Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CRONIC


KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG BOUGENVILE
RSU dr. KOESNADI BONDOWOSO

Oleh:

NANANG JANUANWAR
2031800073

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NURUL JADID
2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Anatomi Fisiologi
Ginjal terletak di bagian dinding posterior abdomen terutama di daerah
lumbal dan di sebelah kanan dan kiri dari tulang belakang. Ginjal mempunyai
ukuran panjang kurang lebih 6 sampai 7,5 cm dengan ketebalan sekitar 1,5 sampai
2,5 cm. Ginjal mempunyai bentuk seperti biji kacang dengan sisi dalam atau
hileum menghadap ke tulang punggung sedangkan sisi luar dari ginjal berbentuk
cembung. Ginjal terdiri dari dua bagian yaitu bagian kanan dan kiri. Kedua ginjal
terletak diantara vertebra T12 sampai L3. Ginjal kanan terletak sedikit ke bawah
dibandingkan dengan ginjal kiri yang bertujuan untuk memberikan tempat lobus
hepatis dexter yang besar. Bagian ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri,
hal ini dikarenakan hati pada ginjal kanan menduduki banyak ruang (Evelyn,
2017).

Gambar 1: Ginjal

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut dengan kapsula
fibrosa yang didalamnya terdapat 2 struktur ginjal yaitu bagian luar atau korteks
renalis berwarna coklat gelap dan bagian dalam atau medulla renalis berwarna
coklat terang. Pada bagian medula renalis tersusun atas 15 sampai 16 massa yang
berbentuk piramida disebut dengan piramis ginjal. Puncak dari bagian medula
langsung mengarah pada hilum dan berakhir pada kalises yang menghubungkan
dengan pelvis ginjal. Hilum merupakan pinggir medial ginjal yang berbentuk
konkaf dan berfungsi sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe,

ureter dab nervus. Ginjal memiliki fungsi utama antara lain untuk mengeluarkan
bahan buangan yang tidak diperlukan oleh tubuh dan untuk mensekresi air yang
berlebihan dalam darah. Selain itu ginjal juga berfungsi untuk mengeluarkan zat-
zat metabolisme tubuh melalui urine, menjaga keseimbangan air, asam-basa,
elektrolit dalam tubuh, membantu pembentukan sel darah merah (menghasilkan
eritropoietin) dan mengatur tekanan darah (Evelyn, 2017).

2. Definisi Penyakit
Gagal ginjal kronik adalah suatu gangguan yang terjadi pada ginjal yang
berlangsung lebih dari tiga bulan dengan kriteria laju filtrasi glomerulus (LFG)
<60 mL/min/1,73 m2. Gagal ginjal kronik ini biasanya ditandai dengan adanya
protein didalam urin, gangguan fungsi ginjal dan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) (Kamasita dkk., 2018).
Menurut Departemen Kesehatan (2017) gagal ginjal kronik ialah
kerusakan yang terjadi pada ginjal dimana tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronik
ini terjadi secara progresif dan lambat, biasanya berlangsung selama beberapa
bulan atau tahun dan sifatnya tidak dapat disembuhkan dan harus menjalani
pengobatan seumur hidup.
Dengan itu dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik merupakan suatu
gangguan pada ginjal yang ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi
ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan yang biasanya ditandai dengan dengan
adanya protein didalam urin, gangguan fungsi ginjal dan penurunan laju filtrasi
glomerulus.

3. Epidemiologi
Jumlah penderita gagal ginjal kronik pada tahun 2012 di Amerika Serikat
mencapai 2.020 kasus perjuta penduduk dengan tingkat pertumbuhan 7%.
Sedangkan di Guangzhou, China mencapai 12% yang menderita gagal ginjal
kronik. Di Indonesia sendiri termasuk salah satu negara dengan tingkat penderita
gagal ginjal kronik yang cukup tinggi bahkan mencapai urutan tertinggi ketiga.
Pada tahun 2011 mencapai sekitar 22.304 penduduk Indonesia yang menderita
gagal ginjal kronik dan tahun berikutnya mengalami peningkatan menjadi 28.782
penduduk. Di negara-negara berkembang lainnya penderita penyakit gagal ginjal
kronik mencapai 40-60 kasus tiap 1 juta penduduk pertahunnya. Bahkan penyakit
gagal ginjal kronik menduduki peringkat 10 besar dengan tingkat kematian yang
tinggi (Kurnianto dkk., 2018).

4. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi ketika suatu penyakit atau kondisi yang merusak
fungsi ginjal sehingga dapat menyebabkan ginjal menjadi rusak selama beberapa
bulan atau tahun (Nuari, 2017). Penyakit gagal ginjal kronik merupakan keadaan
klinis kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan irreversibel karena berbagai
penyebab diantaranya:
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vascular seperti hipertensi,nefrosklerosis benigna,nefrosklerosis
maligna,dan stenosis arteriarenalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritisnodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan congenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,danasi
dosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolic seperti diabetes militus,gout,dan hiperparatiroidisme
7. Nefropati toksik seperti penyalahgunaan analgetik,dan nefropati timah
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari
batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah
yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomaly congenital
leher vesika urinaria dan uretra

5. Klasifikasi
Menurut Rahmawati (2017) berdasarkan derajat penurunan laju filtrasi
glomerulus, gagal ginjal kronik dibagi menjadi 5 stadium yaitu:
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal: GFR >90
ml/menit/1,73 m2
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan: GFR 60 –
89 ml/menit/1,73 m2
3. Stadium 3
Kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal sedang: GFR 30 – 59
ml/menit/1,73 m2
4. Stadium 4
Kerusakan ginjal dengan Penurunan fungsi ginjal berat: GFR 15 – 29
ml/menit/1,73 m2
5. Stadium 5
Gagal ginjal: GFR < 15 ml/menit/1,73 m2 atau sudah menjalani dialysis
6. Patofisiologi
Penyebab umum gagal ginjal kronik antara lain glomerulonephritis kronis,
diabetic nephropathy, hipertensi, penyakit renovaskuler, interstinal nephritis
kronis, penyakit ginjal keturunan, penyempitan saluran kemih berkepanjangan.
Kronologi terjadinya gagal ginjal kronik dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan zat-zat sisa pada
ginjal. Gagal ginjal kronik ditandai adanya kerusakan dan menurunnya nefron
dengan kehilangan fungsi ginjal yang progresif sehingga nefron sisa yang sehat
akan mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa akan
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, serta mengalami hipertrofi. Dengan
semakin berkurangnya kerja dari nefron-nefron akan membentuk jaringan parut
dan aliran darah yang menuju ginjal semakin berkurang. Jika jumlah nefron yang
tidak befungsi semakin meningkat, maka ginjal tidak mampu untuk menyaring
urin dengan baik. Pada tahap ini glomerulus akan menjadi kaku dan plasma darah
tidak dapat di saring dengan mudah melalui tubulus sehingga akan terjadi
kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium. Pada pasien gagal ginjal kronik
dapat terjadi edema di ektremitas seperti kelopak mata dan kaki (Aisara, 2018).
Ketika kerusakan ginjal berlanjut bahkan sampai bertahun-tahun tidak
kunjung sembuh dan terjadi penurunan jumlah nefron yang masih berfungsi, laju
filtrasi glomerulus total akan menurun lebih banyak sehingga tubuh tidak mampu
mengeluarkan kelebihan air, garam, dan produk limbah lainnya melalui ginjal.
Ketika laju filtrasi glomerulus kurang dari 10-20 mL/min, tubuh akan mengalami
keracunan ureum. Jika penyakit tidak diatasi dengan dialisis atau transplantasi
ginjal, maka hasil akhir dari gagal ginjal kronik adalah uremia dan kematian
(Aisara, 2018).

7. Manifestasi Klinis
Menurut Nuari (2017) pada awal terjadinya gagal ginjal kronik tidak
menunjukkan gejala penyakit yang jelas, akan tetapi saat fungsi ginjal telah
memburuk atau rusak hingga stadium gagal ginjal berat (kurang dari 25% dari
fungsi ginjal yang normal) maka akan menyebabkan uremia yang ditandai dengan
gejala sebagai berikut:
a. Jumlah kencing harian menurun (oliguria)
b. Kehilangan nafsu makan, mual dan muntah
c. Kelelahan, anemia (wajah pucat)
d. Kaki bengkak, lingkar perut semakin besar (edema tungkai/ asites)
e. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
f. Sesak nafas
g. Edema (pembengkakan pergelangan kaki atau kelopak mata)
h. Mengantuk, tidak sadar, kejang, koma

8. Komplikasi
Menurut pranandari (2015) terdapat beberapa penyakit komplikasi yang
bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik antara lain:
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium akan mengakibatkan gangguan pada bagian
matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh. Apabila berlangsung
dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan fraktur pathologis.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik
seperti hipertensi.
c. Anemia
Selain berfungsi sebagai sirkulasi, ginjal juga befungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami gangguan di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
d. Glomerulonefritis
Salah satu jenis penyakit ginjal yang terjadi akibat peradangan pada
glomerulus.
e. Pielonefritis
Penyakit infeksi pada ginjal yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Hal ini
akibatkan karena kandung kemih menyimpan urin sebelum dikeluarkan oleh
tubuh. Bakteri dan virus biasanya mencapai kandung kemih melalui uretra
yang dapat menyebabkan infeksi sehingga mempengaruhi ginjal yang
akhirnya akan memicu terjadinya pelonefritis.

9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Laboratorium darah
 Pemeriksaan Blood Urea Nitrogen (BUN) : Nilai normal : 20-30 mg/dL
 Kreatinin serum : Nilai normal Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dL, Perempuan
0,5-1,1 mg/dL
 Glomerulus filtration rate (GFR): Nilai normal GFR pada laki-laki
antara 97 – 137 mL/menit per 1,73 m2 dan pada perempuan antara 88 –
128 mL/menit per 1,73 m2

 Tes urine: untuk mengetahui adanya protein dan darah dalam urine
yang menandakan bahwa terjadi penurunan fungsi ginjal (Verdiansah,
2016).
 Mikroalbuminuria: keadaan dimana terdapatnya albumin dalam urin
sebesar 30 – 300 mg/24 jam. Keadaan ini dapat memberikan tanda awal
dari penyakit ginjal. Kadar normal albumin dalam darah antara 3,5 –
4,5 mg/dL (Verdiansah, 2016).
 Kalium : Nilai K normal = 3,5 – 5 meq/L (Rahmawati, 2017).
 Natrium (Na) : Nilai normal natrium = 136 – 146 meq/L
 Kalsium (Ca) : Nilai normal kalsium total plasma/serum: 8,8 – 10,2
mg/dl (Rahmawati, 2017).
 Fosfat : Nilai normal fosfat plasma/serum normal: 2,5 – 4,5 mg/dl
(Rahmawati, 2017).
 Magnesium : Nilai normal magnesium serum: 0,6 – 1,1 mmol/L
(Rahmawati, 2017).
2. Pemeriksaan USG : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan parenki ginjal, anatomi system pelviokalises, uereter
proksimal, kandung kemih, serta prostat
3. Biopsi ginjal: Pemeriksaan biopsi ginjal ini menggunakan jarum untuk
mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal dengan bantuan anestesi
lokal dan memeriksa jaringan dibawah mikroskop. Biopsi ginjal bisa
digunakan untuk mendiagnosis radang ginjal (Rini, 2016).

10. Penatalaksanaan
A. Terapi konservatif
Terapi ini bertujuan untuk mencegah memburuknya fungsi ginjal secara
progresif, memperbaiki metabolisme secara optimal, meringankan
keluhan akibat toksin azotemia dan memelihara keseimbangan cairan
elektrolit. Berikut ini hal yang dapat dilakukan dengan terapi konservatif
yaitu:

a. Diet protein
Diet rendah protein dianjurkan untuk penderita gagal ginjal kronik
untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia. Pembatasan
asupan protein dalam makanan dapat mengurangi timbulnya gejala
anoreksia, mual, dan muntah. Asupan rendah protein dapat
mengurangi beban ekskresi ginjal sehingga menurunkan terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus, intraglomerulus, dan cedera sekunder pada
nefron intak. Jumlah protein yang diperbolehkan untuk di konsumsi
yaitu <0,6 g protein/kg/hari dengan LFG <10 ml/menit.
b. Diet Kalium
Diet kalium pada pasien gagal ginjal kronik dapat dilakukan dengan
cara diet rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang
mengandung kalium tinggi. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet
kalium ini adalah 40-80 mEq/hari selain itu dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung kalium seperti sup,
pisang, dan jus buah murni (Nuari, 2017).
c. Diet kalori
Kebutuhan jumlah kalori pada pasien gagal ginjal kronik harus
adekuat untuk mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi, dan status gizi. Untuk penderita gagal ginjal
kronik untuk usia kurang dari 60 tahun dengan LFG <25 ml/menit dan
tidak menjalani dialisis yaitu 35 kkal/kg/hari . sedangkan untuk usia
lebih dari 60 tahun yaitu 30-35 kkal/kg/hari (Nuari, 2017).
d. Kebutuhan cairan
Dalam memberikan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik
membutuhkan regulasi yang hati-hati. Hal ini jika asupan yang kurang
dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi dan pemburukan fungsi
ginjal. Sedangkan asupan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan
kelebihan beban sirkulasi, edem dan intoksikasi cairan. Pada pasien
dialisis cairan yang dibutuhkan untuk penambahan berat badan yaitu
0,9 – 1,3 kg2 (Nuari, 2017).

B. Ketika terapi konservatif tidak bisa memperbaiki keadaan pasien maka


dapat dilakukan dengan menggunakan terapi pengganti ginjal berupa:
a. Hemodialisis
Hemodialisis (cuci darah) merupakan proses pembuangan sampah
berlebih pada darah yang bertujuan untuk mengambil zat-zat nitrogen
yang beracun dalam tubuh dan mengeluarkan air yang berlebihan.
Hemodialisis ini menggunakan cara dengan mengalirkan darah ke
dalam tabung ginjal buatan (dialyzer) yang terdiri dari 2 komparten
yaitu komparten darah dan komparten dialisat yang berfungsi untuk
membuang sisa-sisa metabolisme berupa air, natrium, hidrogen,
kalium, urea, kreatini dan zat-zat lain. Terapi hemodialisis
membutuhkan waktu 12-15 jam setiap minggunya. dilakukan
sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam (Nuari, 2017).
b. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal (cuci darah lewat perut) merupakan prosedur lain
yang digunakan untuk membuang produk limbah dan mengeluarkan
cairan yang berlebih dalam tubuh. Keuntungan menggunakan dialisis
peritoneal yaitu efisiensi waktu atau dapat dilakukan sendiri di rumah
tanpa membutuhkan mesin hemodialisis, peralatan yang digunakan
mudah dibawa hanya berupa kantong cairan dialisat, dan dapat
mengurangi beban kerja jantung dan tekanan di dalam pembuluh
darah. Akan tetapi Dialisis peritoneal juga memiliki risiko pada
penderita yang menjalaninya yaitu peningkatan berat badan . hal ini
karena cairan dialisat mengandung gula yang disebut dengan
dekstrosa yang. Terserapnya cairan ini dalam tubuh yang berlegihan
maka dapat menyebabkan tubuh kelebihan kalori dan mengalami
peningkatan berat badan (Nuari, 2017).
c. Transplanasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pengobatan yang dilakukan pada
pasien gagal ginjal kronik stadium akhir. Namun transplantasi ginjal
sulit dilakukan karena dipengaruhi oleh jumlah ketersediaan
ginjal.Sehingga hal ini dapat membatasi transplantasi ginjal sebagai
pengobatan yang dipilih oleh penderita (Nuari, 2017).
Clinical Pathway
Glomerulonefritis, pielonefritis,
hidronefrosis, sindrom nefrotik, dan
tumor ginjal

Kerusakan glomerulus

Turunnya filtrasi glomerulus


Produksi Hb turun
Meningkatnya BUN dan serum Sekresi eritropoitein

Defisien pengetahuan Kurangya informasi Gagal Ginjal Kronik Suplai O2 kejaringan turun

Perfusi Perifer Tidak Efektif


Penurunan produksi Protein bocor Peningkatan kadar kreatinin
hormon eritropoietin dan BUN serum
Penurunan kadar albumin
Azotemia
Penurunan
pembentukan Tekanan ekstra seluler dan kapiler darah meningkat
Sindrom uremia
Anemia
Cairan merembes ke intersisial
Efek pada kulit
Letih dan lesu
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
Edema Hipervolemia Pruritus

Intoleransi aktivitas
Hemodialis
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien yang didapatkan secara
langsung dari pasien atau keluarga sehingga mengharuskan klien untuk
mencari pertolongan. Pada pasien gagal ginjal kronik mengalami keluhan
seperti badan lemah, mua,muntah, anoreksia, mulut terasa kering, nafas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit (Rini, 2016).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien gagal ginjal kronik biasanya terjadi penurunan frekuensi urin
yang ditandai dengan edema. Selain itu karena berdampak pada proses
metabolisme, maka akan terjadi anoreksia bahkan nausea sehingga
berisiko mengalami gangguan nutrisi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien gagal ginjal kronis biasanya memiliki riwayat penyakit
seperti glomerulonefritis, hipertensi, dan penyakit diabetes yang pernah
diderita (Rini, 2016).
e. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya memiliki kebiasaan jarang
minum yang dapat mengganggu kesehatan terutama organ ginjalnya.

Pengkajian keperawatan pola gordon


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien dengan gagal ginjal kronik biasanya terjadi perubahan persepsi dan
kebiasaan hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
akibat dari gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan lebih cenderung tidak mematuhi prosedur
pengobatan karena sudah merasa putus asa terhadap sakit yang dirasakan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien gagal ginjal kronik akan terjadi peningkatan berat badan
(edema), anoreksia, mual dan muntah, serta mudah lelah. Hal tersebut
yang dapat menyebabkan klien mengalami gangguan nutrisi
3. Pola eliminasi
Klien gagal ginjal kronik pola eliminasi mengalami penurunan frekuensi
urine, oliguria, dan terjadi perubahan warna urine menjadi pekat, merah,
dan coklat
4. Pola aktivitas dan latihan
Pada klien gagal ginjal kronik akan mudah mengalami kelelahan,
penurunan rentang gerak, dan malaise yang dapat menyebabkan klien
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal
5. Pola tidur dan istirahat
Pada klien gagal ginjal mengalami ansietas dan gelisah sehingga pola tidur
klien akan terganggu
6. Pola kognitif dan perseptual
Pada klien gagal ginjal kronik yang ditandai dengan gejala yang parah
akan mengalami penurunan kesadaran. Akan tetapi tidak sampai
mengganggu proses penglihatannya
7. Pola persepsi diri
Adanya perubahan fungsi tubuh, lama perawatan, serta biaya pengobatan
yang tidak sedikit dapat mengakibatkan penderita gagal ginjal kronik
mengalami gangguan peran dan ideal diri
8. Pola peran dan hubungan
Pada klien gagal ginjal kronik umumnya sering mengalami gangguan
peran. Hal ini disebabkan karena klien tidak dapat menjalankan perannya
dengan baik selama sakit yang dideritanya.

9. Pola seksualitas dan reproduksi


Pada klien gagal ginjal kronik tidak dapat menjalankan hubungan
seksualitas dengan baik. Hal ini dikarenakan klien tidak dapat menjalani
aktivitas sehari-hari yang terlalu berat.
10. Pola toleransi koping stress
Lamanya proses perawatan dan pengobatan yang dijalani, klien gagal
ginjal kronik dapat menimbulkan terjadinya reaksi psikologis yang
negatif seperti ansietas, gelisah, marah, dan selalu memikirkan
penyakit yang dideritanya. Sehingga klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif atau adaptif
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum:
Klien gagal ginjal kronik datang ke rumah sakit dengan beberapa kondisi
seperti komposmentis ataupun somnolen. Klien gagal ginjal kronik
biasanya ditandai dengan gejala lelah, mual, muntah serta terdapat
bengkak terutama pada bagian tangan, kaki, dan wajah (Rini, 2016).
2. Tanda-tanda vital
Pada klien gagal ginjal kronik didapatkan adanya perubahan pada RR
yang meningkat dan tekanan darah dari hipertensi ringan menjadi berat
sesuai dengan kondisi yang dirasakan oleh klien
Pemeriksaan Head To Toe (Data fokus)
a. Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit kepala
kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba adanya benjolan abnormal
dibagian kepala.
b. Mata
Inspeksi : perhatikan terdapat edema periorbita, eksoftalmus (mata
menonjol), anemis, kesulitan memfokuskan mata dan perhatikan sebaran
alis mata tebal atau tipis

Palpasi : tidak adanya nyeri tekan dan tidak teraba benjolan abnormal
pada kedua mata.
c. Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal pada telinga.
d. Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga meliputi tidak terdapat kotoran pada bagian
luar ataupun dalam telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan pada hidung.
e. Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan lidah klien
bersih. Pada pasien gagal ginjal kronik yaitu stomatitis dan mulut seperti
bau amonia.
Palpasi : tidak ada masalah.
f. Leher
Inspeksi : leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan pembesaran
vena jugularis.
g. Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk
dada tidak ada masalah, pergerakan nafas normal, krepitasi dan dilihat saat
dilakukan perkusi (bunyi perkusi sonor). pada pemeriksaan jantung
meliputi bunyi jantung, irama jantung dan bising jantung.
h. Abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, bentuk perut, gerakan dinding perut dan
keadaan umbilikus serta adanya massa atau pembengkakan. Pada kasus
gagal ginjal kronik umumnya kulit mengkilap dan tegang yang
mengindikasikan retensi cairan atau asites, distensi kandung kemih dan
pembesaran ginjal.

Palpasi: ketegangan otot, nyeri tekan pada bagian perut terasa tergantung
dengan perlukaan pada lambung, massa, keadaan hati, lien, ginjal,
pemeriksaan ascites dan ketok ginjal.
Perkusi: tanda pembesaran organ, adanya udara dan cairan bebas,
penentuan batas dan tanda pembesaran hati.
Auskultasi : bising dan peristaltik usus, bunyi gerakan cairan, dan
bising pembuluh darah.
i. Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah mengenai bentuk,ukuran,
kesimetrisan otot, kontraktur, tremor, tonus, kekuatan otot, kelainan pada
ekstremitas, deformitas, massa, fraktur, mobilitas atau rentang gerak sendi
serta gaya berjalan pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
j. Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna kulit
normal. Selain itu kaji cacat kulit dan turgor kulit. Pada kasus gagal ginjal
kronik umumnya tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor
kulit pada gagal ginjal kronik merupakan indikasi terjadinya dehidrasi,
edema, indikasi retensi, dan penumpukan cairan.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada klien dengan Gagal Ginjal Kronis adalah (TIM Pokja SDKI, 2017):
1. Hipervolemia berhubungan dengan edema
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2
kejaringan
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
kadar kreatinin dan BUN serum
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, lesu dan anemia
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
proses penyakit, perawatan, dan pengobatan
Intervensi
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil SIKI
Keperawatan (SLKI)
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 Manajemen Hipervolemia
jam, diharapkan keseimbangan cairan membaik dengan I.03114 Observasi
kriteria hasil: 1. Periksa tanda gejala hipervolemia
Keseimbangan cairan L.05020 (edema, JVP.CVP meningkat, dan
Skala suara napas bantuan
Indikator Keterangan skala 2. Monitor TTV
Awal Akhir
Edema 2 5 1.Memburuk 3. Monitor tanda hemokonsentrasi
Asites 2 5 2. Cukup (kadar natrium, BUN, hematokrit,
memburuk dan berat jenis urine)
3. Sedang 4. Monitor tanda peningkatan tekanan
4. Cukup onkotik plasma (kadar protein dan
membaik albumin meningkat)
5. Membaik Terapeutik
Tekanan darah 2 5 5. Timbang berat badan setiap hari
6. Batasi asupan cairan dan garam
Berat badan 2 5 7. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
Edukasi
8. Anjurkan melaporkan jika BB
bertambah>1kg dalam sehari
Kolaborasi
9. Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik
2. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 Perawatan Sirkulasi I.02079
tidak efektif jam, diharapkan perfusi perifer membaik dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Periksa sirkulasi perifer (edema, nadi,
Perfusi perifer L.05020 warna, dan suhu)
Skala 2. Identifikasi faktor risiko gangguan
Indikator Awal Akhir Keterangan skala sirkulasi (diabtes, dan hipertensi)
Warna kulit pucat 2 5 1. Memburuk 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
Edema perifer 2 5 2. Cukup atau bengkak pada ekstremitas
memburuk Terapeutik
3. Sedang 4. Hindari pemasangan infus atau
4. Cukup pengambilan darah di area
membaik keterbatasan perfusi
5. Membaik Edukasi
Pengisian kapiler 2 5 5. Anjurkan menggunakan obat
penurunan tekanan darah,
Akral 2 5 antikoagulan dan kolesterol
6. Ajarkan program diet untuk
Tekanan darah 2 5 memperbaiki sirkulasi
sistolik
Tekanan darah 2 5
diastolik
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 Perawatan Integritas Kulit I.11353
integritas jam, diharapkan integritas kulit/jaringan membaik dengan Observasi
kulit/jaringan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab gangguan
Integritas kulit dan jaringan L.14125 integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi,
Skala penurunan kelembapan, suhu
Indikator Awal Akhir Keterangan skala lingkungan ekstrem, penurunan
Kerusakan lapisan 2 5 1. Memburuk mobilitas)
kulit 2. Cukup Terapeutik
Nyeri 2 5 memburuk 2. Gunakan produk berbahan petroleum
3. Sedang atau minyak pada kulit kering
4. Cukup 3. Hindari produk berbahan dasar
membaik akholo pada kulit kering
5. Membaik Edukasi
Kemerahan 2 5 4. Anjurkan menggunakan pelembab
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
Suhu kulit 2 5 ekstrem

4. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam, Manajemen energi I.05178
aktivitas diharapkan toleransi terhadap aktivitas pasien meningkat Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Observasi adanya pembatasan pasien
Perawatan diri: aktivitas sehari-hari (ADL) L.11103 dalam melakukan aktifitas
2. Kaji adanya faktor yang
Skala
Indikator Keterangan skala menyebabkan kelelahan
Awal Akhir
3. Monitor pola tidur dan lamanya tidur
Kemudahan dalam 3 5 1. Menurun
atau istirahat pasien
melakukan aktivitas 2. Cukup
Terapeutik
hidup harian menurun
4. Dekatkan barang- barang yang
(Activiteis of Daily 3. Sedang
dibutuhkan pasien
Living ADL) 4. Cukup
Terapi aktivitas
meningkat
5. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
5. Meningkat
aktivitas yang mampu dilakukan
6. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang diinginkan
7. Libatkan keluarga dalam membantu
aktivitas pasien
Edukasi
Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif
5. Defisit Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam, Edukasi Kesehatan I.12383
pengetahuan diharapkan tingkat pengetahuan meningkat dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan
Tingkat Pengetahuan L.12111 kemampuan menerima informasi
Skala 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Indikator Keterangan skala
Awal Akhir meningkkatkan dan menurunkan
Kemampuan 3 5 1. Menurun motivasi perilaku hidup bersih dan
menjelaskan 2. Cukup menurun sehat
pengetahuan 3. Sedang Terapeutik
tentang topik 4. Cukup 3. Sediakan materi dan media
meningkat pendidikan kesehatan
5. Meningkat 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan
Kemampuan 3 5 sesuai kesepakatan
menggambarkan 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
pengalaman Edukasi
sebelumnya 6. Jelaskan faktor resiko yang dapat
yang sesuai mempengaruhi kesehatan
dengan topik
DAFTAR PUSTAKA

Aisara, S., S. Azmi., dan M. Yanni. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 7(1): 42-50

Evelyn, C. E. 2017. Anatomi dan Fisiologi untuk Medis. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama

Infodantin. 2017. Siatuasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republlik Indonesia

Kamasita, S. E., S. Y. Nurdiana., Y. Hermasnyah., E. Junaidi.,dan M.


Fatekurohman. 2018. Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kinetik Segmen
Ventrikel Kiri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V. Nurseline
Journal. Vol 3(1): 10-19.

Nuari, N. A., dan D. Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Pranandari, R., dan W. Supadmi. 2015. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Di
Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Vol 11(2): 316-320

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Rahmawati, F. 2017. Aspek Laboratorium Gagal Ginjal Kronik. Jurnal Ilmiah


Kedokteran Wijaya Kusuma. Vol 6(1): 14-22.

Verdiansah. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CKD-237. Vol 43(2): 148-154.

Anda mungkin juga menyukai