan tidak
hemodinamika. Subyektif :-. teratur, hasil pemeriksaan
Obyektif : TD : 140/90 mmHg laboratorium ureum 239 mg/ dl,
,nadi: 92x/menit. Tindakan pukul kreatinin 14,1 mg/ dl, tekanan
11.10 WIB membatasi intake darah 147/87 mmHg, auskultasi
cairan. Subyektif:-. Obyektif: paru terdengar suara napas
telah diberikan makanan cair tambahan ronchi basah pada
70cc
lobus inferior kanan dan lobus inferior kiri. Analisa : masalah Edema Terden Terden Terden
belum teratasi. Planning: Monitor status hemodinamika per paru gar gar gar
jam, monitor intake dan outout cairan, monitor hasil (hasil suara suara suara
laboratorium, batasi intake cairan (air pembilas NGT 18 cc), auskulta napas napas napas
berikan obat diuretik sesuai advise dokter (furosemide 20mg/ si suara tambah tambah tambah
8jam). paru) an an an
Evaluasi pada hari rabu ronchi ronchi ronchi
27 Februari 2020 pukul 14.00 basah basah basah
WIB, Subyektif : -. Obyektif : pada pada pada
balance cairan +20 cc, hasil lobus lobus lobus
pemeriksaan lab kreatinin 13.9 inferior inferior inferior
mg/ dl, ureum 23.3 mg/ dl, irama kanan kanan kanan
pernapasan tidak teratur, pada PEMBAHASANdan dan dan
pemeriksaan paru masih lobus
Pada lobus
bab ini lobus penulis
terdengar suara napas tambahan akan inferio inferio
membahas inferior
tentang
yaitu ronkhi basah pada lobus r kiri
kesenjangan r kiri dan kiri
teori tindakan
inferior kanan dan kiri, tekanan proses pada asuhan keperawatan
darah 146/82 mmHg. Analisa: pada pasien Chronic Kidney
masalah belum teratasi. Planning Disease (CKD) dengan tindakan
: Monitor status hemodinamika pembatasan kebutuhan cairan
per jam, monitor intake dan pada pasien CKD di ruang
outout cairan, monitor hasil Melati ICU RSUD Dr.
laboratorium, batasi intake Moewardi Surakarta yang
cairan (air pembilas NGT 17cc), dilakukan pada tanggal 25
berikan obat diuretik sesuai Februari 2020 - 27 Februari
advise dokter (furosemide 20mg/ 2020. Pembahasan tentang
8jam). proses asuhan keperawatan ini
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Masalah meliputi pengkajian, masalah
Kelebihan Volume Cairan keperawatan atau diagnosa
keperawatan, perencanaan
Evaluasi Hari ke Hari ke Hari ke 3 keperawatan, implementasi
1 2 keperawatan, dan evaluasi
Balance +291 cc +30 +20 keperawatan.
cairan Penulis akan membahas
Tekanan 158/92 147/87 146/82 prioritas diagnosa ketiga yaitu
darah mmHg mmHg mmHg Hipervolemia berhubungan
Ureum 242 239 233 dengan gangguan mekanisme
mg/dl mg/dl mg/dl regulasi dibuktikan dengan kadar
Kreatinin 14,3 14,1 13,9 Hb / Ht turun, terdapat edema,
mg/dl mg/dl mg/dl balance cairan positif, terdengar
suara napas tambahan (D.0022)
dengan tindakan aplikatif
pembatasan cairan guna
mencegah terjadinya overload
pada pasien CKD.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat
Evaluasi dari tindakan yang
meningkatkan fasilitas, sarana,
sudah dilakukan pada diagnosa
dan prasarana dalam proses
hipervolemia berhubungan
pendidikan dari apa yang sudah
dengan gangguan mekanisme
ada saat ini, melengkapi
regulasi dibuktikan dengan kadar
perpustakaan dengan buku-buku
Hb/Ht turun, terdapat edema,
keperawatan khususnya
balance cairan positif, terdengar
suara napas tambahan (D.0022) gangguan sistem perkemihan
terutama CKD.
Bagi Perawat
yaitu evaluasi pada hari senin 25
Februari 2020 pukul 13.00 WIB Diharapkan perawat
didapatkan hasil masalah belum dapat berkolaborasi dengan
teratasi, lanjutkan intervensi. tenaga kesehatan lain dalam
Evaluasi pada hari selasa 25 pemberian asuhan keperawatan
Februari pukul 11.00 WIB kepada klien dengan gangguan
didapatkan hasil masalah belum sistem perkemihan terutama
teratasi dan melanjutkan CKD dan melakukan perawatan
intervensi. Evaluasi pada hari sesuai dengan SOP.
rabu 27 Februari 2020 pukul Bagi Penulis
09.00 didapatkan hasil masalah Diharapkan dapat
teratasi sebagian karena kriteria memberikan pengelolaan
hasil dalam tujuan belum selanjutnya pada pasien dengan
tercapai. masalah keperawatan
Saran pembatasan cairan pada
Bagi Rumah sakit penderita CKD

Diharapkan bisa Bagi pembaca


memberikan pelayanan serta Diharapkan dapat memberikan
mempertahankan sarana dan kemudahan bagi pembaca untuk
prasarana yang sudah ada dalam pengembangan dalam ilmu
pemenuhan asuhan keperawatan keperawatan, di harapkan juga
klien khususnya klien dengan setelah membaca KTI ini
penderita CKD pembaca dapat mengetahui
tentang CKD
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, et al. (2016). Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik. Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 19 No. 3
November 2016, hal 152-60

Conchon, M. F., & Fonseca, L F. (2014). Ice and water efficiency In


the management of thirs in the immediate postoperative
period: randomized clinical trial. Journal of Nursing UFPE on
line, 8(5), 1435-1440.
Debora, Oda. (2013). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :
Salemba Medika

Elizabeth J, Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Fadhillah, dkk. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Fadhillah, dkk. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI

Fadhillah, dkk. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Fransisca, K., 2011. Waspadalah 24 penyebab ginjal rusak. Jakarta : Cerdas


Sehat.

Hartanto, H (penyadur)., 2013. Buku saku patofisiologi menjadi sangat mudah


edisi 2. Jakarta : EGC.

Hartono, A (penyadur)., 2013. Buku ajar patofisilogi. Jakarta : EGC.

Herdman, T. Heather. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Hidayati, W., & Wahyuni, K., 2012. Pengalaman self-care berdasarkan teori
orem pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
Nursing Studies Journal, 1(1), 244–251. Available at :
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnursing/article/view/File/457/456
(diakses 21 Januari 2020 pukul 13:00 WIB)
Hidayat, A.A.A., 2010. Metode penelitian kebidanan teknik analisa data. Jakarta :
Salemba Medika.

Hidayat, A.A.(2014). Medika Penelitian Kebidanan dan Teknik


Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Hidayati, W., & Wahyuni, K., 2012. Pengalaman self-care berdasarkan teori orem
pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Nursing
Studies Journal, 1(1), 244–251. Available at :
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnursing/article/view/File/457/456
(diakses 20 Januari 2020 pukul 13:00 WIB)

Kementerian Kesehatan RI., 2013. Riset Kesehatan Dasar. Available at :


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%2 0213.pdf (diakses 21 Januari 2020 pukul 10:00 WIB)

Kesehatan RI., 2017. InfoDatin Situasi Penyakit Ginjal Kronik. Available at :


http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/
inf odatin%20ginjal%202017.pdf (diakses 21 Januari 2020 pukul 11:00 WIB)

Kemenkes Ri (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta :Balitbang


Kemenkes RI.

Kemenkes. (2018). Lampiran Data Profil Kesehatan Indonesia

Kusyati, Eni, dkk. (2016). Keperawatan Dasar Keterampilan dan Prosedur


Laboratorium Dasar. Jakarta: EGC

Kozier, B., ERB, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2011). Buku ajar
fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Alih
bahasa Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti, Yuyun Yuningsih
dan Ana Lusyana. Jakarta: EGC
Lina, Liza Fitri dan Sari Eliza Permata. 2016. Pengaruh terapi murottal al-quran
surat ar-rahman terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien
hemodialisa di ruang hemodialisa Rsud dr. Yunus Bengkulu tahun 2016.
Jurnal Ilmiah.Vol.1 No.1.

Morton, P., Dorrie, F., Carolyn. M. H.,Barbara. M. h.(2011). Keperawatan kritis


:Pendekatan Asuhan Holistic. Jakarta : EGC.

Mulyanto, dkk (penyadur)., 2014. Keperawatan medikal bedah manajemen klinis


untuk hasil yang diharapkan edisi 8. Singapura : Elsevier.

Muttaqin, A., & Sari, K., 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, A., & Kumala, S. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam.(2014).Metodologi penelitian ilmu


keperawatan.Jakarta:Salemba Medika
Padila., 2012. Buku ajar: Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Pendit, B.U (penyadur)., 2015. Patofisiologi penyakit pengantar


menuju kedokteran klinis edisi 5. Jakarta : EGC.

PENEFRI. (2012). Fifth Report Of Indonesian Renal Registry 2012. Diakses tanggal
07 Januari 2020 dari http://www.penefri.inasn.org/gallery.html
Prabowo, Eko & Pranata, Adi E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika

Riskesdas. (2018). Penyakit Tidak Menular : Chronical Kidney Disease


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI

Rizqiea, Noerma Shovie dkk. 2017. Terapi murottal dan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik dengan hemodialisa di Rsud dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Adi
Husada Nursing Journal. Vol. 3 N0.2.

Rendy, M.C., & TH, M., 2012. Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Setiadi. 2013. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sudoyo, A. W ., & Setiyohadi, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2015)


Suharyanto, T., & Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem perkemihan. Jakarta : Trans Info Media

Suwitra Ketut. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Edisi.V. Interna Publishing.

Smeltzer, S. C., & Bare. B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C.,& Bare, B.G.(2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah.Jakarta:EGC.

Thomas, J & Tanya. M. (2012). Pemeriksaan Fisik dan Keterampilan Praktis.

Jakarta : EGC
Udjianti, Wajan Juni. 2013. Keperawatan Kardiovaskular. Cetakan Ketiga.
Jakarta: Salemba Medika

WHO. 2017. How Can We Achieve Global Equity in Provicion of Renal Replacement
Therapy. Bull WHO. 86: 16-240
ANALISIS JURNAL I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DENGAN TINDAKAN PEMBATASAN KEBUTUHAN CAIRAN

Population : Dalam jurnal tidak dijelaskan populasi dalam penelitian jurnal.

Intervention : Hasil intervensi keperawatan yang telah disusun penulis setelah melakukan
pengkajian dan merumuskan diagnosa keperawatan sebagai tindak lanjut asuhan
keperawatan pada Tn. A maka didapatkan tujuan dan kriteria hasil diagnosa
keperawatan utama yakni hipervolemia berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi dibuktikan dengan kadar Hb / Ht turun, terdapat edema,
balance cairan positif, terdengar suara napas tambahan ronchi basah pada lobus
inferior kanan dan lobus inferior kiri (D.0022), dengan hasil SLKI (2019) yakni
keseimbangan cairan (L.03020) setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
diharapkan masalah hipervolemia dapat teratasi dengan kriteria hasil asupan
cairan pasien mampu meningkat, pasien mampu menunjukkan kelembaban
membrane mukosa yang meningkat, pasien menunjukkan penurunan edema,
pasien menunjukkan penurunan rasa dehidrasi, pasien menunjukkan turgor kulit
yang baik, serta pasien mampu menunjukkan tekanan darah yang membaik,
sedangkan intervensi yang dilakukan yaitu SIKI (2018) yakni pemantauan cairan
(I.03121) dengan memonitor frekuansi napas, memonitor tekanan darah,
memonitor elastisitas status turgor kulit, memonitor intake dan output cairan,
membatasi intake cairan (bilas NGT), mengatur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien, serta menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
Comparasion : Pada jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease (Ckd)
Dengan Tindakan Pembatasan Kebutuhan Cairan tidak intervensi pembanding
pada jurnal ini.
Outcome : Evaluasi atau catatan perkembangan keperawatan pada hari senin 25 Februari
2020 pukul 13.00 WIB didapatkan hasil, Subyektif : -. Obyektif : Balance cairan
+291 cc, hasil pemeriksaan laboratorium ureum 242 mg/ dl (tinggi), creatinin
14,3mg/ dl (tinggi), irama pernapasan tidak teratur, pemeriksaan auskultasi suara
paru terdengar ronkhi basah pada lobus inferior kanan dan lobus inferior kiri,
tekanan darah 158 / 92 mmHg, pemeriksaan radiologi foto thorak menunjukan
edema pulmo. Analisa : masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi,
Monitor status hemodinamika per jam, monitor intake dan outout cairan, monitor
hasil laboratorium, batasi intake cairan (air pembilas NGT 23 cc), berikan obat
diuretik sesuai advise dokter (furosemide 20mg/ 8jam). Evaluasi pada hari selasa 26
Februari 2020 pukul 11.00 WIB didapatkan hasil, Subyektif : -. Obyektif : balance
cairan +30 cc, irama pernapasan tidak teratur, hasil pemeriksaan laboratorium
ureum 239 mg/ dl, kreatinin 14,1 mg/ dl, tekanan darah 147/87 mmHg, auskultasi
paru terdengar suara napas tambahan ronchi basah pada lobus inferior kanan dan
lobus inferior kiri. Analisa : masalah belum teratasi. Planning: Monitor status
hemodinamika per jam, monitor intake dan outout cairan, monitor hasil
laboratorium, batasi intake cairan (air pembilas NGT 18 cc), berikan obat diuretik
sesuai advise dokter (furosemide 20mg/ 8jam). Evaluasi pada hari rabu 27 Februari
2020 pukul 14.00 WIB, Subyektif : -. Obyektif : balance cairan +20 cc, hasil
pemeriksaan lab kreatinin 13.9 mg/ dl, ureum 23.3 mg/ dl, irama pernapasan tidak
teratur, pada pemeriksaan paru masih terdengar suara napas tambahan yaitu ronkhi
basah pada lobus inferior kanan dan kiri, tekanan darah 146/82 mmHg. Analisa:
masalah belum teratasi. Planning : Monitor status hemodinamika per jam, monitor
intake dan outout cairan, monitor hasil laboratorium, batasi intake cairan (air
pembilas NGT 17cc), berikan obat diuretik sesuai advise dokter (furosemide 20mg/
8jam).
Time : Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang dilakukan pada tanggal 25 Februari 2020
- 27 Februari 2020.
ANALISIS JURNAL II

PEMANTAUAN INTAKE OUTPUT CAIRAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIK DAPAT MENCEGAH OVERLOAD CAIRAN

Population : Dalam jurnal tidak dijelaskan populasi dalam penelitian jurnal.

Intervention : Pasien yang menjadi kelolaan pada studi kasus ini adalah Ny. S (50 tahun),
dirawat di RS sejak tanggal 7 Mei 2014 dengan keluhan ketika masuk, meliputi
sesak nafas, kondisi kaki bengkak dan perut yang membesar, mual, serta lemas.
Klien memiliki riwayat obesitas (riwayat BB=100 kg, suka makan gorengan dan
makanan berpenyedap kuat), riwayat merokok dan menderita DM tipe 2 (riwayat
GDS 300 mg/dl) sejak empat tahun yang lalu disertai dengan hipertensi grade 1
(riwayat TD 160/90 mmHg). Masalah keperawatan yang muncul berdasarkan hasil
pengkajian melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium,
meliputi gangguan perfusi jaringan perifer, kelebihan volume cairan, risiko
gangguan keseimbangan nutrisi, risiko infeksi, intoleransi aktivitas, serta kerusakan
intergritas kulit.
Comparasion : Pada jurnal Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Dapat Mencegah Overload Cairan tidak ada intervensi pembading.
Outcome : Tindakan keperawatan dalam mengatasi overload meliputi pemantauan TTV
(TD), status mental, CVP, distensi vena leher, suara nafas, berat badan, status
hidrasi, pemantauan adanya edema, ascites, kolaborasi pembatasan cairan dan
pantau intake output (Dongoes, Moorhouse, & Murr, 2010). Intervensi
selanjutnya yang dilakukan dalam mengatasi kelebihan cairan pada pasien GGK
adalah berupa pemantauan berat badan, edema atau ascites dan status hidrasi.
Perubahan berat badan secara signifikan yang terjadi dalam 24 jam menjadi salah
satu indikator status cairan dalam tubuh. Kenaikan 1 kg dalam 24 jam
menunjukkan kemungkinan adanya tambahan akumulasi cairan pada jaringan
tubuh sebanyak 1 liter. Pemantauan selanjutnya, berupa pemantauan adanya
edema dan ascites menunjukkan adanya akumulasi cairan di jaringan interstisial
tubuh yang salah satu kemungkinan penyebabnya perpindahan cairan ke jaringan.
Salah satu pemicu kondisi tersebut adalah peningkatan volume cairan dalam
pembuluh darah (Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’Brien & Bucher, 2007).
Sehubungan dengan tindakan kolaborasi, intervensi keperawatan dalam
menangani kelebihan cairan diantaranya adalah kolaborasi pembatasan intake
cairan. Pada pasien GGK pembatasan cairan harus dilakukan untuk menyesuaikan
asupan cairan dengan toleransi ginjal dalam regulasi (ekresi cairan), hal tersebut
dikarenakan penurunan laju ekresi ginjal dalam membuang kelebihan cairan
tubuh sehubungan dengan penurunan LFG. Pada pasien ginjal intake cairan yang
direkomendasikan bergantung pada jumlah urin 24 jam, yaitu jumlah urin 24 jam
sebelumnya ditambahkan 500-800 cc (IWL) (Europan Society for Parenteral and
Enteral Nutrition dalam Pasticci, Fantuzzi, Pegoraro, Mc Cann, Bedogni, 2012).
Time : Pada jurnal tidak dituliskan waktu penelitian.

Anda mungkin juga menyukai