Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


di RSCM Gedung A Lantai 7 Zona A
Nur Ikhsan (1806270040)
Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah
___________________________________________________________________________

I. Anatomi dan Fisiologi


A. Ginjal
Ginjal terletak pada posterior abdomen pada thorakal 12 lumbal 3, ukuran
panjangnya yaitu 11-14 cm. Pada ginjal kanan lebih rendah 1,5 dari ginjal kiri
karena adanya hati disebelah kanan. Hati dan limpa terletak di anterior ginjal
(Silverthorn, 2010).
Setiap ginjal tersusun sekitar 1 juta nefron, setiap nefron terdiri dari glomerulus,
tubulus proximal, loop of henle, tubulus distal, dan duktus kolektifus. Kumpulan
dari nefron ini membentuk unit region luar yang tampak bergranular yang disebut
korteks ginjal, dan unit region dalam yang tampak bergaris disebut medulla ginjal
dan pelvis ginjal. Korteks ginjal berada di bawah kapsul fibrosa dan bagian ujung
korteks memanjang ke medulla membentuk kolumna renalis. Medula ginjal terbagi
menjadi 8-18 duktus pengumpul yang membentuk pyramid renal. Dasar piramid
terletak di kortikomedularis, apeks pyramid memanjang ke pelvis renalis
membentuk papilla. Setiap papila memiliki 10-25 bukaan yang dilalui urin menuju
ke pelvis ginjal. Delapan atau lebih kelompok papila pada tiap piramid
mengosongkan isinya menuju kaliks minor, beberapa kaliks minor bergabung
menjadi kaliks mayor.
Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena renalis. A. renalis merupakan percabangan
dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior.
Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri
sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu
segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior. Arteri
renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal dan
bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen (arteriola aferentes),
serta masing-masing membentuk simpul di dalam salah satu glomerulus. Pembuluh
eferen kemudian tampil sebagai arteriola eferen (arteriola eferentes), yang
bercabang-cabang membentuk jaring kapiler disekeliling tubulus uriniferus.
Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang
membawa darah ke vena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal
mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah lebih lama
disekeliling tubulus urineferus (Saladin, 2014).

Ginjal menerima darah sekitar 25% dari curah jantung, dengan rata-rata lebih dari
1 liter darah arteri tiap menit. Cabang arteri renalis dari arteri abdominal memasuki
ginjal, dan secara progresif aliran darah sesuai pada gambar. Susunan dari dua
jaringan kapiler secara berurutan di nefron memungkinkan sebagian besar dari
jumlah filtrasi di glomerulus diserap kembali oleh kapiler peritubulus. Kecepatan
filtrasi glomerulus normal adalah 125 ml/menit, namun karena adanya penyerapan
kembali hasil filtrasi kapiler peritubulus hanya sekitar 1 ml urine dari ginjal tiap
menit. Jika tidak ada penyerapan maka tekanan darah tidak dapat dipertahankan.
Bersamaan dengan kapiler lain, keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
kapiler (hipotesis starling) menentukan pergerakan transkapiler. Selain itu
pembuluh darah vasa rekta memungkinkan pertukaran arus balik dari larutan dan
memungkin perfusi ke medula renalis yang hipertonik tanpa menganggu gradien
konsentrasi osmotik.
Proses Pembentukan Urin
1. Filtrasi Glomerulus
Filtrasi glomerulus dimulai saat arteriol aferen melewati glomerulus.
Membrane semipermeable glomerulus kemudian menyaring darah secara
selektif, menahan sel darah dan protein, membiarkan air dan molekul-molekul
terlarut lewat. Proses ini menghasilkan filtrasi glomeruli yang komposisinya
mirip dengan plasma. Filtrate ini ditampung oleh kapsula bowman.
Dalam filtrasi glomerulus terdapat beberapa gaya yang berperan yaitu
a. Tekanan darah kapiler glomerulus yang memberi efek mendorong filtrasi
b. Tekanan osmotik koloid plasma yang memberi efek melawan filtrasi.
Penurunan protein plasma menurunkan tekanan onkotik sehingga
meningkatkan laju filtrasi glomerulus.
c. Tekanan hidrostatik kapsula bowman yang memberi efek melawan
filtrasi. Apabila terjadi obstruksi pada kandung kemih maka akan
menyebabkan terbendungnya cairan di belakang obstruksi sehingga
meningkatkan tekanan hidrostatik kapsula bowman (Sherwood, 2016).
Akibatnya cairan dari glomerulus tidak dapat masuk ke kapsula bowman.
2. Reabsorbsi Tubulus Proksimal
Reabsorbsi tubulus terjadi secara aktif dan pasif. Beberapa ion seperti klorin
direabsorbsi secara pasif, sedangkan pada natrium dan molekul nutrient seperti
asam amino dan glukosa direabsorbsi secara aktif. Akan tetapi setiap molekul
memiliki jumah maksimum reabsorbsi (Tm). Setiap bahan yang jumlahnya
melewati Tmnya maka tidak akan direabsorbsi dan dikeluarkan bersamaan
dengan urin.
3. Sekresi Tubular
Sekresi tubular ini merupakan penambahan zat-zat asing atau sisa yang sudah
tidak digunakan lagi oleh tubuh. Bahan-bahan penting yang disekresikan oleh
tubulus adalah ion hydrogen, ion kalium, anion dan kation organic dan
senyawa-seyawa asing tubuh (Sherwood, 2016).

B. Ureter
Ureter merupakan saluran yang mengalirkan urin dari duktus pengumpul ke
kandung kemih. Panjang ueter pada oang dewasa biasanya adalah 25-35 cm (Black
& Hawk, 2014). Ureter memanjang secara vertical sepanjang otot polos menuju
pelvis. Secara anatomis ureter memiliki daerah-daerah yang menyempit yaitu sudut
ureteropelvis, pelvis dan sudut ureterovesikal. Tiga lokasi ini berfungsi untuk
mencegah refluks urin ke ginjal. Karena strukturnya yang menyempit
menyebabkan batu biasanya tertahan dan menyebabkan obstruksi di daerah ini
(Black& Hawk, 2014).

C. Kandung Kemih
Kandung kemih adalah organ kosong yang terletak di separuh anterior pelvis, di
belakang simfisis pubis. Kandung kemih terdri dari lapisan epitel transisional
dengan bebeapa kelenjar penyekresi mucus. Kandung kemih juga tersusun dari tiga
lapisan otot yang disebut otot detrusor yang menyebabkan kandung kemih menjadi
organ yang elastis dan kuat. Volume urin yang mampu ditampung oleh kandung
kemih adalah 250-400 ml (Sherwood, 2016).

D. Uretra
Uretra merupakan saluran yang terakhir yang akan mengeluarkan urin. Uretra pada
perempuan biasanya memiliki panjang 4 cm. hal ini menyebabkan perempuan lebih
sering mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki
memiliki panjang saluran uretra mencapai 20 cm (Black & Hawk, 2014).

II. Definisi, Faktor Resiko dan Etiologi


Chronic Kidney Disease (CKD) adalah menurunnya fungsi jaringan ginjal yang
irreversibel dan progresif (Black & Hawks, 2014). Kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan
uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2010).
Menurut The National Kidney Foundation, CKD merupakan kerusakan ginjal dengan
laju filtrasi glomerulus yang kurang dari 60ml/menit/1,73m 2 selama lebih dari 3 bulan.
Penyakit gagal ginjal kronis atau CKD disebabkan penurunan fungsi ginjal. Tingkat
keparahan penurunan fungsi ginjal diklasifikasikan berdasarkan laju filtrasi glomerulus.
Adapun klasifikasi CKD menurut National Kidney Foundation (dalam Black and Hawks,
2014), yaitu:
Stadium Deskripsi GFR (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan GFR ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan GFR ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan GFR ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Rumus menilai GFR, yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai


berikut:
(140−umur) x berat badan∗
GFR (ml/menit/1,73m2) =
72 x kretinin plasma (mg/dl)

*
Bila pasien adalah perempuan, maka dikalikan 0,85

Penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus sering menjadi penyakit penyerta CKD.
Selain itu terdapat beberapa faktor risiko yang dapat diubah seperti diabetes melitus
tipe 1 dan 2, hipertensi, kolestrol tinggi (menyebabkan clot dalam pembuluh darah dan
arteriosklerosis sehingga timbul neuropati iskemik), penggunaan obat-obatan
penghilang nyeri, reaksi alergi dan antibiotik seperti ibuprofen (advil, motrin),
naproxen (aleve), atau acetaminophen (Tylenol) dalam jangka waktu yang cukup lama
dapat menyebabkan neuropati analgesik, penyalahgunaan obat-obatan terlarang
(kokain, heroin, dll), dan inflamasi (glomerulonefritis).
Sedangkan faktor risiko tidak dapat diubah diantaranya riwayat keluarga dengan
penyakit ginjal, lahir prematur (sekitar 1 dari 5 bayi prematur (kurang dari 32 minggu
gestasi) mempunyai simpanan kalsium di salam nefron ginjal (nefrosianosis), yang
kemudian hari akan berkembang menjadi masalah ginjal), usia (fungsi ginjal menurun
seiring dengan bertambahnya usia. Semakin tua akan semakin beresiko terkena CKD),
trauma (kecelakaan yang dapat merusak fungsi ginjal) dan penyakit-penyakit tertentu
seperti SLE, sickle cell anemia, HIV/AIDS, hepatitis C, kanker, dan CHF.
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain infeksi saluran kemih (pielonefritis
kronis), penyakit peradangan (glomerulonefritis), penyakit vaskuler hipertensif
(nefrosklerosis, stenosis arteri renalis), gangguan jaringan penyambung (SLE,
poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik), penyakit kongenital dan herediter (penyakit
ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal), nefropati toksik, dan nefropati obstruktif (batu
saluran kemih).

III. Manifestasi Klinis


Pada chronic kidney disease setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari.
Smeltzer dan Bare (2010) menyatakan manifestasi yang terjadi pada chronic kidney
disease antara lain terjadi pada sistem kardiovaskuler, dermatologi, gastrointestinal,
neurologis, pulmoner, muskuloskeletal dan psiko-sosial, adalah sebagai berikut:
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari kelebihan cairan.
d. Pitting edema (kaki, tangan, sekrum).
e. Perikarditis (akibat iritasi dari lapisan perikardial oleh toxin ureum)
2. Dermatologi umumnya gatal gatal (pruritis), uremic frost (bekuan ureum) yaitu
penumpukan urea pada lapisan kulit; warna kulit abu-abu mengkilat, kulit terang dan
bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Gastrointestinal, tanda gejala pada sistem GI seperti anoreksia atau kehilangan nafsu
makan, mual sampai dengan terjadinya muntah, nafas berbau ammonia.
4. Neuromuskuler, seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
pada tungkai.
5. Pulmoner, seperti adanya suara napas creckles, sputum kental dan liat, pernapasan
dangkal, pernapasan kussmaul, sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron; kram
otot, dan kekuatan otot hilang.
7. Psikososial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada harga
diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.
IV. Patofisiologi (WOC)
V. Komplikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) dapat menyebabkan beberapa komplikasi, antara lain
sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2010) :
 Hiperkalemi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan intake
terlalu banyak (diit, medikasi, cairan). Kalium yang tidak disekresikan tetap berada di
dalam pembuluh darah sehingga kadar kalemia dalam darah meningkat. Hal yang
perlu diperhatikan adalah hiperkalemia dapat menyebabkan cardiac aritmia
 Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
 Anemia akibat penurunan eritropoitin, perdarahan di saluran GI akibat iritasi toksin
dan kehilangan darah selama hemodialisis.
 Penyakit tulang serta klasifikasi metastasis akibat retensi phosfor, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan level alumunium. Vitamin D biasanya membantu
dalam absorbsi kalsium pada diet sehingga pada akhirnya kadar kalsium menjadi
rendah (hipokalsemia). Ketika hipokalsemia hormon parathyroid lepas dan membuat
tulang kehilangan kalsium.
 Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh. Peningkatan kadar urea dalam
darah disebut azotemia. Azotemia dapat menyebabkan rasa mual dan penurunan nafsu
makan. Selain itu juga dapat menyebabkan encephalopathy seperti tremor pada
tangan.
 Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

VI. Pengkajian
A. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
2. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
3. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
4. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
7. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
8. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
9. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
10. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
11. Integritas ego
Kaji faktor stress (finansial dan hubungan), perasaan butuh bantuan, harapan
dan ketidakampuan. Kien mungkin menunjukan penolakan, kecemasan, rasa
takut, kemarahan, dan perubahan perilaku.
12. Keamanan
Gatal pada kulit, frekuensi garukan, riwayat infeksi, perdarahan. Demam
(sepsis, dehidrasi).
B. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah
a. BUN: mengukur hasil sisa metabolisme protein dalam hari yang disaring
oleh ginjal dan dieksresikan dalam urin. ESRD terjadi ketika sekitar 90%
dari nefron hilang dan ditandai dengan elevasi BUN.
b. Kreatinin: produk akhir metabolisme otot dan protein, disaring oleh
ginjal dan dieksresikan dalam urin. Bisa cukup tinggi sebelum gejala
CRF hadir. Nyata meningkat pada akhir tahap.
c. GFR: dihitung dari tingkat serum Cr dan disesuaikan dengan rata-rata
luas permukaan tubuh normal. GFR normal yakni sekitar 90 ml/ menit
pada orang dewasa sehat. GFR digunakan untuk tahap gagal ginjal.
Gejalanya biasanya absen sampai GFR turun di bawah 60 (tahap II).
Klien CRF berat dengan GFR antara 15 dan 29 (tahap IV dan V) yakni
calon dialysis atau transplantasi.
d. Complete Blood Count (CBC): tes yang mencakup Hb, Ht, jumlah,
morfologi, indeks dan indeks distribusi lebar eritrosit, jumlah dan ukuran
trombosit, jumlah dan diferensial sel darah putih. Hb menurun karena
anemia, biasanya kurang dari 7 sampai 8 g/ dL. Anemia berkembang dari
penurunan sintesis ginjal erythropoietin, hormon yang bertanggung
jawab untuk stimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah
merah.
e. Arterial Blood Gas (ABG): menentukan pH dan persentase oksigen,
karbondioksida dan bikarbonat dalam arteri darah. Penurunan pH,
asidosis metabolic (kurang dari 7,2) terjadi karena hilangnya
kemampuan ginjal untuk mengeluarkan hydrogen dan ammonia atau
produk akhir katabolisme protein. Bikarbonat dan PCO2 menurun.
f. Elektrolit
- Sodium: membantu untuk mengevaluasi status hidrasi dan
perkembangan gagal ginjal. Nilainya mungkin rendah jika ginjal
“limbah natrium” atau normal yang mencerminkan keadaan
pengenceran natrium.
- Potasium: fluktuasi kadar ini dapat mengancam jiwa,
mempengaruhi pilihan terapi. Peningkatan yang berhubungan
dengan retensi, dengan penurunan GFR di bawah 20 sampai 25
mL/ menit, pergeseran seluler (asidosis), atau pelepasan jaringan
(hemolysis sel darah merah).
- Fosfor: memiliki dampak langsung pada fungsi paratiroid dan
kesehatan tulang. GFR menurun, fosfat kurang disaring dan
dikeluarkan; namun kadar serum dapat tetap normal pada awalnya
karena peningkatan hormon paratiroid dan peningkatan sekresi
terkait dengan ekskresi ginjal fosfor.
- Kalsium: penting dalam mekanisme umpan balik untuk
menghambat sintesis PTH dan pergantian tulang rangka.
g. Protein: mengevaluasi status gizi dan memprediksi kematian pada klien
yang menerima dialysis. Penurunan level serum mungkin mencerminkan
hilangnya protein melalui urin, penurunan asupan, atau penurunan
sintesis karena malnutrisi.
h. Osmolaritas serum: mengukur jumlah bahan kimia terlarut dalam serum.
Ginjal mengeksresikan atau menyerap air untuk menjaga osmolaritas di
kisaran 285-295 mOsm/ kg. Bahan kimia yang mempengaruhi
osmolaritas serum termasuk natrium, klorida, bikarbonat, protein, dan
glukosa.
Lebih tinggi dari 285 mOsm/ kg, sering sama dengan urin.
2. Urin
a. Volume: merefleksikan penurunan fungsi ginjal. Biasanya kurang dari
400 mL/24 jam (oliguria) atau urin tidak ada (anuria).
b. Warna: perubahan warna atau kejelasan mengindikasikan
berkembangnya komplikasi.
c. Specific gravity: mengukur kepadatan urin dibandingkan dengan air,
dengan kisaran normal 1,005-1,030.
d. Protein (albuminaria): tes dipstick digunakan sebagai alat skrining
untuk mendeteksi cedera glomerulus yang telah menyebabkan
glomeruli kehilangan permeabilitas selektif dan kebocoran protein,
khususnya albumin, yang diekskresikan dalam urin.
e. Total protein Cr (albumin Cr) ratio: Spot pengumpulan urin rasio total
protein-kreatinin.
f. Osmolaritas: mengukur rasio air dan zat terlarut seperti elektrolit, asam,
dan limbah metabolic lainnya yang diproses oleh ginjal dan
dieksresikan dalam urin. Ketika cairan tubuh seimbang, osmolaritas
urin yang normal adalah kisaran 300-900 mOsm/ kg. Kurang dari 350
mOsm/kg merupakan indikasi kerusakan tubular, dan rasio urin/serum
sering 1:1.
g. Cr clearance: menghitung GFR dengan mengukur Cr yang dibersihkan
dari darah dan disaring ke dalam urin dalam 24 jam.
3. Pemeriksaan lain
a. Ultrasound ginjal: teknik pencitraan yang menggunakan frekuensi
tinggi gelombang suara dan computer untuk membuat gambar
pembuluh darah, jaringan dan organ.
b. CT scan: menghasilkan gambar rinci tentang penampang tubuh. Dapat
menunjukkan gangguan pembuluh dan massa ginjal.
c. Biopsi ginjal: biopsy umumnya ditunjukkan ketika gangguan ginjal
atau proteinuria mendekati kisaran adanya nefrotik dan diagnosis masih
belum jelas.
d. EKG: mencerminkan elektrolit dan keseimbangan asam-basa.

VII. Masalah Keperawatan dan Diagnosis Yang Mungkin Muncul


1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium
sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal, kompromi mekanisme pengaturan.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
pembatasan intake (diet), anoreksi, mual, muntah, dan effect uremia yang
mengakibatkan malnutrisi protein – kalori, ketidakcukupan diet intake.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, uremia, dan penurunan fungsi
ginjal.
4. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume
cairan, ketidakseimbangan elektrolit.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan penekanan sistem imun akibat uremia.
6. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek uremia, gangguan
status metabolic, edema, kulit kering, pruritus.
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber-sumber informasi.
VIII. Prioritas Diagnosis
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium
sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal, kompromi mekanisme pengaturan.
2. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume
cairan, ketidakseimbangan elektrolit
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
pembatasan intake (diet), anoreksi, mual, muntah, dan effect uremia yang
mengakibatkan malnutrisi protein – kalori, ketidakcukupan intake.
IX. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan/sasaran Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Kelebihan volume Menunjukkan haluaran urine tepat Mandiri
cairan b.d. dengan berat jenis, hasil  Awasi denyut jantung, TD, CVP  Takikardia dan hipertensi terjadi karena
penurunan haluaran laboratorium mendekati normal, kegagalan ginjal untuk mengeluarkan
urin, retensi cairan berat badan stabil tanda vital urine, pembatasan cairan berlebihan
dan natrium dalam batas normal, tak ada selama mengobati hipovolemia/hipotensi
sekunder terhadap edema atau perubahan fase oliguria gagal ginjal,
penurunan fungsi dan/atau perubahan pada sistem renin-
ginjal. angiotensin.

 Catat pemasukan dan pengeluaran  Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,


akurat. Termasuk cairan kebutuhan penggantian cairan, dan
tersembunyi, seperti aditif antibiotic. penurunan resiko kelebihan cairan.
Ukur kehilangan GI dan perkirakan
kehilangan tak kasat mata, contoh
berkeringat

 Awasi berat jenis urine  Mengukur kemampuan ginjal untuk


mengkonsentrasikan urine. Pada gagal
intrarenal, berat jenis biasanya
sama/kurang dari 1,010 menunjukkan
kehilangan kemampuan untuk
memekatkan urine.

 Rencanakan pengantian cairan pada  Membantu mengindari periode tanpa


pasien dalam pembatasan multiple. cairan, meminimalkan kebosanan pilihan
Berikan minuman yang disukai yang terbatas dan menurunkan rasa
sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi kekurangan dan haus.
contoh panas, dingin, beku

 Timbang berat badan tiap hari  Penimbangan berat badan harian adalah
dengan alat dan pakaian yang sama pengawasan status cairan terbaik.
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5
kg/hari diduga adanya retensi cairan.

 Kaji kulit, wajah, area tergantung  Edema terjadi terutama pada jaringan
untuk edema. Evaluasi derajat edema yang tergantung pada tubuh, contoh
(pada skala +1 sampai +4) tangan, kaki, area lumbosakral. BB
pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg
cairan sebelum edema pitting
terdeteksi. Edema periorbital dapat
menunjukkan tanda perpindahan cairan
ini, karena jaringan rapuh ini terdistensi
oleh akumulasi cairan walaupun
minimal.

 Auskultasi paru dan bunyi jantung  Kelebihan cairan dapat menimbulkan


edema paru dan GJK dibuktikan oleh
terjadinya bunyi napas tambahan, bunyi
jantung ekstra.

 Kaji tingkat kesadaran; selidiki  Dapat meunjukkan perpindahan cairan,


perubahan mental, adanya gelisah akumulasi toksin, asidosis,
ketidakseimbangan elektrolit, atau
terjadinya hipoksia.

Kolaborasi
 Perbaiki penyebab yang dapat  Mampu mengembalikan ke fungsi
kembali, contoh memperbaiki normal dari disfungsi ginjal atau
perfusi ginjal, memaksimalkan curah membatasi efek residu.
jantung, menghilangkan obstruksi
melalui pembedahan

 Awasi pemeriksaan  Mengkaji berlanjutnya dan penanganan


laboratorium, contoh: disfugsi/gagal ginjal. Meskipun kedua
 BUN, kreatinin nilai mungkin meningkat, kreatinin
adalah indicator yang lebih baik untuk
fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi
oleh hidrasi, diet, dan katabolisme
jaringan.

 Natrium dan kreatinin urine  Pada NTA, integritas fungsi tubular


hilang dan resorpsi natrium terganggu,
mengakibatkan peningkatan ekskresi
natrium. Kreatinin urine biasanya
menurun sesuai dengan peningkatan
kreatinin serum.
 Natrium serum  Hiponatremia dapat diakibatkan dari
kelebihan cairan atau ktidakmampuan
ginjal untuk menyimpan natrium.
Hipernatremia menunjukkandefisit cairan
tubuh total.

 Kalium serum  Kekurangan ekskresi ginjal dan/atau


retensi selektif kalium untuk
mengeksresikan kelebihan ion hydrogen
(memperbaiki asidosis) menimbulkan
hiperkalemia.

 Hb/Ht  Penurunan nilai dapat mengindikasikan


hemodilusi (hipervolemia); namun
selama gagal lama, anemia sering terjadi
sebagai akibat kehilangan/penurunan
produksi SDM. Kemungkinan penyebab
lain (perdarahan aktif atau nyata) juga
harus dievaluasi.

 Foto dada  Peningkatan ukuran jantung, batas


vascular paru prominen, efusi pleural,
infiltrate/kongesti menunjukkan
respons akut terhadap kelebihan cairan
atau perubahan kronis sehubungan
dengan gagal ginjal dan jantung.

 Berikan/batasi cairan sesuai indikasi  Manajemen cairan diukur untuk


menggantikan pengeluaran dari semua
sumber ditambah perkiraan kehilangan
yang tak tampak (metabolism,
diaphoresis). Gagal prerenal (azotemia)
diatasi dengan penggantian cairan
dan/atau vasopresor. Pasien oliguria
dengan volume sirkuasi adekuat atau
kelebihan cairan yang takresponsif
terhadap pembatasana cairan dan diuretic,
memerlukan dialysis.
 Berikan obat sesuai indikasi:
 Diuretik, contoh furosemid  Diberikan dini pada fase oliguria untuk
(Lasix), mannitol upaya mengubah ke fase nonoliguria,
(Osmitrol); untuk melebarkan lumen tubular dari
debris, menurunkan hiperkalemia, dan
meningkatkan volume urine adekuat.

 Antihipertensif, contoh klonidin  Diberikan untuk mengatasi hipertensi


(Catapres); metildopa dengan efek berbalikan dari penurunan
(aldomet); prazosin (Minipress) aluran darah ginjal, dan/atau kelebihan
volume sirkulasi.
 Masukkan/pertahankan kateter  Kateterisasi mengeluarkan obstruksi
tak menetap, sesuai indikasi saluran bawah dan memberikan rata-rata
pengawasan akurat terhadap pengeluaran
urine selama fase akut. Namun kateter
tak menetap dapat dikontraindikasikan
sehubungan dengan tingginya resiko
infeksi.
 Siapkan untuk dialisis sesuai  Dilakukan untuk memperbaiki
indikasi kelebihan volume, ketidakseimbangan
elektrolit,
 asam/basa, dan untuk membuang
toksin.

2. Resiko tinggi Mempertahankan curah jantung, Mandiri


dengan kriteria hasil: frekuensi  Auskultasi bunyi jantung dan paru.  S3/S4 dengan tonus muffled, takikardia,
penurunan curah
jantung di dalam batas normal, Evaluasi adanya edema frekuensi jantung tak teratur, takipnea,
jantung nadi perifer kuat, dan sama perifer/kongesti vaskular dan dispnea, gemerisik, mengi, dan
dengan waktu pengisian keluhan dispnea edema/distensi jugular menunjukkan
Berhubungan
CGK.
dengan
 Kaji adanya/derajat hipertensi: awasi  Hipertensi bermakna dapat terjadi karena
ketidakseimbangan
TD; perhatikan perubahan postural, gangguan pada sistem aldosteron resnin-
volume cairan, contoh duduk, berbaring, berdiri angiotensin (disebabkan oleh disfungsi
ginjal). Meskipun hipertensi umum,
ketidakseimbangan
hipotensi ortostatik dapat terjadi
elektrolit. sehubungan dengan defisit cairan,
respons terhadap obat antihipertensi, atau
tamponade pericardial uremik.

 Selidiki keluhan nyeri dada,  Hipertensi dan GJK kronik dapat


perhatikan lokasi, radiasi, beratnya menyebabkan IM, kurang lebih pasien
(skala 0-10) dan apakah tidak GGK dengan dialysis mengalami
menetap dengan inspirasi dalam dan perikarditis, potensial resiko efusi
posisi terlentang perkardial/tamponade.

 Evaluasi bunyi jantung (perhatikan  Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi


friction rub), TD, nadi perifer, paradoksik, penyempitan tekanan nadi,
pengisian kapiler, kongesti vascular, penurunan/tak adanya nadi perifer,
suhu, dan sensori/mental distensi jugular nyata, pucat, dan
penyimpngan mental cepat menunjukkan
tamponade, yang merupakan kedaruratan
medik.

 Kaji tingkat aktivitas,  Kelelahan dapat menyertai GJK


respons terhadap aktivitas juga anemia.

Kolaborasi
 Awasi pemeriksaan
laboratorium, contoh:
 Elektrolit (kalium, natrium,  Ketidakseimbangan dapat menganggu
kalsium, magnesium), konduksi elektrikal dan fungsi jantung.
BUN
 Foto dada  Berguna dalam mengidentifikasi
terjadinya gagal jatung atau kalsifiksi
jaringan lunak.

 Berikan obat antihipertensi,  Menurunkan tahanan vascular sistemik


contoh prazozin, captopril, dan/atau pengeluaran rennin untuk
klonodin, hidralazin menurunkan kerja miokardial dan
membantu mencegah GJK dan/atau
IM.

 Bantu dalam  Akumulasi cairan dalam kantung


perikardiosentesis sesuai perkardial dapat mempengaruhi
indikasi pengisian jantung dan kontraktilitas
miokardial mengganggu curah jantung
dan pontensial resiko henti jantung.

 Siapkan dialisis  Penurunan ureum toksik dan


memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan cairan dapat
membatasi/mencegah manifestasi
jantung, termasuk hipertensi dan efusi
perikardial.
3. Ketidakseimbangan Mempertahankan/meningkatakan Mandiri
berat badan seperti yang  Kaji/catat pemasukan diet  Membantu dalam mengidentifikasi
nutrisi kurang dari
diindikasikan oleh situasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi
kebutuhan tubuh individu, bebas edema fisik umum, gejala uremik (contoh mual,
anoreksia, gangguan rasa) dan
b.d katabolisme
pembatasam diet multiple
protein, mempengaruhi pemasukan makanan.
pembatasan intake
 Berikan makan sedikit dan sering  Meminimalkan anoreksia dan mual
(diet), anoreksi, sehubungan dengan status
uremik/menurunkan peristaltic.
mual, muntah, dan
effect uremia yang  Berikan pasien/orang terdekat daftar  Memberikan klien tindakan kontrol
makanan/cairan yang diizinkan dan dalam pembatasan diet. Makanan dari
mengakibatkan
dorong terlibat pada pilihan menu rumah dapat meningkatkan nafsu
malnutrisi protein – makanan.
kalori.
 Tawarkan perawatan mulut  Pencucian dengan asam asetat
sering/cuci tangan dengan larutan membantu menetralkan ammonia yang
(25%) cairan asam asetat. Berikan dibentuk oleh perubahan urea.
permen karet, permen keras,
penyegar mulut diantara makan

 Timbang berat badan tiap hari  Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat


menunjukkan perpindahan
keseimbangan cairan.

Kolaborasi
 Awasi pemeriksaan  Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan,
laboratorium, contoh BUN, dan kebutuhan efektivitas terapi.
albumin serum, transferin,
natrium, dan kalium
 Konsul dengan ahli gizi/tim  Menentukan kalori individu dan
pendukung nutrisi lebutuhan nutrisi dalam pembatasan, dan
mengidentifikasi rute paling efektif dan
produknya, contoh tambahan oral,
makanan selang, hiperalimentasi.

 Berikan kalori tinggi,  Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan


diet rendah/sedang kurang dari normal kecuali pada pasien
protein dialysis. Karbohidrat memenuhi
kebutuhan energy dan membatasi
jaringan katabolisme, mencegah
pembentukan asam keto dari oksidasi
protein dan lemak.asam amino esensial
memperbaiki keseimbangan dan status
nutrisi.

 Batasi kalium, natrium, dan  Pembatasan elektrolit ini diperlukan


pemasukan fosfat sesuai untuk mencegah kerusakan ginjal lebih
indikasi lanjut, khususnya bila dialysis tidak
menjadi bagian pengobatan, dan/atau
selama fase penyembuhan.

 Berikan obat sesuai indikasi:


• Sediaan besi  Defisiensi besi dapat terjadi bila protein
dibatasi, pasien anemik, atau gangguan
fungsi GI.
• Kalsium  Memperbaiki kadar normal serum untuk
memperbaiki fungsi jantung dan
neuromuscular, pembentukan darah, dan
metabolism tulang.
• Vitamin D  Perlu untuk memudahkan absorpsi
kalisum dan traktus GI.
• Vitamin B kompleks  Vital sebagai koenzim pada
pertumbuhan sel dan kerjanya.
Pemasukan diturunkan untuk
pembatasam protein.

 Antiemetik, contoh  Diberikan untuk menghilangkan


proklorperazin mual/muntah dan dapat meningkatkan
(Compazine), pemasukan oral.
trimetobenzamid (Tigan)
X. Treatment dan Terapi

1. Mencegah memburuknya fungsi ginjal


- Cegah obat-obatan nefrotoksik
- Cegah deplesi volume cairan ekstrasel
- Cegah elektrolit imbalance
- Pembatasan ketat konsumsi protein (0,6-0,8 gr/kg BB/hari)
- Hindari penggunaan media kontras pemeriksaan tertentu
2. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
- Mengurangi gejala uremia/azotemia
- Koreksi factor reversible
- Kontrol hipertensi
- Pengobatan yang tepat
- Cegah infeksi
- Pendidikan kesehatan
3. Terapi Farmakologi
a. Antibiotik (co-trimoxzole, isoniazid)
b. Anti-histamin (chlorpheniramine, hydroxymine)
c. vaskulitis kontrol (azathioprine, cyclophosphamide, prednisolone)
d. Immunosupressants (azathoprine, cyclosporine, mycophenolate,
prednisolone, tacrolimus)
e. Meningkatkan jumlah sel darah (ferrous sulphate, intravenous iron,
erythropoetin (EPO) )
f. Vitamin D (Alphacalcidol)
g. Pengencer darah (aspirin)
h. Antihypertensi (amlodipine, atenolo, doxazosin, enalapril, lisinopril,
nifedipine, ramipril)
i. Diuretik (Bumetahide, Furosemid, metolazone)
j. Phosphate binder (Alucaps, calcichew, phosex, renage)
k. Antacid (cimetidine, lansoprazole, omeprazole, ranitidine)
l. Mengurangi kolesterol dalam darah (atorvastatin, simvastatin)
m. Mengurangi konstipasi (lactulose, senna)
4. Terapi Oksigen : mengurangi gejala sesak akibat edema, meningkatkan kadar
oksigen dan tekanan oksigen dalam darah, dan mengurangi asidosis.
5. Terapi lain : Dialisis (terapi pengganti ginjal) dan tranplantasi ginjal

DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M., and Hawks, J.H. (2014). Medical Surgical Nursing Clinical Management For
Positive Outcomes Volume 3 (8th Ed). Elvesier: St.Louis Missouri.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Murr, A. C. (2010). Nursing care plans: Guidelines for
individualizing client care across the life span. Philadelphia: F. A. Davis Company.
Sherwood, L. (2016). Human Physiology, From Cells to Systems. Ninth Edition. USA:
Cengage Learning.
Saladin, Kenneth S. (2014). Anatomy & Physiology: The Unity of Form And Function. New
York: McGraw-Hill Education.
Silverthron DU. Human physiologi. 5th ed. US: Pearson Education, Inc; 2010
Smeltzer, S.C., & Bare, B. G. (2010). Brunner & Suddarth's textbook of medical-surgical
nursing volume 1. Philladelphia: Lippincots Willian & Wilkins.
Tortora & Derickson. (2012). Principle of Anatomy and Physiology 13th Edition. United States
: John Wiley & Sons Inc.
Wilkinson J.M. & Ahern N.R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis NANDA
Internensi NIC Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai