GLOMERULONEFRITIS
A. Definisi
Glomerulonefritis merupakan inflasi bilateral glomerulus yang secara khas terjadi
sesudah infeksi streptokokus. Glomerulonefritis akut juga dinamakan
Glomerulonefritis post streptokokus akut. (Kowalak, Wells, Mayer, 2013: 570)
(www.google.com)
C. Tanda Gejala
1. Hematuria (darah dalam urine)
2. Proteinuria (protein dalam urine)
3. Edema ringan terbatas disekitar mata atau seluruh tubuh
4. Hypertensi (terjadi pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan
akan normal kembali pada akhir minggu pertama juga).
5. Mungkin demam
6. Gejala gastrointestinal seperti mual, tidak nafsu makan, diare, konstipasi.
7. Fatigue (keletihan/kelelahan)
D. Patofisiologi
Hampir pada semua tipe glomerulonefritis terjadi gangguan di lapisan epitel atau
lapisan podosit membran glomerulus. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya
muatan negatif. Glomerulonefritis pasca streptokokal akut terjadi karena kompleks
antigen-antibodi terperangkap dan menumpuk di dalam membran kapiler glomerulos
sesudah infeksi oleh streptococcus beta-hemolyticus grup A. (Kowalak, Wells, Mayer,
2011: 570)
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:52) secara patofisiologi, pada glomerulonefritis akut
akan terjadi dua perubahan, yaitu:
1. Perubahan Struktural
a. Poliferasi seluler: hal ini menyebabkan peningkatan jumlah sel di
glomerulus karena proliferasi endotel, mensangial, dan epitel sel.
Proliferasi tersebut dapat bersifat endokapiler (yaitu batas-batas dari
kapiler glomerular) atau ekstrakapiler (yaitu dalam ruang Bowman yang
melibatkan sel-sel epitel). Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel
epitel parietal mengarah pada pembentukan tententu dari
glomerulonefritis progresif cepat.
b. Proliferasi leukosit: hal ini ditunjukkkan dengan adanya neutrofil dan
monosit dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi
seluler.
c. Penebalan membran basal glomerulus: perkembangan ini muncul
sebagai penebalan dinding kapiler baik di sisi endotel atau epitel
membran dasar.
d. Hialinisasi atau sklerosis: kondisi ini menunjukkan cedera ireversibel
2. Perubahan Fungsional
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR (yaitu
oligoanuria), serta sedimen urine aktif dengan sel darah merah. Penurunan
GFR dan retensi air akan memberikan manifestasi terjadinya ekspansi volume
intravaskular,edema, dan hipertensi sistemik. (Arif Muttaqin, 2011:54)
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut(Kowalak, Wells, Mayer, 2011: 572)hasil pemeriksaaan darah yang
membantu penegakkan diagnosis glomerulonefritis, yaitu:
1. Kenaikan kadar elektrolit, ureum, dan kreatinin
2. Penurunan kadar protein serum
3. Penurunan kadar hemoglobin pada glomerulonefritis kronis
4. Kenaikan titer antistreptolisin-O pada 80% pasien, kenaikin titer streptozim (tes
hemaglutinasi yang mendeteksi antibodi terhadap beberapa antigen
streptokokus) dan anti-Dnase B (tes untuk menentukan riwayat infeksi oleh
streptococcus beta-hemolyticus group A) dan kadar komplemen serum rendah
yang menunjukkan baru saja terjadi infeksi streptokokus.
5. Hasil urinasis yang membantu penegakan diagnosis glomerulonefritis meliputi:
6. Keberadaan sel darah merah, sel darah putih, silinder sel campuran, dan protein
yang menunjukkan gagal ginjal
7. Produk penguraian fibrin dan protein C3
Hasil lain yang membantu penegakan diagnosis glomerulonefritis adalah:
1. Kultur tenggorokan yang memperlihatkan streptococcus beta-hemolyticus group
A
2. Pembesaran ginjal bilateral pada foto rontgen abdomen BNO (glomerulonefritis
kronis)
3. Kontraksi simetris dengan pelvis dan kalises renis yang normal (glomerulonefritis
kronis) seperti terlihat pada foto rontgen
4. Biopsi renal yang memastikan diagnosis atau menilai status jaringan normal
F. Komplikasi
Menurut(Kowalak, Wells, Mayer, 2011: 572)kompilasi dari glomerulonefritis, yaitu:
1. Edema paru
2. Gagal jantung
3. Sepsis
4. Gagal ginjal
5. Hipertensi berat
6. Hipertrofi jantung
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut(Kowalak, Wells, Mayer, 2011: 572) penanganan glomerulo- nefritis, meliputi:
1. Penanganan penyakit primer untuk mengubah rangkaian kejadian imunologi
2. Antibiotik selama tujuh hingga 10 hari untuk mengatasi infeksi yang turut
menimbulkan respons antigen-antibodi yang sedang terjadi
3. Antikoagulan untuk mengendalikan pembentukan struktur fibrin berbentuk bulan
sabit pada glomerulonefritis progresif cepat
4. Tirah baring untuk mengurangi kebutuhan metabolik
5. Pembatasan cairan untuk mengurangi edema
6. Diet rendah natrium untuk mencegah retensi edema
7. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
8. Preparat loop diuretics, seperti metolazon (zaroxolyn) atau furosemid untuk
mengurangi kelebihan muatan cairan.
Infeksi faring aatau kulit oleh streptokokus
Reaksi antigen-antibodi
GLOMERULONEFRITIS AKUT
Aktivasi komplemen
3. Nyeri b.d respons inflamsi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamsi glomerulus.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan respons nyeri
Kriteria hasil:
- secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, skala 0-1(0-4)
- secara objektif didapatkan TTVdalam batas normal, wajah rileks, tidak
terjadi penurunan perfusi perifer, urine >600 ml/hari
Intervensi: Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
Rasional: menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana
intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari
intervensi manajemen nyeri keperawatan
Intervensi: Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera
Rasional: nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian mendadak
Intervensi: Lakukan manajemen nyeri keperawatan
a. Atur posisi fisiologis
Rasional: posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke
jaringan yang mengalami iskemia akibat respons peradangan
glomerulus
b. Istirahatkan klien
Rasional: istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan
perifer dan akan meningkatkan suplai darah pada jaringan yang
mengalami peradangan
c. Berikan O2 tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai
dengan indikasi
Rasional: meningkatkan asupan jumlah O2 yang ada dan
memberikan perasaan nyaman pada pasien
d. Manajemen lingkungan: berikan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung
Rasional: lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada diruangan
e. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
Rasional: meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari iskemia jaringan
f. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional: Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi
endorfin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk
tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi
nyeri
g. Lakukan manajemen sentuhan
Rasional: manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis yang dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan oksigen ke
area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri
Intervensi: Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera
Rasional: nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian mendadak
Intervensi: Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional: pengetahuan yang dapat membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
Intervensi: kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Rasional: analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang
4. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakadekuatan intake
nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyaman lambung dan intestinal.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan
nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil: membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam
situasi individu, menunjukkan peningkatan berat badan
Intervensi: Kaji pengetahuan pasien tentang asupan nutrisi
Rasional: tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi pasien, perawat menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat
pengetahuan tersebut perawat dapat lebih rerarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien
secara efisien dan efektif
Intervensi: Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai denan
toleransi. Catat tanda kepenuhan gaster, regurgitis, dan diare
Rasional: kandungan makanan dapat mengakibatkan ketidaktoleran-
sian GI, memerlukan perubahan pada kecepatan atau tipe formula
Intervensi: Fasilitasi pasien memperoleh diet sesuai indikasi dan anjurkan
menghindari asupan dari agen iritan
Rasional: masukan minuman mengandung kafein dihindari karena
kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi pepsin. Penggunaan alkohol juga
dihindari, demikian juga merokok karena nikotin akan mengurangi
sekresi bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat netralisasi
asam lambung dalam duodenum. Nikotin juga meningkatkan
stimulasiparasimpatis yang meningkatkan aktivitas otot dalam usus
dan dapat menimbulkan mual dan muntah
Intervensi: Berikan diet secara rutin
Rasional: pemberian rutin tiga kali sehari dengan ditunjang
pemberian reseptor penghambat H2 memiliki arti meningkatkan
efisiensi dan efektifitas dalam persiapan material makanan dan
makanan masih dalam keadaan hangat, serta memudahkan perawat
dan ahli gizi dalam memantau kemampuan makan dari pasien
Intervensi: Beri makan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet
TKTPRG (tinggi kalori tinggi protein rendah gula)
Rasional: untuk meningkatkan selera dan mencegah mual,
mempercepat perbaikan kondisi, serta mengurangi beban kerja
jantung
Intervensi: Berikan nutrisi secara parental
Rasional: nutrisi secara intravena dapat membantu memnuhi
kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh pasien untuk
mempertahankan kebutuhan nutrisi harian
5. Gangguan Activity Daily Living (ADL) b.d edema ekstrimitas, kelemahan fisik secara
umum.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan
meningkatnya kemampuan beraktifitas
Kriteria hasil: klien menunjukkan kemampuan beraktifitas tanpa gejala-gejala
yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur
Intervensi: Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang
yang tidak berat
Rasional: dengan mengurangi aktivitas, maka akan menurunkan
konsumsi oksigen jaringan dan memberikan kesempatan jaringan
yang mengalami gangguan dapat diperbaiki kondisi yang lebih
optimal
Intervensi: Anjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen misalnya
mengejan saat defekasi
Rasional: dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi,
menurunkan curah jantung, dan takikardia, serta peningkatan
tekanan darah
Intervensi: Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh
bangun dari kursi, bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1
jam setelah makan
Rasional: aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan
Intervensi: Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
Rasional: meningkatkan kotraksi otot sehingga membantu venous
return
Intervensi: Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi
Rasional: untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan
aktivitas
Intervensi: Berikan waktu istirahat di antara waktu aktivitas
Rasional: untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan
tidak terlalu memaksa kerja jantung
Intervensi: Pertahankan penambahan O2 sesuai pesanan
Rasional: untuk meningkatkan oksigenasi jaringan
Intervensi: Monitor adanya dipsneu, sianosis, peningkatan frekuensi napas,
serta keluhan subjektif pada saat melakukan aktivitas
Rasional: melihat dampak dari aktifitas terhadap fungsi jantung
Intervensi: Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan air dan natrium)
Rasional: untuk mencegah retensi cairan dan edema pada
ekstravaskuler.
DAFTAR PUSTAKA
C.Pearce, Evelyn. 2015. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Kowalak, Wells, Mayer. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit buku kedokteran. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Penerbit Salemba
medika. Jakarta.