Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

PADA PASIEN NY.N DENGAN KASUS CKD ON HB DI RUANGAN


RAJAWALI BAWAH
RSUD ANUTAPURA PALU

DI SUSUN OLEH :

FILDA YULINDA

CI LAHAN CI INSTITUSI

Widyarti, S.Kep.,Ns Ns. Sri Marnianti Irnawan,S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2023/2024
KONSEP KEPERAWATAN PADA KASUS CKD ON HEMODIALISA
DENGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

A. Konsep Kebutuhan Dasar


1. Pengertian
Salah satu gangguan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi
pada CKD adalah kebutuhan oksigenasi. Kebutuhan oksigenasi
merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan
aktivitas berbagai organ atau sel. Jaringan yang melakukan
metabolisme aerob, proses membentuk energi dengan adanya oksigen,
bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan hidup.
Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) cenderung ditemukan
adanya pernafasan yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas
yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas normal,
adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk
mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis metabolik, pergerakan dada
yang tidak simetris, vokal fremitus cenderung tidak sama getarannya
antar lobus paru, terdengar suara dullness saat perkusi paru sebagai
akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi paru cenderung
terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan ditemukan
adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai akibat dari
ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar karena adanya
edema paru, nyeri dada dan sesak nafas akibat adanya penimbunan
cairan di paru-paru (Potter dan Patricia, 2010).
Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease
(CKD) yaitu merupakan kehilangan atau penurunan fungsi ginjal yang
sudah lanjut dan bertahap serta bersifat menahun sehingga ginjal tidak
dapat berfungsi dengan baik dan perlu dilakukan perawatan dan
pengobatan yang serius. Perbedaan kata kronis disini dibanding
dengan akut adalah kronologis waktu dan tingkat fisiologis flitrasi.
Berdasarkan Mc Clellan (2006) dijelaskan bahwa gagal ginjal kronis
merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten
(keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan:
a. Kerusakan ginjal; dan
b. Kerusakan Glomerulus Filtration Rae (GFR) dengan angka GFR
≤ 60 ml/menit/1,73 m2.

Berdasarkan analisa definisi di atas, jelas bahwa gagal ginjal


kronis merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama,
sehingga mengakibatkan gangguan yang persisten dan dampak yang
bersifat kontinu. Sedangkan National Kidney Foundation (NKF)
mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi
mikroalbuminuria/over proteinuria, abnormalitas sedimentasi, dan
abnormalitas gambaran ginjal. Oleh karena itu, perlu diketahui
klasifikasi dari derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui tingkat
prognosanya.

Stage Deskripsi GFR (ml/menit/1,73 m2)


1 Kidnet damage with normal or increase ≥90
of GFR
2 Kidney damaege eith mild decrease of 60-89
GFR
3 Moderate decrease of GFR 30-59
4 Severe decrease of GFR 15-29
5 Kidney failure < 15 (or dialysis)
(Prabowo & Pranata, 2014; (tanto, liwang, hanifan, & pradipta, 2014)

2. Anatomi
a. Sistem Ginjal

b. Sistem Pernapasan

3. Fisiologi
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum
abdominalis dibelakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis
III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti
biji buah kacang merah (kara/ ercis), jumlahnya ada 2 buah kiri dan
kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan pada orang dewasa
berat ginjal ±200 gram dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih
panjangn dari pada ginjal wanita. Satuan structural dan fungsional
ginjal yang terkecil disebut nefron. Tiap-tiap nefron terdiri terdiri atas
kompenen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh-pembuluh darah yaitu glumerolus dan kapiler peritubular
yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul
bowman serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontortus distal, tubulus pengumpal dan lengkung henle yang
terdapat pada medulla kapsula bowman terdiri atas lapisan partiel
(Luar) berbentuk gepeng dan lapis visceral (Langsung membukus
kapiler glumerolus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran
mirip jari disebut podosit (sel berkaki)atau pedikel yang memeluk
kapiler secara teratur sehingga celah-celah antara pedikel itu sangat
teratu. Kapsula bowman bersama gloumerolus disebut korpuskel renal,
bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disebut dengan tubulus
kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok-belok, kemudian
menjadi saluran lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis
disebut ansa henle atau loop of henle, karena membuat lengkungan
tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut
sebagai tubulus kontortus distal
a. Bagian-bagian ginjal
Bila ginjal kita iris memanjang, maka akan tampak ginjal terdiri
dari tiga bagian, yaitu:
1. Kulit ginjal (Korteks)
Pada korteks ada yang bertugas melaksanakan pennyaringan
darah yang disebut nefron yang banyak mengandung kapiler-
kapiler darah yang tersusun bergumpal disebut glemorolus.
Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman dan
gabungan antara glomerulus dengan simpai bownman disebut
badan malphigi penyaringan darah terjadi pada badan
malphigi, yaitu diantara glomerulus dan simpai bownman. Zat-
zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai
bownman
2. Sum-sum Ginjal (Medula)
Sum-sum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang
disebut pyramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks
dan puncaknya disebut apeks atau papilla renis, mengarah
kebagian dalam ginjal. Satu pyramid dengan jaringan korteks
didalamnya disebut lobus ginjal. Diantar pyramid terdapat
jaringan korteks yang disebut kolumna renal, tempat
berkumpulnya ribuan pembuluh halus lanjutan dari simpai
bownman yang menngangkut urine hasil penyaringan darah
dalam badan malphigi.
3. Rongga ginjal (Pelvis renalis)
Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal diginjal,
berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan
ginjal, pelvis renalis bercabang duaatau tiga disebut kaliks
mayor yang masing-masing bercabang membentuk kaliks
minor yang langsung menutupi papilla renis dari pyramid.
Kaliks minor ini menampung urine yang terus keluar dari
papilla. Dari kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor,
kepelvis renis, keureter, hingga ditampung dikandung kemih
b. Fungsi ginjal
1. Mengekskresikan zat-zat sisa metabolism yang mengandung
nitrogen-nitrogen, misalnya ammonia
2. Mengekskresikan zat-zat yang jumlahnya berlebihan
(Misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat-
obatan, bakteri dan zat warna)
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara
osmoregulasi
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan
kelebihan asam atau basa
c. Ureter
Terdiri dari dua saluran pipa, masing-masing bersambung dari
ginjal kekandung kemih, panjangnya ±25-30 dengan penampang
±0,5 cm. ureter terletak pada sebgian rongga abdomen dan
sebagian terletak dalam rongga pelvis
d. Vesika urinaria
Vesical urinaria mengembang dan mengempis seperti balon karet,
terletak dibelakang simfisis pubis didalam rongga panggul.
Terjadinya distensi kandung kemih oleh air kemih dengan jumlah
±250cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (Proses miksi),
akibatnya akan terjadi reflex kontraksi dinding kandung kemih,
dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinter eksternus, dan
akhirnya terjadi pengosongan kandungn kemih
e. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih
yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra
berjalan berkelok-kelok melalui tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian
penis panjangnya ±20 cm
4. Perubahan fungsi

a. Gangguan pembuluh darah ginjal : berbagai jenis lesi vaskular


dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan
ginjal.lesi yang paling sering adalah aterosklerosis pada arteri
renalis yang besar,dengan konstriksi skleratik progresif
padapembuluh darah.hiperplasi fibromuskular pada suatu atau
lebih arteril besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh
darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh
hipertensi lama yang tidak diobati,dikarakteristikkan oleh
penebalan hilangnya elastisitas sistem,perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Ganguan imunologis: seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama
E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius
bakteri.bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang
lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagi.bawah
lewat ureter keginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan
irreversibel ginjal yang disebut plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik: seperti DM yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan
diginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius
merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik
atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal,hipertrofi prostat,dan
konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik = kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi
cairan didalam ginjal dan organ lain,serta tidak adanya jaringan
ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis) serta adanya
asidosis (Wijaya & Putri, 2013)
h. Gagal ginjal kronik sering kali menjadi penyakit komplikasi dari
penyakit lainnya,sehingga merupakan penyakit sekunder
(secondary illness).penyebab yang sering adalah diabetes mellitus
dan hipertensi.selain itu,ada beberapa penyebab lainnya dari gagal
ginjal kronis,yaitu (Robinson,2013):
1. Penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis)
2. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis,tuberkulosis)
3. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)
4. Penyakit vaskuler ( renal nephrosclerosis)
5. Obstruksi saluran kemih (nephrolithisis)
6. Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
7. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida) (Prabowo &
Pranata, 2014)

5. Pemeriksaan Fisik
a. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi,
mulut kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan
mual. Kemudian terjadi enurunan kesadaran (somnolen), dan
nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah
peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami
kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling khas adalah
terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang
tinggi.
b. Kardiovaskular
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic
pericarditis, efflusi pericardial (kemungkinan bisa terjadi
tamponade jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema
perifer.
c. Respiratory System
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub
dan efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis
dan uremic lung, dan sesak napas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada
mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan
gusi, dan kemungkinan juga disertai parotitis, esophagitis,
gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/usus
besar,colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya
mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vomiting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada
scalp. Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpula,
ekimosis,petechiae, dan timbunan urea pada kulit.

f. Neurologis
Biasanya ditunjukkan denagn adanya neuropathy perifer ,
nyeri, gatal pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram
pada otot dan reflex kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa
kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma,dan kejang. Dari
hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolic
encephalophaty.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea
dan gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan
sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan
metabolisme karbohidrat.
h. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunaan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan
platelet.Biasanya masalah yang serius pada sistem hematologi
ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan
petechiae).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur
pathologis, dan kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)
(Prabowo & Pranata, 2014)
6. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik pada gagal ginjal kronis menurut
Doenges(2000) dalam penelitian Kardiyudiani & Susanti (2019)
adalah sebagai berikut:
a. Urine : Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau
urine tidak ada (anuria). Warna secara abnormal urine keruh
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau
urat. Berat jenis urine : kurang dari 1,015, kreatinin menurun.
Natrium: lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium. Protein: derajat tinggi proteinuria , terdapat
oedem3-4+, secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus.
b. Menurut Bauldoff (2011) pemeriksaan pada:
1) Darah : BUN dan serum kreatinin digunakan untuk
mengevaluasi fungsi ginjal dan menilai perkembangan
kerusakan ginjal. Nilai BUN 20-50 mg/dl menandakan
azotemia ringan; level lebih besar dari 100 mg/dl
mengindikasikan kerusakan ginjal berat; level BUN berkisar
≥200 mg/dl menjadi gejala uremia. Nilai serum kreatinin ≥ 4
mg/dl mengindikasi bahwa teradi kerusakan ginjal serius
(Najikhah & Warsono, 2020)
Nilai dan rujukan kadar ureum dan nilai rujukan kadar
kreatinin dijelaskan seperti tabel 1 dan 2 sebagai berikut :

Tabel 1 Nilai dan Rujukan Kadar Ureum


Spesimen Nilai rujukan

Plasma atau 6-20 mg/dl 2,1-7,1 mmol urea/hari

serum
12-20 g/hari 0,43-0,71 mmol

Urine 24 jam urea/hari


(sumber: Najikhah & Warsono, 2020)

Tabel 2 Nilai Rujukan Kadar Kreatinin


Populasi Sampel Metode Jaffe Metode
Enzimatik
Pria Plasma atau 0,9-1,3 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL
dewasa serum (55-96
(80-115 µmol/L)
µmol/L)

Wanita Plasma atau 0,6-1,1 mg/dL 0,5-0,8 mg/dL


dewasa serum (40-66
(53-97 µmol/L)
µmol/L)

Anak Plasma atau 0,3-0,7 mg/dL 0,0-0,6

serum (27-62 µmol/L) mg/dL (0-52


µmol/L)

Populasi Sampel Metode Jaffe Metode

Enzimatik
Pria dewasa Urin 24 jam 800-2000 mg/hari
(7,1-
17,7 mmol/hari)

Wanita Utin 24 jam 600-1.800 mg/hari


dewasa (5,3-
15,9 mmol/hari)

(Sumber : Najikhah & Warsono, 2020)

a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia


b) Sel darah merah, menurun pada defisien eritropoetin seperti
azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
e) Kalsium menurun
f) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang
asam amino esensial.
g) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering
sama dengan urin.
2) Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan


pada pasien gagal ginjal kronis ialah pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Ultrasonografi saat ini digunakan
sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal
ginjal untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem
collecting dan pembuluh darah ginjal. Pemeriksaan USG pada
ginjal untuk mengetahui adanya pembesaran ginjal, kristal,
batu ginjal, dan mengkaji aliran urin dalam ginjal.
Ultrasonografi abdomen pada pasien gagal ginjal kronis
biasanya ditandai dengan korteks yang lebih hiperekoik hingga
hampir sama dengan sinus renalis. Selain itu dapat pula
ditemukan ukuran ginjal yang mengecil dan batas korteks
medula yang tidak jelas. Pada pemeriksaan USG gambaran
hiperekoik pada parenkim ginjal kanan dapat menimbulkan
kecurigaan adanya radang pada ginjal kanan. Normalnya,
parenkim ginjal pada bagian korteks memiliki sonodensitas
yang lebih rendah dari pada hepar, sehingga bersifat
hiperekoik. (Gani, Ali, & Paat, 2017)
7. Tindakan Penanganan
Menurut Price & Watson (2015) dalam penelitian Siregar (2020)
menyatakan penatalaksaan pada pasien penyakit ginjal kronis
tergantung pada stadium yang dialaminya, dengan tujuan untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatisnya penatalaksanaan
PGK dibagi menjadi 2 tahapan. Tahap yang pertama adalah untuk
mencegah progresivitas penyakit ginjal kronik bisa dilakukan dengan
cara, antara lain pengaturan diit (protein, fosfat, kalium dan glukosa),
penyesuaian dosis obat yang diberikan dan juga pemberian edukasi..
Tahap selanjutnya dilakukan ketika tahapan pengobatan yang pertama
sudah tidak mampu untuk mengatasinya berupa terapi pengganti
ginjal. Pasien yang telah mengalami penyakit ginjal stadium akhir
biasanya ditandai dengan uremia, pada stadium ini harus dilakukan
terapi pengganti ginjal. Terdapat dua terapi pengganti ginjal yang
pertama adalah dialysis (hemodialisis dan peritoneal dialisis) dan yang
kedua adalah transplantasi ginjal.
a. Konsep Hemodialisa
Dialisa adalah suatu proses solute dan air mengalami difusi
atau perbaruan secara pasif melalui suatu membrane berpori dari
kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa
adalah pergerakan atau pemindahan larutan dan air dari darah
melewati membrane dializer ke dalam dialisat. Pemindahaan ini
dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik
mengakibatkan aliran yang besar dari air plasma melalui
membran. Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam
pengobatan gagal ginjal kronis di Amerika Serikat. Hemodialisa
memerlukan sebuah mesin dialisa dan filter khusus yang disebut
dializer atau suatu membran semipermeable) yang digunakan
untuk membersihkan darah lalu dikeluarkan dari tubuh dan
beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa
memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu
hubungan buatan antara arteri dan vena yang disebut Fistula
Arterivenosa melalui pembedahan. (Nuari & Widayanti, 2017)
b. Indikasi
Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan
kesehatan pasien. Pengobatan biasanya dimulai apabila pasien
dalam kondisi ginjal sudah tidak dapat bekerja, menderita
neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya.
Pengobatan dilakukan jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100
ml pada pria, 4 mg/100 ml pada wanita dan GFR kurang dari 4
ml/menit. Secara ideal laju filtrasi ginjal (LFG) kurang dari 15
ml/menit, kurang dari 10 ml/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 ml/menit walaupun
tanpa gejala dapat menjalani dialysis. Selain indikasi tersebut,
hemodialisa disarankan apabila terdapat komplikasi khusus seperti
oedem paru, hyperkalemia, asidosis metabolik yang berulang dan
nefrotik diabetic. Hemodialisa dimulai pada bersihan kreatinin
menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar serum
kreatinin 8-10 mg/dL. (Nuari & Widayanti, 2017)
c. Tujuan Hemodialisa
Tujuan dari hemodialisa menurut Nuari & Widayanti (2017)
adalah ;
a) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi atau
pembuangan sisa – sisa hasil metabolisme dalam tubuh,
seperti ureum, kreatinin, dan sisa – sisa hasil metabolisme
yang lainnya
b) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh
yang

seharusnya dikeluarkan sebgai urin saat dalam kondisi sehat

c) Meningkatkan kualitas hidup pasien pada pasien dengan


penurunan fungsi

ginjal

d) Menggantikan fungsi ginjal seiring dengan pengobatan yang


lainnya.
d. Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan
hemodialisa berfungsi sebagai mempersiapkan cairan dialisat,
mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membrane
semipermeable, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan
sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi
antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang
berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari
pemindahan larutan. Komposisi dialisat, kecepatan aliran darah
dan karakteristik serta ukuran membrane dalam alat dialisa
mempengaruhi pemindahan larutan. Dalam proses hemodialisa
diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai
ginjal tiruan yang disebut dializer, digunakan untuk menyaring
dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat – zat sisa
metabolism yang tidak diperlukan oleh tubuh. Pelaksanaan
hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari
darah yang akan masuk ke mesin hemodialisa. (Nuari &
Widayanti, 2017)
Mesin hemodializer terdiri dari membrane semipermeabel
terdiri dari 2 bagian, bagian untuk darah dan untuk dialisat. Darah
mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun
dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer
merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri
dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah
mengalir melalui bagian tengah tabung – tabung kecil, dan cairan
dialisat membasahi bagian luarnya. Selama hemodialisa darah
dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam
sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membrane
dializer yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan
darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat sehingga terjadi
difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersih oleh dializer,
darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt
(AV-shunt). (Nuari & Widayanti, 2017)
Suatu Sistem dialisa terdiri dari dua jalan untuk darah dan
untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung
plastic (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan
kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk
saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai
dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan
perantaara pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak
cairan dialisa lalu dimasukan ke dalam dializer, cairan akan
mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui
drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang
membrane semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. (Nuari & Widayanti, 2017)
Perbedaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan
meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah
dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran
vena, atau dengan meninggalkan efek vakum dalam ruangan
dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaan
tekanan hidrostatik diantara membrane dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solute. Sebelum dihubungkan dengan pasien
sirkuit darah pada Sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam
atau NaCl 0,9 %. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui jalur luar tubuh (ekstrakorporeal), atau
mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran
dengan Quick Blood sekitar 200 – 400 ml/menit merupakan aliran
kecepatan yang baik. Heparin dimasukkan secara terus menerus
melalui infus lambat pada jalur arteri untuk mencegah pembekuan
darah. (Nuari & Widayanti, 2017)
B. Konsep Keperawatan Teori
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya
hamper sama dengan klien gagal ginjal akut , namun disini
pengkajian lebih penekanan pada support system untuk
mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh
(hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya
fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi
selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini
berlanjut (kronis), maka akan meimbulkan berbagai manifestasi
klinis yang menandakan gangguan sisem tersebut. Berikut ini
adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal
kronis:
b. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal,
namun laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan
pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan
periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut, sehingga tidak
berdiri sendiri.
c. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang
menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran
karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual
dan muntah,diaforesis, fatingue, napas berbau urea, dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metaboliisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami
kegagalan filtrasi.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien degan gagal ginjal kronis biasanya terjadi
penurunan urine output, penrunan kesadaran, perubahan pola
napas karena komplikasi dari gangguan sistem ventilasi, fatigue,
perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu, karena
berampak pada proses metabolisme (sekuder karena intoksikasi),
maka akan terjadi anoreksi, nausea dan vomit sehingga beresiko
untuk terjadinya gangguan nutrisi.

e. Riwayat penyakit Dahulu


Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal
akut dengan berbagai penyebab (mutikausa). Oleh karena itu,
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan
masalah. Kaji riwayat penyakit ISK. Payah jantung, pengunaan
obat berlebihan (overdosis) khususnya oba yang bersifat
nefrotoksik, BPH dan lain sebagai yang mampu mempegaruhi
kerja ginja. Selain itu, ada bebearapa penyakit yang langsung
mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus,
hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular. Namun,
Pencetus secunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit
tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang
diterapkan jika ada anggota keluarrga yang sakit, misalya minum
jamu saa sakit.
g. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien mengalami
koping adapitf yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya
perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami
peubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien
akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung).
Selain itu, kondisi inii juga dipicu oleh biaya yang dikelurkan
selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan.
2. Pengkajian Sistem
a. Sistem Pernapasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi penapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan
venntilasi (kussmaull).
b. Sistem Hematologi
Ditemukan adanya fiction rub pada kondisi uremia berat.
Selain itu, biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT > 3
detik, palpitasi jantung, chest pain, dispneu, gangguan irama
jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin
parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena
tidak efektif dalam eksresinya, selain itu, pada fisiologis darah
sendiri sering ada gangguan anemia karena peurunan eritropoetin.
c. Sistem Neuromuskular
Penurunan kesadaran menurun setelah mengalami
hiperkabic dan sirkulasi celebral terganggu.oleh karena itu,
penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami klien
gagal ginjal kronis.
d. Sistem Kardiovaskuler
Penyakit yang berhubunngan langsung dengan kejadian
gagal ginjal kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah
yang tinggi di atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume
vaskuler. Stagasi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga
akan meningkatkan bebang jantung.
e. Sistem Endokrin
Berhubung dengan pola seksualitas, klien dengan gagal
ginjal kronis akan mengalami disfungsi sesksualitas karena
penurunan hormone reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal
ginjal kronis berhubung dengan penyakit DM, maka aka nada
gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses
metabolisme.
f. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrsi,sekresi,reabsorsi dan ekskresi), maka manifestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari
bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output).
g. Sistem Pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari
penyakit (stress effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea,,
vomit, dan diare.
h. Sistem Maskulokletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal
maka berdampak pada proses demineralisasi tulang. Sehingga
terjadinya resiko osteoporosis tinggi.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap: ureum meningkat, kreatinin serum
meningkat. Dari kadar kreatinin serum dapat dilakukan perhitungan
estimasi LFG dengan rumus Cockrof-Gaulf atau studi MDRD;
b. Pemeriksaan elektrolit: hiperkelemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hipermagnesemia;
c. Pemeriksaan kadar glukosa darah, profil lipid (hiperkolesterolemia),
hipertrigliseridemia, LDL.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hamabatan upaya napas
C. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Kretria Hasil Rencana Keperawatan Rasional
1 Pola napas tidak efektif setelah dilakukan tidakan Manajemen suara napas Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi - Untuk memonitor
hambatan upaya pernapasan diharapkan klien dapat - Monitor pola napas pola napas
menunjukan - Monitor bunyi napas - Untuk mengetahui
- Pola napas efektif Teraputik bunyi napas
- Tidak ada dyspnea - Pertahankan Teraputik
kepatenan jalan napas - untuk
- Posisikan semi mempertahankam
fowler kepatangan jalan
- Berikan minum napas
hangat - untuk mengetahui
- Berikan oksigen posisi semi fowler
Edukasi - untuk memberikan
- Ajarkan teknik batuk minum hangat
efektif - untuk memberikan
Kalaborasi oksigen
- Lakukan kolaborasi Edukasi
pemberian - untuk menganjurkan
Bronkodiatos teknik baktu efektif
Kalaborasi
- melakukan
kalaborasi pemberian
bronkodiatos
2 Penurunan toleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajeman energy (0180) 1. untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama …x 24 jam 1. kaji status fisiologi penyebab kelelahan
kelemahan, aktivitas tolera dengan kriteria pasien yang 2. Untuk menjaga ketahan
Toleransi Terhadap Aktifitas menyebabkan 3. untuk mengetahui apakah
defisiensi oksigen (0005) kelelahan pasien terlalu merasa
Definisi Saturasi oksigen ketika 2. tentukan jenis dan kelelahan
Ketidakcukupan energi beraktivitas banyaknya aktivitas 4. untuk mengetahui ada nya
psikologis atau psikologis Frekuensi pernapasan ketika yang dibutuhkan tanda-tanda sesak
untuk mempertahankan atau beraktivitas 3. pilih intervensi untuk
menyelesaikan aktivitas mengurangi kelelahan
kehidupan sehari-hari yang baik secara
harus atau yang dilakukan farmakologi maupun
Batasan Karakteristik non farmakologis
Kelatihan ketidaknyamanan 4. moniror sistem
setelah beraktivitas Dispnea kardiorespirasi pasien
setelah beraktivitas selama kegiatan
A. Implementasi
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan yang

dilakukan secara mandiri maupun dengan kolaborasi dengan multidisiplin

yang lain. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang

berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan

dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan,

sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat (Patrisia et al.,

2020)

B. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
membandingkan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap hasil yang
diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respon terhadap intervensi keperawatan. kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai setia
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil
(Patrisia et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. (2013). Sinopsis Organ Sistem Ginjal. pamulang-Tangerang selatang:
karisma publishing group.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).


Nursing Intervension Clasification (NIC) (6th ed.; T. R. D. Nurjanah Intasari,
ed.). Singapore: Elseviers Singapore Pte Ltd.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
Outcomes Clasification (NOC) (5th ed.; T. R. D. Nurjanah Intasari, ed.).
Singapore: Elseviers Singapore Pte Ltd.

NANDA International, I. (2014). Nursing Diagnoses: Definitions and


Classification 2015-2017. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Penggurua Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Penggurua Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Penggurua Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). buku ajar asuhan keperawatan sistem
perkemihan. yogyakarta: nuha medika.

Priscilla, L., Karen, M., & Gerene, B. (2016). buku ajar keperawatan medikal
bedah: gangguan eliminasi. jakarta: EGC.

tanto, c., liwang, f., hanifan, s., & pradipta, e. a. (2014). kapita selekta kedokteran.
jakarta: media aesculapius.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawtan medikal bedah keperwatan


dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
PADA PASIEN NY.N DENGAN KASUS CKD ON HB DI RUANGAN
RAJAWALI BAWAH
RSUD ANUTAPURA PALU

DI SUSUN OLEH :

FILDA YULINDA

CI LAHAN CI INSTITUSI

Widyarti, S.Kep.,Ns Ns. Sri Marnianti Irnawan,S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2023/2024

Anda mungkin juga menyukai