Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC


KIDNEY DISEASEDI POLI HEMODIALISA

RSD. dr SOEBANDI JEMBER

OLEH:

Purwanti Nurfita Sari, S.Kep

NIM 192311101119

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada pasien dengan chronic kidney disease di


Rumah Sakit Daerah dr.Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada:

Hari, Tanggal : November 2019

Tempat : Poli Hemodialisa RSD dr.Soebandi Jember

Jember, November 2019

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Stase Keperawatan Medikal Kepala Ruang Poli Hemodialisa
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

_____________________

NIP. __________________

NIP.
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

LAPORAN PENDAHULUAN...................................................................... 1

BAB 1. KONSEP TEORI PENYAKIT......................................................... 1


1.1 Anatomi Fisiologi............................................................................... 1
1.2 Definisi Penyakit................................................................................ 3
1.3 Epidemiologi...................................................................................... 4
1.4 Etiologi............................................................................................... 5
1.5 Patofisiologi........................................................................................ 6
1.6 Klasifikasi........................................................................................... 7
1.7 Manifestasi Klinis............................................................................... 8
1.8 Pathway.............................................................................................. 10
1.9 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 11
1.10 Penatalaksanaan................................................................................. 12
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN............................................................. 19

2.1 Pengkajian.......................................................................................... 19
2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul.................................. 25
2.3 Intervensi/Nursing Care Plan............................................................. 27
DAFTAR REFERENSI.................................................................................. 30
Bab 1. Konsep Teori Penyakit

A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan


Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada sisi dari kolumna tulang
belakang antara T12 dan L3. Ginjal kiri terletak agak lebih superior
dibanding ginjal kanan. Permukaan anterior ginjal kiri diselimuti oleh
lambung, pancreas, jejunum, dan sisi fleksi kolon kiri. Permukaan superior
setiap ginjal terdapat kelenjar adreanal (Muttaqin, 2011).
Menurut Smeltzer (2002), organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis
yang dikenal sebagai kapsula renis. Disebelah anterior, ginjal dipisahkan
dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum. Di sebelah
posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding torak bawah. Darah
dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam
ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan
vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior. Ginjal
dengan efisien dapat membersihkan bahan limbah dari dalam darah dan
fungsi ini bisa dilaksanakannya karena aliran darah yang melalui ginjal
jumlahnya sangat besar, 25% dari curah jantung.
Bagian unit fungsional terkecil dari ginjal adalah nefron. Ada sekitar
1 juta nefron pada setiap ginjal di mana apabila dirangkai akan mencapai
panjang 145 km (85 mil). Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh
karena itu pada keadaan trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi
penurunan jumlah nefron secara bertahap di mana jumlah nefron yang
berfungsi akan menurun sekitar 10% setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun
jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit daripada usia 40 tahun.
Nefron terdiri atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk
difiltrasi dari darah dan tubulus yang panjang di mana cairan yang difiltrasi
diubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal (Muttaqin,
2011).
Sumber: Donna (2009) Gambar 2.1 Anatomi Ginjal

Kecepatan ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukkan jumlah ketiga


proses ginjal yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi zat dari tubulus renal ke
dalam darah, dan sekresi zat dari darah ke tubuluus renal. Pembentukan urine
dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler
glomerulus ke kapsula bowmen. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali
untuk protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula bowmen hampir sama dengan dalam plasma.
Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula bowmen dan
mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut
spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat – zat lain dari
kapiler peritubulus ke dalam tubulus. Kemudian disekresi dari peritubulus ke
epitel tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses penting
sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh material yang dibuang dari plasma.
Sumber: Donna (2009) Gambar 2.2 Anatomi Nefron

Menurut Nursalam (2000), ureter merupakan saluran retroperitoneum


yang menghubungakan ginjal dengan kandung kemih. Kandung kemih
berfungsi sebagai penampung urine. Oragan ini berbentuk seperti buah pir
atau kendi. Kandung kemih terletak di dalam panggul besar, di depan isi
lainnya, dan di belakang simpisis pubis. Sebagian besar dinding kandung
kemih tersusun dari otot polos yang dinamakan muskulus detrusor. Kontraksi
otot ini terutama berfungsi untuk mengosongkan kandung kemih pada saat
buang air kecil (urinasi).
Uretra muncul dari kandung kemih , pada laki-laki uretra berjalan
lewat penis dan pada wanita bermuara tepat di sebelah anterior vagina.
Pada laki-laki, kelenjar prostat yang terletak tepat di bawwah leher
kandung kemih mengelilingi uretra di sebelah posterior dan lateral.
Sfingter urinarius eksterna merupakan otot volunter yang bulat untuk
mengendalikan proses awal urinasi (Smeltzer, 2002).
Menurut Smeltzer (2002), system urinarius secara fisiologis terdapat
pada fungsi utama ginjal yaitu mengatur cairan serta elektrolit dan
komposisi asam basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik
dari dalam darah dan mengatur tekanan darah. Di bawah ini beberapa fungsi
dari ginjal antara lain adalah sebagai berikut :
1. Pengaturan ekskresi asam
Katabolisme atau pemecahan protein meliputi produksi senyawa-
senyawa yang bersifat asam, khususnya asam fosfat dan sulfat.
Disamping itu, bahan yang asam akan dikonsumsi dengan jumlah tertentu
setiap harinya. Berbeda dengan CO2, bahan ini merupakan asam non-
atsiri dan tidak dapat dieliminasi lewat paru. Karena akumulasinya
dalam darah akan menurunkan nilai PH (bersifat lebih asam) dan
menghambat fungsi sel, maka asam ini harus diekskresikan ke dalam
urin. Seseorang dengan fungsi ginjal yang normal akan mengekskresikan
kurang lebih 70 mEq asam setiap harinya. Ginjal dapat mngeksresikan
sebagian asam ini secaralangsung ke dalam urin sehingga mencapai
kadar yang akan menuunkan nilai pH urin sampai 4,5 yaitu 1000 kali
lebih asam daripada darah.
Biasanya lebih banyak asam yang harus dieliminasi dari dalam tubuh
jika dibandingkan dengan jumlah yang dapat diekskresikan langsung
sebagai asam bebas dalam urin. Pekerjaan ini dilaksanakan melalui
ekskresi renal asam yang terikat pada zat pendapar kimiawi. Asam (H+)
disekresikan oleh sel-sel tubulus ginjal ke dalam filtrat dan disini
dilakukan pendaparan terutama oleh ion-ion fosfat serta amonia
(ketika didapar dengan asam, amonia akan berubah menjadi
amonium). Fosfat terdapat dalam filtrat glomerulus dan amonia
dihasilkan oleh sel-sel tubulus ginjal serta disekresikan ke dalam cairan
tubuler. Melalui proses pendaparan, ginjal dapat mngekskresikan
sejumlah besar asam dalam bentuk yang terikat tanpa menurunkan lebih
lanjut nilai pH urin.
2. Pengaturan ekskresi elektrolit
1) Natrium
Jumlah elektrolit dan air yang harus dieksresikan lewat ginjal setiap
harinya sangat bervariasi menurut jumlah yang dikonsumsi.
Seratus delapan puluh liter filtrat yang terbentuk oleh glomerulus
setiap harinya mengandung sekitar 1100 gr natrium klorida.
Seluruh elektrolit dan air kecuali 2 liter air dan 6 hingga 8 gram
natrium klorida, secara normal direabsorbsi oleh ginjal. Air dan
filtrat mengikuti natrium yang direabsorbsi untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik. Kemudian air, natrium klorida, elektrolit lain
dan produk limbah diekskresikan sebagai urin. Jadi, lebih dari 99%
air dan natrium yang disaring pada glomerulus direabsorbsi ke dalam
darah pada saat urin meninggalkan tubuh. Dengan mengatur jumlah
natrium yang direabsorbsi (dan dengan demikian air) ginjal dapat
mengatur volume cairan tubuh.
(1) Jika natrium diekskresikan dalam jumlah yang melebihi jumlah
natrium yang dikonsumsi maka pasien akan mengalami dehidrasi.
(2) Jika kalium dieksresikan dalam jumlah yang kurang dari jumlah
kalium yang dikonsumsi pasien akan menahan cairan.
Pengaturan jumlah natirum yang dieksresikan tergantung pada
aldosteron yatu hormon yang disintesis dan dilepas oleh korteks
adrenal. Dengan terjadinya peningkatan kadar aldosteron dalam
darah, jumlah natrium yang diekskresikan ke dalam urin menjadi
lebih sedikit mengingat aldoteron meningkatkan reabsorbsi natrium
dalam ginjal.
Pelepasan aldoteron dari korteks adrenal terutama
dikendalikan oleh angiotensin yang merupakan hormon peptida
yang dibuat dalam hati dan diaktifkan dalam paru. Kadar
angiotensin lebih lanjut dikendalikan oleh renin, yaitu hormon
yang dilepaskan dari sel-sel ginjal. Sistem yang kompleks ini akan
diaktifkan ketika tekanan di arteriol renal turun hingga di bawah nilai
normal. Sistem yang kompleks ini akan diaktifkan ketika tekanan
dalam arteriol renal turun hingga di bawah normal seperti yang terjadi
pada keadaan syok dan dehidrasi. Pengaktivan sistem ini akan
menimbulkan efek peningkatan retensi air dan peningkatan volume
cairan intravaskuler. Hormon adrenokortikotropik juga menstimulasi
sekresi aldosteron tanpa tergantung pada perubahan cairan.
2) Kalium
Elektrolit lain yang konsentrasinya dalam cairan tubuh diatur oleh
ginjal adalah kalium, yaitu ion dengan jumlah yang besar di dalam
sel. Ekskresi kalium oleh ginjal akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kadar aldosteron sehingga berbeda dengan efek
aldosteron pada ekskresi natrium. Retensi kalium merupakan akibat
yang paling fatal dari gagal ginjal.
3. Pengaturan ekskresi air
Pengaturan jumlah air yang diekskresikan juga merupakan fungsi
ginjal yang penting. Akibat asupan air atau cairan yang besar, urin yang
encer harus diekskresikan dalm jumlah yang besar. Sebaliknya, jika
asupan cairannya sedikit, urin yang akan diekskresikan menjadi lebih
pekat.
1) Osmolalitas
Derajat relatif pengenceran atau pemekatan urin dapat diukur dalam
pengertian osmolailtas. Istilah ini mrencerminkan jumlah partikel
(elektrolit dan molekul lainnya) yang larut dalam urin. Filtrat dalam
kapiler glomerulus normalnya memiliki osmolalitas yang sama
dengan darah dengan nilai kurang lebih 300 mOsm/L (300 mmol/L).
Ketika filtrat melewati tubulus dan saluran pengumpul
osmolalitasnya dapat berkisar dari 50-1200 mOsm/L yang
mencerminkan kemampuan pengenceran dan pemekatan yang
maksimal dari ginjal.
Osmolalitas spesimen urin dapat diukur. Dalam pengukuran
osmolalitas urin, yang disebut larutan adalah komponen air dalam
urin dan partikelnya yaitu elektrolit serta produk akhir metabolisme.
Apabila individu mengalami dehidrasi atau kehilangan cairan maka
dalam urin biasanya akan terdapat lebih sedikit air dan secara
proporsional lebih banyak partikel (yang menunjukkan osmolalitas
yang tinggi) yang membuat urin menjadi lebih pekat. Kalau
seseorang mengekskresikan air dengan jumlah yang besar ke dalam
urin, maka partikel-partikel tersebut akan diencerkan dan urin akan
tampak encer.
Substansi tertentu dapat mengubah volume air yang diekskresikan
dan dinamakan sebagai substansi yang osmotik-aktif. Apabila
substansi ini tersaring, substansi tersebut akan menarik air lewat
glomerulus serta tubulus dan meningkatkan volume air. Glukosa
dan protein merupakan dua contoh molekul yang osmotik aktif.
Osmolalitas urin yang normal adalah 30-1100 mOsm/kg; sesudah
terjadi retensi cairan selama 12 jam, osmolalitas urin biasanya akan
berkisar dari 500 hingga 850 mOsm/kg. Kisaran nilai-nilai normal
yang luas ini membuat pemeriksaan tersebut hanya berarti dalam
situasi ketika kemampuan ginjal untuk memekatkan dan
mengencerkan terganggu.
2) Berat jenis urin
Berat jenis urin tidak begitu tepat dibandingkan osmolalitas
urin dan mencerminkan kuantitas maupun sifat partikel. Oleh
karena itu protein, glukosa dan bahan kontras yang disuntikkan
secara intravena akan memberikan pengaruh yang lebih besar pada
berat jenis daripada osmolalitas. Berat jenis normal berkisar dari
1,015 – 1,025 (bila asupannya normal).
3) Hormon Antidiuretik (ADH)
Pengaturan ekskresi air dan pemekatan urin dilaksanakan di dalam
tubulus dengan memodifikasi jumlah air yang direabsorbsi yang
berhubungan dengan reabsorbsi elektrolit. Filtrat glomerulus pada
hakekatnya memiliki komposisi elektrolit yan g sama seperti dalam
plasma darah tanpa protein. Jumlah air yag direabsorbsi berada di
bawah kendali hormon antidiuretik (ADH/ vasopresor).
ADH merupakan hormon yang disekresikan oleh bagian
posterior kelenjar hipofisis sebagai respon terhadap perubahan
osmolalitas darah. Dengan menurunnya asupan air, osmolalitas darah
cenderung meningkat dan menstimulasi pelepasan ADH. Kemudian
ADH bekerja pada ginjal untuk meningkatkan reabsorbsi air dengan
demikian mengambalikan osmolalitas darah ke keadaan normal.
Dengan asupan air yang berlebihan sekresi ADH oleh kelenjar
hipofisis akan ditekan dan dengan demikian, lebih sedikit air yang
akan direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Situasi yang terakhir ini
menyebabkan volume air meningkat (diuresis). Kehilangan
kemampuan untuk memekatkan dan mengencerkan urin
merupakan manifestasi penyakit ginjal yang paling dini. Pada
keadaan ini akan diekresikan urin yang encer dengan berat jenis yang
tetap atau osmolalitas yang tetap.
4. Otoregulasi tekanan darah
Pengaturan atau regulasi tekanan darah juga merupakan salah satu fungsi
sistem renal. Suatu homron yang dinamakan renin disekresikan oleh sel-
sel jukstaglomerular ketika tekanan darah turun. Suatu enzim akan
mengubah renin menjadi angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, yaitu senyawa vasokonstriktor paling kuat.
Vasokonstriksi menyebabkan peningkatan tekanan darah. Aldosteron
disekresikan oleh korteks adrenal sebagai reaksi terhadap stimulasi
oleh kelenjar hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai reaksi
terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan osmolalitas serum.
Akibatnya adalah peningkatan tekanan darah.
B. Definisi Penyakit
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan. Diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel berikut:
Batasan penyakit ginjal kronik
Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
(Price, S.A. & Wilson, 2003)

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan


oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan
nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Untuk mendapatkan GFR kita
harus mengukur konsentrasinya dalam sampel plasma (Px), konsentrasinya
dalam sampel urine(Ux), dan volume urin dalam periode tertentu (V)
berdasarkan angka tersebut, persamaan untuk GFR (dalam ml per menit), dapat
diuraikan seperti dalam persamaan:
GFR (ml/mnit) =UX (mg/ml)V(ml/mnt)
Px (mg/ml)
C. Klasifikasi
Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,
stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan,
stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang sedang,
stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang berat,
stadium 5 adalah gagal ginjal (Price, S.A. & Wilson, 2003).
Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik
Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73 m²)
0 Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor risiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG ≥ 90
normal atau meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

D. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut (Price, 2002), adalah :
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (SIK) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi
dalam dua kategori besar : Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis,
sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kencing bagian atas (pielonepritis
akut). Sistitis kronik dan pielonepritis kronik adalah penyebab utama gagal
ginjal tahap akhir pada anak-anak.
2. Penyakit peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan oleh
glomerulonepritis kronik. Pada glomerulonepritis kronik, akan terjadi
kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3. Nefrosklerosis hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi
atau ikut berperan pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan
air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin.
4. Gangguan kongenital dan herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit
herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir
dengan gagal ginjal meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit
polikistik.
5. Gangguan metabolic
Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik antara
lain diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme primer dan amiloidosis.
6. Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-
bahan kimia karena alasan-alasan berikut :
a. Ginjal menerima 25 % dari curah jantung, sehingga sering dan
mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang besar.
b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia
dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular.
c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat,
sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan
meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
Sedangkan etiologi berdasarkan letak penyebab:
1. Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Gagal ginjal tipe pre renal disebabkan oleh menurunnya aliran cairan
(perfusi cairan) tubuh ke ginjal, misalnya terjadi pada keadaan-keadaan
seperti dehidrasi, atau perdarahan hebat, pasca operasi dan sebagainya.
Kondisi-kondisi seperti ini tentunya akan menyebabkan fungsi ginjal
membuang cairan dan toksin dalam tubuh menjadi turun. Etiologi:
a. Penurunan volume vaskuler:
1) kehilangan darah/plasma: perdarahan, luka bakar
2) kehilangan cairan ekstraseluler: muntah, diare
b. Kenaikan kapasitas vaskuler
1) Sepsis
2) blokade ganglion
3) reaksi anafilaksis
c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung:
1) renjatan kardiogenik
2) payah jantung kongestif
3) tamponade jantung
4) disritmia
5) emboli paru
6) infark jantung
2. Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Gagal ginjal akut tipe renal disebabkan oleh adanya batu ginjal yang
mengganggu filtrasi cairan di ginjal. Adanya batu ginjal yang tidak
ditatalaksanakan dengan baik, pada akhirnya akan dapat menyebabkan
terjadinya gagal ginjal akut, bahkan juga kronik. Etiologi:
GNA, nefrosklerosis, Nefritis interstitialis, Nekrosis tubuler akut, Nekrosis
kortikal akut, Sindrom uremik.
3. Post Renal (obstruksi aliran urin)
Gagal ginjal tipe post renal disebabkan oleh adanya sumbatan pada
saluran-saluran yang keluar dari ginjal, seperti adanya batu di ureter,
terjadinya pembesaran prostat atau adanya tumor di kandung kemih, dan
sebagainya. Terjadinya sumbatan tersebut akan menyebabkan turunnya
fungsi pembuangan cairan oleh ginjal. Etiologi:
a. Obstruktif:
1) saluran kencing: batu, pembekuan darah, tumor, kristal, dll
2) tubuli ginjal: kristal pigmen, protein (mieloma)
b. Ekstravasasi

E. Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal dalam keluarga (Brunner & Suddarth, 2002).
F. Patofisiologi
Pada GGK terjadi penurunan fungsi renal yang mengakibatkan produk
akhir metabolisme protein tidak dapat diekskresikan ke dalam urine sehingga
tertimbun didalam darah yang disebut uremia. Uremia dapat mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Dan semakin banyak timbunan produk sampah uremia
maka gejala yang ditimbulkan semakin berat.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) mengakibatkan klirens
kreatinin akan menurun sehingga kreatinin akan meningkat. Kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya juga meningkat. Ginjal juga tidak mampu
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal dan sering terjadi
retensi natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
sistem rennin angiotensin aldosteron.
Penurunan GFR juga mengakibatkan peningkatan kadar fosfat serum
sehingga terjadi penurunan kadar kalsium serum. Penurunan kadar kalsium
menyebabkan sekresi kadar pharathormon, terjadi respon abnormal sehingga
kalsium dalam tulang menurun menyebabkan penyakit tulang dan kalsifikasi
metastasik. Disamping itu penyakit tulang juga disebabkan penurunan produksi
metabolit aktif vitamin D (1,25 dehidrokolekalsiferol). Patogenesis gagal ginjal
kronik yaitu semakin buruk dan rusaknya nefron – nefron yang disertai
berkurangnya fungsi ginjal, ketika kerusakan ginjal berlanjut dan jumlah
nefron berkurang, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi nefron
demikian tinggi hingga keseimbangan glomerolus tubulus (keseimbangan antar
peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat
dipertahankan lagi. Fleksibilitas baik pada proses konversi(perubahan) solute
dan air menjadi kurang. Reabsorbsi kalium yang merupakan salah satu fungsi
ginjal juga mengalami gangguan dimana seharusnya 50% kalium direabsorbsi
di tubulus paroksimal, 40% di pars asendens tebal dan sisanya di bagian akhir
nefron duktus pengumpul di medulla. Karena kerusakan ginjal pada pasien
GGK hal ini menjadi indikasi untuk dilakukannya hemodialisa pada pasien
GGK.
Kerusakan ginjal bisa disebabkan oleh diabetes melitus yaitu pada
diabetes melitus terjadi peningkatan konsentrasi gula darah sehingga ginjal
tidak dapat menyerap semua dan jika keadaan ini terus berlanjut, maka akan
berkurangnya fungsi nefron dan terjadi kerusakan pada nefron tersebut.
Sehingga glukosa muncul di urin dan menyebabkan glukosuria serta dapat
meningkatkan pengeluaran cairan dan elektrolit. Ini mengakibatkan pada
pasien akan terjadi poliuri (banyak kencing), polidipsi (banyak minum), dan
turgor kulit menurun.
Selain itu kerusakan ginjal juga dapat disebabkan oleh glomerulonefritis
kronis (peradangan pada glomerulus) yaitu antibodi (IgG) dapat dideteksi pada
kapiler glomerular dan terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga terbentuk
agregat molekul, agregat molekul tersebut diedarkan ke seluruh tubuh dan ada
beberapa yang terperangkap di glomerulus menyebabkan respon inflamasi, jika
kejadian ini berulang akan mengakibatkan ukuran ginjal berkurang seperlima
dari ukuran normal, respon inflamasi juga menyebabkan korteks mengecil
menjadi lapisan yang tebalnya 1mm-2mm. Ini mengakibatkan berkas jaringan
parut merusak sisa korteks dan permukaan ginjal menjadi kasar dan ireguler
sehingga glomeruli dan tubulus menjadi jaringan parut serta terjadi kerusakan
glomerulus yang parah sehingga respon ginjal yang sesuai terhadap masukan
cairan dan elektrolit tidak terjadi serta terjadi retensi cairan dan natrium yang
akan menyebabkan oedem. Kerusakan glomerulus yang parah juga
menyebabkan uremia dan anemia.
Nefropati toksik juga menyebabkan kerusakan pada ginjal yang
diakibatkan karena penurunan fungsi filtrasi dan menyebabkan kerusakan
nefron sehingga dapat juga menyebabkan kerusakan glomerulus yang parah.
Penyebab kerusakan ginjal yang lain yaitu nefropati obstruktif (batu saluran
kemih), infeksi saluran kemih dan gangguan pada jaringan penyambung.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR dibawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal (Soeparman, 2001).

G. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri
dan kelainan kardiovaskular (Brunner & Suddarth, 2002).
1. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat
bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin
kurang dari 25 ml per menit.
2. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam
muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah
yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus
halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang
setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa
hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya
hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis
dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal
kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva
menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa
pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder
atau tersier.
4. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal
ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit
muka dan dinamakan urea frost
5. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai
pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput
serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan
dialisis.
6. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental
berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga
sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini
sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
7. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.
Gejala CKD menurut Mansjoer, dkk., 2000 antara lain dapat dilihat pada tabel
berikut.
Umum : Fatig, malaise, gagal tumbuh
Kulit : Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia
Kepala dan Leher : Fetor uremik, lidah kering dan berselaput
Mata : Fundus hipertensif, mata merah
Kardiovaskuler : Hipertensi,kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik.
: Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
Pernafasan : Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolitis uremik,
Gastrointestinal diare karena antibiotik.
: Nokturia, poliuria, haus, proteinuria
: Penurunan libido, amenore
Kemih
: Letargi, tremor, mengantuk, kebingungan, kejang, koma
Reproduksi
: Defisiensi vitamin D
Saraf
: Gout, kalsifikasi ekstra tulang
Tulang
: Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan
Sendi
Hematologi

H. Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus
(Brunner & Suddarth, 2002).
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan
yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi
GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat
memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan
objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas
dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal
ginjal.
2. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
a. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah
cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
b. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis.
c. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,
endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk faal ginjal (LFG).
3. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
a. Urine: Volume, Warna, Sedimen,Berat jenis, Kreatinin, Protein
b. Darah : BUN / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah,
Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas
serum
c. Pielografi intravena : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter,
d. Pielografi retrograd: Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang
reversibel, Arteriogram ginjal, Mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
e. Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter, retensi.
f. Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
g. Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
h. Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis
ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor Selektif.
i. Pemeriksaan Jantung: EKG : Mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi
ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.
j. Pemeriksaan laboratorium :
1) Urine: Volume : oliguria atau anuria, warna keruh, berat jenis
kurang dari 1,015, osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg,
klirens kreatinin mungkin agak menurun, natrium > 40 mEq/L,
proteinnuria (3-4+).
2) Darah: BUN/Kreatinin meningkat (kreatinin 10 mg/dl),
Hematokrit menurun, HB < 7-8 g/dL), Gas darah arteri : pH <
7,2, bikarbonat dan PCO2 menurun. Natrium mungkin rendah
atau normal, kalium, magnesium/ fosfat meningkat, kalsium
menurun, protein (khususnya albumin) menurun, osmolalitas
serum > 285 mOsm/kg.

I. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya
pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal
dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah
makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak
darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan
pengendalian berat badan (Mansjoer Arif, 2000).

J. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal
yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.
Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat
dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis ginjal, transplantasi ginjal, pemasangan double
lumen
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis,
yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk
dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat. Hemodialisis di Indonesia
dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di
banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan
yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh
cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
b. Dialisis Ginjal
Dialisis ginjal adalah proses penyesuaian kadar elektrolit dan air
dalam darah pada orang yang fungsi ginjalnya buruk atau rusak.pada
prosedur ini darah dilewatkan melalui suatu medium artificial yang
mengandung air dan elektrolit dengan konsentrasi yang telah
ditentukan sebelumnya, medium artificial adalah cairan dialysis.
1) CAPD (continous ambulatory peritoneal dialysis)
Pada dialysis peritoneum membrane peritoneum digunakan
sebagai sawar semipermeabel alami. Larutan dialisat yang
telah dipersiapkan sebelumnya dimasukkan ke dalam rongga
peritoneum melalui sebuah kateter menetap yang diletakkan di
bawah kulit abdomen. Larutan dibiarkan dalam rongga
peritoneum selama waktu yang ditentukan biasanya 4 sampai 6
jam. Selama waktu ini proses difusi air dan elektrolit terjadi
2) AAPD (automatic ambulatory peritoneal dialysis)
Adalah dialisa yang dilakukan diluar tubuh dengan
menggunakan mesin dimana darah dikeluarkan tubuh melalui
sebuah mesin besar dan dalam mesin tersebut terdapat 2
ruangan yang dipisahkan oleh selaput semipermeabel.darah
dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain
diisi oleh cairan pen dialysis dan diantaranya akan terjadi
difusi dan setelah itu darah akan dikembalikan ke tubuh.
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
d. Pemasangan double lumen
Catheter Double Lumen adalah : sebuah alat yang terbuat dari
bahan plastik PVC mempunyai dua cabang, selang merah (Arteri)
untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin dan selang biru
(Vena) untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh. Pada ujung
dan sisi catheter terdapat lobang untuk keluar dan masuk darah.
Sedangkan menurut Henrich, William. L,( 2009), kateter double
lumen adalah salah satu akses vaskuler untuk therapy dialisa akut.
Double lumen adalah salah satu akses temporer yaitu
berupa kateter yang dipasang pada pembuluh darah balik (vena)
di daerah leher (Ahmad, Suhail, 2009). Internal AVF and AFG
lebih di pilih untuk di gunakan dari pada kateter karena AVF dan
AVG menurunkan kemungkinan infeksi, yang sangat penting bagi
pasien yang menjalani terapi hemodialisis yang memiliki daya imun
rendah (Kidney Dialysis Foundation, 2004).

Bab 2 Konsep Dasar Hemodialisa


A. Definisi Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permeabel.
Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini
disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran
semi permiabel. Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin,
asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permiabel sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi,
osmosis dan ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2002).
Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan
dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasari
kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi penderita gagal
ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian,
hemodialisa tidak menyebabkan penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal
dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2002).

B. Prinsip-prinsip Hemodialisa
Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama yaitu:
1. Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan
karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan
dialisat. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke
yang berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul / zat ini
melalui suatu membrane semi permeable yang membatasi kompartemen
darah dan kompartemen dialisat.
Proses difusi dipengaruhi oleh:
a. Perbedaan konsentrasi
b. Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar)
c. QB (Blood Pump)
d. Luas permukaan membrane
e. Temperatur cairan
f. Proses konvektik
g. Tahanan / resistensi membrane
h. Besar dan banyaknya pori pada membrane
i. Ketebalan / permeabilitas dari membrane
Faktor-faktor di atas menentukan klirens dialiser. Klirens suatu dializer
adalah kemampuan dializer untuk mengeluarkan zat-zat yaitu jumlah atau
banyaknya darah yang dapat dibersihkan dari suatu zat secara komplit oleh
suatu dializer yang dinyatakan dalam ml/mnt.
Klirens (K) =
K : klirens solute
Qb : kecepatan aliran darah (ml/mnt)
Cbi : Konsentrasi darah arteri (masuk ke dalam dializer)
Cbo : konsentrasi darah vena (keluar dari dializer)
Qf : Laju ultrafiltrasi (ml/mnt)
Laju aliran dialisat + 2 – 2,5 x Qb.
2. Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable
akibat perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan
kompartemen dialisat. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang
memaksa air keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat.
Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen
darah (positive pressure) dan tekanan negative dalam kompartemen
dialisat (negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure)
dalam mmHg.
Perpindahan & kecepatan berpindahnya dipengaruhi oleh:
a. TMP
b. Luas permukaan membrane
c. Koefisien Ultra Filtrasi (KUF)
d. Qd & Q
e. Perbedaan tekanan osmotic
TMP =
Pbi : Tekanan di blood inlet
Pdi : Tekanan di dialisat inle
Pbo : Tekanan di blood outle
Pdo : Tekanan di dialisat outlet
KUF (koefisien ultra filtrasi) dalam ml/jam /mmHg merupakan
karakteristik dari dializer yang menyatakan kemampuan atau koefisien
untuk mengeluarkan air dan luas permukaan dializer.
3. Proses Osmosis
Air yang berlebihan dikeluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan tekanan gradient
dengan kata lain air bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi (tubuh
pasien) ke tempat yang lebih rendah (cairan dialisat).

C. Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Hemodialisa


Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis
adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga
dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut
dibawah :
1. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
2. K serum > 6 mEq/L
3. Ureum darah > 200 mg/Dl
4. pH darah < 7,1
5. Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
6. Fluid overloaded (Shardjono dkk, 2001).
Hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak
tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa
hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan
muntah (5-15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5%
dialisis), sakit tulang belakang (2-5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis)
dan demam pada anak-anak (<1% dari dialisis). Sedangkan komplikasi serius
yang paling sering terjadi adalah sindrom disequilibrium, arrhythmia,
tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis dan emboli paru.
Kontraindikasi dari pelaksanaan hemodialisa adalah hipotensi yang tidak
responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontraindikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada
Hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi Hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,
demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut

D. Komponen Hemodialisa
Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis. Komponen
Utama pada Hemodialisis:
HD terdiri dari 3 komponen dasar yaitu:
1. Sirkulasi darah
Bagian yang termasuk dalam sirkulasi darah adalah mulai dari jarum /
kanula arteri (inlet), arteri blood line (ABL), kompartemen darah pada
dializer, venus blood line (VBL), sampai jarum / kanula vena (outlet).
Sirkulasi darah ada 2:
a. Di dalam tubuh pasien (sirkulasi sistemik)
b. Di luar tubuh pasien (sirkulasi ekstrakorporeal)
Dimana kedua sirkulasi tersebut berhubungan langsung melalui akses
vascular.

2. Sirkulasi dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk prosedur HD. Berada dalam
kompartemen dialisat berseberangan dengan kompartemen darah yang
dipisahkan oleh selaput semi permeable dalam dializer.
Ada 2 dialisat :
a. Dialisat pekat (concentrate) ialah dialisat yang tersedia dalam
kemasan gallon, merupakan cairan pekat yang belum dicampur atau
diencerkan dengan air. Dialisat pekat ada yang berisi Acetate (acid)
pada port A dan ada yang berisi Bicarbonat (port B).
b. Air, Jumlah air yang dibutuhkan untuk 1 kali HD + 150 liter selama
5 jam HD. Kualitas air yang dibutuhkan harus memenuhi standar
untuk proses HD yang sudah diolah melalui pengolahan air (water
treatment).
3. Dializer
Membrane semi permeable adalah suatu selaput atau lapisan yang sangat
tipis dan mempunyai lubang (pori) sub mikroskopis. Dimana partikel
dengan BM kecil & sedang (small dan middle molekuler) dapat melewati
pori membrane, sedangkan partikel dengan BM besar (large molekuler)
tidak dapat melalui pori membrane tersebut.
Dializer merupakan suatu tabung yang terdiri dari 2 ruangan (2
kompartemen) yang dipisahkan oleh selaput semi permeable. Darah
mengalir di 1 sisi membrane dan dialisat pada membrane lainya. Di dalam
dializer ini terjadi proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Material membrane :
a. Cellulose
b. Subtitusi cellulose
c. Cellulosynthetic
d. Synthetic
Berbagai sifat dializer :
a. Luas permukaan dializer
b. Ukuran besar pori atau permeabilitas ketipisanya
c. Koefisien ultrafiltrasi
d. Volume dializer
e. Kebocoran darah tidak boleh terjadi
f. Dapat di re-use tanpa merubah kemampuan klirens dan
ultrafiltrasinya.
g. Harga
Pada mulanya HD dilakukan dengan menggunakan membrane yang
mempunyai klirens dan ultrafiltrasi yang rendah yang memerlukan waktu
sampai 6 jam untuk mendialisis pasien. Kemajuan biomaterial dializer
memungkinkan dialysis lebih pendek lagi (4 jam) dalam 3 kali seminggu.
Preskripsi Hemodialisis
Sebelum pasien dilakukan HD, sebelumnya harus direncanakan dahulu
hal-hal sebagai berikut:
a. Lama & frekwensi dialysis
b. Tipe dializer
c. Kecepatan aliran darah
d. Dosis antikoagulan / heparin
e. Banyaknya UF & UFR
f. Vaskulerisasi yang dipakai.

E. Asesoris Peralatan
1. Dialyzer: berfungsi sebagai ginjal buatan
2. Air untuk dialysis
3. Cairan dialisat
4. Mesin hemodialisa: terdiri dari blood pump, sistempengaturan dialisat,
system monitor pengawasdan komponentambahan berupa pompa heparin
5. Blood line
6. Cairan infuse
7. Akses vascular
8. Aksesori peralatan
a. Pompa darah
b. Pompa infuse untuk pemberian heparin
c. Alat monitor untuk mendeteksi suhu tubuh
d. Konsentrasi dialisat → minitor
e. Monitor perubahan tekanan udara dan kebocoran darah
F. Cara kerja mesin hemodialisa
Hemodialisis adalah sebuah terapi medis. Kata ini berasal
dari kata haemo yang berarti darah dan dilisis sendiri merupakan
proses pemurnian suatu sistem koloid dari partikel-partikel
bermuatan yang menempel pada permukaan Pada proses
digunakan selaput Semipermeabel. Proses pemisahan ini
didasarkan pada perbedaan laju transport partikel. Prinsip dialisis
digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita gagal ginjal, di
mana fungsi ginjal digantikan oleh dialisator.
Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Pengganti
Ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi
ginjal, baik akut maupun kronik. Hemodialisis dapat dikerjakan
untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal Akut) atau
dapat pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal
Kronik). Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa
metabolisme seperti potassium dan urea dari darah dengan
menggunakan mesin dialiser. Mesin ini mampu berfungsi sebagai
ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak kerena
penyakitnya, dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam
perminggu, penderita dapat memperpanjang hidupnya sampai
batas waktu yang tidak tertentu.
Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan
proses osmotis dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam
membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada hemodialisis,
darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin
dialiser ( yang berfungsi sebagai ginjal buatan ) untuk
dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan
ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di
dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan
di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat
racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke
dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat
terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat
terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen darah akan
berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila
molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel
demikian juga sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan
kembali ke dalam tubuh.
Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem
pengaturan larutan dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah
berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler
ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD
berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan
dalam darah dan dialisat. Sedangkan tusukan vaskuler
merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju
dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita.
Kecepatan dapat di atur biasanya diantara 300-400 ml/menit.
Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan
arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus
dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer.
Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu
tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap
mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses
dialisis dan keselamatan.
Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan
melalui sebuah saringan khusus (Dialiser) yang berfungsi
menyaring sampah metabolisme dan air yang berlebih.
Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh.
Pengeluaran sampah dan air serta garam berlebih akan
membantu tubuh mengontrol tekanan darah dan kandungan
kimia tubuh jadi lebih seimbang. Dialisator tersedia dalam
berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya lebih besar
mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya
akan memindahkan lebih banyak padatan daripada dialisator
yang ukurannya lebih kecil, khususnya dalam tingkat aliran
darah yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator memiliki
permukaan membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi
dan nilai KoA memiliki urutan dari mulai 500-1500 ml/min. KoA
yang dinyatakan dalam satuan ml/min dapat diperkirakan
melalui pembersihan maksimum dari dialisator dalm tekanan
darah yang sangat tinggi dari grafik tingkat alirannya. Secara
singkat konsep fisika yang digunakan dalam hemodialisis adalah
konsep fluida bergerak. Syarat fluida yang ideal yaitu cairan
tidak viskous (tidak ada geseran dalam), keadaan tunak (steady
state) atau melalui lintasan tertentu, mengalir secara stasioner,
dan tidak termampatkan (incompressible) serta mengalir dalam
jumlah cairan yang sama besarnya (kontinuitas).

Bab 3 Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronis


A. Pengkajian
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal
Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM
terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
(Doengoes, 2000)

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kompensasi paru
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine,
masukan cairan berlebih, dan retensi cairan dan natrium..
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai oksigen ke perifer.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan uremia dan penurunan
turgor kulit.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan fatique atau malaise
2.2 Intervensi/Nursing Care Plan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam gangguan (3350) Respiratory Monitoring
pola napas tidak efektif pada pasien dapat teratasi
dengan kriteri hasil: 1. Monitor rata-rata, kedalaman,
Status Pernafasan (0415) irama dan usaha respirasi
Tujuan 2. Catat pergerakan dada,amati
No Indikator Awal kesimetrisan, penggunaan otot
1 2 3 4 5
tambahan, retraksi otot
1 Frekuensi pernapasan
supraclavicular dan intercostal
2 Irama pernapasan 3. Monitor pola nafas : bradipena,
3 Kedalaman inspirasi takipenia, kussmaul,
4 Suara auskultasi nafas hiperventilasi, cheyne stokes
5 Kepatenan jalan nafas 4. Auskultasi suara nafas, catat
6 Saturasi oksigen area penurunan / tidak adanya
7 Suara nafas tambahan ventilasi dan suara tambahan
Keterangan:
1. Deviasi berat dari kisaran normal/sangat berat (3320) Terapi Oksigen
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran 1. Berikan Oksigen tambahan
normal/berat seperti yang diperintahkan.
3. Deviasi sedang dari kisaran normal/cukup 2. Monitor aliran oksigen
4. Deviasi ringan dari kisaran normal/ringan 3. Monitor adanya tanda-tanda
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal/tidak ada keracunan oksigen.

3 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jsm (1100 ) Manajemen Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 1. Tentukan status gizi pasien dan
dapat teratasi dengan kriteri hasil: kemampuan [pasien] untuk
Status Nutrisi (1004) memenuhi kebutuhan gizi.
Tujuan 2. Identifikasi adanya alergi atau
No Indikator Awal intoleransi makanan yang
1 2 3 4 5
1 Asupan gizi dimiliki pasien
2 Asupan makanan 3. Pantau pasien dalam menentukan
3 Asupan Cairan pedoman atau piramida makanan
yang paling cocok untuk
4 Energi
memenuhi kebutuhan nutrisi dan
5 Rasio berat preferensi.
badan/tinggi bada 4. Tentukan apa yang menjadi
Keterangan: preferensi makanan bagi pasien.
1. Sangat menyimpang dari rentang normal 5. Intruksikan pasien mengenai
2. Banyak menyimpang dari rentang normal kebutuhan nutrisi dan gizi.
3. Cukup menyimpang dari rentang normal 6. Tentukan jumlah kalori dan jenis
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal nutrisi ynag dibutuhkan untuk
5. Tidak menyimpang dari rentang normal memenuhi persyaratan
7. Monitor kalori dan asupan
makanan
3 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam Fluid management(4120)
Kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteri 1. Pertahankan catatan intake dan
hasil: output yang akurat
Keseimbangan cairan (0601) 2. Pasang urin kateter jika
Tujuan diperlukan
No Indikator Awal 3. Monitor hasil lab yang sesuai
1 2 3 4 5
1 Tekanan darah dengan retensi cairan (BUN, Hmt
2 Denyut nadi radial , osmolalitas urin )
3 Keseimbangan intake 4. Monitor status hemodinamik
dan output dalam 24 termasuk CVP, MAP, PAP, dan
jam PCWP
4 Berat badan stabil 5. Monitor vital sign
5 Turgor kulit 6. Monitor indikasi retensi/
Keterangan: kelebihan cairan (cracles, CVP ,
1. Sangat terganggu edema, distensi vena leher, asites)
2. Banyak terganggu 7. Kaji lokasi dan luas edema
3. Cukup terganggu 8. Monitor masukan makanan /
4. Sedikit terganggu cairan dan hitung intake kalori
5. Tidak terganggu harian
9. Monitor status nutrisi
10. Berikan diuretik sesuai interuksi
11. Batasi masukan cairan pada
keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na<130 mEq/l
12. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
memburuk
4 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 (4062) Perawatan sirkulasi:
jaringan perifer jam, diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan Insufiensi Arteri
perifer dapat teratasi dengan kriteri hasil: 1. Lakukan pemeriksaan fisik
Perfusi jaringan: Perifer (0407) system kardiovaskuler atau
Tujuan penilaian yang komprrehensif
No Indikator Awal pada sirkulasi perifer, missal
1 2 3 4 5
1 Pengisian kapiler jari memeriksa nadi perifer, edema,
2 Pengisian kapiler jari warna dan suhu.
kaki 2. Evaluasi edema dan denyut nadi
3 Suhu kulit ujuang kaki 3. Inspeksi kulit untuk adanya luka
dan tangan atau kerusakan jaringan.
4 Edema perifer 4. Monitor tingkat
5 Kekuatan denyut nadi ketidaknyamanan atau adanya
Keterangan: nyeri
1. Deviasi berat dari kisaran normal/sangat berat 5. Lindungi ujung kaki dan tangan
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran dari cidera misalnya memakai
normal/berat kaos kaki.
3. Deviasi sedang dari kisaran normal/cukup 6. Instruksikan pada pasien
4. Deviasi ringan dari kisaran normal/ringan mengenai perawatan kaki yang
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal/tidak ada tepat.
7. Pelihara hidrasi yang memadai
untuk menurunkan kekentalan
darah.
Monitor jumlah cairan masuk dan
keluar.
5 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam Pengecekan kulit (3590)
Kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria 1. Periksa kulit terkait dengan
hasil: adanya kemerahan, kehangatan
Intregritas jaringan: Kulit dan membrane mukosa ekstrem, edema.
(1101) 2. Amati kehangatan, warna,
Tujuan bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
No Indikator Awal dan ulserasi pada ekstemitas.
1 2 3 4 5
1 Suhu kulit 3. Monitor warna dan suhu kulit.
2 Sensasi (gatal) 4. Monitor infeksi terutama dari
3 Elastisitas daerah edema.
5. Ajarkan amggota
4 Intregitas kulit
keluarga/pemberi asuhan
5 Tekstur mengenai tanda-tanda keruskan
6 Keringat kulit dengan tepat.
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
6 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 (4310) Terapi Aktivitas
jam, diharapkan aktivitas kembali normal dengan kriteri 1. Pertimbangkan kemampuan klien
hasil: dalam berpartisipasi melalui
Toleransi terhadap aktivitas (0005) aktivitas spesifik.
Tujuan 2. Bantu klien tetap fokus pada
No Indikator Awal kekuatan [yang dimilikinya]
1 2 3 4 5
1 SpO2 ketika dibandingkan dengan kelemahan
beraktivitas yang dimilikinya].
2 Frekuensi nadi 3. Bantu dengn aktivits fisik secara
ketikaberaktivitas teratur sesuai dengan kebutuhan.
3 Frekuensi pernapasan 4. Bantu klien untuk meningkatkan
ketika beraktivitas motivasi diri dan penguatan.
4 Kemudahan bernafas (0180 Manajemen Energi).
ketika beraktivitas 1. Kaji status fisiologis asien yang
5 Kemudahan dalam menyebabkan kelelahan sesuai
melakukan ADL dengan konteks usia dan
Keterangan: perkembangan.
1. Sangat terganggu 2. Anjurkan pasien
2. Banyak terganggu mengungkapkan secara verbal
3. Cukup terganggu keterbatasan yang dialami.
4. Sedikit terganggu 3. Pilih intervensi untuk
5. Tidak terganggu mengurangi kelelahan baik
secara famakologis maupun non
farmakologis dengan tepat.
4. Kurangi ketidaknyamanan fisik
yang dialami pasien yang bisa
mempengaruhi fungsi kognitif,
pemantauan diri, dan pengaturan
aktivtas pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC

Mansjoer, Arif (2000) . Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media


Aesculspius.

Mutaqien & Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Salemba Medika : Jakarta.

Nursalam, 2000. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Salemba Medika : Jakarta.

Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease


processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 2003 Ralp
& Rosenberg. 2003. Nursing Diagnosis: Definition & classification 2005-
2006. Philadelphia USA

Smeltzer, Susanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah. EGC: Jakarta

Soeparman, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai