Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

“CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)” RUANG

FLAMBOYAN RSUD Dr. MOH. SALEH PROBOLINGGO

Disusun Oleh :

LIA BARKATUR ROHMANIYAH

(14201.10.18.018)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

GENGGONG – PROBOLINGGO

2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
“CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)” DI RUANG
FLAMBOYAN RSUD Dr.SALEH KOTA PROBOLINGGO

Disusun Oleh :
Nama : LIA BARKATUR ROHMANIYAH

NIM : 14201.10.18018
Semester/ Program Studi : VI / Sarjana Keperawatan
Ruangan :FLAMBOYAN
Laporan Pendahuluan disetujui dan disahkan pada
: Hari :
Tanggal :
Mahasiswa,

Lia Bakatur Rohmaniyah

Pembimbing Praktik/CI Pembimbing Akademik

. .

Mengetahui,

Kepala Ruangan

.
I. ANATOMI FISIOLOGI

(Marieb & Hoen, 2015)

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada


dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra
T12 hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena
besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan
yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah
adiposa dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapisan jaringan ini
berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora
dan Derrickson, 2011) dalam (Annisa, 2018).
Ginjal adalah organ penting yang memiliki peran cukup besar dalam
pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi
ginjal yaitu sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah,
pengatur keseimbangan asam basa darah dan pengatur eksresi bahan
buangan atau kelebihan garam . Proses pengaturan kebutuhan
keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian glomerulus sebagai
penyaring cairan. Cairan yang tersaring kemudian mengalir melalui
tubulus renalis yang sel – selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan
(Damayanti, 2015) dalam (Annisa, 2018).
Ginjal yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan penyakit
gagal ginjal. Gagal ginjal ( renal atau kidney failure ) adalah kasus
penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun
kronik (menahun). Gagal ginjal akut apabila terjadi penurunan fungsi
ginjal berlangsung secara tiba- tiba, tetapi kemudian dapat kembali normal
setelah penyebabnya dapat segera diatasi. Sedangkan gagal ginjal kronik
gejalanya muncul secara bertahap, biasanya tidak menimbulkan gejala
awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal tersebut tidak dirasakan
dan berlanjut hingga tahap parah (Sherwood, 2018).
Berikut struktur ginjal beserta fungsinya, yaitu:
1. Calyces : bagian awal dan terbesar dari pelvis renalis. Bagian ini
terdiri dari ruang-ruang yang di sebut major calyx dan cabang-
cabang lebih kecil (minor calyx). Pada calyces ini terdapat mangkuk
kecil yang berfungsi menerima urine dari area filtrasi ginjal (nefron)
2. Renal artery : merupakan cabang lurus dibagian kanan dan kiri dari
sisi anterolateral aorta abdominalis. Percabangan arteri renalis yang
normal pada manusia dimulai dari aorta abdominalis yang terletak
dibawah dari arteri mesenterika superior. Berfungsi untuk membawa
darah ke dalam ginjal untuk di saring di glomerulus.
3. Renal pelvis : adalah ruang berbentuk corong yang terletak didalam
ginjal dan berperan penting dalam proses pengumpulan dan
pembuangan urine.
4. Renal vein : berfungsi membawa darah keluar dari ginjal menuju
vena cava inferior kemudian kembali ke jantung.
5. Medulla : merupakan jaringan halus yang terdapat di dalam ginjal.
Struktur medulla terdiri atas piramida ginjal yang meliputi nefron
dan tubulus, serta saluran medulla. Yang berfungsi mengangkut
cairan yang masuk dan mengeluarkan urine dari ginjal.
6. Cortex : merupakan bagian ginjal yang paling luar, bagian ini
dikelilingi oleh lapisan jaringan lemak yang berfungsi sebagai
pelindung bagian dalam ginjal.
7. Ureter : berfungsi untuk mengantar urine dari ginjal menuju kantung
kemih
II. DEFINISI PENYAKIT
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) atau sering disebut
dengan CKD (Chronic Kidney Desease) adalah gangguan fungsi pada
ginjal yang bersifat progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh
tidak mampu memelihara metabolisme, keseimbangan cairan, dan
elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum (Purwanto, 2016) dalam
(Riana, 2021).
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi penggantian ginjal yang tepat berupa transplantasi
ginjal atau dialisis (Setiati, 2014) dalam (Vanni, 2021).
Menurut Diyono & Sri (2019), gagal ginjal kronis adalah
kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan azotemia (retensi urea dansampah nitrogen lain
dalam darah). Penyakit ini juga dikenal dengan penyakit ginjal tahap akhir
(End Stage Renal Desease).
Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronik Kidney Disease (CKD)
merupakan perburukan fungsi ginjal yang lambat, progresif dan
irreversible yang menyebabakan ketidak mampuan ginjal untuk
membuang produk sisa dan mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektroloit, dan ditandai dengan GFR kurang dari 60ml/menit per 1,73 m3
selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.(Diyono &
Sri, 2019).
Kriteria penyakit gagal ginjal kronik adalah terjadi kerusakan
ginjal lebih dari 3 bulan baik secara struktural atau fungsional dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi kelainan
patologis dan terdapat tanda kelainan ginjal baik dalam komposisi darah
atau urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test), LFG < 60
ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Saat faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal mengakibatkan
pengobatan konservatif tidak dapat memberi pertolongan yang diharapkan
lagi (Suwitra, 2009) dalman (Annisa, 2018).

III. ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik sering menjadi komplikasi dari penyakit


lainnya sehingga menjadi penyakit sekunder (secondary illness), yang
paling sering yaitu diabetes dan hipertensi. Penyebab lain dari gagal ginjal
kronik yaitu penyakit ginjal bagian dalam diantaranya penyakit dalam
saringan (glomerulus) seperti glomerulonefritis, infeksi kuman seperti
ureritis dan pyelonefritis, batu ginjal seperti nefrolitiasis, kista pada ginjal,
dan penyumbatan seperti tumor, batu, penyempitan/stuktur. Dan untuk
penyakit ginjal bagian luar diantaranya penyakit sistematik (kolesterol,
diabetes, dan hipertensi), dysipidemia, preklamsia, obat obatan, dan
kehilangan cairan yang mendadak (luka bakar). (Basuki, 2019).

Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti


glomerolunefritis akut, gagal ginjal akut, penyakit ginjal polikistik,
nefrotoksin, dan penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus, hipertensi,
lupus eritematosus, poliartritis, penyakit sel sabit, serta amyloidosis.

a. Hipertensi
Tekanan darah tinggi membuat pembuluh darah bekerja
terlalu keras karena aliran darah yang terlalu kuat. Kondisi ini
dapat menyebabkan pembuluh darah rusak termasuk pembuluh
darah yang ada pada bagian ginjal. Arteri besar dan pembuluh
darah kecil menuju ginjal dapat rusak. Kemudian secara perlahan
ginjal mengalami penurunan fungsi dan menyebabkan banyak
cairan limbah yang menumpuk pada ginjal.
Hypertesi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan
perubahan-perubahan struktur pada arteriol diseluruh tubuh,
ditandai dengan fibrosis dan sklerosis dinding pembuluh darah.
Sasaran utama adalah organ jantung, otak, ginjal, dan mata.
Arterosklerosis pada ginjal akibat hypertensi lama dapat
menyebabkan nefrosklerosis benigna. Penyumbatan arteri dan
srteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi
tubulus, sehingga mengakibatkan seluruh nefron rusak.
Hypertensi merupakan salah satu faktor risiko meningkatkan
kematian pada pasien CKD yang mengalami hemodialise. Naiknya
tekanan darah diambang batas normal bisa merupakan salah satu
gejala munculnya penyakit pada ginjal. Beberapa gejala-gejala lain
seperti berkurangnya produksi urin, sulit berkemih, edema
(penimbunan cairan) dan peningkatan frekuensi berkemih.

b. Diabetus Militus (DM)


Ketika tubuh memiliki kadar gula yang terlalu tinggi atau
lebih sering disebut dengan kondisi diabetus militus (DM), maka
akan menyebabkan ginjal bekerja terlalu keras. Ginjal akan
menyerap darah dalam jumlah yang lebih tinggi sehingga
menyebabkan pembuluh darah yang bertugas menyaring darah bisa
bekerja terlalu banyak. Kemudian setelah beberapa lama ginjal
tidak mampu menyaring semua bagian limbah dari darah dan
menyebabkan kebocoran. Akibatnya maka urin mengandung
protein yang seharusnya tinggal dalam tubuh. Ginjal akan
kehilangan fungsinya dengan ditandai penemuan protein tinggi
dalam urin.
Penyakit DM adalah penyebab tunggal ESRD, sekitar 30%-
40% dari semua kasus. DM menyerang struktur dan fungsi ginjal
dalam bentuk nefropati diabitic. Riwayat perjalanan nefropati
diabetikum dari awitan hingga terjadi ESRD dapat dibagi:
 Stadium 1: Perubahan fungsional dini, ditandai dengan
hipertrofi dan hiperfentilasi ginjal, yang mengakibatkan terjadi
peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak faktor seperti
kadar gula dalam darah tinggi, glucagon yang abnormal pada
pertumbuhan, efek renin, angiotension II dan prostaglandin
 Stadium 2: Perubahan struktur dini, ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus
 Stadium 3: Nefropati insipient
 Stadium 4: Nefropati klinis atau menetap
 Stadium 5: Insufisiensi atau gagal ginjal progresif.

c. Serangan Jantung
Ketika penderita mengalami serangan jantung maka aliran
darah yang menuju jantung akan mengalami masalah atau bahkan
ginjal tidak menerima darah dari jantung. Jika kondisi ini terus
terjadi maka ginjal tidak dapat berfungsi dan terjadi penumpukan
aliran limbah pada.

d. Penyakit Ginjal Polikistik


Penyakit ginjal polikistik dapat menyebabkan kerusakan
kemampuan ginjal karena banyaknya zat racun yang harus disaring
oleh ginjal. Penyakit ini secara perlahan akan menyebabkan ginjal
tidak berfungsi sehingga pada tahap akhir dapat menyebabkan
gagal ginjal. Penyakit ini sering ditemukan pada usia lanjut sekitar
umur 55 tahun.
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan
menghancurkan parekrin ginjal normal sehingga ginjal akan
menjadi rusak.
e. Glomerulonefritis
Penyakit ini menyebabkan peradangan pada bagian
penyaringan di ginjal yang menyerang bagian nefron. Peradangan
ini menyebabkan banyak kotoran dari sisa metabolisme yang
seharusnya keluar tapi hanya menumpuk di bagian ginjal. Penyakit
ini bisa menjadi faktor penyebab gagal ginjal dalam waktu yang
sangat cepat.
f. Pielonefritis
Piolonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal.
Pielonefritis dapat berakibat akut atau kronik. Pielonefritis ini bisa
juga terjadi melalui infeksi hematogen. Bila infeksi sudah terjadi
berulang-ulang maka akan terjadi kerusakan pada ginjal yang
mengakibatkan GGK. Penyakit ini biasanya terjadi oleh karena
adanya batu pada ginjal, obstruksi atau refluks vesiko ureter.
g. Obat-obatan
Kebiasaan mengkomsumsi berbagai jenis obat-obatan yang
mengandung bahan lithium dan siklosporin dapat memicu
terjadinya gagal ginjal. Hal ini desebabkan karena ginjal bekerja
terlalu keras untuk menyaring semua limbah yang dihasilkan dari
sisa-sisa obat dalam tubuh.
h. Pola hidup
Berbagai penelitian mengemukakan bahwa merokok,
minuman beralkohol, sering mengkonsumsi daging merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya gagal ginjal kronik. Dimana
berbagai bahan kimia yang terdapat dalam rokok dan diserap tubuh
dapat menyebabkan penurunan laju GFR.

IV. MANIFESTASI KLINIS


Menurut Bagus (2021), manifestasi klinik gagal ginjal kronik
yaitu: hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas renin -
angiostensin - aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebih), perikarditis (akibat iritasi pada lapisan kardial
oleh toksik, pruritus, anoreksia, mual, muntah, cegukan, penurunan
kesadaran, dan tidak bisa berkonsentrasi), dan biasanya terjadi edema pada
tubuh karena penumpukan cairan.
1. Manifestasi klinik dari gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
Gangguan kardiovaskuler, yaitu hipertensi, nyeri dada, sesak napas
akibat perikarditis, gagal jantung akibat penimbunan cairan, dan
gangguan irama jatung.
2. Gangguan pulmober, yaitu nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan
sputum yang kental.
3. Gangguan gastrointestinal, yaitu anoreksia, nausea, pendarahan
saluran gastrointestinal, ilserasi dan pendarahan mulut, nafas bau
amonia, dan fomitus berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus.
4. Gangguan muskuloskeletal, yaitu burning feet sindrom (rasa
kesemutan dan terbakar terutama pada telapak kaki), tremor,
miopati (kelemahan dan hipertropi pada otot ekstremitas), dan
resiles leg sindrom (pegal pada kaki sehingga selalu digerakkan).
5. Gangguan integumen, yaitu kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom (hasil pemecahan
hemoglobin dan yang membuat warna urin), gatal–gatal akibat
toksik, dan kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrin, yaitu gangguan seksual akibat libido ertilitas
dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan
metabolik glukosa, dan gangguan metabolik lemak dan vit. D
Gangguan perkemihan, yaitu penurunan fungsi glomerulus,
biasanya retensi garam dan air namun dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipokalsemia,
proteinuria, dan terjadi dysuria ataupun anuria.
7. Gangguan hematologi, yaitu anemia yang disebabkan karena
kurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis
pada sum-sum tulang belakang, dapat juga terjadi gangguan fungsi
trombosis (Darmawan, 2020).
V. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
a. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar
kreatinin serum normal dan penderitaasimptomatik.
b. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan
telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin
serum meningkat.
c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Dalam Annisa (2018), K/DOQI merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :

a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria


persisten dan LFG yang masihnormal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73m2
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2
e. Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal
VI. PATOFISIOLOGI
Pada awalnya keseimbangan cairan, cara menangani garam dan
penimbunan toksik atau zat-zat sisa metabolisme masih bermacam-macam
dan sangat bergantung pada cara kerja bagian ginjal yang sakit. Sampai
dengan fungsi ginjal menurun hingga 25% dari batas normal, manifestasi
klinis dari gagal ginjal kronik mungkin sangat kecil karena nefron-nefron
yang masih sehat dapat mengambil alih fungsi nefron lainnya yang
mengalami kerusakan . nefron yang tersisa akan mengalami peningkatan
yang sangat cepat pada filtrasi, reabsorbsi dan pada sekresinya serta akan
mengalami hipertrofi. Karena semakin banyaknya nefron yang sudah mati
maka nefron yang masih mampu bekerja dengan baik akan mengalami
beban kerja yang lebih bera, sehingga lama- kelamaan nefron-nefron
tersebut akan ikut rusak kemudian akan mati dengan sendirinya .
Pada saat terjadinya kegagalan pada ginjal sebagian nefron yaitu
glomerulus dan tubulus tetap utuh sedangkan nefron yang lain akan rusak .
nefron-nefron yang masih utuh akan memproduksi volume dari filtrasi
yang meningkat disertai dengan reabsorbsi walaupun dalam keadaan
penurunan daya saring. Metode adaptif ini akan memungkinkan ginjal
tetap berfungsi hampir seluruhnya dari nefron yang rusak. Selanjutnya
karena bertambahnya jumlah dari nefron yang rusak maka gejala-gejala
pada pasien akan menjadi lebih jelas dan terlebih akan muncul gejalagejala
khas dari gagal ginjal apabila kira-kira kerja dari fungsi ginjal hilang 80-
90%. Pada saat itu fungsi dari renal yang menghasilkan kreatinin akan
turun hingga 15 ml/menit atau bahkan bisa lebih rendah daripada itu.
Fungsi renal yang menurun, hasil akhir dari metabolism protein
yang dari normalnya di ekskresikan ke dalam urin akhirnya tertimbun oleh
darah. Terjadi uremia dan akan mempengaruhi setiap system dari tubuh.
Semakin banyak timbunan dari toksik maka kerja akan semakin berat.
Pasien memperlihatan gejala yang lebih klinis dari uremia seperti anemia,
tekanan darah yang meningkat, terjadinya gangguan fosfor dan kalsium,
mual, muntah dan sebagainya. Pasien juga akan lebih mudah terkena
infeksi seperti infeksi pada saluran cerna dan saluran pernafasan. Selain itu
juga akan terjadi gangguan pada keseimbangan air seperti hipervolumia
atau hypervolemia. Gangguan keseimbangan pada elektrolit biasanya
terjadi pada natrium dan kalium.
VII. PATHWAY
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Syamsiah (2011) dalam Pebriana (2020), ada beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien Gagal Ginjal Kronik,
antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian pasien dengan GGK yang sudah mengalami gangguan
yang serius dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Seperti
kadar serum sodium/natrium atau kalium. pH, kadar serum fosfor,
kadar Hb , Hematokrit ,kadar urea nitrogen dalam darah, dan
serum kreatinin. Pada stadium dua, analisa urin dapat dijadikan
untuk data penunjang dan sebagai indicator untuk melihat kelainan
dari fungsi ginjal, batas kreatinin. Analisa urin dapat dilakukan
pada stadium gagal ginjal yang dijumpai produksi urin yang tidak
normal. Pada penderita gagal ginjal yang pregresif dapat terjadi
output urin yang kurang dan frekuensi urin yang menurun, monitor
dari kadar BUN dan kadar kreatinin sangat penting bagi penderita
gagal ginjal kronik. Urea nitrogen adalah produk akhir dari
metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada
pasien gagal ginjal kronik, antara lain:
a) Flat-flat radiografi keadaan ginjal, ureter dan vesika
urinaria untuk mengidentifikasi bentuk,ukuran, posisi serta
klasifikasi dari ginjal. Pada keadaan ini mungkin dapat
ditemukan bahwa ginjal mengecil dikarenakan adanya
proses infeksi.
b) Computer tomography scan yang dapat digunakan untuk
melihat secara jelas bagaimana anatomi ginjal yang
penggunaannya dapat dengan memakai kontras.
c) Intervenous pyelography yang digunakan untuk
mengevaluasi keadaan dan fungsi ginjal dengan memakai
kontras. Biasanya di gunakan pada kasus gangguan ginjal
yang disebabkan karena
IX. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua
tahap yaitu dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal.
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhankeluhan akibat
akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara
optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa
tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet
pada pasien gagal ginjal kronis. (Hardinsyah, 2017).
Terapi pengganti ginjal saat ini yang biasa dilakukan adalah
dialisis atau transplantasi ginjal. Pasien dialisis dibagi menjadi dua
kelompok yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis (Hardinsyah,
2017).
Penyakit gagal ginjal kronis adalah penyakit dengan
penurunan fungsi ginjal yang telah berlangsung lama dan
umumnya tidak dapat pulih. Apabila penurunan fungsi ginjal sudah
mencapai stadium akhir dan ginjal tidak berfungsi lagi, diperlukan
cara untuk membuang zat-zat racun dari tubuh, yaitu dengan
hemodialisis (HD) (Susetyowati; dkk, 2019).
Hemodialisa adalah dialisis dengan menggunakan mesin
dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada hemodialisa,
darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser.
Di dalam mesin dialiser darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu dialirkan kembali dalam tubuh. Di
Indonesia umumnya dilakukan dua kali seminggu dan waktu setiap
kali hemodialisis selama lima jam (Hardinsyah, 2017).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Di samping dapat mengeluarkan zat-zat toksik dan
kelebihan cairan, proses hemodialisis juga dapat membuang zat-zat
gizi yang masih diperlukan tubuh, di antaranya protein, glukosa,
dan vitamin larut air. Padahal, kehilangan zat-zat gizi ini, terutama
protein, bila tidak ditanggulangi dengan baik akan menyebabkan
gangguan status gizi (Susetyowati; dkk, 2019).
Bagi pasien yang telah menjalani HD rutin, dapat makan
lebih bebas. Tetapi, bukan berati diet tidak diperlukan, karena
pengaturan makanan bertujuan agar kenaikan hasil sisa
metabolisme protein tidak berlebihan pada waktu antara dialisis,
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memenuhi
kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi (Susetyowati; dkk, 2019).
Diet Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis. Tujuan
Diet antara lain sebagai berikut :
a) Mencegah defisiensi zat gizi dengan cara memenuhi
kebutuhan zat gizi
b) Mempertahankan dan memperbaiki status gizi agar pasien
dapat melakukan aktivitas normal sehingga mempunyai
kualitas hidup baik.
c) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
d) Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak
berlebihan.

X. KOMPLIKASI

Menurut (Isroin, 2016) dalam Firsta (2020), komplikasi Gagal


Ginjal Kronik terdiri dari

1. Hiperkalemi
Terjadi karena adanya penurunan katabolisme, ekskresi, asidosis
metabolik serta masukan diit yang berlebihan.
2. Perikarditis
Terjadi karena adanya efusi pericarditis serta tamponade jantung
yang mengakibatkan retensi produksi sampah uremik serta dialysis
tidak adekuat.
3. Hipertensi
Terjadi karena adanya retensi cairan dalam natrium dan malfungsi
sistem renin angiotensin, serta aldosteron.
4. Anemia
Terjadi karena adanya penurunan eritropoetin, penurunan rentang
usia sel darah merah, hingga perdarahan gastrointestinal akibat dari
iritasi.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic yang disebabkan oleh
retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah.

XI. ASKEP TEORI


A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. Data yang dikumpulkan dalam pengkajian
ini meliputi bio-psiko-sosial-spiritual.
1. Identitas
Diisi identitas klien dan identitas penanggung jawab.
Berupa nama klien, nama penanggung jawab, alamat, nomer
register, agama, pendidikan, tanggal masuk dan diagnose
medis.
2. Usia
Prevalensi penderita meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur
25-34.
3. Jenis kelamin
Prevalensi penderita gagal ginjal lebih banyak pada
laki-laki dari pada perempuan.
4. Keluhan utama
Kelebihan volume cairan pada ekstermitas, anasarka,
sesak, kejang, hipertensi, lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah, nafas pendek, dyspnea, takipnea.
5. Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Sitifa Aisarah dkk (2018), pada pasien gagal
ginjal kronis biasanya terjadi Oliguria yaitu penurunan intake
output yang disebabkan oleh terganggunya fungsi ginjal
untuk mempertahankan homestasis cairan tubuh dengan
control volume cair, sehingga cairan menumpuk dalam tubuh.
Terjadi pembengkakan kaki/edema perifer pada pasien yang
merupakan akibat dari penumpukan cairan karena
berkurangnya tekanan osmotic plasma dan retensi Natrium
dan air. Hampir 30% gagal ginjal kronik disebabkan oleh
hipertensi dan prefalensi hipertensi pada pasien baru gagal
ginjal kronik adalah lenih dari 85%.
6. Riwayat kesehatan dahulu
a) DM
DM tingkat lanjut menyebabkan komplikasi
gangguan kesehatan berupa GGK yang menyebabkan
komplikasi gangguan regulasi cairan dan elektrolit
yang memicu terjadinya kondisi overload cairan pada
penderita
b) Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab dari end stage
renal disease atau ggal ginjal pada tahap akhir. Data
dari USRD (2019), 51-63% dari seluruh penderita
CKD mempunyaia hipertensi
c) Kaji penggunaan obat analgesic (Arianti & sudianti,
2017)
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena penyebab gagal ginjal bisa dari
DM/hipertensi, maka kaji apakah keluarga memiliki riwayat
penyakit tersebut.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Hipertensi; tekanan darah pada nilai 130/80 mmHg
atau lebih, lemah, kelelahan.
2. Head to toe
a) Pemeriksaan wajah dan mata
Edema, edema periorbitalred eye syndrome
akibat penimbunan atau deposit garam kalsium pada
konjungtiva. Konjungtiva anemis (Aisara dkk,2018).
b) Pemeriksaan mulut dan faring
Ulserasi di mulut dan perdarahan, metallic
taste, nafas bau amonia, cegukan.
c) Pemeriksaan leher
Engorged neck veins .
d) Pemeriksaan paru
Crackles, depressed cough reflex, thick
tenacious sputum, pleuritic pain, nafas pendek,
takipnea, kussmaul, uremic pneumonitis.
e) Pemeriksaan abdomen
Edema, perdarahan dari jalur GI.
f) Sistem perkemihan
Oliguri, anuria, nokturia dan proteinuria.
Proteinuria menyebabkan kurangnya jenis protein
dalam tubuh, salah satunya adalah albumin.
g) Pemeriksaan integument
Warna kulit abu sampai bronze, kulit kering,
pruritus, ekimosis, purpura, kuku rapuh dan tipis,
rambut kasar,odema anasarka. Pitting odema berada
pada derajat derajat II : kedalaman 3-5mm dengan
waktu kembali 5 detik.
h) Pemeriksaan anggota gerak
Kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang, patah
tulang, foot drop edema pada ekstremitas.
i) Pemeriksaan status neuro
Lemah, kelelahan, bingung, tidak dapat
konsentrasi, disorientasi, tremor, seizures, asterixis,
restlessness of legs, burning of soles of feet, behavior
changes.
j) Pemeriksaan sistem reproduksi
Infertil, amenore, testicular atrophy, libido
berkurang, kram otot.

C. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1. Nutrisi
Makan Minum
Anoreksi, Nausea, Vomiting Kurang dari 2 liter/hari
Diet renda garam

2. Eliminasi BAK& BAB


Eliminasi BAK Eliminasi BAB
Oliguria; pengeluaran atau Konstipasi atau diare
output urine <400
ml/kg/hari (Aisara dkk,
2018)
3. Istirahat
Terjadi gangguan pola tidur pada malam hari karena
sering berkemih.
4. Aktivitas
Lemah, kelelahan.
D. Diagnosa
1. (D.0022) Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan dan
gangguan mekanisme regulasi
2. (D.0056) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
3. (D.0011) Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan
frekuensi jantung
4. (D.0019) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan
makanan
5. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya
napas dan deformitas dinding dada.

E. Intervensi
Diagnosa
No. Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Yang Mungkin Kriteria Hasil Keperawatan
Muncul
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
(D.0022) intervensi dalam (I.03114)
1x24 jam, masalah Observasi
hipervolemia diatasi 1. Periksa tanda dan
dengan kriteria hasil gejala hypervolemia
sebagai berikut : 2. Identifikasi penyebab
Keseimbangan Hipervolemia
cairan (L.03020) 3. Monitor status
1. Asupan cairan hemodinamik
meningkat 4. Monitor efek samping
2. Haluaran urin diuretic
meningkat Terapeutik
3. Kelembapan 1. Timbang berat badan
membrane setiap hari pada waktu
mukosa yang sama
meningkat 2. Batasi asupan cairan
4. Edema menurun dan garam
5. Dehidrasi Edukasi
menurun 1. Ajarkan cara
6. Tekanan dsarah mengukur dan
membaik mencatat asupan dan
7. Denyut nadi haluaran cairan
radial membaik 2. Ajarkan cara
8. Membrane membatasi cairan
mukosa Kaloborasi
membaik 1. Kolaborasi pemberian
9. Mata cekung diuretic
membaik 2. Kolaborasi
10. Turgor kulit penggantian
membaik kehilangan kalium
akibat diuretic

2. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi


aktivitas intervensi dalam (I.05178)
(D.0056) 1x24 jam, masalah Observasi
intoleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan
diatasi dengan fungsi tubuh yang
kriteria hasil sebagai mengakibatkan
berikut : kelelahan
Toleransi Aktivitas 2. Monitor lokasi dan
(L.05047) ketidaknyamanan
1. Frekuensi nadi selama melakukan
meningkat aktivitas
2. Keluhan lelah Terapeutik
menurun 1. Sediakan lingkungan
3. Dispnea saat nyaman dan rendah
aktivitas stimulus
4. Dyspnea setelah 2. Berikan aktivitas
aktivitas distraksi yang
menenangkan
Edukasi
1. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
2. Anjurkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.

3. Resiko Setelah dilakukan Perawatan Jantung


penurunan curah intervensi dalam (I.02075)
jantung 1x24 jam, masalah Observasi
(D.0011) resiko penurunan 1. Identifikasi
curah jantung tanda/gejala primer
diatasi dengan penurunan curah
kriteria hasil sebagai jantung (meliputi
berikut : dispnea, kelelahan,
Curah Jantung edema,ortopnea,
(L.02008) paroxysmal noctural
1. Kekuatan nadi dyspnea, peningkatan
perifer CVP)
meningkat 2. Identifikasi
2. Ejection tanda/gejala sekunder
fraction (EF) penurunan curah
meningkat jantung (meliputi
3. Lelah menurun peningkatan berat
4. Edema menurun badan, hepatomegali,
distensi vena
jugularis, palpitasi,
basah, oliguria, batuk,
kulitpucat)
3. Monitor tekanan
darah (termasuk
tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
4. Monitor keluhan nyeri
dada (mis. intensitas,
lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang
mengurangi nyeri)
Terapeutik
1. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya
hidup sehat
2. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
stres, jika perlu
3. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


. (D.0019) intervensi dalam (I.03119)
1x24 jam, masalah Observasi
defisit nutrisi diatasi 1. Identifikasi status
dengan kriteria hasil nutrisi
sebagai berikut : 2. Identifikasi alergi
Status Nutrisi dan intoleransi
(L.03030) makanan
1. Porsi makanan 3. Identifikasi makanan
yang dihabiskan yang disukai
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
2. Kekuatan otot kalori dan jenis
pengunyah nutrien
meningkat 5. Identifikasi
3. Perasaan cepat perlunya
kenyang penggunaan selang
menurun nasogastrik
4. Nyeri abdomen 6. Monitor asupan
menurun makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
piramida makanan)
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
5 Pola Napas Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
. Tidak Efektif intervensi dalam (I.01014)
(D.0005) 1x24 jam, masalah Observasi
pola napas tidak 1. Monitor frekuensi,
efektif diatasi irama, kedalaman dan
dengan kriteria hasil upaya napas
sebagai berikut : 2. Monitor pola napas
Pola Napas 3. Palpasi kesimetrisan
(L.01004) ekspansi paru
1. Kapasitas vital 4. Monitor saturasi
meningkat oksigen
2. Tekanan 5. Monitor nilai AGD
ekspirasi 6. Monitor hasil X-Ray
meningkat Thoraks
3. Tekanan Terapeutik
inspirasi 1. Atur interval
meningkat pemantauan respirasi
4. Dipsnea sesuai kondisi pasien
menurun 2. Dokumentasi hasil
5. Frekuensi napas pemantauan
membaik Edukasi
6. Kedalaman 3. Jelaskan tujuan dan
napas membaik prosedur pemantauan
4. Dokumentasikan hasil
pemantauan
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, T. (2020) Penatalaksanaan Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien Gagal


Ginjal Kronik Denganhemodialisis Dan Penyakit Jantung Koroner Di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020 (Doctoral
Dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).

Bagus (2021) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman.

Detty (2018) Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Chronik Kidney


Disease (CKD) Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Daerah
Liunkendage

Divanda, dkk (2019) Asuhan Gizi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rumah
Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. Diss. Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta

Diyono & Sri (2019) Buku Keperawatan Medikal Bedah Sistem Urologi. Andi
Offset.
Manggasa (2021) Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Diagnosis Medis
Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah
Tarakan.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Saktiana, dkk (2020). Tanda & Gejala Klinis Penderita Gagal Ginjal Kronik
Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Kurang Dari 3 Bulan. Skripsi Hal-7.
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahunan.. Jurnal Ilmiah
Sesebanua, 2(2). Hlm. 100 – 114
Sherwood, Lauralee (2018) Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem Edisi 9.
Jakarta: EGC Buku Kedokteran

Utami, dkk (2018) Prevalensi Dan Komplikasi Pada Penderita Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar

Vanni (2021) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis (Doctoral Dissertation, Universitas Kusuma
Husada Sura

Anda mungkin juga menyukai