Anda di halaman 1dari 52

UNIVERSITAS JEMBER

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) DENGAN ETIOLOGI HIPERTENSI DI RUANG
HEMODIALISA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DR. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Riska Indah Permatasari, S. Kep
NIM 192311101124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
FEBRUARI, 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) DENGAN ETIOLOGI HIPERTENSI DI RUANG
HEMODIALISA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:
Riska Indah Pematasari, S.Kep
NIM 192311101124

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DENGAN ETIOLOGI HIPERTENSI
A. Konsep Teori tentang Penyakit
1. Riview Anatomi Fisiologi
Sistem urinaria merupakan system organ yang memproduksi, menyimpan,
dan mengalirkan urin. Komponen sistem urinaria pada manusia, terdiri dari:
a) Dua ginjal: penghasil urin
b) Dua ureter: membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih)
c) Kandung kemih: tempat urin dikumpulkan
d) Dua otot sphincter, dan
e) Uretra: tempat dikeluarkannya urin dari vesika urinaria ke luar tubuh.
Hartono (2008) mengatakan bahwa ginjal merupakan salah satu organ yang
tergabung dalam sistem perkemihan. Sistem perkemihan terdiri dari 2 buah
ginjal, dua ureter, kantong kemih, dan uretra. Ginjal berbentuk seperti biji buah
kacang merah yang jumlahnya ada 2 buah terletak dibagian kiri dan kanan.
Berat ginjal pada orang dewasa ± 200gram dan ginjal laki-laki lebih panjang dari
pada ginjal perempuan yang berperan homeostasis tubuh dalam
mempertahankan keseimbangan, termasuk keseimbangan fisika dan kimia yang
terletak di retroperitoneal (di belakang selaput peritoneum) melekat pada
dinding belakang (posterior) rongga abdomen (Nuari dan Widayati, 2017).
Lokasi ginjal berada pada bagian dari kavum abdominalis area retropertoneal
bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III dan melekat langsung pada
dinding abdomen. Menurut Faiz & Moffat (2010) posisi ginjal kanan lebih
rendah 1 cm dari ginjal kiri. Panjang tiap ginjal sekitar 10-12 cm yang terdiri
atas tiga bagian yaitu kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian
rongga ginjal (pelvis renalis). Korteks terdapat bagian yang bertugas untuk
melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron.
Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal yang terdapat ± 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal.
Nefron terdiri dari glomerolus, tubulus, dan (duktus kolektifus) yang merupakan
suatu bagian dari nefron. Dalam korteks terdapat jutaan glomerolus, dalam
medulla terdapat tubulus. Glomerolus memiliki fungsi untuk menyaring dan
mempertahankan zat yang masih berguna di dalam darah seperti protein dan
membuang zat sisa berupa ureum, asam urat, dan kreatinin. Dalam glomerolus
terdapat kapsula bowman yang mengelilingi kapiler bersifat permiabel terhadap
zat tertentu. Ada dua macam kapiler yang berada di dalam glomerolus yaitu vasa
aferen (masuk) dan vasa eferen (keluar). Setiap menitnya kurang lebih 1,5 liter
(1/3 dari curah jantung) yang disaring oleh 2 juta glomerolus yang berbeda di
dalam ginjal (Hartono, 2008).
Gambar 1. Letak dan Anatomi Ginjal

Tubulus ginjal memiliki fungsi untuk mengeksresikan elektrolit serta air


yang berlebih (fungsi ekskresi) dan menyerap kembali zat yang masih berguna
yang turut terbuang seperti natrium serta kalium (fungsi reabsorbsi). Elektrolit
seperti natrium dan kalium bersama dengan ion-ion lain seperti hidrogen sangat
penting sebagai pengaturan asam basa tubuh. Bikarbonat merupakan hasil dari
fungsi ginjal yang penting dalam rangka menetralisir keasaman darah jika
terjadi asidosis metabolik (Hartono, 2008). Ginjal mempunya beberapa fungsi
untuk tubuh yaitu menjalankan fungsi ekskresi cairan dan elektrolit, berfungsi
sebagai filtrasi (menyaring darah), sekresi hormone (ADH), mengatur
keseimbangan elektrolit (tubulus), mengatur keseimbangan asam basa,
mengekskresi sisa metabolik, toksin, dan zat asing serta juga memiliki fungsi
yang tidak kalah pentingnya yaitu mengaktifkan vitamin D3 menjadi kalsitriol
(1,25-dihidroksi-vitamin D3) dan memproduksi eritropoetin yaitu hormon yang
merangsang sumsum tulang membentuk sel darah merah (Hartono, 2008).
Alur aliran darah dari aorta (setinggi L2) masuk ke arteri renalis (1/3 dari
curah jantung ke ginjal) lalu menuju 5 hilus dan berlanjut ke cabang lobaris,
interlobaris, arkuata, dan kortikal radial. Cabang kortikal radial bercabang lagi
menjadi arteriol aferen yang memasok darah ke glomerolus dan melanjutkan
sebagai arteiol eferen dan kembali menuju jantung melalui pembuluh vena.
Ginjal punya dua peranan penting yaitu sebagai organ eskresi dan non
eskresi. Sebagai sistem eskresi ginjal bekerja sebagai filtran senyawa yang sudah
tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh seperti urea, natrium dan lain-lain dalam
bentuk urin, maka ginjal juga berfungsi sebagai pembentuk urin. Selain sebagai
sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan bekerja sebagai
penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta fungsi hormonal.
Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai peran dalam mengatur
tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron), pengatur hormon
eritropoesis sebagai hormon pengaktif sumsum tulang untuk menghasilkan
eritrosit. Disamping itu ginjal juga menyalurkan hormon dihidroksi kolekalsi
feron (vitamin D aktif), yang dibutuhkan dalam absorsi ion kalsium dalam usus.
Urin berasal dari darah yang dibawa oleh arteri renalis masuk ke dalam
ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah merah dan bagian
plasma darah kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorbsi,
dan eksresi.
Gambar 2. Proses Pembentukan Urin

1) Proses filtrasi
Proses ini terjadi di glomerolus dan terjadi karena tekanan permukaan
aferen lebih besar daripada permukaan eferen sehingga terjadi penyerapan
darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan dalam simpai bownman yang
terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat, bikarbonat, dan lain-lain
yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses Reabsorbsi
Proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besari dari glukosa, natrium,
klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang
dikenal dengan proses obligator. Proses reabsorbsi ini terjado pada tubulus
proksimal sedangkan pada tubulus dista; terjadi penyerapan kembali
natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan. Penyarapan ini terjadi secara
aktif dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis.
Reabsorpsi zat tertentu dapat terjadi secara transpor aktif dan difusi.
Sebagai contoh pada sisi tubulus yang berdekatan dengan lumen tubulus
renalis terjadi difusi ion Na+, sedangkan pada sisi sel tubulus yang
berdekatan dengan kapiler terjadi transpor aktif ion Na+. Adanya transpor
aktif Na+ di sel tubulus ke kapiler menyebabkan menurunnya kadar ion Na+
di sel tubulus renalis, sehingga difusi Na+ terjadi dari lumen sel tubulus
renalis. Pada umumnya zat yang penting bagi tubuh direabsorpsi secara
transpor aktif. Zat-zat penting bagi tubuh yang secara aktif direabsorpsi
adalah protein, asam amino, glukosa, dan vitamin. Zat-zat tersebut
direabsorpsi secara aktif di tubulus proksimal, sehingga tidak ada lagi di
lengkung Henle.

Gambar 3. Mekanisme Reabsorpsi Air dalam Ginjal

3) Proses Ekresi atau Augmentasi


Sisa dari penyerapan urin yang terjadi pada tubulus akan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan masuk ke fesika urinaria.

Table 1. Bagian dan Fungsi Utama Nefron


Bagian dan Fungsi Utama Nefron
Kapsula Filtrasi: ultrafiltrasi dan plasma masuk ke dalam
Bowman kapsula Bowman dan mengalir ke tubulus kontortus
proksimal
Tubulus Obligatory rearbsorption(66% dari filtrat glomeruli):
Kontortus natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan elektrolit.
Proksimal Lainnya: glukosa, asam amino, air, dan urea. Sekresi:
ion hidrogen, obat, dan toksin
Ansa Henle Reabsorpsi (25% dari filtrat glomeruli): klorida,
natrium, ion kalsium, air, dan urea
Tubulus Facilitatory rearbsorption (9% dari filtrat glomeruli):
Kontortus natrium, klorida, bikarbonat, air, dan urea. Sekresi:
Distal hidrogen, kalium, dan amonia
Duktus Facilitatory rearbsorption: air dan urea
koligentes
Fungsi dari sistem perkemihan pada manusia yaitu sebagai berikut.
a. Ultrafiltrasi
Filtrasi adalah proses ginjal dalam menghasilkan urine. Filtrasi plasma
terjadi ketika darah melewati kapiler dari glomerulus. Terdapat
perbedaan tekanan antara arteriol aferen dan arteriol eferen yang
menghasilkan ultrafiltrasi yang kemudian melewati dan diubah oleh
nefron untuk menghasilkan urin primer atau filtrate glomerolus. Proses
ultrafiltrasi ini menghasilkan filtrat glomerolus kira-kira 180 liter per
hari yang mana 99% volume direabsorpsi oleh ginjal. Oleh karena
kemampuan ginjal yang luar biasa untuk mengabsorpsi, rata-rata
haluaran urine per hari (orang dewasa) hanya 1-2 liter dari volume
filtrat glomerular yang berjumlah 180 liter per hari. Ultrafiltrasi diukur
sebagai laju filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate, GFR). Secara
klinis, GFR diartikan sebagai jumlah filtrat glomerular yang dihasilkan
dalam satu menit. GFR pada orang dewasa kira-kira 125 ml per menit
(7,5 liter per jam) Kemampuan ginjal untuk mempertahankan air dan
elektrolit (melalui reabsorpsi) juga sangat penting dalam kelangsungan
hidup seseorang. Tanpa kemampuan ini, seseorang dapat mengalami
kekurangan air dan elektrolit dalam 3-4 menit. Tubulus kontortus
proksimal mereabsorpsi 85-90% air yang ada dalam ultrafiltrat, 80%
dari natrium; sebagian besar kalium, bikarbonat, klorida, fosfat, glukosa,
dan asam amino. Tubulus kontortus distal dan tubulus koligentes
menghasilkan urine. Mekanisme lain yang dapat mencegah
berkurangnya air dan elektrolit adalah endokrin atau respons hormonal.
Hormon antidiuretik (ADH) adalah contoh klasik bagaimana hormon
mengatur keseimbangan air dan elektrolit. ADH adalah hormon yang
dihasilkan oleh hipotalamus, disimpan dan dikeluarkan oleh kelenjar
hipofisis sebagai respons terhadap perubahan dalam osmolalitas plasma.
Osmolaritas adalah konsentrasi ion dalam suatu larutan. Dalam hal ini,
larutannya adalah darah. Apabila asupan air menjadi kurang atau air
banyak yang hilang, ADH akan dikeluarkan sehingga membuat ginjal
menahan air. ADH mempengaruhi nefron bagian distal untuk
memperlancar permeabilitas air sehingga lebih banyak air yang
direabsoprsi dan dikembalikan ke dalam sirkulasi darah.
b. Keseimbangan elektrolit
Sebagian besar elektrolit yang dikeluarkan dari kapsula Bowman
direabsorpsi dalam tubulus proksimal. Konsentrasi elektrolit yang telah
direabsorpsi diatur dalam tubulus distal di bawah pengaruh hormon
aldosteron dan ADH. Mekanisme yang membuat elektrolit bergerak
menyebrangi membran tubula adalah mekanisme aktif dan pasif.
Gerakan pasif terjadi apabila ada perbedaan konsentrasi molekul.
Molekul bergerak dari area yang berkonsentrasi tinggi ke area yang
berkonsentrasi rendah. Gerakan aktif memerlukan energi dan dapat
membuat molekul bergerak tanpa memperhatikan tingkat konsentrasi
molekul. Dengan gerakan aktif dan pasif ini, ginjal dapat
mempertahankan keseimbangan elektrolit yang optimal sehingga
menjamin fungsi normal sel.
c. Pemeliharaan keseimbangan asam-basa
Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH plasma
7,35 untuk darah vena dan pH 7,45 untuk darah arteria. Keseimbangan
ini dapat dicapai dengan mempertahankan rasio darah bikarbonat dan
karbon dioksida pada 20:1. Ginjal dan paru-paru bekerja lama untuk
mempertahankan rasio ini. Paru-paru bekerja dengan menyesuaikan
jumlah karbon dioksida dalam darah. Ginjal menyekresi atau menahan
bikarbonat dan ion hidrogen sebagai respons terhadap pH darah.
d. Eritropoiesis
Ginjal mempunyai peranan yang sangat penting dalam produksi eritrosit.
Ginjal memproduksi enzim yang disebut faktor eritropoietin yang
mengaktifkan eritropoietin, hormon yang dihasilkan hepar. Fungsi
eritropoietin adalah menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi
sel darah, terutama sel darah merah. Tanpa eritropoietin, sumsum tulang
pasien penyakit hepar atau ginjal tidak dapat memproduksi sel darah
merah.
e. Regulasi kalsium dan fosfor
Salah satu fungsi penting ginjal adalah mengatur kalsium serum dan
fosfor. Kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang, pertumbuhan
sel, pembekuan darah, respons hormon, dan aktivitas listrik selular.
Ginjal adalah pengatur utama keseimbangan kalsium-fosfor. Ginjal
melakukan hal ini dengan mengubah vitamin D dalam usus (dari
makanan) ke bentuk yang lebih aktif, yaitu 1,25-dihidrovitamin D3. Ginjal
meningkatkan kecepatan konversi vitamin D jika kadar kalsium atau
fosforus serum menurun. Vitamin D molekul yang aktif (1,25-
dihidrovitamin D3), bersama hormon paratiroid dapat meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfor oleh usus.
f. Regulasi tekanan darah
Ginjal mempunyai peranan aktif dalam pengaturan tekanan darah,
terutama dengan mengatur volume plasma dipertahankan melalui
reabsorpsi air dan pengendalian komposisi cairan ekstraselular
(misalnya terjadi dehidrasi). Korteks adrenal mengeluarkan aldosteron.
Aldosteron membuat ginjal menahan natrium yang dapat mengakibatkan
reabsorpsi air.
g. Ekskresi sisa metabolik dan toksin
Sisa metabolik diekskresikan dalam filtrat glomerular. Kreatinin
diekskresikan ke dalam urine tanpa diubah. Sisa yang lain seperti urea,
menagalami reabsorpsi waktu melewati nefron. Biasanya obat
dikeluarkan melalui ginjal atau diubah dulu di hepar ke dalam bentuk
inaktif, kemudian diekskresi oleh ginjal.
h. Miksi
Miksi (mengeluarkan urine) adalah suatu proses sensori-motorik yang
kompleks. Urine mengalir dari pelvis ginjal, kemudian kedua ureter
dengan gerakan peristalsis. Rasa ingin berkemih akan timbul apabila
kandung kemih berisi urine sebanyak 200-300 ml. Saat dinding kandung
kemih mengencang, baroseptor (saraf sensori yang distimulasi oleh
tekanan) akan membuat kandung kemih berkontraksi. Otot sfingter
eksternal berelaksasi dan urine keluar. Otot sfingter eksternal dapat
dikendalikan secara volunter sehingga urine tetap tidak keluar walaupun
dinding kandung kemih sudah berkontraksi (Baradero, 2008).

2. Definisi
Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau
produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang
semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana
fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu
gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Warianto, 2011).
Chronic kidney disease atau CKD adalah gagal ginjal kronik yang
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal, dimana ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia. Uremia adalah sindrom klinik
yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit
GGK, sedangkan azotemia yaitu kelebihan urea atau senyawa nitrogen dalam
darah (Brunner & Suddarth, 2008).
National Kidney Foundation-Kidney Outcome Quality Initiative (NKF-
K/DOQI) menyatakan bahwa pada CKD terjadi kerusakan ginjal selama 3 bulan
atau lebih, ditandai oleh adanya ketidaknormalan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, yang dimanifestasikan
oleh abnormalitas patologis atau tanda kerusakan ginjal, meliputi abnormalitas
komposisi darah atau urin, atau abnormalitas hasil tes. Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) < 60 ml/mnt/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan/tanpa kerusakan
ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

3. Epidemiologi
Hasil Systematic review dan meta-analysis yang dilakukan oleh Hill et al
(2016), mendapatkan prevalensi global CKD sebesar 13,4%. Menurut Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI tahun 2013 prevalensi CKD di
Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter adalah 0,2 %. Sedangkan
provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%
diikuti oleh Aceh, Gorontalo dan Sulawesi Utara yaitu masing-masing adalah
0,4%. Angka ini meningkat seiring bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada
kelompok umur ≥75 tahun sebesar 0,6 %. Prevalensi pada laki-laki (0,3 %) lebih
tinggi daripada perempuan (0,2 %), prevalensi tertinggi adalah pada masyarakat
pedesaan (0,3 %), tidak bersekolah (0,4%), memiliki pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/ buruh (0,3%).
Menurut Kemenkes RI (2017) berdasarkan riskesdas tahun 2013 populasi
umur ≥15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar 02, % dan angka
ini lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi PGK di negara lainnya. Hasil
Pehimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006 mendapatkan
prevalensi sebesar 12,3%. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi
meningkat dengan bertambahnya umur dengan peningkatan tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun.
prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi
lebih tinggi terjadi pada masyarakat pedesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%),
pekerjaan wiraswasta, petani/ nelayan/ buruh (0,3%), dan kuintil indeks
kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan
provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%,
diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%.
Semua pasien yang menjalani dialisis memiliki diagnose utama kelainan
ginjal yang menyebabkan pasien harus mendapat pelayanan dialisis. Pasien
dengan gagal ginjal kronik atau terminal (ESRD) merupakan pasien sebanyak
89% diikuti dengan pasien gagal ginjal akut/ ARF sebanyak 7% dan pasien gagal
ginjal akut pada GGK sebanyak 4%. Peningkatan jumlah pasien gagal ginjal aut
menjalani dialisis dapat diasumsikan bahwa pasien tersebut dengan kondisi
berat sehingga memerlukan terapi pendukung ginjal (renal support)
(Indonesian Renal Registry, 2015).

4. Etiologi
Price & Wilson (2005) membagi penyebab CKD menjadi delapan kelas
seperti yang tercantum pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi CKD atas Dasar Etiologi
Klasifikasi Penyakit
Penyakit
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
- Glomerulonefritis adalah penyakit yang mengenai
glomeruli kedua ginjal. Faktor penyebabnya
antara lain reaksi imunologis (lupus eritematosus
sistemik, infeksi streptokokus, cedera vaskular
[hipertensi], dan penyakit metabolik [diabetes
melitus]).
Penyakit vaskular Nefrosklerosis benigna
hipertensif - Pada nefrosklerosis benigna, pembuluh darah
arteri ginjal tampak tebal, lumen menyempit, dan
ada kapiler glomerular yang sklerotik dan kempis.
Perubahan vaskular ini dapat menyebabkan
suplai darah ke ginjal berkurang. Tubulus ginjal
juga mengalami atrofi. Tanda dan gejala juga
ringan seperti proteinuria ringan. Nokturia dapat
terjadi karena kemampuan tubula untuk
mengonsentrasi urine juga berkurang. Walaupun
insufisiensi ginjal yang terjadi ringan, pasien
memiliki risiko tinggi untuk mengalami gagal
ginjal akut.
Nefrosklerosis maligna
- Pada nefrosklerosis maligna, perubahan besarnya
adalah nekrosis dan penebalan arteriola, kapiler
glomerular, serta atrofi tubula yang tersebar.
Selain itu, terjadi hematuria makroskopik
proteinuria berat dan peningkatan kreatinin
plasma. Nefrosklerosis maligna adalah kondisi
kedaruratan medis. Tekanan darah yang tinggi
harus diturunkan untuk menghindari kerusakan
ginjal yang permanen dan kerusakan organ tubuh
yang vital, misalnya otak dan jantung. Tanda dan
gejala sama dengan gagal ginjal kronik.
Gangguan jaringan - Lupus eriternatosus sistemik
ikat - Poliarteritis nodosa
- Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital - Penyakit ginjal polikistik
dan herediter - Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolic - Diabetes melitus
- Gout
- Hiperparatiroidisme
- Amiloidosis
Nefropati toksik - Penyalahgunaan analgesic
- Nefropati timah
Nefropati obstruktif - Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal
- Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi
prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher
vesika urinaria dan uretra
Sumber: Price & Wilson (2005)

Selain penyakit tersebut, beberapa makanan dan minuman juga dapat


memicu terjadinya CKD.
1) Makanan mengandung potassium (kalium) tinggi
Kandungan potassium yang tinggi memperberat kerja ginjal sehingga dapat
menyebabkan kerusakan ginjal. Jika ginjal telah rusak, potassium tidak akan
dapat tersaring lagi dan membuat penderita terserang hiperkalemia.
Baradero (2008) menyatakan bahwa hiperkalemia terjadi karena sel tubular
pada tubulus kontortus distal sudah banyak rusak dan tidak berfungsi
sehingga tidak mampu mengekskresikan kalium dari tubuh. Beberapa
makanan tinggi potassium yang perlu dihindari di antaranya seperti paprika
dan cabai merah, alpukat, coklat, aprikot kering, dan sayuran kering.
2) Makanan yang berbasis protein hewani mengandung purine
Purine di dalam ginjal akan berubah menjadi asam urat, dan pada akhirnya
akan dapat menjadi sebuah batu ginjal yang juga merusak sendi karena
mengkristal. Selain itu, metabolisme protein hewani di dalam daging dapat
memberatkan fungsi ginjal, sehingga ginjal kesulitan menyaring limbah
tubuh.Studi yang dilakukan European Journal of Nutrition tahun 2003
mengatakan bahwa makanan yang kaya protein hewani dapat meningkatkan
resiko batu ginjal dan asam urat.
3) Makanan tinggi fosfor
Fosfor yang tinggi karena mengganggu keseimbangan level elektrolit di
dalam tubuh. Berbagai makanan dengan kandungan fosfor yang tinggi seperti
yogurt, dan susu.
4) Makanan dan minuman berkarbonasi
Minuman dan makanan berkarbonasi mengandung kadar gula yang tinggi
sehingga dapat menyebabkan obesitas, sindrom metabolik, diabetes, penyakit
kardiovaskular, dan gagal ginjal. Salah satu penyebab penyakit pada ginjal
adalah tingginya tekanan darah pada seseorang. National Kidney and Urologic
Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC) menyatakan bahwa tekanan
darah yang tinggi biasanya disebabkan oleh tingginya kandungan sodium di
dalam darah seseorang. Untuk itu kurangi jumlah asupan sodium yang masuk
ke dalam tubuh. Salah satu sumber sodium yang banyak dikonsumsi sehari-
hari adalah berbagai makanan yang telah dibekukan dan diawetkan.

5. Klasifikasi
CKD dapat diklasifikasikan atas dasar derajat (stage) penyakit. Klasifikasi
atas dasar penyakit dibuat berdasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang
dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2006). KDIGO
(2012) mengklasifikasikan CKD berdasar derajat penyakit yang ditunjukkan
pada tabel 2 (KDIGO, 2012).
LFG (ml/mnt/1.73 m2) = (140-umur) x berat badan *)
72 kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 3. Klasifikasi CKD atas dasar derajat penyakit


Klasifikasi CKD atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mnt/1.73
m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan- 45-59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-44
5 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
6 Gagal ginjal < 15 atau
dialisis
Sumber: KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management

6. Patofisologi
Tekanan darah tinggi adalah penyebab utama CKD. Seiring waktu, tekanan
darah tinggi dapat merusak pembuluh darah ke seluruh tubuh. Ini dapat
mengurangi suplai darah ke organ-organ penting seperti ginjal. Tekanan darah
tinggi juga merusak unit penyaringan kecil di ginjal. Akibatnya, ginjal mungkin
berhenti mengeluarkan limbah dan cairan ekstra dari darah. Cairan ekstra di
pembuluh darah mungkin menumpuk dan bahkan meningkatkan tekanan darah.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan
stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung,
otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal karena aterosklerosis ginjal akibat hipertensi
lama menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat
langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan
berlubang-lubang dan berglanula. Penyumbatan arteri dan arteriol akan
menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron
rusak. Tekanan darah tinggi juga bisa merupakan komplikasi dari CKD. Ginjal
memainkan peran penting dalam menjaga tekanan darah dalam kisaran yang
normal. Ginjal yang sakit kurang bisa membantu mengatur tekanan darah.
Akibatnya, tekanan darah meningkat (National Kidney Foundation, 2010).
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah
glomeruli yang normal menyebabkan penurunan substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya GFR mengakibatkan
penurunan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan
anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak
mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama
pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga
meningkat.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau
diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit.
Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif.
Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema
dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh,
sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal
terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan
terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya
kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap
aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Pasien gagal ginjal mengalami kulit berwarna pucat akibat
anemia dan gatal-gatal akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-
pori kulit. Butiran uremik merupakan suatu penumpukan kristal urea dikulit.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya
hipertensi (Smeltzer dan Bare, 2001).

7. Manifestasi Klinis
Penyakit CKD akan menimbulkan gangguan pada berbagai sistem atau organ
tubuh.
a. Gangguan secara umum
Fatigue, malaise, gagal tumbuh.
b. Gangguan sistem pernapasan
Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura.
c. Gangguan pada sistem kardiovaskuler
Smeltzer & Bare (2001) menyatakan bahwa gangguan kardiovaskuler pada
GGK mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema
pulmoner (akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada
lapisan perikardial oleh toksin uremik).
d. Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia dan nause yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein dalam usus dan terbentuknya zat–zat toksik akibat metabolisme
bakteri usus seperti ammonia dan metal guanidine, serta sembabnya
mukosa usus.
2) Ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah oleh bakteri dimulut
menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia. Akibat yang lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
3) Cegukan yang belum diketahui penyebabnya.
e. Gangguan pada sistem hematologi
1) Anemia, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain.
2) Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoiesis
pada sumsum tulang menurun.
3) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik.
4) Defisiensi besi dan asam folat akibat nafsu makan yang berkurang
5) Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit.
6) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisma sekunder.
7) Gangguan fungsi trombosit dan trombosotopenia yang mengakibatkan
perdarahan.
8) Gangguan fungsi leukosit, di mana fagositosis dan kemotaksis berkurang,
fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.

f. Gangguan pada meuromuskular


1) Restless leg syndrome, di mana pasien merasa pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakkan.
2) Feet syndrome, yaitu rasa semutan dan seperti terbakar terutama di
telapak kaki.
3) Ensefalopati metabolic, yang menyebabkan lemah, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
4) Miopati, yaitu kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proksimal.
g. Gangguan pada sistem endokrin
1) Gangguan seksual: libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki,
pada wanita muncul gangguan menstruasi.
2) Gangguan metabolisme glukosa: resistensi insulin yang menghambat
masuknya glukosa ke dalam sel dan gangguan sekresi insulin.GGK disertai
dengan timbulnya intoleransi glukosa.
3) Gangguan metabolisme lemak: biasanya timbul hiperlipidemia yang
bermanifestasi sebagai hipertrigliserida, peninggian VLDL (Very Low
Density Lipoprotein) dan penurunan LDL (Low Density Lipoprotein). Hal ini
terjadi karena meningkatnya produksi trigliserida di hepar akibat
menurunnya fungsi ginjal.
4) Gangguan metabolisme vitamin Dmenyebabkan gangguan penyerapan
usus terhadap kalsium dan hipokalsemia. Kalsium plasma yang rendah
menyebabkan kompensasi hiperplasia paratiroid dan peningkatan sekresi
hormon paratiroid (Chandrasoma, 2005).
h. Gangguan dermatologi
1) Rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan suatu
penumpukan kristal urea dikulit (Smeltzer & Bare, 2001).
2) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan gatal-gatal akibat toksin uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
i. Gangguan pada tulang
Metabolisme kalsium dan fosfat yang abnormal menyebabkan perubahan
tulang (osteodistrofi ginjal) dan kalsifikasi metastatik. Osteodistrofi ginjal
adalah suatu kombinasi kompleks osteomalasia dengan efek hiperparatiroid
(osteitis fibrosa kistik). Kalsifikasi metastasik pada dinding pembuluh darah
kecil dapat menyebabkan perubahan iskemik pada jaringan yang terkena
(Chandrasoma, 2005).

j. Gangguan metabolic
Kegagalan ekskresi ion hidrogen menyebabkan pengumpulan asam di dalam
darah (tubuh menghasilkan asam berlebihan selama metabolisme sel)
menyebabkan asidosis metabolik (Chandrasoma, 2005).
k. Gangguan cairan-elektrolit
Gangguan asam-basa mengakibatkan kehilangan natrium sehingga terjadi
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan hipokalsemia.
l. Ketidakmampuan pemekatan urine
Ketidakmampuan ini merupakan suatu manfestasi klinis awal GGK. Keadaan
ini menyebabkan poliuria (peningkatan jumlah keluaran urine), nokturia
(urine berlebihan pada malam hari), dan isotenuria (keluaran urine hanya
bervariasi sedikit dari berat jenis 1,010). Poliuria sering menyebabkan
dehidrasi (Chandrasoma, 2005).
m.Gangguan fungsi psikososial
Perubahan kepribadian dan perilaku serta perubahan proses kognitif.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan labolatorium
Pemerikasaan laboratorium yang dapat dilakukan, seperti: kadar serum
sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb,
hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi
kreatinin urin, urinalisis. Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal,
analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan
fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam.
Analisa urine rutin dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai
produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat
menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit
serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat
terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun. Monitor kadar
BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal. Urea
nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang harus
dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila
ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan
intake protein. Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
1) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes mellitus,
infeksi traktus urinarius, hipertensi, Lupus eritomatosus sistemik (LES).
2) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
digunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
3) Kelainan biokimiawi darah.
4) Kelainan urinalisasi meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria
(Mansjoer, 2002).
Pemeriksaan-pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang
kemungkinan adanya suatu gagal ginjal kronik adalah:
1) Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemi dan
hipoalbuminemia.
2) Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang menurun.
3) Ureum darah dan kreatinin serum meninggi.
4) Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1.
Perbandingan ini bisa meninggi (ureum > kreatinin) pada perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, penyakit berat dengan
hiperkatabolisme, pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang (ureum > kreatinin), pada diet rendah
protein (TKU) dan tes kliren kreatinin (TKK) menurun.
5) Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan.
6) Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5
ml/menit) bersama dengan menurunnya diuresis. Hipokalemia terjadi
pada penyakit ginjal tubuler atau pemakaian diuretik yang berlebihan.
7) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
8) Hipokalsemia terutama terjadi akibat berkurangnya absorbsi kalsium di
dalam usus halus karena berkurangnya sintesis 1,25 (OH)2.
Hiperfosfatemia terjadi akibat gangguan fungsi ginjal sehingga
pengeluaran fosfor berkurang. Antara hipokalasemia, hiperfosfatemia,
vitamin D, parathormon serta metabolisme tulang terdapat hubungan
saling mempengaruhi.
9) Fosfatase lindi meninggi, akibat gangguan metabolisme tulang, yang
meninggi terutama isoensim fosfatalase lindi tulang.
10)Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diit yang tidak cukup/rendah protein.
11)Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal, yang diperkirakan desebabkan oleh intoleransi terhadap
glukosa akibat resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer
dan pengaruh hormon somatotropik.
12)Hipertrigliseridemia, akibat gangguan metabolisme lemak, yang
disebabkan oleh peninggian hormon insulin, hormon somatotropik dan
menurunnya lipapase lipoprotein.
13)Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, “base exercise” (BE) yang menurun, HCO³ yang menurun dan
PCO₂ yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik
pada gagal ginjal dan kompensasi paru–paru.
14)EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Mansjoer, 2002).
b. Pemeriksaan Radiologi
Beberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunakan untuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
1) Flat-plat radiography/ Radiographic keadaan ginjal, ureter dan vesika
urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari
ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang
mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
2) Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara
jelas struktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras
atau tanpa kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan
fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus
gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali
kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta
obstruksi saluran kencing.
4) Aortorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena,
dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal,
arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus
yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal
serta post transplantasi ginjal. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa
kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya
biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom,
penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.

9. Penatalaksanaan
Berikut adalah penatalaksanaan pada pasien CKD berdasarkan derajat dari
penyakit (Rustamaji, 2011):
Table 4. Derajat dan Tata Laksana Gagal Ginjal Kronik
Derajat LFG Rencana tatalaksana
1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan (progression) fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskuler
2 60 - 89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal
3 30 - 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 - 29 Persiapan untuk terapi penggantu ginjal
5 < 15 Terapi pengganti ginjal
a. Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan Diet
a) Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
Gejala-gejala seperti mual, muntah, dan letih mungkin dapat
membaik. Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan
kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya gagal ginjal.
Kemungkinan mekanisme yang berkaitan dengan fakta bahwa
asupan rendah protein mengurangi beban ekskresi sehingga
menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan intraglomerulus, dan
cedera sekunder pada nefron intake.
b) Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan
obat-obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium. Makanan
atau obat-obatan ini mengandung tambahan garam (yang
mengandung amonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran,
kalium sitrat, dan makanan seperti sup, pisang, dan jus buah murni.
Pengaturan natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal
ginjal. Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga
90 mEq/hari (1 hingga 2 gr natrium), tetapi asupan natrium yang
optimal harus ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk
mempertahankan hidrasi yang baik (Price & Wilson, 2005).
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat
engan tujuan utama yaitu untuk mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat indivifual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi Simtomatik
1) Asidosis metaboik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus
segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20
mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

c. Terapi Pengganti Ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
d. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah;
2) kualitas hidup normal kembali;
3) masa hidup (survival rate) lebih lama;
4) komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan; biaya lebih
murah dan dapat dibatasi.
e. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,
2006).
Hemodialisa merupakan suatu proses penyaringan darah untuk
mengeluarkan produk-produk sampah metabolisme pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa
hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium
terminal (ESRD atau end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi
jangka panjang atau terapi permanen. Satu membran sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja
sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya (Smeltzer dan Bare,
2001).

Gambar 4. Hemodialisa
Dialisis adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses yang harus dilaksanakan oleh ginjal. Hemodialisis
digunakan untuk mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak
dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal. Hemodialisis tidak
dapat mengembalikan aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan
ginjal yang rusak dan hemodialisis juga tidak dapat menghilangkan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien
dengan gagal ginjal kronis (GGK) harus menjalani terapi dialisis sepanjang
hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per
kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan
yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau terapi ini
diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia (Smeltzer dan Bare, 2001).
Tujuan dari hemodialisis yaitu untuk mengeluarkan zat nitrogen yang toksik
di dalam darah dan mengurangi cairan yang berlebihan dari dalam tubuh.
Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen dan menghindari
kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang
berlebihan (Smeltzer dan Bare, 2001).
Tujuan dari hemodialisa yaitu untuk mengeluarkan zat nitrogen yang
toksik di dalam darah dan mengurangi cairan yang berlebihan dari dalam
tubuh. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen dan menghindari
kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang
berlebihan (Smeltzer dan Bare, 2001).
Terdapat beberapa indikasi untuk dilakukan hemodialisa yaitu, antara
lain:
1) Indikasi absolute
a) Keadaan umum buruk dan gejala klinisnya nyata seperti mual,
muntah dan diare
b) Pericarditis
c) Ensefalopati atau neuropati uremik
d) Edema paru akut dengan overhydration refrakter terhadap diuretika
(tidak bisa ditanggulangi dengan obat diuretika)
e) Kreatinin >10mg %
f) Ureum darah lebih > 200 mg/dl atau kenaikan ureum darah lebih
dari 100 mg/dl per hari (hiperkatanolisme)
g) Hiperkalemia (K serum > 6mEq/L)
h) Asidosis dengan bikarbonat serum kurang dari 10 mEq/L atau pH <
1,75
i) Anuria berkepanjangan (>5 hari)
2) Indikasi elektif
a) LFG < 15 ml/mnt/1,73
b) Mual, anoreksia, muntah dan atau asthenia
c) Asupan protein menurun spontan < 0,7 gr/kg/hari
Kontraindikasi dari proses hemodialisa diantaranya hipotensi yang tidak
responsive terhadap presor, penyakit terminal, sindroma otak organik,
sindrom hepatorenal, sirosis hati dengan ensepalopati, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi, akses vaskular yang sulit, serta Alzheimer.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) prinsip yang mendasari kerja dari
hemodialisa yaitu:
1) Difusi. Toksin dan limbah dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
yaitu dengan cara mengalirkan darah yang memiliki konsentrasi tinggi
menuju cairan dialisat yang berkonsentrasi rendah. Cairan dialisat berisi
cairan elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal.
Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan rendaman dialisat
(dialysate bath) secara tepat. Pori-pori kecil dalam membran
semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah dan
protein.
2) Osmosis. Air yang berlebih dari dalam tubuh dikeluarkan melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
dengan pengaturan gradient tekanan (yaitu dengan mengalirkan air dari
yang bertekanan tinggi atau dari tubuh pasien ke tekanan yang rendah
atau cairan dialisat).
3) Ultrafiltrasi. Proses dimana cairan dipindahkan saat dialisis dikenali
sebagai ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat
beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada
membran:
a) Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat
cairan dalam membran. Pada dialisis hal ini dipengaruhi oleh tekanan
dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke
fistula tekanan positifmendorong cairan menyeberangi membran.
b) Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar
membran oleh pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif
yang menarik cairan keluar darah.
c) Tekanan osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan
yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan
tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik
cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang
menyebabkan membran permeabel terhadap air.
d) Pada proses ultrafiltrasi tekanan yang digunakan adalah tekanan
negatif yang diterapkan pada alat sebagai kekuatan pengisap pada
membran dan memfasilitasi pengeluaran air karena pasien tidak
dapat mengeluarkan cairan sehingga tercapai isovolemi atau
keseimbangan cairan.
Sebelum dilakukan hemodialisa harus dilakukan pengkajian pradialisis,
dilanjutkan dengan menghubungkan klien dengan mesin hemodialisa
dengan memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler pasien yaitu
akses jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk darah ke dalam tubuh.
Arterio Venous (AV) fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan nyaman bagi pasien.
Setelah blood line dan akses vaskuler terpasang proses hemodialisa
dimulai. Saat dialisis darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam
dialiser. Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Cairan normal salin
diletakkan sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi
intradialisis. Infus heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa
tergantung peralatan yang digunakan. Darah mengalir dari tubuh ke akses
arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa.
Darah masuk dan keluar tubuh pasien dengan kecepatan 200/400
ml/menit.
Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah yang
meninggalkan dialiser akan melewati detektor udara. Darah yang sudah
disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh pasien melalui akses
venosa. Dialisis diakhiri dengan menghentikan darah dari pasien, membuka
selang normal saline dan membilas selang untuk mengembalikan darah
pasien. Pada akhir dialisis, sisa akhir metabolisme dikeluarkan,
keseimbangan elektrolit tercapai dan buffer sistem telah diperbaharui.
Beberapa perangkat atau alat yang digunakan untuk hemodialis yaitu,
antara lain:
1) Perangkat khusus
a) Mesin hemodialisa
b) Ginjal buatan (dializer) yaitu: alat yang digunakan untuk
mengeluarkan sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam
tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan atau kompartemen yang
meliputi kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
a) Blood lines: selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan
kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi yakni untuk mengeluarkan dan
menampung cairan serta sisa-sisa metabolism serta untuk mencegah
kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.

Gambar 5. Perangkat untuk Hemodialisa

2) Alat kesehatan
a) Tempat tidur fungsional
b) Timbangan BB
c) Pengukur TD
d) Stetoskop
e) Thermometer
f) EKG
g) Set O2 lengkap
Komplikasi dari dilakukannya tindakan hemodialisa yaitu, hipotensi,
mual dan muntah, demam disertai menggigil, nyeri dada, dan pruritus.
Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialysis cairan dikeluarkan karena
terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-
obatan anti hipertensi. Mual dan muntah dapat muncul akibat gangguan
saluran gastrointestinal, ketakutan, reaksi obat, hipotensi. Demam disertai
menggigil merupakan akibat dari fibrogen, reaksi transfuse, dan
kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah. Nyeri dada dapat terjadi karena
PCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah dari luar
tubuh. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
B. Clinical Pathway

Secara progresif Vasokontriksi Hipertensi tidak


Pem.darah di ginjal terkontreol
↑ tekanan kap. ginjal
Sindroma nefrotik, kanker ginjal, Kerusakan Hipertrofi Peningkatan Beban solute dan
penyakit ginjal polikistik, nefron ginjal nefron kecepatan reabsorbsi
gangguan jaringan penyambung, filtrasi meningkat
nefrosis, albuminuria, glikosuria, ↓GFR dengan
hematuria, anuria cepat
Gagal Ginjal
Kronis/Chron Sekresi protein
ic Kidney
Retensi Na Disease Sindroma uremia

Tekanan kapiler meningkat Gg. Keseimbangan asam penumpukan kristal


basa urea dikulit

Volume interstisial Asidosis Metabolik Perpospatemia


meningkat

Edema Produksi asam lambung Pruritis

Nausea, vomitus Risiko kerusakan


integritas kulit
Mual (Nausea) Ketidakseimbangan nutrisi
Hipertrovi jantung (ventrikel kurang dari kebutuhan
kiri) tubuh

Payah jantung kiri Penumpukan cairan di atrium kiri

Intoleransi Aktivitas Cardiac output ↓


Tekanan vena
pulmonalis
Ketidakefektifan Suplai O2 jaringan Aliran darah ginjal Kapiler paru
perfusi jaringan ↓ ↓ meningkat
perifer
Metabolisme Renin Angiotensin
Aldosteron ↓ Edema paru
↑asam laktat Retensi Na dan H2O
Gangguan pertukaran gas
Fatigue, Nyeri Kelebihan
sendi Volume Cairan

Nyeri Akut
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
No.RM, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, dan
diagnosa medis.
b. Keluhan utama: biasanya badan terasa lemah, mual, muntah, dan
terdapat udem.
c. Riwayat penyakit sekarang: Tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan
muncul sejak kapan, Keluhan lain yang menyerta biasanya: gangguan
pernapasan, anemia, hiperkelemia, anoreksia, tugor pada kulit jelek,
gatal-gatal pada kulit, asidosis metabolik.. hal-hal yang telah dilakukan
oleh pasien dan keluarga untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum
MRS.
d. Riwayat penyakit dahulu: adakah riwayat pwnyakit DM, hipertensi, ISK,
glomerulonefritis, obesitas
e. Riwayat penyakit keluarga: adakah keluarga yang mengalami keluhan
yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami
penyakit DM, hipertensi, glomerulonefritis,
f. Pola kebiasaan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan:
2) Pola nutrisi dan metabolisme: Gejala: Peningkatan berat badan cepat
(edema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu
hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut. Tanda: Distensi
abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor
kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi (umum,
tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
3) Pola eliminasi: penurunan frekuensi urine, oliguria, onuria (gagal
tahap lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tanda:
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria, dapat menjadi anuria.
4) Pola aktivitas dan latihan: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise,
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
5) Pola tidur dan istirahat: insomnia, gelisah atau somnolen.
6) Pola kognitif dan konseptual: Tingkat kesadaran, orientasi, daya
penciuman, daya rasa, daya raba, daya pendengaran, daya
penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya yang mempengaruhi
nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk mengurangi nyeri,
kemampuan komunikasi, tingkat pendidikan, luka.
7) Pola persepsi diri: kaji pasien mengenai Keadaan sosial : pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas personal : penjelasan
tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, Keadaan
fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan
tidak), Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap
konsep diri (sakit, perubahan fungsi dan peran).
8) Pola peran dan hubungan: kaji Peran pasien dalam keluarga,
pekerjaan dan sosial, kepuasan peran pasien, pengaruh status
kesehatan terhadap peran, pentingnya keluarga, pengambil
keputusan dalam keluarga, orang-orang terdekat pasien, pola
hubungan orang tua dan anak. Akibat dari proses inflamasi tersebut
secara langsung akan mempengaruhi hubungan baik intrapersonal
maupun interpersonal.
9) Pola seksualitas dan reproduksi: tanyakan masalah riwayat
gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas. Pada pola
reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami.
10)Pola toleransi koping stress: kaji sifat pencetus stress yang dirasakan
baru-baru ini, tingkat stress yang dirasakan, gambaran respons umum
dan khusus terhadap stress, strategi mengatasi stress yang biasa
digunakan dan keefektifannya, strategi koping yang biasa digunakan,
pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress, hubungan
antara manajemen stress dengan keluarga. Faktor stress, contohnya
financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan yang tak berdaya, tak
ada harapan, tak ada kekuatan.Tanda: Menolak, ansietas, takut,
marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
11)Pola tata nilai dan keyakinan: latar belakang etnik dan budaya pasien,
status ekonomi, perilaku kesehatan terkait nilai atau kepercayaan,
tujuan hidup pasien, pentingnya agama bagi pasien, akibat penyakit
terhadap aktivitas keagamaan. Adanya kecemasan dalam sisi spiritual
akan menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari
ketakutan akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.
g. Pengkajian fisik
1) Kepala
Inspeksi kepala pasien simetris. Kulit kepala. Ada tidaknya nyeri tekan
atau benjolan pada kepala.
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom
“kaki gelisah” bebas rasa terbakar pada telapak kaki. Bebas
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer).
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, strupor, koma, kejang, fasikulasi otot,
aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
2) Leher
Lihat JVP pasien. Melihat ada atau tidaknya pembesaran kelenjar
tiroid. Ada nyeri pada leher atau tidak.
3) Dada
inspeksi: adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi: Fremitus suara meningkat.
Perkusi: Suara ketok redup.
Auskultasi: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
4) Abdomen
Lihat ada tidaknya masalah pada abdomen pasien. Bisa dinilai ada
nyeri tekan atau tidak.
5) Urogenital
Lihat ada tidaknya masalah pada system urogenital pasien.
6) Ekstremitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kelelahan
ekstremitas, kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
7) Kulit dan kuku
Kulit dan kuku pasien dilihat apakah pucat. Pada kulit terjadi sianosis,
dingin dan lembab, tugor kulit menurun, kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi, pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh
lebih rendah dari normal (efek GGK/depresi respon imun), petekie,
area ekimosis pada kulit.
8) Keadaan local
Keadaan pasien biasanya kurang baik dan lemah, membutuhkan
keluarga untuk selalu mendampingi.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan labolatorium: pemeriksaan darah
2) Pemeriksaan radiologi
3) Tes fungsi ginjal

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan Volume Cairan (00026), berhubungan dengan kondisi
terkait gangguan mekanisme regulasi ditandai dengan bunyi nafas
tambahan, gangguan tekanan darah, gangguan pola nafas, perubahan
berat jenis urine, anasarka, ansietas, azotemia, penurunan hematokrit,
penurunan hemoglobin, dyspnea, edema, ketidakseimbangan elektrolit,
hepatomegaly, distensi vena jugularis, oliguria, ortopnea, dan gelisah.
b. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh (00002),
berhubungan dengan kondisi terkait ketidakmampuan makan ditandai
dengan enggan makan, asupan makan kurang dari RDA, kurang minat
pada makanan, berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan
ideal, dan membrane mukosa pucat.
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer (00228), berhubungan
dengan kondisi terkait hipertensi ditandai dengan perubahan karakter
kulit, CRT > 3 detik, perubahan tekanan darah di ekstremitas, kelambatan
penyembuhan luka perifer, edema, parestesia, dan klaudikasi intermiten
d. Nyeri Akut (00132), berhubungan dengan kondisi terkait agens cedera
fisik ditandai dengan perilaku distraksi, perilaku ekspresif, ekspresi
wajah nyeri, sikap tubuh melindungi, putus asa, fokus menyempit,
perilaku protektif, dilatasi pupil, keluhan mengenai nyeri.
e. Mual (00134), berhubungan dengan kondisi terkait gangguan biokimia
dan program pengobatan ditandai dengan sensai muntah, peningkatan
saliva, peningkatan menelan, dan rasa asam di dalam mulut.
f. Intoleransi Aktivitas (00092), berhubungan dengan kondisi terkait
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, fisik tidak
bugar, masalah sirkulasi, dan gangguan pernapasan ditandai dengan
ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dyspnea setelah beraktivitas,
keletihan, kelemahan umum, dan perubahan elektrokardiografi (EKG).
g. Risiko Kerusakan Integritas Kulit (00047), berhubungan dengan
kondisi terkait gangguan metabolisme ditandai dengan agens cedera
kimiawi, ekskresi, sekresi, dan gangguan volume cairan.
3. Perencanaan Tindakan
DIAGNOSIS
NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1. Kelebihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Elektrolit/Cairan (2080)
Volume Cairan pasien menunjukkan hasil: 1. Jaga pencatatan intake/asupan dan output yang
(00026) akurat.
2. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan.
Keseimbangan Cairan (0601) 3. Batasi cairan yang sesuai.
Tujuan 4. Siapkan pasien untuk dialysis.
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
1. Tekanan darah (060101)
Keseimbangan input output NIC: Monitor Cairan (4130)
2. 1. Tentukan jumlah dan jenis intake dan output serta
dalam 24 jam (060107)
Berat badan stabil kebiasaan eliminasi.
3. 2. Periksa turgor kulit.
(060109)
3. Monitor berat badan.
4. Turgor kulit (060116)
4. Monitor nilai kadar serum dan elektrolit urin.
Kelembapan membran
5.
mukosa (060117)
6. Serum elektrolit (060118) NIC: Monitor Tanda Tanda Vital (6680)
7. Hematokrit (060119) 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
No. Indikator Awal
Tujuan status pernafasan dengan tepat.
1 2 3 4 5 2. Monitor pola pernapasan abnormal.
8. Kehausan (060115)
3. Identifikasi keumngkinan penyebab
9. Kram otot (060123)
10. Pusing (060124)
perubahan tanda-tanda vital.
Keterangan no. 1-7:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

Keterangan no.8-10:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

Tanda-tanda Vital (0802)


Tujuan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
1. Suhu tubuh (080201)
Denyut nadi radial
2.
(080203)
Tingkat pernafasan
3.
(080204)
Tekanan darah sistolik
4,
(080205)
Tekanan darah diastolik
5,
(080206)
Keterangan:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
2. Ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Nutrisi (1100)
an Nutrisi: pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor intake makanan dan cairan pasien.
Kurang dari 2. Ciptakan lingkungan yang optimal saat
mengonsumsi makanan (bersih dan bebas dari
Kebutuhan Tubuh
(00002) Status Nutrisi (1004) bau yang menyengat).
Tujuan 3. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
No. Indikator Awal favorit pasien (yang tidak berbahaya bagi
1 2 3 4 5
1. Asupan gizi (100401) kesehatan pasien).
2. Asupan makanan (100402) 4. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
3. Asupan cairan (100408) 5. Beri dukungan (kesempatan untuk membicarakan
perasaan) untuk meningkatkan peningkatan
4. Energy (100403)
makan.
Rasio berat badan/tinggi
5. 6. Anjurkan pasien menjaga kebersihan mulut.
badan (100405)
7. Kolaborasi pemberian obat.
6. Hidrasi (100411)
Keterangan no. 1-6:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal NIC: Monitor Nutrisi (1160)
2. Banyak menyimpang dari rentang normal 1. Timbang berat badan pasien.
3. Cukup menyimpang dari rentang normal 2. Monitor turgor kulit dan mobilitas.
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal 3. Monitor adanya mual dan muntah.
5. Tidak menyimpang dari rentang normal

Status Nutrisi: Asupan Nutrisi (1009)


Tujuan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
1. Asupan kalori (100901)
2. Asupan protein (100902)
3. Asupan lemak (100903)
Asupan karbohidrat
4.
(100904)
5. Asupan serat (100910)
6. Asupan vitamin (100905)
7. Asupan mineral (100906)
8. Asupan zat besi (100907)
9. Asupan kalsium (100908)
10. Asupan natrium (100911)
Keterangan no. 1-10:
1. Tidak adekuat
2. Sedikit adekuat
3. Cukup adekuat
4. Sebagian adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Sensasi Perifer (2260)
Perfusi Jaringan pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
Perifer (00228) terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
2. Monitor adanya paretese.
Perfusi Jaringan: Perifer (0407) 3. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
Tujuan jika ada isi atau laserasi.
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
Pengisian kapiler jari 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
1.
(040715) 6. Monitor kemampuan BAB.
Tekanan darah sistolik 7. Kolaborasi pemberian analgetik.
2.
(040727) 8. Monitor adanya tromboplebitis.
Tekanan darah diastolik 9. Diskusikan menganai penyebab
3.
(040728)
4. Edema perifer (040712)
perubahan sensasi.
5. Kram otot (040745)
Keterangan: NIC: Monitor Tanda Tanda Vital (6680)
1. Tidak pernah menunjukkan 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
2. Jarang menunjukkan status pernafasan dengan tepat.
3. Kadang-kadang menunjukkan 2. Monitor pola pernapasan abnormal.
4. Sering menunjukkan 3. Identifikasi keumngkinan penyebab
5. Secara konsisten menunjukkan perubahan tanda-tanda vital.

Tanda-Tanda Vital (0802)


Tujuan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
1. Suhu tubuh (080201)
Denyut nadi radial
2.
(080203)
3. Tingkat pernafasan
(080204)
Tekanan darah sistolik
4,
(080205)
Tekanan darah diastolik
5,
(080206)
Keterangan:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
4. Nyeri Akut (00132) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Nyeri (1400)
pasien menunjukkan hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
(lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Kontrol Nyeri (1605) 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat
Tujuan 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
Mengenali kapan nyeri
1.
terjadi (160502)
Menggambarkan faktor NIC: Terapi Relaksasi (6040)
2.
penyebab (160501) 1. Gambarkan rasional dan manfaat
Menggunakan tindakan relaksasi seperti nafas dalam dan music
3.
pencegahan (160503) 2. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
Menggunakan tindakan
4. pengurangan (nyeri) tanpa
analgesik (160504) NIC: Pemberian Analgesik (2210)
Menggunakan analgesic 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
5. yang direkomendasikan dan keparahan nyeri sebelum mengobati
(160505) pasien
6. Melaporkan perubahan 2. Cek adanya riwayat alergi obat
terhadap gejal nyeri pada
professional kesehatan 3. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
(160513) dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
Melaporkan gejala yang diresepkan
tidak terkontrol pada
7.
professional kesehatan
(160507) NIC: Monitor Tanda Tanda Vital (6680)
Mengenali apa yang terkait 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
8. dengan gejala nyeri status pernafasan dengan tepat
(160509) 2. Monitor pola pernapasan abnormal
Melaporkan nyeri yang 3. Identifikasi keumngkinan penyebab
9.
terkontrol (160511)
perubahan tanda-tanda vital
Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

Tingkat Nyeri (2102)


Tujuan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
Nyeri yang dilaporkan
1.
(210201)
Panjang episode nyeri
2.
(210204)
Menggerang dan menangis
3.
(210217)
Ekspresi wajah nyeri
4.
(210206)
Tidak bisa beristirahat
5.
(210208)
6. Agitasi (210222)
7. Iritabilitas (210223)
8. Mengernyit (210224)
Mengeluarkan keringat
9.
(210225)
Berkeringat berlebihan
10.
(210226)
11. Fokus menyempit (210219)
12. Ketegangan otot (210209)
Kehilangan nafsu makan
13.
(210215)
14. Mual (210227)
Intoleransi makanan
15.
(210228)
Tujuan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
16. Frekuensi nafas (210210)
Denyut jantung radial
17.
(210220)
18. Tekanan darah (210212)
19. Berkeringat (210214)
Keterangan no. 1-15:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Keluhan no. 16-19:
1. Deviasi yang berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
5. Mual (00134) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Mual(1450)
pasien menunjukkan hasil: 1. Dorong pasien untuk memantau
pengalaman diri terhadap mual.
Keparahan Mual & Muntah (2107) 2. Dorong pasien untuk belajar strategi
No Indikator Awal
Tujuan mengatasi mual sendiri.
1 2 3 4 5 3. Lakukan penilaian lengkap terhadap
1. Frekuensi mual (210701) mual, termasuk frekuensi, durasi, tingkat
2. Intensitas mual (210702)
3. Distres mual (210703)
keparahan, dan faktor-faktor pencetus,
4. Frekuensi muntah dengan menggunakan alat [pengkajian]
(210704) seperti Self-Care journal,Visual Analog
5. Intensitas muntah Scales, Timbangan Analog Visual, Duke
(210705) Descriptive Scales, dan Rhodes Index of
6. Distres muntah (210706) Nausea and Vomiting (INV) Form 2.
7. Frekuensi muntah
(210707)
4. Observasi tanda-tanda nonverbal dari
8. Intensitas muntah ketidaknyamanan, terutama pada bayi,
(210708) anak-anak, dan orang-orang yang tidak
9. Distres muntah (210709) mampu untuk berkomunikasi secara
10. Sekresi air ludah yang efektif, seperti individu dengan penyakit
banyak (210710) Alzheimer.
12. Perubahan pengecapan
(210711)
5. Evaluasi pengalaman masa lalu individu
13. Intoleransi bau (210712) terhadap mual (misalnya, kehamilan dan
14. Kehilangan berat badan mabuk darat).
(210713) 6. Dapatkan riwayat lengkap perawatan
15. Rasa panas dalam perut sebelumnya.
(210714) 7. Dapatkan riwayat diet pasien seperti
16. Nyeri lambung (210715)
17. Muntah proyektil (210716)
[makanan] yang disukai dan yang tidak
18. Darah dalam muntahan disukai serta preferensi [ makanan J
(210717) terkait budaya.
19. Muntahan serbuk kopi 8. Evaluasi dampak dari pengalaman mual
(210718) pada kualitas hidup (misalnya, nafsu
20. Muntahan bau feses makan, aktivitas, prestasi kerja, tanggung
(210719)
jawab peran, dan tidur).
21. Ketidakseimbangan
elektrolit (210720) 9. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Keterangan no. 1-21: menyebabkan atau berkontribusi
1. Berat terhadap mual (misalnya, obat-obatan
2. Cukup berat dan prosedur).
3. Sedang 10. Pastikan bahwa obat antiemetik yang
4. Ringan efektif diberikan untuk mencegah mual
5. Tidak ada
bila memungkinkan (kecuali untuk mual
yang berhubungan dengan kehamilan).
11. Kendalikan faktor-faktor lingkungan
yang mungkin membangkitkan mual
(misalnya, bau yang tidak menyenangkan,
suara, dan stimulasi visual yang tidak
menyenangkan).
12. Kurangi atau hilangkan faktor-faktor
yang bersifat personal yang memicu atau
meningkatkan mual (kecemasan, takut,
kelelahan, dan kurangnya pengetahuan).
13. Identifikasi strategi yang telah
berhasil [dilakukan] dalam.
14. [upaya] mengurangi mual.
15. Tunjukkan penerimaan diri terhadap
mual dan berkolaborasi dengan pasien
ketika memilih strategi pengendalian
mual.
16. Pertimbangkan pengaruh budaya
terhadap respon mual ketika
mengimplementasikan intervensi.
17. Dorong pasien untuk tidak mentolerir
mual tapi bersikap asertif dengan
penyedia layanan kesehatan dalam
memperoleh bantuan farmakologi dan
nonfarmakologi.
6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, (4310) Terapi Aktivitas
Aktivitas (00092) diharapkan aktivitas kembali normal dengan kriteri hasil:
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam
Toleransi terhadap aktivitas (0005) berpartisipasi melalui aktivitas spesifik.
2. Bantu klien tetap fokus pada kekuatan
Tujuan [yang dimilikinya] dibandingkan dengan
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 kelemahan yang dimilikinya].
3. Bantu dengn aktivits fisik secara teratur
1 SpO2 ketika sesuai dengan kebutuhan.
beraktivitas 4. Bantu klien untuk meningkatkan motivasi
diri dan penguatan.
2 Frekuensi nadi (0180 Manajemen Energi).
ketikaberaktivitas
1. Kaji status fisiologis asien yang
3 Frekuensi menyebabkan kelelahan sesuai dengan
pernapasan ketika konteks usia dan perkembangan.
beraktivitas 2. Anjurkan pasien mengungkapkan secara
verbal keterbatasan yang dialami.
4 Kemudahan bernafas
3. Pilih intervensi untuk mengurangi
ketika beraktivitas kelelahan baik secara famakologis
5 Kemudahan dalam maupun non farmakologis dengan tepat.
melakukan ADL 4. Kurangi ketidaknyamanan fisik yang
dialami pasien yang bisa mempengaruhi
fungsi kognitif, pemantauan diri, dan
Keterangan: pengaturan aktivtas pasien.

1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
7. Kerusakan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam Kerusakan Pengecekan kulit (3590)
integritas kulit integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil:
(00047) 1. Periksa kulit terkait dengan adanya
Intregritas jaringan: Kulit dan membrane mukosa kemerahan, kehangatan ekstrem, edema.
(1101) 2. Amati kehangatan, warna, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada
Tujuan ekstemitas.
No Indikator Awal 3. Monitor warna dan shu kulit.
1 2 3 4 5
4. Monitor infeksi terutama dari daerah
1 Suhu kulit edema.
5. Ajarkan amggota keluarga/pemberi
2 Sensasi (gatal) asuhan mengenai tanda-tanda keruskan
3 Elastisitas kulit dengan tepat.

4 Intregitas kulit
5 Tekstur
6 Keringat
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
4. Discharge Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:
1. Obat: beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis, waktu
pemberian obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan vitamin
tanpa instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika merasakan ada
efek samping dari obat segera cek ke rumah sakit. Perhatikan aktivitas
ketika selesai meminum obat yang memiliki efek samping mengantuk.
2. Diet: pertahankan diet seperti yang dianjurkan petugas kesehatan seperti
mengkonsusmsi makanan tinggi kalori dan rendah protein. Hal ini
daikarenakan protein dipecah oleh asam amino dengan bantuan enzim
kemudian diproses oleh ginjal. Semakin banyak protein yang dicerna maka
semakin banyak asam amino yng disaring oleh ginjal sehingga membuat
ginjal bekerja lebih berat. Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna
mencegah terjadinya pembakaran protein tubuh dan merangsang
pengeluaran insulin. Banyak mengonsumsi makanan rendah natrium dan
kalium. Hal ini disebabkan karena natrium berhubungan dengan
peningkatan tekanan darah. Rendah kalium guna mencegah timbulnya
kegawatan jantung karena hiperkalemia.
3. Latihan: Melatih membuat jantung lebih kuat, menurunkan tekanan darah,
dan membantu membuat klien tetap sehat. Cara terbaik untuk mulai
berolahraga perlahan-lahan dan lakukan lebih berat untuk membuat klien
lebih kuat.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2016. Nursing


Intervention Classification (NIC), 6th Edition. United Kingdom: Elseiver
Global Rights.

Herdman, T. H. 2018. NANDA-1 Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2018-2020, 11th Edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Cegah Dan Kendalikan


Penyakit Ginjal Dengan Cerdik Dan Patuh.
http://www.depkes.go.id/article/print/18030700007/cegah-dan-
kendalikan-penyakit-ginjal-dengan-cerdik-dan-patuh.html.

LeMone, P. & Burke, K. M. 2000. Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Care.
2nd edition. New Jersey: Prentice Hall Health.

Lukman, et al. 2013. Hubungan Tindakan Hemodialisa dengan Tingkat Depresi


Klien Penyakit Ginjal Kronik di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
E-Journal Keperawatan (e-Kp). Vol 1. No.1.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th Edition. United Kingdom: Elseiver Global Rights.

Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika.

Nuari, N.A., & Widayati, D. 2017. Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rahadjo et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Hemodialisis. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Sukandar, E. 2006. Neurologi Klinik. Edisi Ketiga. Bandung: Pusat Informasi


Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.

Anda mungkin juga menyukai