Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL KRONIK


PADA TN.D DI RUANG ANGGREK B RSUD KABUPATEN
TANGERANG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan


Medikal Bedah
Dosen Pembimbing : Marlin Brigita L, S.Kep, Ns, M.Kep dan
Purbianto, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB

Disusun Oleh:
Lency Cahyaningsih
(P2790522022)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)


Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis
dengan etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal
ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang irreversible, pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Suwitra, 2014)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum proses-proses
patofiologik yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal
dan penurunan progresif laju filtrasi glomerolus (LFG). (Jameson dan Loscalz,
2013)
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah) . (Nuari dan Widayati, 2017)
Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa Chronic Kidney
Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit, pada suatu derajat diperlukan terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

B. Anatomi Fisiologi Ginjal


1. Anatomi Ginjal
Lokasi ginjal berada dibagian belakang dari kavum abdominalis, area
retroperianeal bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat
langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah,
jumlahnya ada 2 buah yang terletak pada bagian kiri dan kanan, ginjal kiri
lebih besar dari ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ±200 gram.
Pada umunya ginjal laki-laki lebih panjang daripada ginjal wanita.
a. Struktur Makroskopis Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kulit
(korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis
renalis).

Gambar 2.1 Bagian - bagian ginjal


Dikutip dari (Nuari dan Widayati, 2017)

b. Kulit Ginjal (Korteks)


Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan
darah ini banyak mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-
gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai
bowman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bowman
disebut badan malpighi. Penyaringan darah terjadi pada bagian malpighi,
yaitu diantara glomerolus dan simpai bowman. Zat-zat yang terlarut
dalam darah akan masuk kedalam simpai bowman. Dari sini maka zat-zat
tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai
bowman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
c. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya
disebut apeks atau papila renis mengarah ke bagian dalam ginjal.
Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal.
Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri
atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus kolingentes). Diantara
piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Pada
bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan
dari simpai bowman. Di dalam pembuluh halus ini terngkut urine yang
merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malpighi setelah
mengalami berbagai proses.
d. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing-masing
bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi
papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urine yang terus
keluar dari papila. Dari kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renis, ke ureter, hingga ditampung dalam kandung kemih (vesika
urinaria). (Nuari dan Widayati, 2017)
e. Struktur Mikroskopis Ginjal
Satuan struktur dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron. Tiap
tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen
vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerulus dan
kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler
terdapat kapsula bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus kontortus pengumpul dan
lengkung henle. Henle yang terdapat pada medula. Kapsula Bowman
terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler glomerulus) yang bentuknya besar
dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau
pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah-celah antara
pedikel itu sangat teratur. Kapsula bowman bersama glomerulus disebut
korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disebut
dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya berkelok-kelok,
kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian
menjadi tipis disebut ansa henle atau loop of henle, karena mebuat
lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian

berlanjut sebagai tubulus kontortus distal. (Nuari dan Widayati, 2017).

Gambar 2.2 Bagian-bagian nefron


Dikutip dari (Nuari dan Widayati, 2017)
f. Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata,
arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerulus dan dikelilingi
oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi
penyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
(Nuari dan Widayati, 2017)
Gambar 2.3 Vaskularisasi ginjal
Dikutip dari (Nuari dan Widayati, 2017)
2. Fisiologi Ginjal
Ginjal memainkan peran penting dalam mengatur volume dan
komposisi cairan tubuh, mengeluarkan racun, dan menghasilkan hormon
seperti renin, eritroprotein, dan bagian aktif vitamin D. Sebelum menjadi
urin, didalam ginjal akan terjadi tiga macam proses, yaitu:
a. Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi
di kapiler glomerolus. Sel-sel kapiler glomerolus yang berpori (podosit),
tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerolus mempermudah
proses penyaringan. Selain penyaringan, di glomerolus juga terjadi
penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar
protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma darah,
seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan
urea dapat melewati filter dan menjadi bagian dari endapan. Hasil
penyaringan di glomerolus disebut filtrat glomerolus atau urin primer,
mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam
lainnya.
b. Penyerapan Kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin primer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus distal
terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus
ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa
difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi di
tubulus proksimal dan tubulus distal. Subtansi yang masih diperlukan
seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke dalam darah. Zat
amonia, obatobatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain
pada filtrat dikeluarkan bersama urin. Setelah terjadi reabsorbsi maka
tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan
tidak ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme
yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.
c. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal, urin akan
menuju ke rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui
saluran ginjal. jika kantong kemih telah terisi urin, dinding kantong
kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin berkemih. Urin akan
keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretara
adalah air, garam, urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu
yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin. (Nuari dan Widayati,
2017)

C. Etiologi Chronic Kidney Deases (CKD)


Chronic Kidney Deases (CKD) seringkali menjadi penyakit komplikasi
dari penyakit lainnya sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary
illness). Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain
itu ada beberapa penyebab lainnya, yaitu: 1) Glomerulonefritis 2) Pyelonefritis
kronis, tuberkulosis 3) Polikistik ginjal 4) Renal nephrosclerosis 5)
Neprolithisis 6) Sysctemic lupus erythematosus 7) Aminoglikosida Menurut
IRR (Indonesian Renal Registry) pada tahun 2017 ini proporsi etiologi CKD,
urutan pertama ditempati oleh hipertensi sebanyak 36% dan nefropati diabetic
atau diabetic kidney deases menempati urutan kedua.

Tabel 2.1. Penyebab penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) di Indonesia


Penyebab Jumlah
Hipertensi 10482
DM 4394
Peny. Kardiovaskuler 1424
Peny. Serebrovaskuler 365
Peny. Saluran Pencernaan 374
Peny. Sakuran kencing lain 617
Tuberkulosis 184
Hepatitis B 366
Hepatitis C 679
Keganasan 123
Lain-lain 1240

D. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu,
atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi
atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

∗) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1.


Tabel 2.2. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) atas Dasar
Derajat Penyakit (Guyton dan Hall, 2010).
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m²)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90
1 ↑

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisi

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2.


Tabel 2.3. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) Atas Dasar
Diagnosis Etiologi (Guyton dan Hall, 2010).
Penyakit Tipe mayor
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes  Penyakit glomerular (penyakit autoimun,
infeksi sistemik, obat, neoplasia)
 Penyakit vaskular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikroanglopati)
 Penyakit tubulointerstisial (plenonefritis
kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
 Penyakit kistik (ginjal polistik)
Penyakit pada transplantasi  Rejeksi kronik
 Keracunan obat (sikiosporin/takrolimus)
 Penyakit recurrent (glomerular)
 Transplant glomerulopathy

E. Patofisiologi dan Pathway


1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatini. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens
kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah
(BUN) juga akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, menyebabkan penurunan klirens (subtansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsetrasi atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahan cairan dan natrium, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi pendarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR maka tejadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan
memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di
dalam tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang. Penyakit tulang uremik (osteodiostrofi) terjadi perubahan kompleks
kalsium fosfat dan keseimbangan parathormon.
Pathway
F. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak. Sehingga kerusakan kronis secara fisiologis
ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor.
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh gagal ginjal kronis:
(Prabowo dan Pranata, 2014)
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah penurunan
urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis,
effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratori sistem
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung dan sesak
nafas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal,
lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder
biasanya mengikuti seperti anoreksi, nause, dan vomitting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecokelatan, kering dan ada scalp. Selain
itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan,
daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing,
koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan
metabolik encephalopathy.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan seksresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8. Hepatopoiteic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius
pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya pendarahan (purpura,
ekimosis, dan petechiae).
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga yaitu: (Muttaqin,
2011)
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD
(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan: AV fistule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada
daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b. Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
c. Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
dan rasio urine/serum sering 1:1.
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium. g) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara
kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga
ada.
2. Darah
a. BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
b. Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.
c. SDM menurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH
kurang dari 7, 2. d) Natrium serum: rendah, kalium meningkat,
magnesium meningkat, Kalsium menurun dan Protein (albumin)
menurun.
d. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
e. Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
f. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
g. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan peningkatan tumor selektif.
h. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
i. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. (Haryono, 2013)

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu
dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan
diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku
bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja
yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

d. Aktifitas/istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau
berat, palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi, nadi kuat, edema
jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah,
hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada
penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecenderungan perdarahan.
e. Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
f. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna
urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
g. Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi
abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
h. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki
gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot,
aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
i. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku
berhatihati/distraksi, gelisah.
j. Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan
sputum encer (edema paru).
k. Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi.
l. Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
m. Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
n. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat
terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan
antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan
dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif .
diagnosis negative menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau
beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan
mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat
penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas
Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis positif
menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi
yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis
Promosi Kesehatan (ICNP, 2015) Pada diagnosis aktual, indikator
diagnostiknya terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Pada diagnosis resiko
tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala, hanya memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah
sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
a. Hipervolemia
b. Defisit nutrisi
c. Nausea
d. Gangguan integritas kulit/jaringan
e. Gangguan pertukaran gas
f. Intoleransi aktivitas
g. Resiko penurunan curah jantung
h. Perfusi perifer tidak efektif
i. Nyeri akut
3. Perencanaan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga,
dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan
guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini
memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi
antar sesama perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan
kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan
proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Unsur
terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan
diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi,
dan merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 jam Observasi:
maka hipervolemia meningkat 1. Periksa tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: hipervolemia (edema,
1. Asupan cairan meningkat dispnea, suara napas
2. Haluaran urin meningkat tambahan)
3. Edema menurun 2. Monitor intake dan output
4. Tekanan darah membaik cairan
5. Turgor kulit membaik 3. Monitor jumlah dan warna urin
Terapeutik
4. Batasi asupan cairan dan garam
5. Tinggikan kepala tempat tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
proseduR pemantauan
cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal replecement
therapy (CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 3x8 jam Observasi
diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien 2. Identifikasi makanan yang
tercukupi dengan kriteria hasil: disukai
1. Intake nutrisi tercukupi 3. Monitor asupan makanan
2. Asupan makanan dan cairan 4. Monitor berat badan
tercukupi Terapeutik
5. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
6. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
keperawatan selama 3x8 jam Observasi
maka nausea membaik dengan 1. Identifikasi pengalaman mual
kriteria hasil: 2. Monitor mual (mis. Frekuensi,
1. Nafsu makan membaik durasi, dan tingkat keparahan)
2. Keluhan mual menurun Terapeutik
3. Pucat membaik 3. Kendalikan faktor lingkungan
4. Takikardia membaik (60- penyebab (mis. Bau tak sedap,
100 kali/menit) suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual (mis.
Kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama 3x8 Obsevasi
jam diharapkan integritas kulit 1. Identifikasi penyebab
dapat terjaga dengan kriteria gangguan integritas kulit (mis.
hasil: Perubahan sirkulasi,
1. Integritas kulit yang baik perubahan status nutrisi)
bisa dipertahankan Terapeutik
2. Perfusi jaringan baik 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika
3. Mampu melindungi kulit tirah baring
dan mempertahankan 3. Lakukan pemijataan pada area
kelembaban kulit tulang, jika perlu
4. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit kering
5. Bersihkan perineal dengan air
hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion atau
serum
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
8. Anjurkan minum air yang
cukup Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 3x8 jam Observasi
diharapkan pertukaran gas 1. Monitor frekuensi,
tidak terganggu dengan kriteria irama, kedalaman dan upaya
hasil: napas
1. Tanda-tanda vital dalam 2. Monitor pola napas
rentang normal 3. Monitor saturasi oksigen
2. Tidak terdapat otot bantu 4. Auskultasi bunyi napas
napas Terapeutik
3. Memelihara kebersihan 5. Atur interval
paru dan bebas dari tanda- pemantauan respirasi sesuai
tanda distress pernapasan kondisi pasien
6. Bersihkan sekret pada mulut
dan hidung, jika perlu
7. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
10. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Aktivitas keperawatan selama 3x8 jam Observasi
toleransi aktivitas meningkat 1. Monitor kelelahan fisik
dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola dan jam tidur
1. Keluhan lelah menurun Terapeutik
2. Saturasi oksigen dalam 3. Lakukan latihan rentang
rentang normal (95%- gerak pasif/aktif
100%) 4. Libatkan keluarga dalam
3. Frekuensi nadi dalam melakukan aktifitas, jika
rentang normal (60-100 perlu
kali/menit) Edukasi
4. Dispnea saat beraktifitas 5. Anjurkan melakukan
dan setelah beraktifitas aktifitas secara bertahap
menurun (16-20 6. Anjurkan keluarga untuk
kali/menit) memberikan penguatan
positif
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
7. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
tidak efektif perawatan selama 3x8 jam Observasi
maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer
meningkat dengan kriteria (mis. Nadi perifer, edema,
hasil: pengisian kapiler, warna,
1. denyut nadi perifer suhu)
meningkat 2. Monitor perubahan kulit
2. Warna kulit pucat 3. Monitor panas, kemerahan,
menurun nyeri atau bengkak
3. Kelemahan otot 4. Identifikasi faktor risiko
menurun gangguan sirkulasi
4. Pengisian kapiler Terapeutik
membaik 5. Hindari pemasangan infus
5. Akral membaik atau pengambilan darah di
6. Turgor kulit membaik area keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10. Anjurkan berolahraga rutin
11. Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar
12. Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Ukuran implementasi keperawatan yang diberikan kepada klien
terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien, keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari (Yustiana & Ghofur, 2016).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan
yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap
yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan
tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi
dan tanda gejala yang spesifik (Yustiana & Ghofur, 2016)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. D DENGAN GAGAL
GINJAL KRONIK DI RUANG ANGGREK B RSUD KABUPATEN
TANGERANG

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama Klien : Tn.D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kp. Klebet Rt.001/003 Kabupaten Tangerang
Tanggal lahir/Umur : 01 April 1979/43 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wirausaha
No RM : 00-30-70-XX
Tanggal Pengkajian : 6 Oktober 2022
Diagnosa : CKD pro HD
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.L
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 40 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : Kp. Klebet Rt.001/003 Kabupaten Tangerang
Hubungan dengan Klien : Istri
3. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak napas sejak siang hari, lemas, serta pusing.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Tangerang pada tanggal 06
Oktober 2022 pukul 09.30 WIB rujukan dari PKM Kemiri dengan keluhan
sesak napas sejak siang hari, lemas dan pusing. Pasien post rawat di RS
Pakuhaji pada tanggal 27 September 2022 dengan diagnosa CKD pro HD.
Pada tanggal 30 September 2022 pasien kontrol ke poli RSUD Kabupaten
Tangerang dengan melakukan cek lab hasil HB: 8.0 g/dl, Ureum: 213 mg/dl,
Creatinin: 16.5 mg/dl, tidak dirawat inap. Setelah mendapatkan penanganan
dan melakukan pemeriksaan di IGD pasien disarankan untuk di rawat inap
karena hasil HB: 6.7 g/dl, Ureum: 239 mg/dl, Creatinin: 19.0 mg/dl untuk
dilakukan tranfusi dan cuci darah dan keluarga setuju untuk di rawat dan
tranfusi tetapi keluarga menolak untuk pemasangan CDL dan cuci darah.
Pasien dipidahkan ke ruangan Anggrek B pada tanggal 06 Oktober 2022
pukul 12.00 WIB, saat dilakukan pengkajian pada tanggal 06 Oktober pukul
18.15 WIB pasien mengatakan sesak mulai berkurang, lemas dan pusing
berkurang, pasien belum pernah melakukan cuci darah, hasil pemeriksaan
TTV TD: 179/97, Suhu: 36,7 OC, Nadi : 84 x/menit, RR: 23 x/menit, SPO2:
98%, pasien terpasang O2 3lpm dengan nasal kanul dan terpasang IVFD
stoper.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan riwayat di rawat di RS Pakuhaji pada tanggal 27
September dengan diagnosa CKD pro HD, sebelumnya pasien mengatakan
tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu dan belum pernah melakukan
cuci darah.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang memiliki penyakit keturuna
seperti DM, Jantung, Hipetensi, Asma, Kejang. Serta keluarga tidak
memiliki riwayat penyakit menular.
Genogram

Keterangan:
: Laki - laki

: Perempuan

: Pasien

: Sudah meninggal

: Tinggal satu rumah


7. Pengkajian Pola Fungsi Gordon
a. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit, keluarga selalu
berobat ke dokter.
b. Pola Aktifitas dan Latihan (Kegiatan Sehari-hari)
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit aktivitas bekerja
sehari-hari.
Selama Sakit : Pasien mengatakan selama sakit lemas dan lesu.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit tidur malam 7-8 jam
sehari dan jarang tidur siang serta tidak memiliki gangguan tidur.
8. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
Sebelum Sakit
1) Frekuensi
Pasien mengatakan makan sebanyak 3x sehari dan minum sekitar satu
botol perhari
2) Jenis
Pasien mengatakan jenis makanan yang dimakan terdiri dari lauk pauk
dan sayuran kadang terdapat buah-buahan.
3) Porsi
Pasien mengatakan makan sebanyak satu porsi
4) Keluhan
Pasien mengatakan tidak ada keluhan saat makan
Selama Sakit
1) Frekuensi
Pasien mengatakan makan sebanyak 3x sehari dan minum sekitar 1
botol kadang lebih dikit.
2) Jenis
Pasien mengatakan jenis makanan yang dimakan yaitu lauk pauk,
sayuran dan buah-buahan.
3) Porsi
Pasien mengatakan menghabiskan satu porsi kadang setengah porsi.
4) Keluhan
Pasien mengatakan tidak ada keluhan saat makan.
b. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum Sakit
a) Frekuensi BAB : 1x sehari
b) Konsistensi : lunak
c) Warna : kuning kecoklatan
d) Keluhan Dan Kesulitan BAB : tidak ada keluhan dan kesulitan
BAB
e) Penggunaan Obat Pencahar : tidak menggunakan obat pencahar
Selama Sakit
a) Frekuensi BAB : 1x sehari
b) Konsistensi : lunak
c) Warna : kuning kecoklatan
d) Keluhan Dan Kesulitan BAB : tidak ada keluhan dan kesulitan
BAB
f) Penggunaan Obat Pencahar : tidak menggunakan obat pencahar
2) BAK
Sebelum Sakit
1) Frekuensi BAK : 4-5x per hari
2) Jumlah Urine : tidak diukur
3) Warna : kuning jernih
4) Keluhan/ Kesulitan BAK : tidak ada keluhan
Selama Sakit
1) Frekuensi BAK : 4-5x per hari
2) Jumlah Urine : 100-200 cc
3) Warna : kuning jernih
4) Keluhan/ Kesulitan BAK : tidak ada keluhan
9. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Pasien tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
b. Tanda Vital :
Td: 179/97 mmHg
N: 84 x/menit
RR: 23 x/menit
Suhu: 36,7 OC
c. Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat bengkak, benjolan ataupun lesi,
warna rambut hitam merata dan tidak bau, kulit kepala normal tidak
terdapat ketombe atau kotoran lainnya.
d. Mata
Mata simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, penglihatan baik,
reflek pupil (+), palpebra normal.
e. Hidung
Hidung tidak terdapat lesi, tidak ada sekret, hidung bersih, penciuman
normal, tidak ada nyeri tekan/sinus, pernapasan cuping hidung (-), tidak
terdapat sekret.
f. Mulut
Kemampuan bicara normal, mukosa bibir kering, warna lidah merah dan,
lidah tidak pucat, tidak terdapat dahak.
g. Gigi
Warna kuning bersih, gigi rata, tidak ada yang ompong, gusi bersih tidak
ada lesi dan berdarah.
h. Telinga
Fungsi pendengaran baik, bentuk simetris, tidak ada lesi, kebersihan
terjaga, tidak ada benjolan ditelingan, tidak ada nyeri tekan.
i. Leher
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak terdapat lesi,
tidak ada benjolan, tidak ada nyeri saat menelan.
j. Dada
Bentuk simetris, vokal fremitus: gerakan dada kanan kiri sama
1) Jantung:
a) Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat, CRT < 2 detik tidak ada
sianosis
b) Palpasi : iktus cordis teraba di garis midklavikula sinistra
intercostas 5
c) Perkusi : batas jantung dalam batas normal
d) Auskultas: irama reguler
2) Paru-Paru:
a) Inspeksi: simetris kiri dan kanan tidak ada lesi, tidak ada benjolan
b) Palpasi: fremitus kiri dan kanan sama, tidak ada nyeri tekan
c) Perkusi: sonor
d) Auskultasi: vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
k. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk bulat, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, warna kulit
pucat
2) Aukultusi : Peristaltic 15x/menit
3) Perkusi : Terdapat bunyi tympani
4) Palpasi : Dinding abdomen teraba lemas
l. Ekstermitas
1) Ektermitas atas : Tidak ada lesi, tidak ada oedem, pergerakan baik.
terpasang infus stoper di tangan kiri.
2) Ektermitas Bawah : Terdapat oedem pada kaki.
m. Genetalia
Pasien mengatkan selalu menjaga kebersihan genetalia bersih.
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Tanggal pemeriksaan : 05-10-2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Keterangan


Hasil
HEMATLOGI
Hemoglobin 6.7 13.2 - 17.3 g/dl
Leukosit 8.20 3.80 - 10.60 x10̂ 3/ul
Hematokrit 19 40 - 52 %
Trombosit 213 140 - 440 x10̂ 3/ul
HITUNG JENIS
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 4 2-4 %
Batang 0 3-5 %
Segmen 73 50 - 70 %
Limfosot 13 25 - 40 %
Monosit 10 2-8 %
FUNGSI GINJAL
Ureum 239 0 - 50 mg/dl
Creatinin 19.0 0.0 - 1.3 mg/dl
KIMIA
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 108 <180 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 136 135 - 147 mEq/L
Kalium (K) 5.3 3.5 - 5.0 mEq/L
Chloride (Cl) 103 96 - 105 mEq/L
SWAB ANTIGEN
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif
(RDT-Ag)

2) Tanggal pemeriksaan : 07-10-2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Keterangan


3)
Hasil
HEMATLOGI
Hemoglobin 7.9 13.2 - 17.3 g/dl
Leukosit 7.89 3.80 - 10.60 x10̂ 3/ul
Hematokrit 22 40 - 52 %
Trombosit 257 140 - 440 x10̂ 3/ul
Tanggal pemeriksaan : 07-10-2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Keterangan


Hasil
KIMIA
FUNGSI GINJAL
Ureum 232 0 - 50 mg/dl
Creatinin 21.5 0.0 - 1.3 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 139 135 - 147 mEq/L
Kalium (K) 5.2 3.5 - 5.0 mEq/L
Chloride (Cl) 104 96 - 105 mEq/L

b. Pemeriksaan Diagnostik
Tanggal pemeriksaan 06-10-2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Foto Thorax AP Kesan :
- Kardiomegali
- Aorta elongasi
- Tidak tampak kelainan radiologis
pada pulmo secara foto polos saat ini

c. Terapi Medis
1) Obat injeksi
a) Ca gulconas : extra 1 gr
b) Furosemid : 1 x 40 mg
2) Obat oral
a) Kalitake : 3 x 5 gr
b) Amlodipine : 1 x 10 mg
c) Candesartan : 1x 16 mg
d) Clonidin : 4 x 0,15 mg
e) Bisoprolol : 1 x 5 mg
f) Bicnat : 3 x 500 mg
g) Caco3 : 3 x 500 mg
h) Vitamin B12 : 2 x 50 mg

B. Analisa Data
No Data Analisa Masalah
1. Ds : Gagal Ginjal Kronik Perfusi perifer tidak
Pasien mengatakan efektif
sesak sejak siang hari, Sekresi eritropin menurun
lemas dan pusing.
Do : Produksi HB menurun
Keadaan umum sakit
sedang, Kesadaran Oksihemoglobin menurun
composmentis, Nadi:
84 x/menit, RR: 23 Supali O2 menurun
x/menit, Suhu: 36.7 °C,
SPO2: 98 %, suara Perfusi perifer tidak efektif
napas vesikuler, tidak
terdapat suara napas
tambahan, tidak
terdapat otot bantu
pernapasan, tidak
terdapat pernapasan
cuping hidung,
membran mukosa
kering, konjungtiva
anemis, warna kulit
pucat, pasien tampak
lemah.
Hasil penunjang:
HB: 6.7 g/dl,
Ureum: 239 mg/dl,
Creatinin: 19.0 mg/dl
2. Ds : Gagal Ginjal Kronik Hipervolemia
Pasien mengatakan
kakinya bengkak sejak Aliran darah ginjal
2 minggu yang lalu menurun
Do :
Keadaan umum sakit RAA menurun
sedang, Kesadaran
composmentis, Nadi: Retesi NA da H2o
84 x/menit, RR: 23
x/menit, Suhu: 36.7 °C, Hipervolemia
SPO2: 98%, pasien
tampak lemah, terdapat
oedem pada kaki.
Hasil penunjang:
Ureum: 239 mg/dl,
Creatinin: 19.0 mg/dl
3. Ds : Gagal Ginjal Kronik Intoleransi aktivitas
Pasien mengatakan
lemas Sekresi eritropin menurun
Do :
Keadaan umum sakit Produksi HB menurun
sedang, Kesadaran
composmentis, Nadi: Oksihemoglobin menurun
84 x/menit, RR: 23
x/menit, Suhu: 36.7 °C, Supali O2 menurun
SPO2: 98 %, pasien
tampak pucat, pasien Intolenrasi aktivitas
tampak lemah.
Hasil penunjang:
HB: 6.7 g/dl,
Ureum: 239 mg/dl,
Creatinin: 19.0 mg/dl

C. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan warna kulit pucat ditandai
dengan hasil HB : 6.7 g/dl (D0008)
2. Hipervolemia berhubungan dengan kadar hb turun ditandai dengan adanya
oedem di kaki (D0022)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan merasa lelah ditandai dengan hb
turun (D.0056)

D. Intervesi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan (I.14545) Perawatan Perifer
Tidak Efektif keperawatan selama 3x24 tidak efektif
(D0008) jam diharapkan perfusi 1. Lakukan pemeriksaan TTV
perifer dapat kembali efektif 2. Monitor tanda tanda
(L.02011) dengan kriteria perdarahan
hasil: 3. Identifikasi faktor resiko
1. Tekanan dalam batas gangguan sirkulasi (mis.
normal Diabetes, perokok, orang tua,
2. Tidak ada distensi vena hipertensi dan kadar
leher kolesterol tinggi)
3. Tidak ada edeme perifer 4. Kolaborasi dalam pemberian
4. Membran mukosa bibir transfusi darah
lembab 5. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
6. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
2. Hipervolemia Setelah dilakukan (I.14545) Perawatan Perifer
(D0022) tindakan keperawatan tidak efektif
selama 3x8 jam maka 1. Lakukan pemeriksaan TTV
hypervolemia meningkat 2. Identifikasi gejala
(L.03028) dengan kriteria hipervolemia (edema,
hasil: dispnea, suara napas
1. Asupan cairan tambahan
meningkat 3. Monitor intake dan output
2. Haluaran urin cairan
meningkat 4. Monitor jumlah dan warna
3. Edema menurun urin Terapeutik
4. Tekanan darah 5. Batasi asupan cairan dan
membaik garam
5. Turgor kulit 6. Tinggikan kepala tempat
membaik tidur
3. Intoleransi Setelah dilakukan (I.05178) Perawatan intoleransi
aktivitas tindakan keperawatan aktivitas
(D.0056) selama 3x8 jam diharapkan 1. Identifkasi gangguan fungsi
intoleransi aktivitas dapat tubuh yang mengakibatkan
teratasi (L.05047) kelelahan
dengan kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik dan
1. Kekuatan tubuh pasien emosional
meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur

2. Kebutuhan kelien 4. Monitor lokasi dan

terpenuhi Perfusi ketidaknyamanan selama

jaringan baik melakukan aktivitas


5. Sediakan lingkungan nyaman
3. Aktivitas seharihari dan rendah stimulus (mis.
meningkat cahaya, suara, kunjungan)
6. Anjurkan tirah baring
7. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang

E. Implementasi Keperawatan
No Waktu Diagnosa Implementasi Hasil
1. Kamis,
06 Oktober
2022
18.30 1,2 1. Melakukan pemeriksaan TTV 1. N : 84 x/menit
R : 23 x/menit
Suhu : 36,7 oC
SPO2 : 98%
TD : 179/97 mmHg
1 2. Mengidentifikasi faktor resiko 2. Hb : 6.7 g/dl
gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan
kadar kolesterol tinggi)
1 3. Melakukan kolaborasi dalam 3. Pasien mendapatkan
pemberian transfusi darah tranfusi PRC 283cc
1 4. Menganjurkan menggunakan obat 4. Pasien mendapatkan
penurun tekanan darah, antikoagulan, obat darah tinggi
dan penurun kolesterol, jika perlu amlodipine 1 x 10 mg
dan candesartan 1 x 16
mg
1 5. Menganjurkan minum obat 5. Pasien mengerti dan
pengontrol tekakan darah secara akan minum secara
teratur
teratur
2 6. Mengidentifikasi gejala hipervolemia 6. Terdapat oedem pada
(edema, dispnea, suara napas kaki pasien
tambahan
2 7. Memonitor intake dan output cairan 7. Minum : 200 cc,
urine : 250 cc
2 8. Memonitor jumlah dan warna urin 8. Jumlah urine 250 cc
Terapeutik warna kuning jernih
2 9. Membatasi asupan cairan dan garam 9. Pasien mengerti untuk
mebatasi minum
2 10. Meninggikan kepala tempat tidur 10. Posisi pasien semi
fowler
3 11. Mengidentifkasi gangguan fungsi 11. Pasien mengalami hb
tubuh yang mengakibatkan kelelahan rendah
3 12. Memonitor kelelahan fisik dan 12. Pasien kelelahan
emosional dalam bekerja sehari
hari dan jarang minum
air putih
3 13. Memonitor pola dan jam tidur 13. Pola tidur malam
pasien 7-8 jam dan
jarang tidur siang
3 14. Memonitor lokasi dan 14. Pasien tampak nyaman
ketidaknyamanan selama melakukan tiduran
aktivitas
3 15. Menyediakan lingkungan nyaman dan 15. Lingkungan pasien
rendah stimulus (mis. cahaya, suara, tampak nyaman
kunjungan)
16. Pasien mengerti
3 16. Menganjurkan tirah baring
17. Pasien mengerti
3 17. Menganjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
2. Jumat,
07 Oktober
2022
21.00
1,2 1. Melakukan pemeriksaan TTV 1. N : 79 x/menit
R : 22 x/menit
Suhu : 36,3 oC
SPO2 : 99%
TD : 159/89mmHg
1 2. Mengidentifikasi faktor resiko 2. Hb : 7.9 dari 6.7 g/dl
gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan
kadar kolesterol tinggi)
1 3. Menganjurkan menggunakan obat 3. Pasien mendapatkan
penurun tekanan darah, antikoagulan, obat darah tinggi
dan penurun kolesterol, jika perlu amlodipine 1 x 10 mg
dan candesartan 1 x 16
mg
1 4. Menganjurkan minum obat 4. Pasien mengerti dan
pengontrol tekakan darah secara akan minum secara
teratur teratur
2 5. Terdapat oedem pada
5. Mengidentifikasi gejala hipervolemia kaki pasien
(edema, dispnea, suara napas
2 tambahan 6. Minum : 230 cc,
6. Memonitor intake dan output cairan urine : 290 cc
2 7. Jumlah urine 290 cc
7. Memonitor jumlah dan warna urin warna kuning jernih
2 Terapeutik 8. Pasien mengerti untuk
8. Membatasi asupan cairan dan garam mebatasi minum
2 9. Posisi pasien semi
9. Meninggikan kepala tempat tidur fowler
3 10. Pasien mengalami hb
10. Mengidentifkasi gangguan fungsi rendah
3 tubuh yang mengakibatkan kelelahan 11. Pasien kelelahan
11. Memonitor kelelahan fisik dan dalam bekerja sehari
emosional hari dan jarang minum
air putih
3 12. Pola tidur malam
12. Memonitor pola dan jam tidur pasien 7-8 jam dan
jarang tidur siang
3 13. Pasien tampak nyaman
13. Memonitor lokasi dan tiduran
ketidaknyamanan selama melakukan
3 aktivitas 14. Lingkungan pasien
14. Menyediakan lingkungan nyaman dan tampak nyaman
rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
3 kunjungan) 15. Pasien mengerti
3 15. Menganjurkan tirah baring 16. Pasien mengerti
16. Menganjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
3. Sabtu,
08 Oktober
2022
21.00
1,2 1. Melakukan pemeriksaan TTV 1. N : 82 x/menit
R : 21 x/menit
Suhu : 36,1 oC
SPO2 : 99%
TD : 144/80mmHg
2. Mengidentifikasi faktor resiko
1 gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, 2. Hb : 7.9 dari 6.7 g/dl
perokok, orang tua, hipertensi dan
kadar kolesterol tinggi)
3. Menganjurkan menggunakan obat
1 penurun tekanan darah, antikoagulan, 3. Pasien mendapatkan
dan penurun kolesterol, jika perlu obat darah tinggi
amlodipine 1 x 10 mg
dan candesartan 1 x 16
4. Menganjurkan minum obat mg
1 pengontrol tekakan darah secara 4. Pasien mengerti dan
teratur akan minum secara
teratur
2 5. Mengidentifikasi gejala hipervolemia 5. Terdapat oedem pada
(edema, dispnea, suara napas kaki pasien
tambahan
2 6. Memonitor intake dan output cairan 6. Minum : 230 cc,
urine : 290 cc
2 7. Memonitor jumlah dan warna urin 7. Jumlah urine 290 cc
Terapeutik warna kuning jernih
2 8. Membatasi asupan cairan dan garam 8. Pasien mengerti untuk
mebatasi minum
3 9. Meninggikan kepala tempat tidur 9. Posisi pasien semi
fowler
3 10. Mengidentifkasi gangguan fungsi 10. Pasien mengalami hb
tubuh yang mengakibatkan kelelahan rendah
3 11. Memonitor kelelahan fisik dan 11. Pasien kelelahan
emosional dalam bekerja sehari
hari dan jarang minum
air putih
3 12. Memonitor pola dan jam tidur 12. Pola tidur malam
pasien 7-8 jam dan
jarang tidur siang
3 13. Memonitor lokasi dan 13. Pasien tampak nyaman
ketidaknyamanan selama melakukan tiduran
aktivitas
3 14. Menyediakan lingkungan nyaman dan 14. Lingkungan pasien
rendah stimulus (mis. cahaya, suara, tampak nyaman
kunjungan)
3 15. Menganjurkan tirah baring 15. Pasien mengerti
3 16. Menganjurkan menghubungi perawat 16. Pasien mengerti
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang

F. Evaluasi Keperawatan
Tanggal Diagnosa SOAP Tanda
Keperawatan Tangan
Sabtu, 1 S : Pasien mengatakan sesak mulai berkurang, Lency
08 lemas dan pusing berkurang
Oktober O:
2022 Keadaan umum sakit sedang, Kesadaran
06.00 composmentis, Nadi: 82 x/menit, RR: 21
WIB x/menit, Suhu: 36.4 °C, SPO2: 98 %, TD :
139/89 mmHg, suara napas vesikuler, tidak
terdapat suara napas tambahan, tidak terdapat
otot bantu pernapasan, tidak terdapat
pernapasan cuping hidung, membran mukosa
kering, konjungtiva anemis, warna kulit pucat,
pasien tampak lemah.
Hasil penunjang:
HB: 7.9 g/dl,
Ureum: 239 mg/dl,
Creatinin: 19.0 mg/dl
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Sabtu, 2 S : Pasien mengatakan kakinya bengkak mulai Lency
08 berkurang
Oktober Do :
2022 Keadaan umum sakit sedang, Kesadaran
06.00 composmentis, Nadi: 82 x/menit, RR: 21
WIB x/menit, Suhu: 36.4 °C, SPO2: 98 %, TD :
139/89 mmHg, pasien masih tampak lemah,
terdapat oedem pada kaki berkurang
Hasil penunjang:
Ureum: 232 mg/dl,
Creatinin: 21.0 mg/dl
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Sabtu, 3 S: Lency
08 Pasien mengatakan lemas berkurang
Oktober O:
2022 Keadaan umum sakit sedang, Kesadaran
06.00 composmentis, Nadi: 82 x/menit, RR: 21
WIB x/menit, Suhu: 36.4 °C, SPO2: 98 %, TD :
139/89 mmHg, pasien masih tampak pucat,
pasien masih tampak lemah.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai