LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH:
Mahda Febriyanti Eka Pertiwi Putri, S. Kep
NIM 182311101035
1) Proses Filtrasi
Proses ini terjadi di glomerolus dan terjadi karena tekanan permukaan
aferen lebih besar daripada permukaan eferen sehingga terjadi
penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian
cairan darah kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan dalam
simpai bownman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat,
bikarbonat, dan lain-lain yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses Reabsorbsi
Proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besari dari glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif yang dikenal dengan proses obligator. Proses reabsorbsi ini
terjado pada tubulus proksimal sedangkan pada tubulus dista; terjadi
penyerapan kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan.
Penyarapan ini terjadi secara aktif dengan reabsorbsi fakultatif dan
sisanya dialirkan pada papila renalis. Reabsorpsi zat tertentu dapat
terjadi secara transpor aktif dan difusi. Sebagai contoh pada sisi
tubulus yang berdekatan dengan lumen tubulus renalis terjadi difusi
ion Na+, sedangkan pada sisi sel tubulus yang berdekatan dengan
kapiler terjadi transpor aktif ion Na+. Adanya transpor aktif Na+ di sel
tubulus ke kapiler menyebabkan menurunnya kadar ion Na+ di sel
tubulus renalis, sehingga difusi Na+ terjadi dari lumen sel tubulus
renalis. Pada umumnya zat yang penting bagi tubuh direabsorpsi
secara transpor aktif. Zat-zat penting bagi tubuh yang secara aktif
direabsorpsi adalah protein, asam amino, glukosa, dan vitamin. Zat-zat
tersebut direabsorpsi secara aktif di tubulus proksimal, sehingga tidak
ada lagi di lengkung Henle.
Gambar 3. Mekanisme reabsorpsi air dalam ginjal
2. Definisi
Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama
sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga
keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium
didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang
secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali
tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia
kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronis (Warianto 2011).
Chronic kidney disease atau CKD adalah gagal ginjal kronik yang
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal, dimana ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia. Uremia adalah sindrom
klinik yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal pada
penyakit GGK, sedangkan azotemia yaitu kelebihan urea atau senyawa
nitrogen dalam darah (Brunner & Suddarth, 2008).
National Kidney Foundation-Kidney Outcome Quality Initiative (NKF-
K/DOQI) menyatakan bahwa pada CKD terjadi kerusakan ginjal selama 3
bulan atau lebih, ditandai oleh adanya ketidaknormalan struktur atau
fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, yang
dimanifestasikan oleh abnormalitas patologis atau tanda kerusakan ginjal,
meliputi abnormalitas komposisi darah atau urin, atau abnormalitas hasil
tes. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 ml/mnt/1.73 m2 selama 3 bulan
atau lebih, dengan/tanpa kerusakan ginjal (National Kidney Foundation,
2002).
3. Epidemiologi
Hasil Systematic review dan meta-analysis yang dilakukan oleh Hill et
al (2016), mendapatkan prevalensi global CKD sebesar 13,4%. Menurut
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI tahun 2013 prevalensi
CKD di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter adalah 0,2 %.
Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah
sebesar 0,5% diikuti oleh Aceh, Gorontalo dan Sulawesi Utara yaitu
masing-masing adalah 0,4%. Angka ini meningkat seiring bertambahnya
umur, yaitu tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun sebesar 0,6 %.
Prevalensi pada laki-laki (0,3 %) lebih tinggi daripada perempuan (0,2
%), prevalensi tertinggi adalah pada masyarakat pedesaan (0,3 %), tidak
bersekolah (0,4%), memiliki pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/
buruh (0,3%).
Menurut Kemenkes RI (2017) berdasarkan riskesdas tahun 2013
populasi umur ≥15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar
02,% dan angka ini lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi PGK di
negara lainnya. Hasil Pehimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun
2006 mendapatkan prevalensi sebesar 12,3%. Hasil Riskesdas 2013 juga
menunjukkan prevalensi meningkat dengan bertambahnya umur dengan
peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan
kelompok umur 25-34 tahun. prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi
dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
pedesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/
nelayan/ buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan
menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan
prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh,
Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%.
4. Etiologi
Price & Wilson (2005) membagi penyebab CKD menjadi delapan kelas
seperti yang tercantum pada tabel 2.
5. Klasifikasi
CKD dapat diklasifikasikan atas dasar derajat (stage) penyakit.
Klasifikasi atas dasar penyakit dibuat berdasar LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault
(Suwitra, 2006). KDIGO (2012) mengklasifikasikan CKD berdasar derajat
penyakit yang ditunjukkan pada tabel 2 (KDIGO, 2012).
LFG (ml/mnt/1.73 m2) = (140-umur) x berat badan *)
72 kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
6. Patofisiologi/Patologi
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah
akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein
yang normalnya diekresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah
sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat,
sehingga menyebakan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi,
sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin.
Menurunnya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri
klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain
itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid..Penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan dan
natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal
tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak
terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang
meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Kejadian muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik. Asidosis metabolik terjadi akibat
ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin
menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletihan.
Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah
merah defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan karena status pasien, terutama dari saluran gastrointestinal
sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah
subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sumsum
tulang untuk menghasilkan seldarah merah.
Abnormalitas utamalain pada CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain
menurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada
tulang dan menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif
vitamin D yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring
dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering
disebut Osteodistrofienal.
Hipoglikemia pada pasien CKD bisa disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya ialah, terjadi gangguan sekresi insulin karena fungsi ginjal
memburuk sehingga insulin tetap dalam darah dan tidak dibuang oleh
ginjal, degradasi insulin perifer menurun, uremia yang tinggi akan
menimbulkan anorexia sehingga kebutuhan glukosa menurun, terjadi
penurunan massa ginjal sehingga mengalami penurunan glukoneogenesis
(Maureen et al., 2009). Pada pasien CKD akan terjadi retensi garam dan
natrium, akibat retensi tersebut tubuh mengalami penumpukan cairan di
dalam tubuh, penumpukan cairan pada tubuh mengakibatkan pasien pada
pemeriksaan elektrolit dan glukosa akan didapatkan hiponatremi,
hipokalemi, hipokalsemi, dan hipoglikemia yang sebetulnya kadar
tersebut normal dalam tubuh yang disebut hipoglikemia relatif (Mann, et
al., 2012).
Hipoglikemia pada pasien CKD bisa disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya ialah. Terjadi gangguan sekresi insulin karena fungsi ginjal
memburuk sehingga insulin tetap dalam darah dan tidak dibuang oleh
ginjal, degradasi insulin perifer menurun, uremia yang tinggi akan
menimbulkan anorexia sehingga kebutuhan glukosa menurun, terjadi
penurunan massa ginjal sehingga mengalami penurunan glukoneogenesis
(Maureen et al., 2009).
Pada pasien CKD akan terjadi retensi garam dan natrium, akibat
retensi tersebut tubuh mengalami penumpukan cairan di dalam tubuh,
penumpukan cairan pada tubuh mengakibatkan pasien pada pemeriksaan
elektrolit dan glukosa akan didapatkan hiponatremi, hipokalemi,
hipokalsemi, dan hipoglikemia yang sebetulnya kadar tersebut normal
dalam tubuh yang disebut hipoglikemia relatif (Mann, et al., 2012).
7. Manifestasi Klinis
Penyakit CKD akan menimbulkan gangguan pada berbagai sistem atau
organ tubuh.
a. Gangguan secara umum
Fatigue, malaise, gagal tumbuh.
b. Gangguan sistem pernapasan
Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura.
c. Gangguan pada sistem kardiovaskuler
Smeltzer & Bare (2001) menyatakan bahwa gangguan kardiovaskuler
pada GGK mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif,
dan edema pulmoner (akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat
iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik).
d. Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia dan nause yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat–zat toksik
akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal
guanidine, serta sembabnya mukosa usus.
2) Ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah oleh bakteri
dimulut menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia.
Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
3) Cegukan yang belum diketahui penyebabnya.
e. Gangguan pada sistem hematologi
1) Anemia, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain.
2) Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan
eritropoiesis pada sumsum tulang menurun.
3) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik.
4) Defisiensi besi dan asam folat akibat nafsu makan yang berkurang
5) Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit.
6) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisma sekunder.
7) Gangguan fungsi trombosit dan trombosotopenia yang
mengakibatkan perdarahan.
8) Gangguan fungsi leukosit, di mana fagositosis dan kemotaksis
berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga
menurun.
f. Gangguan pada meuromuskular
1) Restless leg syndrome, di mana pasien merasa pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakkan.
2) Feet syndrome, yaitu rasa semutan dan seperti terbakar terutama di
telapak kaki.
3) Ensefalopati metabolic, yang menyebabkan lemah, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
4) Miopati, yaitu kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proksimal.
g. Gangguan pada sistem endokrin
1) Gangguan seksual: libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-
laki, pada wanita muncul gangguan menstruasi.
2) Gangguan metabolisme glukosa: resistensi insulin yang menghambat
masuknya glukosa ke dalam sel dan gangguan sekresi insulin.GGK
disertai dengan timbulnya intoleransi glukosa.
3) Gangguan metabolisme lemak: biasanya timbul hiperlipidemia yang
bermanifestasi sebagai hipertrigliserida, peninggian VLDL (Very Low
Density Lipoprotein) dan penurunan LDL (Low Density Lipoprotein).
Hal ini terjadi karena meningkatnya produksi trigliserida di hepar
akibat menurunnya fungsi ginjal.
4) Gangguan metabolisme vitamin Dmenyebabkan gangguan
penyerapan usus terhadap kalsium dan hipokalsemia. Kalsium
plasma yang rendah menyebabkan kompensasi hiperplasia
paratiroid dan peningkatan sekresi hormon paratiroid
(Chandrasoma, 2005).
h. Gangguan dermatologi
1) Rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan suatu
penumpukan kristal urea dikulit (Smeltzer & Bare, 2001).
2) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan gatal-gatal akibat toksin
uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
i. Gangguan pada tulang
Metabolisme kalsium dan fosfat yang abnormal menyebabkan
perubahan tulang (osteodistrofi ginjal) dan kalsifikasi metastatik.
Osteodistrofi ginjal adalah suatu kombinasi kompleks osteomalasia
dengan efek hiperparatiroid (osteitis fibrosa kistik). Kalsifikasi
metastasik pada dinding pembuluh darah kecil dapat menyebabkan
perubahan iskemik pada jaringan yang terkena (Chandrasoma, 2005).
j. Gangguan metabolic
Kegagalan ekskresi ion hidrogen menyebabkan pengumpulan asam di
dalam darah (tubuh menghasilkan asam berlebihan selama
metabolisme sel) menyebabkan asidosis metabolik (Chandrasoma,
2005).
k. Gangguan cairan-elektrolit
Gangguan asam-basa mengakibatkan kehilangan natrium sehingga
terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan
hipokalsemia.
l. Ketidakmampuan pemekatan urine
Ketidakmampuan ini merupakan suatu manfestasi klinis awal GGK.
Keadaan ini menyebabkan poliuria (peningkatan jumlah keluaran
urine), nokturia (urine berlebihan pada malam hari), dan isotenuria
(keluaran urine hanya bervariasi sedikit dari berat jenis 1,010).
Poliuria sering menyebabkan dehidrasi (Chandrasoma, 2005).
m. Gangguan fungsi psikososial
Perubahan kepribadian dan perilaku serta perubahan proses kognitif.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemerikasaan laboratorium yang dapat dilakukan, seperti: kadar
serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum
phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah
(BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis. Pada
stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat
menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi
ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24
jam. Analisa urine rutin dilakukan pada stadium gagal ginjal yang
mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin
analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa,
RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas
urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin
yang kurang dan frekuensi urin menurun. Monitor kadar BUN dan
kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal.
Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta
urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan
kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu
diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
1) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes
mellitus, infeksi traktus urinarius, hipertensi, Lupus
eritomatosus sistemik (LES).
2) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG. Kadar kreatinin serum
saja tidak bisa digunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
3) Kelainan biokimiawi darah.
4) Kelainan urinalisasi meliputi proteinuria, hematuria,
leukosuria (Mansjoer, 2002).
a. Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi
toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
a) Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk
mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka
lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif
nitrogen.Gejala-gejala seperti mual, muntah, dan letih mungkin
dapat membaik. Pembatasan asupan protein telah terbukti
menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat
terjadinya gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang berkaitan
dengan fakta bahwa asupan rendah protein mengurangi beban
ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intake.
b) Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak
memberikan obat-obatan atau makanan yang tinggi kandungan
kalium. Makanan atau obat-obatan ini mengandung tambahan
garam (yang mengandung amonium klorida dan kalium klorida),
ekspektoran, kalium sitrat, dan makanan seperti sup, pisang, dan
jus buah murni.Pengaturan natrium dalam diet memiliki arti
penting dalam gagal ginjal. Jumlah natrium yang biasanya
diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari (1 hingga 2 gr
natrium), tetapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan
secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan
hidrasi yang baik (Price & Wilson, 2005).
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolic
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan utama (chief complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal
yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.
Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat
dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal
(Suwitra, 2006).
d. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat (Sukandar, 2006).
e. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah;
2) kualitas hidup normal kembali;
3) masa hidup (survival rate) lebih lama;
4) komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan; biaya
lebih murah dan dapat dibatasi.
B. Konsep Hemodialisa
1. Definisi
Dialisi adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif
melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair lainnya.
Hemodialisi adalah suatu mesin ginjal buatan (atau alat hemodialisis)
terutama terdiri dari membran semipermeabel dengan darah di satu sisi
dan cairan dialisis di sisi lain. (Price, 2005) Hemodoalisis adalah suatu
dialisis eksternal terdiri dari sebuah coil yang berfungsi sebagai membran
semipermeable (tembus air). Darah pasien mengalir keluar dari tubuh
dan melalui coil dan kemudian kembali ke dalam tubuh. Selain coil,
terdapat juga solusi hipertonic yang disebut dialysate yang menarik
produk-produk buangan yang berasal dari darah melintasi membran
semipermeable (Reeves, 2001).
Hemodialisa adalah suatu tindakan yang digunakan pada gagal ginjal
untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan air, cairan, dan untuk
memperbaiki keseimbangan elektrolit, dengan prinsip filtrasi, osmosis,
dan difusi, dengan menggunakan sistem dialisa eksternal; terdapat
beberapa tipe akses vaskular yang dapat digunakan: pirau-sementara;
sambungan eksternal diantara arteri dan vena; fistula-permanen,
sambungan internal atau tandur diantara arteri dan vena dilengan atau
paha; jalur subklavia atau femoral-sementara, kateter eksternal pada vena
besar (Turker, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu proses
penyaringan kotoran dan racun dalam darah dengan menggunakan suatu
alat dialisis atau ginjal buatan dengan prinsip disfusi, osmosis dan filtrasi.
3. Penatalaksanaan
a. Prinsip Dialise
Dialise berdasarkan tiga prinsip yaitu difusi, osmose dan
ultrafiltrasi. Difusi berhubungan dengan pergeseran partikel-pertikel
dari daerah konsentrasi yang tinggi ke daerah yang lebih rendah.
Didalam tubuh ini terjadi melewati membran semipermiabel. Difusi
berhubungan dengan keperluan pembersihan bahan yang terlarut dari
tubuh pasien ke hemodialise dan peritoneal dialise. Difusi
menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan uric acid dari darah
pasien ke larutan dialisat. Larutan mengandung lebih sedikit partikel-
partikel yang harus dibuang dari aliran darah dan harus ditambah
konsentrasi partikel-partikel yang lebih tinggi. Karena dialisis tidak
mengandung produk sisa protein, konsentrasi dari zatzat ini di dalam
darah akan berkurang karena peergeseran random partikel-partikel
lewat membran semipermiabel ke dialisat. Prinsip yang sama berlaku
untuk ionion potasium. Walaupun konsentrasi sel-sel eritrosit dan
protein lebih tinggi didalam darah, molekul-molekulnya lebih besar
dan tidak bisa berdisfusi melalui pori-pori dari membran karena itu
tidak terbuang dari darah.
Gambar 6. Osmosis dengan glukosa
b. Prosedur
Hemodialisa mencakup shunting/pengalihan arus darah dari
tubuh pasien ke dialisator dimana terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan
kemudian kembali ke sirkulasi pasien. Untuk pelaksanaan hemodialisa
terjadi yang masuk ke darah pasien, suatu mekanisme yang
mentraspor darah ke dan dari dialisator, dan dialisator (daerah
dimana terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk-produk sisa
berlangsung). Sekarang terdapat lima cara utama agar terjadi yang
masuk ke aliran darah pasien. Ini terdiri dari yang berikut:
1) Fistula aerteriovena
2) External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal
3) Kateterisasi vena femoral
4) Kateterisasi vena subklavia
C. Clinical Pathway
Etiologi GGK:
Tahap 3
Tahap I Infeksi saluran kemih, penyakit peradangan (glomerulonefritis), penyakit vaskuler hipertensif
Kerusakan pembuluh darah (nefrosklerosis (benigna dan maligna), stenosis arteri renalis), Gangguan jaringan ikat (Lupus Eritematosus
halus di ginjal, albuminuria GFR ↑ Sistemik, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik progresif), Penyakit metabolik (Diabetes Mellitus, gout,
↑ setelah latihan jasmani hiperparatiroidisme, Amiloidosis).
2. Diagnosa Keperawatan
Para Hemodialisa
a. Kelebihan Volume Cairan (00026), berhubungan dengan kondisi
terkait gangguan mekanisme regulasi ditandai dengan bunyi nafas
tambahan, gangguan tekanan darah, gangguan pola nafas,
perubahan berat jenis urine, anasarka, ansietas, azotemia,
penurunan hematokrit, penurunan hemoglobin, dyspnea, edema,
ketidakseimbangan elektrolit, hepatomegaly, distensi vena
jugularis, oliguria, ortopnea, dan gelisah.
b. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
(00002), berhubungan dengan kondisi terkait ketidakmampuan
makan ditandai dengan enggan makan, asupan makan kurang dari
RDA, kurang minat pada makanan, berat badan 20% atau lebih di
bawah rentang berat badan ideal, dan membrane mukosa pucat.
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer (00228),
berhubungan dengan kondisi terkait hipertensi ditandai dengan
perubahan karakter kulit, CRT > 3 detik, perubahan tekanan darah
di ekstremitas, kelambatan penyembuhan luka perifer, edema,
parestesia, dan klaudikasi intermiten.
d. Risiko Kerusakan Integritas Kulit (00047), berhubungan
dengan kondisi terkait gangguan metabolisme ditandai dengan
agens cedera kimiawi, ekskresi, sekresi, dan gangguan volume
cairan.
e. Intoleransi Aktivitas (00092), berhubungan dengan kondisi
terkait ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
fisik tidak bugar, masalah sirkulasi, dan gangguan pernapasan
ditandai dengan ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dyspnea
setelah beraktivitas, keletihan, kelemahan umum, dan perubahan
elektrokardiografi (EKG).
f. Ansietas (00146), berhubungan dengan kondisi terkait stressor
dan ancaman pada status terkini ditandai dengan gelisah,
ketakutan, gangguan pola nafas, peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi, peningkatan frekuensi pernafasan,
perubahan pola tidur, dan wajah tegang.
g. Defisiensi Pengetahuan (00126), berhubungan dengan kondisi
terkait kurang informasi dan kurang sumber pengetahuan ditandai
dengan perilaku tidak tepat dan kurang pengetahuan.
h. Risiko Infeksi (00004), berhubungan dengan kondisi terkait
supresi respons inflamasi dan prosedur invasive ditandai dengan
gangguan integritas kulit, merokok, obesitas, malnutrisi, dan statis
cairan tubuh.
i. Nyeri Akut (00132), berhubungan dengan kondisi terkait agens
cedera fisik ditandai dengan perilaku distraksi, perilaku ekspresif,
ekspresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi, putus asa, fokus
menyempit, perilaku protektif, dilatasi pupil, keluhan mengenai
nyeri.
j. Hipertemia (00007), berhubungan dengan kondisi terkait agens
farmausetika, sepsis, dan dehidrasi ditandai dengan apnea, kulit
kemerahan, gelisah, letargi, kejang, kulit terasa hangat, takikardia,
takipnea, dan vasodilatasi.
k. Defisien Volume Cairan (00027), berhubungan dengan kondisi
terkait gangguan mekanisme pengaturan dan gangguan yang
mempengaruhi absoprsi cairan ditandai dengan penurunan turgor
kulit, peningkatan frekuensi nadi, kelemahan, membrane mukosa
kering, dan penurunan pengisian vena.
Intra Hemodialisa
a. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit (00195), berhubungan
dengan kondisi terkait disfungsi ginjal dan program pengobatan
ditandai dengan kelebihan volume cairan, kurang pengetahuan
tentang faktor yang diubah, dan muntah.
b. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (00179),
berhubungan dengan kondisi terkait gangguan status kesehatan
fisik ditandai dengan stress belebihan, penambahan berat badan,
asupan diet kurang, manajemen medikasi tidak efektif, kurang
pengetahuan tentang faktor yang diubah, dan kurang pengetahuan
tentang manajemen penyakit.
c. Risiko Syok (00205), berhubungan dengan kondisi terkait
sindrom respons inflamasi sistemik ditandai dengan penarikan
cairan (UF goal).
d. Risiko Perdarahan (00206), berhubungan dengan kondisi terkait
program pengobatan ditandai dengan penggunaan heparin dan
kurang pengetahuan tentang kewaspadaan perdarahan.
e. Nyeri Akut (00132), berhubungan dengan kondisi terkait agens
cedera fisik ditandai dengan perilaku distraksi, perilaku ekspresif,
ekspresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi, putus asa, fokus
menyempit, perilaku protektif, dilatasi pupil, keluhan mengenai
nyeri.
f. Mual (00134), berhubungan dengan kondisi terkait gangguan
biokimia dan program pengobatan ditandai dengan sensai muntah,
peningkatan saliva, peningkatan menelan, dan rasa asam di dalam
mulut.
Post Hemodialisa
a. Risiko Syok (00205), berhubungan dengan kondisi terkait
sindrom respons inflamasi sistemik ditandai dengan penarikan
cairan (UF goal).
b. Risiko Infeksi (00004), berhubungan dengan kondisi terkait
supresi respons inflamasi ditandai dengan gangguan integritas
kulit, merokok, obesitas, malnutrisi, dan statis cairan tubuh.
c. Nyeri Akut (00132), berhubungan dengan kondisi terkait agens
cedera fisik ditandai dengan perilaku distraksi, perilaku ekspresif,
ekspresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi, putus asa, fokus
menyempit, perilaku protektif, dilatasi pupil, keluhan mengenai
nyeri.
3. Perencanaan Keperawatan
Post Hemodialisa
DIAGNOSIS
NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1. Kelebihan Volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Elektrolit/Cairan (2080)
Cairan (00026) pasien menunjukkan hasil: 1. Jaga pencatatan intake/asupan dan output yang
akurat.
Keseimbangan Cairan (0601) 2. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan.
Tujuan 3. Batasi cairan yang sesuai.
No. Indikator Awal 4. Siapkan pasien untuk dialysis.
1 2 3 4 5
1. Tekanan darah (060101)
Keseimbangan input output
NIC: Monitor Cairan (4130)
2. 1. Tentukan jumlah dan jenis intake dan output serta
dalam 24 jam (060107)
kebiasaan eliminasi.
Berat badan stabil
3. 2. Periksa turgor kulit.
(060109)
3. Monitor berat badan.
4. Turgor kulit (060116)
4. Monitor nilai kadar serum dan elektrolit urin.
Kelembapan membran
5.
mukosa (060117)
NIC: Monitor Tanda Tanda Vital (6680)
6. Serum elektrolit (060118)
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
7. Hematokrit (060119)
pernafasan dengan tepat.
Tujuan
No. Indikator Awal 2. Monitor pola pernapasan abnormal.
1 2 3 4 5 3. Identifikasi keumngkinan penyebab perubahan
8. Kehausan (060115) tanda-tanda vital.
9. Kram otot (060123)
10. Pusing (060124)
Keterangan no. 1-7:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Keterangan no.8-10:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intra Hemodialisa
NO. DIAGNOSIS TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Elektrolit (2000)
Ketidakseimbang- pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor nilai serum elektrolit yang abnormal.
an Elektrolit 2. Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit.
(00195) Keseimbangan Elektrolit (0606) 3. Pertahankan pemberian cairan IV berisi elektrolit
Tujuan dengan laju yang lambat.
No. Indikator Awal 4. Berikan diet sesuai dengan kondisi pasien (kaya
1 2 3 4 5
potasium, rendah sodium, dan makanan rendah
Penurunan serum sodium
1. karbohidrat).
(060601)
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai jenis,
Peningkatan serum sodium
2. penyebab, dan pengobatan apabila terdapat
(060602)
ketidakseimbangan elektrolit, yang sesuai.
Penurunan serum potasium
3.
(060603)
Peningkatan serum NIC: Pemantauan (Monitor) Elektrolit (2020)
4. 1. Monitor serum elektrolit.
potasium (060604)
2. Monitor serum albumin dan kadar protein total,
Penurunan serum klorida
5. sesuai dengan indikasi.
(060605)
3. Identifikasi kemungkinan penyebab
Peningkatan serum klorida
6. ketidakseimbangan elektrolit.
(060606)
4. Monitor kadar osmolalitas serum dan urin.
Penurunan serum kalsium
7. 5. Monitor adanya mual, muntah, dan diare.
(060607)
6. Identifikasi tindakan yang berakibat pada status
Peningkatan serum kalsium
8. elektrolit.
(060608) 7. Ajarkan pasien cara mencegah atau
Penurunan serum meminimalisasi ketidakseimbangan elektrolit.
9.
magnesium (060609) 8. Anjurkan kepada pasien dan/atau keluarga
Peningkatan serum mengenai modifikasi diet khusus, jika diperlukan.
10.
magnesium (060610)
Penurunan serum fosfor
11.
(060611)
Peningkatan serum fosfor
12.
(0606012)
Keterangan no. 1-6:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi cukup dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
2. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Hiperglikemi (2120)
Ketidakstabilan pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor kadar glukosa darah sesuai indikasi.
Kadar Glukosa 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi: poliuria,
Darah (00179) Kadar Glukosa Darah (2300) polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, malaise,
pandangan kabur, atau sakit kepala.
Tujuan
No. Indikator Awal 3. Monitor ketonurin, sesuai indikasi.
1 2 3 4 5
4. Monitor AGD, elektrolit dan kadar
Glukosa darah dapat betahidroksibutirat sesuai yang tersedia.
1.
normal ((230001) 5. Monitor nadi dan tekana darah ortostatik sesuai
Hemoglobin Glikosat indikasi.
2.
(230004) 6. Berikan insulin sesuai resep.
3. Fruktosamin (230005) 7. Dorong asupan cairan oral.
4. Urin glukosa (230007) 8. Monitor status cairan.
5. Urin keton (230008) 9. Monitor akses IV sesuai kebutuhan.
Keterangan no. 1-5: 10. Monitor cairan IV sesuai kebutuhan.
1. Deviasi berat dari kisaran normal 11. Beikan kalium sesuai resep.
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal 12. Konsultasikan dengan dokter tanda gejala
3. Deviasi sedang dari kisaran normal hiperglikemia yang menetap atau memburuk
4. Deviasi ringan sedang dari kisaran normal 13. Bantu ambulasi jika terdapat hipotensi
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal orthostastik.
14. Lakukan kebersihan mulut jika diperlukan.
Keparahan Hiperglikemia (2111) 15. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi.
Tujuan 16. Antisipasi situasi dimana akan ada kebutuhan
No. Indikator Awal peningkatan insulin.
1 2 3 4 5
Peningkatan urine output 17. Batasi aktivitas kadar glukosa dari lebih dari 250
1. mg/dl.
(211101)
2. Peningkatan haus (211102) 18. Intruksikan pasien dan keluarga mengenai
3. Lapar berlebihan (211103) pencegahan, pengenalan tanda-tanda
4. Malaise (211104) hiperglikemi dan manajemen hiperglikemi.
5. Kelelahan (211105) 19. Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah.
6. Sakit kepala (211106) 20. Bantu pasien dalam menginteperasikan kadar
7. Pandangan kabur (211107) glukosa darah.
Kehilangan berat bdan yang 21. Review riwayat kadar glukosa darah pasien dan
8. tidak bisa dijelaskan atau keluarga.
(211108) 22. Instruksikan pada pasien dan keluarga mengenai
Kehilangan nafsu makan manajemen diabetes selama periode sakit,
9. termasuk penggunaan insulin dan/atau obat oral,
(211109)
10. Mual (211110) monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat
11. Mulut kering (211111) dan kapan mencari bantuan petugas kesehatan,
12. Nafas bau buah (211112) sesuai kebutuhan.
23. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan regimen
Infeksi jamur [yeast]
13. latihan.
(211113)
24. Tes kadar glukosa darah anggota keluarga.
Gangguan elektrolit
14.
(211114)
Gangguan konsentrasi
NIC: Manajemen Hipoglikemi (2130)
15. 1. Indentifikasi pasien yang beresiko mengalami
(211115)
hipoglikemi.
Perubahan status mental
16. 2. Kenali tanda gejala hipoglikemi.
(211116)
3. Monitor kadar glukosa darah sesuai dengan
Peningkatan glukosa darah
17. indikasi.
(211117)
4. Monitor tanda gejala hipoglikemi seperti
Peningkatan A1C (glycated
18. gemetar, sempoyongan, berkeringat, jantung
hemoglobin) (211118)
berdebar-debar, kecemasan, iritabel, tidak
Keterangan no. 1-18: sabaran, takikardi, palpitasi, menggigil, kikuk,
1. Berat mengantuk, kepala terasa ringan, pucat, lapar,
2. Besar mual, sakit kepala, kelelahan, kelemahan, hangat,
3. Sedang pusing, pingsan, sulit berkonsentrasi, sulit bicara,
4. Ringan pandangan kabur, menangis saat tidur,
5. Tidak ada perubahan tingkah laku, kebingungan, koma,
Keparahan Hipoglikemia (2113) kejang).
No. Indikator Awal Tujuan 5. Berikan sumber karbohidrat sederhana sesuai
1 2 3 4 5 indikasi.
1. Gemetar (211301) 6. Berikan sumber karbohidrat kompleks sesuai
2. Berkeringat (211302) indikasi.
3. Gugup (211303) 7. Hubungi petugas jika gawat darurat terjadi.
4. Palpitasi Jantung (211304) 8. Berikan glukosa secara intervena sesuai indikasi.
5. Merasa melayang (211305) 9. Pertahankan akses intravena.
6. Kelaparan (211306) 10. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
7. Kelemahan (2113007) 11. Lindungi dari trauma.
8. Pusing (211308) 12. Kaji ulang kejadian hipglikemia untuk
mengetahui penyebab.
9. Mengantuk (211309)
13. Berikan umpan balik atas kepatuhan manajemen
Gangguan pengelihatan
10. diri pasien mengatasi hipoglikemia.
(211310)
14. Instruksikan pasien dan orang terdekat
11. Mimpi buruk (211311)
mengenai tanda gejala faktor risiko dan
12. Iritabilitas (211312)
penanganan hipoglikemia.
13. Kelelahan (211313) 15. Intstruksikan pasien untuk selalu menyediakan
14. Sakit kepala (211314) sumber karbohidrat yang sederhana.
15. Paresthesia (211315) 16. Instruksikan pasien untuk mendapatkan
16. Bicara cadel (211316) identitas diri pasien DM.
Gangguan konsentrasi 17. Instruksikan pasien untuk selalu patuh terhadp
17.
(211317) diitnya terapi insulin dan melakukan olahraga.
Perilaku abnormal 18. Bantu pasien dalam menentukan keputusan
18.
(211318) dalam rangka pencegahan hipoglikemia.
19. Konfusi (211319) 19. Dorong pasien untuk selalu memonitor kadar
20. Seizure [kejang] (211320) glukosa darahnya.
21. Koma (211321) 20. Dorong pasien untuk selalu berkonsultasi dengan
Penurunan kadar glukosa tim perawatan diabetesnyta mengenai terapi
22.
darah (211322) yang didapat.
Keterangan no. 1-22: 21. Kolaborasikan dengan pasien dan tim perawatan
1. Berat diabetesnya jika diperlukan perubahan terapi
2. Besar insulin.
3. Sedang 22. Modifikasi target kadar glukosa darah untuk
4. Ringan mencegah hipoglikemia disaat pasien tidak
5. Tidak ada terjadi hipoglikemia.
3. Risiko Syok Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Syok Prevention (4260)
(00205) pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu
kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer,
Keparahan Syok: Hipovolemik (4260) dan kapiler refill.
Tujuan 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
No Indikator Awal 3. Monitor suhu dan pernafasan.
1 2 3 4 5
4. Monitor input dan output.
Penurunan tekanan nadi
1. 5. Pantau nilai labor: HB, HT, AGD dan elektrolit.
perifer (041901)
6. Monitor hemodinamik invasi yang sesuai.
Penurunan tekanan arteri
2. 7. Monitor tanda dan gejala asites.
rata-rata (041902)
8. Monitor tanda awal syok.
Penurunan tekanan darah
3. 9. Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi
sistolik (041903)
untuk peningkata npreload dengan tepat.
Penurunan tekanan darah 10.Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas.
4.
diastolik (041904) 11.Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat.
Melambatnya waktu 12.Berikan vasodilator yang tepat.
5.
pengisian kapiler (041905) 13.Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan
Meningkatnya laju jantung gejala datangnya syok.
6.
(041906) 14.Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah
Nadi lemah dan halus untuk mengatasi gejala syok.
7.
(041907)
8. Aritmia (041908) NIC: Syok Management (4250)
9. Nyeri dada (041909) 1. Monitor fungsi neurologis.
Meningkatnya laju nafas 2. Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr: Level).
10.
(041910) 3. Monitor tekanan nadi.
Pernafasan dangkal 4. Monitor status cairan, input, output.
11.
(041911) 5. Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan.
12. Ronkhi pada paru (041912) 6. Monitor EKG.
Penurunan oksigen arteri 7. Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk
13.
(041913) meningkatkan akurasi pembacaan tekanan darah.
14. Meningkatnya 8. Menggambar gas darah arteri dan memonitor
karbondioksida arteri jaringan oksigenasi.
(041914) 9. Memantau tren dalam parameter hemodinamik
Akral dingin, kulit (misalnya, CVP, MAP, tekanan kapiler
15. pulmonal/arteri).
lembab/basah (041915)
16. Pucat (041916) 10.Memantau faktor penentu pengiriman jaringan
Memanjangnya waktu oksigen (misalnya, PaO2 kadar hemoglobin SaO2,
17. CO), jika tersedia.
pembekuan darah (041917)
Bising usus menurun 11.Memantau tingkat karbon dioksida sublingual
18. dan/atau tonometry lambung.
(041918)
19. Kehausan (041919) 12.Memonitor gejala gagal pernafasan (misalnya,
Menurunnya urin output rendah PaO2 peningkatan PaCO2 tingkat, kelelahan
20. otot pernafasan).
(041920)
21. Kebingungan (041921) 13.Monitor nilai laboratorium (misalnya, CBC dengan
22. Lesu (041922) diferensial) koagulasi profil, ABC, tingkat laktat,
budaya, dan profil kimia).
Penurunan tingkat
23. 14.Masukkan dan memelihara besarnya kobosanan
kesadaran (041923)
akses IV.
Respon pupil melambat
24.
(041924)
25. Asidosis metabolic (041925)
26. Hiperbilirubin (041926)
Keterangan no. 6-18:
1. Berat
2. Besar
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Post Hemodialisa
DIAGNOSIS
NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1. Risiko Syok Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Syok Prevention (4260)
(00205) pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu
kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer,
Keparahan Syok: Hipovolemik (4260) dan kapiler refill.
No Indikator Awal Tujuan 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
1 2 3 4 5 3. Monitor suhu dan pernafasan.
Penurunan tekanan nadi 4. Monitor input dan output.
1. 5. Pantau nilai labor: HB, HT, AGD dan elektrolit.
perifer (041901)
Penurunan tekanan arteri 6. Monitor hemodinamik invasi yang sesuai.
2. 7. Monitor tanda dan gejala asites.
rata-rata (041902)
Penurunan tekanan darah 8. Monitor tanda awal syok.
3. 9. Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi
sistolik (041903)
Penurunan tekanan darah untuk peningkata npreload dengan tepat.
4. 10.Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas.
diastolik (041904)
Melambatnya waktu 11.Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat.
5. 12.Berikan vasodilator yang tepat.
pengisian kapiler (041905)
Meningkatnya laju jantung 13.Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan
6. gejala datangnya syok.
(041906)
Nadi lemah dan halus 14.Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah
7. untuk mengatasi gejala syok.
(041907)
8. Aritmia (041908)
9. Nyeri dada (041909) NIC: Syok Management (4250)
Meningkatnya laju nafas 1. Monitor fungsi neurologis.
10. 2. Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr: Level).
(041910)
Pernafasan dangkal 3. Monitor tekanan nadi.
11. 4. Monitor status cairan, input, output.
(041911)
12. Ronkhi pada paru (041912) 5. Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan.
Penurunan oksigen arteri 6. Monitor EKG.
13. 7. Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk
(041913)
meningkatkan akurasi pembacaan tekanan darah.
Meningkatnya
8. Menggambar gas darah arteri dan memonitor
14. karbondioksida arteri
jaringan oksigenasi.
(041914)
9. Memantau tren dalam parameter hemodinamik
Akral dingin, kulit
15. (misalnya, CVP, MAP, tekanan kapiler
lembab/basah (041915)
pulmonal/arteri).
16. Pucat (041916)
10.Memantau faktor penentu pengiriman jaringan
Memanjangnya waktu
17. oksigen (misalnya, PaO2 kadar hemoglobin SaO2,
pembekuan darah (041917)
CO), jika tersedia.
Bising usus menurun 11.Memantau tingkat karbon dioksida sublingual
18.
(041918) dan/atau tonometry lambung.
19. Kehausan (041919) 12.Memonitor gejala gagal pernafasan (misalnya,
Menurunnya urin output rendah PaO2 peningkatan PaCO2 tingkat, kelelahan
20. otot pernafasan).
(041920)
21. Kebingungan (041921) 13.Monitor nilai laboratorium (misalnya, CBC dengan
22. Lesu (041922) diferensial) koagulasi profil, ABC, tingkat laktat,
Penurunan tingkat budaya, dan profil kimia).
23. 14.Masukkan dan memelihara besarnya kobosanan
kesadaran (041923)
Respon pupil melambat akses IV.
24.
(041924)
25. Asidosis metabolic (041925)
26. Hiperbilirubin (041926)
Keterangan no. 6-18:
1. Berat
2. Besar
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
E. Discharge Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:
1. Obat: beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis,
waktu pemberian obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional
dan vitamin tanpa instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika
merasakan ada efek samping dari obat segera cek ke rumah sakit.
Perhatikan aktivitas ketika selesai meminum obat yang memiliki efek
samping mengantuk.
2. Diet: pertahankan diet seperti yang dianjurkan petugas kesehatan
seperti mengkonsusmsi makanan tinggi kalori dan rendah protein. Hal
ini daikarenakan protein dipecah oleh asam amino dengan bantuan
enzim kemudian diproses oleh ginjal. Semakin banyak protein yang
dicerna maka semakin banyak asam amino yng disaring oleh ginjal
sehingga membuat ginjal bekerja lebih berat. Kebutuhan kalori harus
dipenuhi guna mencegah terjadinya pembakaran protein tubuh dan
merangsang pengeluaran insulin. Banyak mengonsumsi makanan
rendah natrium dan kalium. Hal ini disebabkan karena natrium
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Rendah kalium
guna mencegah timbulnya kegawatan jantung karena hiperkalemia.
3. Latihan: Melatih membuat jantung lebih kuat, menurunkan tekanan
darah, dan membantu membuat klien tetap sehat. Cara terbaik untuk
mulai berolahraga perlahan-lahan dan lakukan lebih berat untuk
membuat klien lebih kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II
Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Mann, D. L. & Chakinala, M. 2012. Heart Failure and Cor Pulmonale. Haarison’s
Principles of Internal Medicine. 18th Edition. New York: McGraww-Hill.
Maureen, F. M., Min, Z., & Jeffrey, C. F. 2009. Frequency of Hypoglycemia and
it’s significance in Chronic Kidney Disease. Clinical Journal of The
American Society of Nephrology
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th Edition. United Kingdom: Elseiver Global
Rights.
Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nuari, N.A., & Widayati, D. 2017. Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.
Rahadjo et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Hemodialisis. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Reeves, C. J., Roux, G., & Lockhart, R. 2001. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Tisher, C. C. & Wilcox, C. S. 1997. Buku Saku Nefrologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.