Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HEMATEMESIS


MELENA DI RUANG ANTURIUM RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

oleh:
Restina Septiani, S.Kep.
NIM 182311101131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Hematemesis Melena di Ruang


Anturium RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada:
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember

Jember, Agustus 2019

Mahasiswa

Restina Septiani
NIM 182311101131

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Anturium
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Murtaqib, S.Kp.,M.Kep Ns. Sulis Setyowati, S.Kep


NIP.19740813 200112 1 002 NIP. 19740708 200604 2 019

ii
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
A. KONSEP TEORI PENYAKIT.......................................................... 4
1. Review Anatomi Fisiologi ............................................................ 4
2. Definisi Hematemesis Melena ...................................................... 5
3. Epidemiologi ................................................................................ 6
4. Etiologi.......................................................................................... 7
5. Manifestasi Klinik ....................................................................... 10
6. Patofisiologi .................................................................................. 10
7. Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 12
8. Penatalaksanaan .......................................................................... 12
B. CLINICAL PATHWAY .................................................................... 14
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................... 15
1. Pengkajian.................................................................................... 15
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................... 19
3. Intervensi Keperawatan ............................................................. 20
4. Evaluasi ........................................................................................ 29
D. DISCHARGE PLANNING ............................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 30

iii
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN HEMATEMESIS
MELENA
Oleh : Restina Septiani, S.Kep

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Review Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Lambung

Gambar 1. Anatomi Lambung


Lambung berbentuk seperti huruf J dan merupakan pembesaran dari saluran
pencernaan. Lambung terletak tepat dibawah diafragma pada daerah epigastrik,
umbilikal, dan hipokardiak kiri di perut. Bagian superior lambung merupakan
kelanjutan dari esofagus. Bagian inferior berdekatan dengan duodenum yang
merupakan bagian awal dari usus halus. Pada setiap individu, posisi dan ukuran
lambung bervariasi. Sebagai contoh, diafragma mendorong lambung ke bawah pada
setiap inspirasi dan menariknya kembali pada setiap ekspirasi. Jika lambung berada
dalam keadaan kosong bentuknya menyerupai sosis yang besar, tetapi lambung
dapat meregang untuk menampung makanan dalam jumlah yang sangat besar.
Lambung dibagi oleh ahli anatomi menjadi empat bagian, yaitu bagian
fundus, kardiak, “body” atau badan, dan pilorus. Bagian kardiak mengelilingi lower
esophageal sphincter. Bagian bulat yang terletak diatas dan disebelah kiri bagian
kardiak adalah fundus. Di bawah fundus adalah bagian pusat yang terbesar dari
lambung, yang disebut dengan “body” atau badan lambung. Bagian yang

4
menyempit, pada daerah inferior adalah pilorus. Tepi bagian tengah yang berbentuk
cekung dari lambung disebut dengan lesser curvature atau lekukan kecil. Tepi
bagian lateral (samping) yang berbentuk cembung disebut dengan greater
curvature atau lekukan besar. Pilorus berkomunikasi dengan bagian duodenum dari
usus halus melalui sphincter yang disebut dengan pyloric sphincter. Dinding
lambung disusun oleh empat lapisan dasar yang sama dengan dinding saluran
pencernaan, dengan beberapa modifikasi. Ketika lambung berada dalam keadaan
kosong, mukosa berada dalam bentuk lipatan-lipatan besar yang dinamakan rugae,
yang dapat dilihat dengan mata telanjang.
b. Fisiologi Lambung
Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
Getah asam lambung yang dihasilkan:
1) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton)
2) HCl, fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan,
dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin
3) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dari kaseinogen (kaseinogen dan protein susu)
4) Lipase lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak
yang merangsang sekresi getah lambung.

2. Definisi Hematemesis Melena


Hematemesis adalah muntah darah yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan
atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan,
sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-
gumpal (Kurniawan, 2016). Melena adalah tinja hitam atau muntah hitam karena
darah dalam saluran cerna yang menjadi hitam dibawah pengaruh asam klorida
lambung, lalu dikeluarkan pada hajat besar atau dimuntahkan. Melena dapat terjadi
tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.

5
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai
keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena
sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran
makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat
dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.

3. Epidemiologi
Melena (berak darah) adalah keadaan dimana feses hitam akibat diwarnai
oleh darah yang berubah. Kejadian melena terjadi jika ada perdarahan di saluran
cerna bagian atas (upper gastrointestinal tract) dengan kehilangan darah lebih dari
60 ml. Kejadian melena adalah keadaan darurat di rumah sakit yang menimbulkan
8%-14% kejadian meninggal dunia. Faktor terpenting tingginya angka kematian
adalah kegagalan untuk menilai keadaan klinis gawat dan kurang tepat diagnostik
menentukan sumber perdarahan (Almi, 2013). Perdarahan disaluran cerna atas
adalah kehilangan darah dalam lumen saluran cerna mulai dari esofagus sampai
duodenum (dengan batas anatomik di ligamentum treitz). Perdarahan saluran cerna
bagian bawah (SCBB) adalah kehilangan darah di sebelah bawah ligamentum treitz
(Azmi dkk, 2016). Kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas di negara Eropa
mencapai 100 jiwa per 100.000 jiwa/tahun, kejadian terhadap pria jauh lebih
banyak dari pada wanita. Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Di Indonesia kejadian ini nyatanya di populasi tidak diketahui (Milani, 2015).
Hematemesis melena sering dijumpai ditiap rumah sakit di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Sebagian besar (70-85 %) pasien pengidap hematemesis
melena disebabkan olah pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien serosis
hati. Hematemesis sebagian besar adalah keadaan darurat rumah sakit yang sangat
umum yang masih pembawa kematian 8% - 14% di rumah sakit. Pada orang
dewasa, perdarahan dari ulkus lambung atau duodenum dan varises esofagus adalah
penyebab yang paling banyak. Penyebab umum lainnya dan frekuensi relatif yaitu
pada anak-anak, lesi mukosa dan perdarahan varises (biasanya sekunder ke portal

6
vena hepatik obstruksi tambahan) yang umum dan dalam pengaturan perawatan
intensif, manajemen ventilator, infeksi, dan obat-obatan mendominasi sebagai
penyebab stress ulkus.

4. Etiologi
Hematemesis terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum.
Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan
melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit
dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan
bagian atas. Hematemesis merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan
perawatan segera di rumah sakit. Etiologi dari Hematemesis adalah :
a. Kelainan di esofagus
1) Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih id epigastrum. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang
dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung.
2) Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan anemis,
hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada
penendoskopi jelas terlihat gmabaran karsinoma yang hampir menutup
esofagus dan mudah berdaharah yang terletak di sepertiga bawah esofagus.
3) Sindroma Mallory-Weis
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada
akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada
hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-
muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita mengalami disfagia
kemungkinan disebabkan oleh karsinoma esofagus.

7
4) Esofagogastritis korosif
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang
pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis
air keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCI, yang
bersifat korosif untuk mukosa mulut, esofagus danlambung. Disamping
muntah darah penderita juga mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar
di mulut. Dada dan epigastrum.
5) Esofagitis dan tukak esophagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga leih sering timbul
melena daripada hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali
mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan
duodenum.
b. Kelainan di lambung
1) Gastritis erosiva hemorhagik
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-
obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita
mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau
sering menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum
alkohol atau jamu-jamuan.
2) Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan
pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering
mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas
kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
3) Kelainan di duodenum
4) Tukak duodeni
5) Karsinoma papila vateri (muara saluran empedu dan saluran pankreas ke
duodenum

8
6) Ulkus peptikum
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang
berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena
rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa
nyeri dan pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan
melene lebih dominan dari hematemesis.
7) Robekan Mallory Weiss, yaitu robeknya pembuluh darah arteri mukosa
pada batas esofago-gastrik.
c. Kelainan darah
Pelisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili, trombositopenia purpura,
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).
d. Pecahnya vena di sekitar lambung atau tenggorokan akibat serosis hati.
e. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik
Golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran
pencernaan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap
jenis perdarahan pada saluran pencernaan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran
perncernaan bagian atas yang paling banyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya
varises esofagus dengan rata-rata 45-50% dari seluruh perdarahan saluran
pencernaan bagian atas. Penyebab paling umum dari melena adalah ulkus peptik.
Penyebab lain dari perdarahan saluran gastro-intestin bagian atas, atau bahkan
kolon ascenden, juga dapat menyebabkan melena. Melena juga dapat menjadi tanda
overdosis obat jika pasien memakai obat anti-koagulan, seperti warfarin. Hal ini
juga disebabkan oleh tumor, terutama tumor ganas yang mempengaruhi, lebih
sering esofagus, perut, dan relatif usus kecil karena pendarahannya ke permukaan.
Namun, merupakan tanda yang paling menonjol dan membantu dalam kasus-kasus
tumor ganas hematemesis. Hal ini juga dapat menyertai penyakit darah hemoragik
(misalnya purpura & hemofilia). Penyebab medis melena lainnya termasuk
perdarahan ulkus, gastritis, varises esofagus, dan Mallory-Weiss syndrome. Kasus
melena dapat terjadi pada bayi baru lahir usia 2-3 hari, karena tertelan darah ibu.

9
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan
bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam
perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian
atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus
dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas
(Kurniawan, 2016).

5. Manifestasi klinik
Menurut (Nurarif, Amin dkk. 2015) Gejala terjadi akibat perubahan
morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi dari pada
etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Serosis hati
d. Tukak lambung
e. Varises esofagus
f. Akral teraba dingin dan basah
g. Nyeri perut
h. Distensi abdomen
i. Ascites
j. Nafsu makan menurun
k. Mual, muntah
l. Sesak napas
m. Edema
n. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, lemah, letih, lesu, pucat, nyeri dada, dan pusing

6. Patofisiologi
a. Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena
jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam

10
hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan
konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan penurunan
pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi
mucus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
b. Sekresi lambung
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa ; (1) fase sefalik yaitu :
fase yang dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau, atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal , (2) fase lambung, yaitu : pada fase lambung
dilepaskan asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap resptor di dinding lambung, dan (3) fase
usus, yaitu makanan pada usus halus menyebabkan pelepasan hormon
(dianggap sebagai gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi
asam lambung.
c. Barier mukosa lambung
Merupakan pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang
dilakukan lambung itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi pertahanan
mukosa adalah suplai darah , keseimbangan asam basa, integritas sel
mukosa dan regenersi sel epitel. Seseorang mungkin akan mengalami ulkus
peptikum karena satu dari dua faktor ini , yaitu; (1) hipersekresi asam
lambung (2) kelemahan barier mukosa lambung. Apapun yang menurunkan
produksi mucus lambung atau merusak mukosa lambung adalah
ulserogenik; salisilat, obat anti inflamasi non steroid, alcohol dan obat
antiinflamasi.
d. Sindrom Zollinger-Ellison
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan seperti hipersekresi getah
lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma dalam pancreas.
e. Ulkus Stres
Merupakan istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari duodenal
atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara

11
fisiologis. Kejadian stress misalnya ; luka bakar, syok, sepsis berat dan
trauma organ multiple.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
1) Darah : Hb menurun / rendah
2) SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel
yang mengalami kerusakan.
3) Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang.
4) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet.
5) Peninggian kadar gula darah.
6) Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti HBSAg/HBSAB,
HBeAg, dll.
b. Radiologi
1) USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
splenomegali, acites.
2) Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus.
3) Angiografi untuk pengukuran vena portal

8. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan dan
pertolongan ang lebih baik. Pengobatan meliputi (Nurarif, Amin dkk. 2015) :
a. Tirah baring.
b. Diit makanan lunak.
c. Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah.
d. Pemberian transfusi darah bila terjadi perdarahan luas.
e. Pemberian cairan intravena untuk mencegah dehidrasi.

12
f. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi dan kesadaran bila perlu pasang
CVP.
g. Pertahankan kadar Hb 50-70 % nilai normal.
h. Pemberian obat hemostatik seperti Vit K 4 x 10mg/ hr, antasida,
karbosokrom dan golongan H2 reseptor antagonis.
i. Dilakukan klisma dengan air biasa dan pemberian antibiotik yang tidak
diserap usus.
j. Selang nasogastrik (NGT) dipasang jika perdarahan masih aktif (untuk
monitoring perdarahan, mencegah aspirasi) tidak perlu dilakukan bilas
lambung. Pasang NGT, dialirkan, pasien dipuasakan sampai perdarahan
aktif berhenti. Berikan diet sesegera mungkin setelah NGT bebas
perdarahan.

13
B. Clinical Pathway

Zat kimia, obat-obatan NSAID, Alkohol

Kelainan di esophagus, kelaian di lambung, penyakit darah

Masuk lambung

Iritasi mukosa lambung

Mual Erosi mukosa lambung, muntah, anoreksia, perdarahan

Hematemesis melena

Volume intravaskuler Merangsang reseptor Intake nutrisi menurun


hipotalamus
Ketidakefek
Penuunan Hb Nutrisi kurang
tifan Agens cedera biologis dari kebutuhan
perfusi
tubuh
jaringan Transportasi O2
perifer Nyeri akut Kurang informasi

Cepat lelah Keletihan


Kurang
pengetahuan
Intoleransi
aktivitas

Kekurang volume Resiko syok


cairan

14
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan, mual, muntah, sesak nafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien biasanya muntah darah berwarna merah, dan BAB berwarna hitam
pekat.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya luka pada saluran pencernaan yang diakibatkan oleh konsumsi obat-
obatan, alcohol. Memiliki varises esovagus atau ulkus pada lambung.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada atau tidaknya keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama
dengan pasien. Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya
mempunyai kebiasaan makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis
melena, maka dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain.
f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Presepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-
obat ulserogenik.
2) Nutrisi dan Metabolik
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual,
muntah, kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi
harus daam bentuk makanan yang lunak yang mudah dicerna.
3) Eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pada
BAB terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi

15
hitam seperti petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna
gelap dan konsistensi pekat.
4) Aktivitas dan Latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein
(hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada
pasien berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas
sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti
bekerja.
5) Presepsi diri
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi
kurus, perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik
agak kehitaman.
6) Seksualitas dan Reproduksi
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen
dan estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan
penurunan libido dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri)
menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat terjadi aminore
dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami
dan istri.
7) Manajemen Koping dan Stress
Biasanya pasien dengan koping stres yang baik, maka dapat
mengatasi masalahnya namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus
kopingnya maka kx dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas
tambahan hipoksia, ascites.
2) Sistem Kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi
hati menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).

16
3) Sistem Persyarafan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma,
bicara lambat tak jelas.
4) Sistem geniturianisasi
Urin gelap pekat
5) Sistem Gastrointestinal
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus
perifer. distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites),
penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena,
diare / konstipasi.
6) Bone (B6)
Adanya kelemahan otot
Pengkajian Khusus
Pengkajian berkaitan dengan kebutuhan fisiologis.
a. Oksigen
Yang dikaji adalah :
1) Jumlah serta warna darah hematemesis.
2) Warna kecoklatan: darah dari lambung kemungkinan masih tertinggal,
potensial aspirasi
3) Posisi tidur klien: untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas,
mencegah renjatan.
4) Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan terjadi
secara kontinyu.
5) Jumlah perdarahan: observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan
darah, nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110
mmHg, pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat
Celcius, kulit dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung
ekstremitas, sirkulasi darah ke ginjal berkurang, menyebabkan urine
berkurang.

17
b. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang
berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi.
Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji :
Macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi perdarahan
serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi secara tiba-tiba,
warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu menggambarkan
perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian atas dan terjadi pecahnya
pembuluh darah arteri. Jika fase emergency sudah berlalu, pada fase berikutnya
lakukan pengkajian terhadap :
1) Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada klien
hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus
sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan
edema.
2) Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
3) Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
4) Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung,
jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering
mengalami gangguan fungsi ginjal.
c. Nutrisi
Dikaji :
1) Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair selanjutnya
makanan lunak.
2) Pola makan klien
3) BB sebelum terjadi perdarahan
4) Kebersihan mulut: karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa perdarahan
dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan.
d. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan
temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan temperatur

18
kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa
perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh
klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi
sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.
e. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan
eliminasi. Yang perlu dikaji adalah :
1) Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine
berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
2) Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan inflamasi
gastrointestinal
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
d. Defisien volume cairan berhubungan dengan deplesi volume darah
e. Resiko syok berhubungan dengan faktor resiko hipovolemik
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan memproses makanan.
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan/ penurunan kadar Hb.

19
Intervensi Keperawatan
NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, DIHARAPKAN NIC: Monitor Pernafasan (3350)
pola napas (00032) pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor tingkat, irama
Status Pernafasan (0415) kedalaman dan kesulitan
Tujuan bernafas;
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Catat pergerakan dada,
1. Frekuensi pernafasan 3 kesimetrisan, dan penggunaan
2. Irama pernafasan 3 otot bantu pernafasan;
3. Kedalaman inspirasi 3 3. Monitor suara nafas tambahan;
Suara auskultasi 4. Monitor pola nafas;
4. 3 5. Auskultasi suara nafas;
nafas
5. Kepatenan jalan nafas 2 6. Buka jalan napas;
Penggunaan otot 7. Berikan terapi oksigen.
6. 3
bantu pernafasan
Pernafasan bibir NIC: Terapi Oksigen (3320)
7. dengan mulut 4 8. Pertahankan kepatenan jalan
mengerucut nafas;
8. Dyspnea saat istirahat 4 9. Berikan oksigen seperti yang
Dyspnea dengan diperintahkan;
9. 3 10. Monitor aliran oksigen;
aktivitas ringan
11. Periksa perangkat (alat)
Pernafasan cuping
10. 2 pemberian oksigen secara
hidung
berkala untuk memastikan
Keterangan:
bahwa konsentrasi (yang telah)
1. Keluhan ekstrime
ditentukan telah diberikan;
2. Keluhan berat

20
3. Keluhan sedang 12. Monitor peralatan oksigen untuk
4. Keluhan ringan memastikan bahwa alat tersebut
5. Tidak ada keluhan tidak mengganggu upaya pasien
untuk bernapas.

NIC: Manajemen Jalan Nafas


(3140)
1. Posisikan pasien semi fowler;
2. Motivasi pasien untuk
melakukan batuk efektif;
3. Auskultasi suara nafas,
mendengarkan ada atau tidak ada
adanya suara tambahan;
4. Berikan pendidikan kesehatan
mengenai fisioterapi dada.
Resiko Syok Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien NIC: Syok prevention (4260)
(00205) menunjukkan hasil: 1. Monitor status sirkulasi BP,
Status Sirkulasi (0401) warnakulit, suhu kulit, denyut
Tujuan jantung, HR, danritme,
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 nadiperifer, dankapiler refill.
1. Tekanan darah sistol 3 2. Monitor tanda inadekuat
2. Tekanan darah diastol 3 oksigenasi jaringan
3. Nadi perifer teraba 3 3. Monitor suhu dan pernafasan
4. Irama jantung normal 3 4. Monitor input dan output
Frekuensi nafas 5. Pantau nilai labor : HB, HT,
5. 2 AGD dan elektrolit
normal
Irama pernafasan 6. Monitor hemodinamik invasi
6. 3 yang sesuai
normal

21
7. Output urine normal 4 7. Monitor tanda dan gejalaasites
Saturasi oksigen 8. Monitor tanda awal syok
8. 4 9. Tempatkan pasien pada posisi
normal
9. Wajah pucat 3 supine, kaki elevasi untuk
10. Capillary refill 2 peningkatan preload dengan
Tidak terjadi tepat
11. 10. Lihat dan pelihara kepatenan
restlessness
jalan nafas
Keparahan Infeksi (0703) 11. Berikan cairan IV dan atau oral
Tujuan yang tepat
No. Indikator Awal 12. Berikan vasodilator yang tepat
1 2 3 4 5
1. Demam 3 13. Ajarkan keluarga dan pasien
2. Hipotermia 3 tentang tanda dan gejala
3. Ketidakstabilan suhu 3 datangnya syok
14. Ajarkan keluarga dan pasien
4. Nyeri 3
tentang langkah untuk
5. Menggigil 2
mengatasi gejala syok
6. Hilang nafsu makan 3
7. Malaise 4
NIC: Syok management (4250)
8. Lethargi 4 1. Monitor fungsi neurologis
2. Monitor fungsi renal (e.g BUN
Keterangan: dan Cr : Lavel
1. Deviasi berat dari kisaran normal 3. Monitor tekanan nadi
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal 4. Monitor status cairan, input,
3. Deviasi sedang dari kisaran normal output
4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Catat gas darah arteri dan
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal oksigen dijaringan
6. Monitor EKG, sesuai

22
7. Memanfaatkan pemantauan
jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah,
sesuai
8. Menggambar gas darah arteri
dan memonitor jaringan
oksigenasi
9. Memantau tren dalam
parameter hemodinamik
(misalnya, CVP, MAP,
tekanan kapiler pulmonal /
arteri)
10. Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya, PaO2 kadar
hemoglobin SaO2, CO), jika
tersedia
11. Memantau tingkat karbon
dioksida sublingual dan / atau
tonometry lambung, sesuai
12. Memonitor gejala gagal
pernafasan (misalnya, rendah
PaO2 peningkatan PaCO2
tingkat, kelelahan otot
pernafasan)
13. Monitor nilai laboratorium

23
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien NIC: Penahapan Diet (1020)
nutrisi: kurang dari menunjukkan hasil: 1. Berikan nutrisi per oral, sesuai
kebutuhan tubuh Status Nutrisi (1004) kebutuhan
(00002) Tujuan 2. Kolaborasikan dengan tenaga
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 kese
1. Asupan Gizi 3 √ hatan lain untuk meningkatkan
2. Asupan Makanan 3 √ diet
3. Asupan Cairan 3 √ secepat mungkin jika tidak ada
4. Energi 3 √ komplikasi
Rasio berat badan 3. Tawarkan makan 6x dengan
5. 3 √ porsi
atau tinggi badan
6. Hidrasi 3 √ kecil
4. Tingkatkan diet dari cairan
Keterangan ; jernih,
1. Sangat menyimpang dari rentang normal cair dan lembut
2. Banyak menyimpang dari rentang normal 5. Tingkatkan diet dari air gula
3. Cukup menyimpang dari rentang normal atau cairan elektrolit oral
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal 6. Monitor toleransi peningkatan
5. Tidak menyimpang dari rentang normal diet
7. Ciptakan lingkungan yang me-
mungkinkan makanan disajikan
sebaik mungkin
8. Monitor kesadaran pasien dan
juga
reflek menelan
9. Tuliskan batasan diet pasien di
samping tempat tidur, pada papan
chart dan di catatan perencanaan

24
pasien

NIC : Terapi Nutrisi (11200


1. Lengkapi pengkajian nutrisi
2. Monitor intake makanan/cairan
dan hitung masukan kalori
perhari
3. Tentukan jumlah kalori dan tipe
nutrisi yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
dengan
berkolaborasi dengan ahli gizi
4. Motivasi pasien untuk mengkon
sumsi makanan yang tinggi
kalsium
5. Motivasi untuk mengkonsumsi
makanan dan minuman yang
tinggi
kalium sesuai kebutuhan
6. Pastikan bahwa dalam diet
mengan
dung makanan yang tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
7. Berikan nutrisi enteral, sesuai
kebu

25
tuhan
8. Berikan nutrisi yang dibutuhkan
sesuai batas diet yang dianjurkan
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien Terapi Aktivitas (4310)
(00092) menunjukkan hasil: 1. Berkolaborasi dengan ahli
terapi fisik, okupasi dan terapis
Toleransi terhadap aktifitas (0005) rekreasional dalam perencanaan
No. Indikator Awal Tujuan dan pemantauan program
1 2 3 4 5 aktivitas jika diperlukan
1. Saturasi 3 2. Pertimbangkan komitmen klien
oksigen untuk meningkatkan frekuensi
ketika dan jarak aktivitas
beraktifitas 3. Bantu klien untuk memilih
2. Frekuensi 3 aktifitas dan pencapaian tujuan
nadi ketika melalui aktivitas fisik yang
beraktifitas konsistenn dengan kemampuan
3. Kemudahan 3 fisik, fisiologi dan social
bernafas 4. Dorong aktifitas kreatif yang
ketika tepat
beraktifitas 5. Bantu klien mengidentifikasi
4. Tekanan 3 aktifitas yang di inginkan
darah sistolik 6. Bantu klien mengidentifikasi
ketika aktifitas yang bermakna
beraktifitas 7. Bantu klien untuk
5. Tekanan 3 menjadwalkan waktu-waktu
darah sistolik spesifik terkait dengan aktifitas
ketika harian
beraktifitas

26
6. Kecepatan 3 8. Instruksikan klien dan keluarga
berjalan untuk mempertahankan fungsi
dan kesehatan terkait peran
7. Kekuatan dalam beraktifitas secara fisik,
tubuh bagian social, dan kognitif.
atas 9. Dorong keterlibatan dalam
8. Kekuatan aktifitas fisik secara
tubuh bagian berkelompok
bawah 10. Bantu klien untuk rutin dan
Keterangan: mempertahankan aktifitas
1. Sangat terganggu kelompok.
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

Status sirkulasi (0401)


No. Indikator Awal Tujuan
1 2 3 4 5
1. Tekanan 3
darah rata-
rata
2. Kekuatan 3
nadi
karotis
kanan
3. Kekuatan 3
nadi

27
brakialis
kanan
4. Kekuatan 3
nadi
brakialis
kiri
5. PaO2 3
6. PaCO2 3
7. Capilary 3
refill

Keterangan:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal

28
5. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatam evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawatan mempunyai tiga
alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
a. Berhasil: perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan,
b. Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan,
c. Belum tercapai: pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.

D. Discharge Planning
1. Atur pola makan pasien, jaga konsistensi nya dari cair, lembek, dan terus
meningkat sampai ke makanan padat.
2. Perhatikan intake nutrisi yang masuk sesuai kebutuhan pasien.
3. Buatkan jadwal latihan aktivitas sehar-hari pasien.
4. Ajarkan penanganan awal pada pasien syok dan tanda gejalanya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. (2013). Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi (Edisi
1). Jakarta: Rajawali Press.

Almi, D.U. (2013). Hematemesis Melena Et Causa Gastritis Erosif Dengan Riwayat
Penggunaan Obat NSAID Pada Pasien Laki-Laki Lanjut Usia. Medula,
1(01), 72-78.

Azmi, Fadhil et.al. (2016). Gambaran Esofagogastroduodenoskopi Pasien


Hematemesis dan atau Melena di RSUP M Djamil Padang Periode Januari
2010 - Desember 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol (5). 1.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2016. Nursing


Intervention Classification (NIC), 6th Edition. United Kingdom: Elseiver
Global Rights.

Cornelia, et al. (2013). Konseling gizi. Jakarta: Penebar Plus+ (Penebar Swadaya
Grup). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2013). Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah.

Doenges, Marilynn E., et al. (2014). Nurshing Diagnosa Manual: Planning,


Individualizing, & Documenting Client Care. Angeline, Bhesty, et al.,
(2014) (Alih Bahasa). Jakarta: EGC.

Efendi, Ferry Makhfudli. (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan


Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Nurshing diagnoses:


definitions & classification 2015-2017. Keliat, Budi Anna, et al. (2016)
(Alih Bahasa). Jakarta: EGC.

Milani Nur. (2015). Hematemesis Melena dikarenakan Gastritis Erosif dengan


Anemia dan Riwayat Gout Atritis. Jurnal Medula. Vol 4 (2), 10.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th Edition. United Kingdom: Elseiver Global Rights.

Shi, X., Yu, S., Wang, F., Zhao, Q., Xu, H. and Li, B., 2018. A gastrointestinal
stromal tumor with acute bleeding: Management and nursing. Medicine,
97(9).

Sudha, R. (2013). Nursing Education: Principle and Concepts. Haryana, India:


Rajkamal Electric Press.

30

Anda mungkin juga menyukai