Anda di halaman 1dari 18

A.

ANATOMI FISIOLOGI

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan


keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan
tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti
kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar
rongga peritoneum.
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian
vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di
sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm
dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita
dewasa 115-155 gram.
Ginjal terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior
yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan
organretroperitoneal dan terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum
rongga abdomen atas. Tiap tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal di
atasnya. Dalam kondisi normal ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal
kanan karena posisi anatomi hati. Ginjal diselubungi oleh 3 jaringan ikat yaitu :
1. Fasia renal, adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal
pada struktur di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
2. Lemak perirenal, adalah jaringan adipose yang terbungkus fasia ginjal.
Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya.
3. Kapsul fibrosa (Ginjal), adalah membrane halus transparan yang langsung
membungkus ginjal dan dengan dapat mudah di lepas.
Struktur internal ginjal
1. Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal.
2. Sinus Ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus. Sinus
ini membentuk perlebatan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan
arteri renalis, saraf dan limpatik.
3. Pelvis Ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini perlanjut
menjadi 2-3 kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian
penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang menjadi
eberapa(8-18) kaliks minor.
4. Parenkin Ginjal, adalah jaringan ginjal yang menyeubungi struktur sinus
ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medula dalam dan korteks luar.
5. Medula terdiri dari masa-masa triangular yang disebut piramida ginjal. Ujung
yang sempit dari setiap piramida, papilla, masuk dengan pas dalam kaliks
minur dan di tembus mulut duktus pengumpul urine.
6. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupakan
unit structural dan fungsional ginjal. Korteks terletak di dalam di antara
piramida-piramida medulla yang bersebelahan untuk membentuk kolumna
ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam
duktus pengumpul.

Struktur Nefron
Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Satu ginjal mengandung 1-4 juta
nefron yang merupakan unit pembentuk urine. Setiap nefron memiliki 1
komponen vascular (kapilar) dan 1 komponen tubular. Nefron tersusun atas
glomerulus, kapsul Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus
distal, dan duktus pengumpul.
1. Glomelurus
Glomerulus merupakan struktur awal nefron berbentuk gulungan kapiler
yang tersusun dari jonjot-jonjot kapiler yang mendapat darah dari vasa
aferen dan mengalirkan darah balik lewat vasa eferen. Glomerulus
dikelilingi oleh kapsul Bowman yaitu kapsul epitel yang berdinding ganda.
Dinding kapiler glomerulus tersusun dari lapisan sel-sel endotel dan
membran basalis. Sel-sel epitel berada pada salah satu sisi membran
basalis, dan sel-sel endotel pada sisi lainnya. Glomelurus dan kapsul
bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.
a. Lapisan visceral kapsul bowman adalah lapisan internal epithelium.
Sel-sel lapisan liseral di modifikasi menjadi podosit (“sel seperti kaki”),
yaitu sel-sel epitel khusus di sekitar kapilar glomurular.
1) Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapilar glomerular
melalui beberapa prosesus primer panjang yang mengandung
prosesus sekunder yang disebut prosesus kaki atau pedikel (“kaki
kecil”).
2) Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang
sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antara pedikel yang
berinterigitasi disebut filtration slits (pori pori dari celah) yang
lebarnya sekita 25 nm. Setiap pori dilapisi selapis membrane tipis
yang memungkinkan aliran beberapa molekul dan menahan aliran
molekul lainnya.
3) Barier filtrasi glomelular adalah barier jaringan yang memisahkan
darah dalam kapilar glomerular dari ruang dalam kapsul Bowman.
Barier ini terdiri dari endothelium kapilar, membrane dasar (lamina
basalis) kapilar, dan filtration slits.
b. Lapisan parietal kapsul bowman membentuk tepi terluar korpuskel
ginjal.
1) Pada kutub vascular korpuskel ginjal, arteriola averen masuk ke
glomerulus dan arteriol eferen keluar dari glomelurus.
2) Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi aliran
yang masuk ke tubulus konturtus proksimal.
a) Tubulus konturtus proksimal panjangnya mencapai 15 mm
dan sangat berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen
tubulus ini terdapat sel-sel epitel kuboit yang kaya akan mikro
vilus (Brush Border) dan memperluas area permukaan lumen.
b) Ansa Henle. Tubulus kontruktus proksimal mengarah ke
tungkai desenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla,
membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan
membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle.
(1) Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini
memiliki lekukan pendek yang memanjang ke sepertiga
bagian atas medula.
(2) Nefon jukstamedular terletak di dekat medulla. Nefron ini
memiliki lekukan panjang yang menjulur ke dalam piramida
medular.
c. Tubulus konturtus distal juga sangat berliku panjangnya sekitar 5
mm dan membentuk segmen terakhir nefron.
1. Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding
arteriol aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol
mengandung sel-sel termodifikasi yang disebut macula densa.
Macula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan
distimulasi penurunan ion natrium.
2. Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densal
mengandung sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut sel
jukstaglomelular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan
darah untuk memproduksi renin.
3. Macula densa , sel jukstaglomelular dan sel mesangium saling
bekerja sama untuk membentuk apparatus
jukstaglomelural yang penting dalam pengaturan tekanan darah.
d. Tubulus duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul
berdesendan di koteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke
sejumlah tubulus konturtus distal. Tubulus pengumpul membentuk
duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk
tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam kaliks minor.
Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari
pelvis ginjal, urine di alirkan ke ureter yang mengarah ke kandung
kemih.

B. DEFINISI

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah


metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan
ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic,
cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik
dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius
dan ginjal (Saifudin, 2010).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer, 2001).

C. KLASIFIKASI CKD
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein
dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:


1) Ringan 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia kadar ureum dan
kreatinin sangat meningkat ginjal sudah tidak dapat menjaga
homeostasis cairan dan elektrolit air kemih/ urin isoosmotis dengan
plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

D. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Saluran Kemih bagian atas : Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b. Saluran Kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar
kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.

E. TANDA DAN GEJALA


1. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus →
ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia, mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi
cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga
kebersihan mulut.
c. Pankreatitis berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
2. Kelainan mata
3. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
4. Kelainan kulit
a. Gatal terutama pada klien dengan dialisis rutin karena:
1) Toksik uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan kadar kalium phosphor
3) Alergi bahan-bahan dalam proses hemodialisa
4) Kering bersisik Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan
kristal urea di bawah kulit.
a) Kulit mudah memar
b) Kulit kering dan bersisik
c) rambut tipis dan kasar
5. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada
pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati
nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
1) Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan
metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
2) Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya

F. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan darah
selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. Neuropati perifer
j. Hiperuremia

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
- Ureum : 15-40 (mg/dl)
- Kreatinin : 0,5-1,5 (mg/dl)
- Asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
- Analisis urin rutin
- Mikrobiologi urin
- Kimia darah
- Elektrolit
- Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
- Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
- Endokrin : PTH dan T3,T4
- BUN : Dewasa : 5-25 mg/dl
: Anak : 5-20 mg/dl
: Bayi : 5-15 mg/dl

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2

2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
- Foto polos abdomen
Pemeriksaan foto polos adalah salah satu pemeriksaan traktus urinarius
dalam menilai secara umum keadaan kontur ginjal, garis psoas, usus-
usus, tulang-tulang dan vertebra.
- USG
USG adalah prosedur yang digunakan untuk memeriksa organ-organ
dalam perut menggunakan sebuah transduser USG (probe) yang
ditempelkan erat pada kulit perut.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO )
dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan
adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti
hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,
namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb < atau sama dengan 7 mg
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum
anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula
dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,
terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
d) Pemberian obat
- Diphenhidramine 25-50 P.O
- Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan gagal ginjal berupa : volum
dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya.
Program terapinya meliputi :
1) Restriksi garam dapur.
2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3) Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk
faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi Hemodialisa adalah:
1). Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan
GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2). Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi:
a) Hiperkalemia > 17 mg/lt
b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia,
asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema
paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan
nilai kreatinin > 100 mg %
e) Kelebihan cairan
f) Mual dan muntah hebat
g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h) Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i) Sindrom kelebihan air
j) Intoksidasi obat jenis barbiturat
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Keluhan Utama
Letih, penuruna haluaran urine, peningkatan edema, ketidak seimbangan
elektorilit, kelebihan cairan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami mulut kering, letih, mual, kram otot, impotensi, aminore,
vasikulasi, kedutan otot.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik, nefropati toksik dan nefropati obstruktif
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik.

e. Riwayat Psikososial
Pasien akan merasakan perasaan tidak berdaya, tak ada harapan,
menolak, ansietas, takut, marah, tidak mampu mempertahankan fungsi
peran.
f. ADL
1. Nutrisi : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyri uluhati, mual/ muntah, rasa tak
sedap pada mulut (pernafasan amonia).
2. Aktivitas : Kelemahan yang ekstrim, malaise,gangguan tidur
(insominia/ gelisah atau samnolen)
3. Pola Eliminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
4. Neurosensori : sakit kepala, pengelihatan kabur, kram otot/ kejang,
sindorm “kaki gelisah”; kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/
kesemutan dan kelemahan, kususnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer).
5. Nyeri/ kenyamanan : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri
kaki (memburuk saat malam hari).
6. Pernafasan : nafas pendek; dipsnea nekturnal paroksismal; batuk
dengan/ tanpa sputum kental dan banyak.
7. Keamanan : kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi.
g. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (breathing) : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/ kedalaman
(perneapasan kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda
encer (edema paru).
2. B2 (Blood) : hipertensi; nadi kuat, disritmia jantung, pitting pada kaki,
telapak tangan. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia. Friction rub perikardial (respon terhadap akumulasi sisa).
3. B3 (Brain) : gangguan status mental contoh penurunan lapang
perhatian, tidakmampuan berkonsentrasi, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma.
4. B4 (Bladder) : perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah,
coklat, oliguria, dapat menjadi anuria.
5. B5 (Bowel) : distensi abdomen, konstipasi, diare

6. B6 (Bone) : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang


gerak.

h. Masalah keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic,
pneumonitis, perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler
Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK
Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Syaifuddin, Haji. (2011). Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan & Kebidanan. Jakarta: EGC
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai