Anda di halaman 1dari 7

Konsep EBN dalam Pembuatan Keputusan Klinik: Preferensi Pasien, Perspektif

Interprofesional, dan Sumber Daya Lainnya sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Klinis

1. Pendahuluan dan Konsep EBN

Pembuatan keputusan klinik merupakan salah satu aspek kritis dalam pelayanan
kesehatan modern. Untuk memastikan keputusan yang optimal, berbagai pendekatan telah
dikembangkan, dan Evidence-Based Nursing (EBN) adalah suatu konsep yang mendasar dalam
proses ini. EBN mengintegrasikan bukti ilmiah, preferensi pasien, dan perspektif
interprofesional, serta sumber daya lainnya untuk membentuk dasar pengambilan keputusan
klinis yang efektif. Makalah ini akan membahas konsep EBN dengan fokus pada bagaimana
preferensi pasien, perspektif interprofesional, dan sumber daya lainnya memainkan peran kunci
dalam pembuatan keputusan klinik.

EBN adalah suatu pendekatan yang didasarkan pada integrasi bukti ilmiah terbaik,
keterampilan klinis profesional, dan nilai-nilai pasien dalam proses pengambilan keputusan
klinik. EBN mendorong praktisi kesehatan untuk mengakses, mengevaluasi, dan menerapkan
bukti ilmiah terkini dalam praktek klinis mereka. Hal ini membantu memastikan bahwa
keputusan yang diambil didasarkan pada pengetahuan terkini dan bukti-bukti yang sahih.

2. Preferensi Pasien dalam Keputusan Klinik

Preferensi pasien merupakan elemen kunci dalam konsep EBN. Menghormati dan
memahami preferensi pasien tidak hanya merupakan aspek etis dari pelayanan kesehatan, tetapi
juga mendukung keputusan klinik yang lebih baik. Dalam konteks ini, komunikasi yang efektif
antara profesional kesehatan dan pasien menjadi krusial. Preferensi pasien mencakup nilai-nilai,
keyakinan, dan harapan mereka terhadap perawatan. Integrasi preferensi pasien membantu
menciptakan rencana perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien,
meningkatkan kepatuhan pasien, dan memperkuat hubungan pasien-profesional.

Berikut ini adalah beberapa aspek yang dapat memengaruhi preferensi pasien dalam
keputusan klinik:

a. Kualitas Pelayanan
Pasien mungkin memiliki preferensi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh
suatu klinik. Ini dapat mencakup kemudahan dalam mendapatkan janji, waktu tunggu yang
minimal, dan komunikasi yang efektif antara pasien dan tenaga kesehatan.

b. Pengalaman Pribadi

Pengalaman pasien sebelumnya dengan klinik atau dokter tertentu dapat mempengaruhi
preferensinya. Pengalaman positif, seperti perawatan yang efektif dan ramah, dapat membuat
pasien lebih cenderung memilih kembali klinik tersebut.

c. Reputasi Klinik

Reputasi klinik dalam masyarakat atau berdasarkan ulasan online dapat memainkan peran
penting dalam keputusan pasien. Klinik yang dianggap memiliki reputasi baik dalam
memberikan perawatan berkualitas lebih mungkin dipilih.

d. Biaya dan Asuransi

Faktor keuangan, termasuk biaya perawatan dan kebijakan asuransi, dapat memengaruhi
preferensi pasien. Beberapa pasien mungkin lebih memilih klinik yang menawarkan biaya yang
terjangkau atau menerima asuransi kesehatan tertentu.

e. Lokasi

Lokasi klinik juga dapat menjadi pertimbangan penting. Pasien mungkin lebih memilih
klinik yang dekat dengan tempat tinggal atau tempat kerja mereka, terutama jika perlu
menghadiri janji secara teratur.

f. Informasi dan Edukasi

Pengetahuan dan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada pasien dapat
mempengaruhi preferensi mereka. Pasien yang merasa lebih teredukasi tentang opsi perawatan
mungkin lebih cenderung membuat keputusan yang informan.

g. Nilai dan Preferensi Pribadi


Nilai-nilai pribadi pasien, termasuk preferensi terhadap jenis perawatan tertentu atau
pendekatan holistik, dapat menjadi faktor yang signifikan dalam keputusan klinik.

3. Perspektif Interprofesional dalam Keputusan Klinik

Perspektif interprofesional menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai


profesional kesehatan dalam pengambilan keputusan klinik. Tim interprofesional yang
terkoordinasi dengan baik dapat mengoptimalkan pemahaman terhadap kondisi pasien dan
menyatukan pengetahuan dan keahlian masing-masing anggota tim. Melalui kolaborasi ini,
keputusan klinik dapat mencakup perspektif yang komprehensif dan integratif, meningkatkan
kualitas perawatan yang diberikan.

Berikut adalah aspek-aspek rinci dari perspektif ini:

a. Komunikasi Efektif:

Kunci utama dari kerja sama interprofesional adalah komunikasi yang efektif. Ini
mencakup berbagi informasi, pendapat, dan saran secara terbuka dan hormat antar anggota tim.
Komunikasi harus jelas, tepat waktu, dan tepat sasaran, memungkinkan setiap anggota tim untuk
memahami rencana perawatan dan tanggapan pasien terhadap terapi.

b. Kerjasama dan Koordinasi Tim:

Setiap anggota tim, yang mungkin termasuk dokter, perawat, farmasis, ahli fisioterapi,
ahli gizi, dan lainnya, berkontribusi dengan keahlian unik mereka. Kerjasama ini memastikan
bahwa semua aspek kesehatan pasien dipertimbangkan, dari pengobatan dan diet hingga
pemulihan fisik dan dukungan psikologis.

c. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Konsensus:

Keputusan klinik diambil berdasarkan konsensus dan diskusi bersama, bukan oleh satu
profesional secara isolasi. Pendekatan ini membantu dalam mengidentifikasi solusi terbaik yang
menggabungkan berbagai perspektif dan keahlian.

d. Menghargai Peran Masing-masing Profesional:


Setiap profesional dihargai untuk keahlian dan pandangannya. Ada pengakuan bahwa
tidak ada satu disiplin yang dapat memenuhi semua kebutuhan kesehatan pasien. Menghargai
peran masing-masing anggota membangun rasa saling percaya dan menghormati, yang penting
untuk kerja tim yang efektif.

e. Pendidikan dan Pembelajaran Berkelanjutan:

Pendidikan interprofesional, baik formal maupun melalui pengalaman bersama di tempat


kerja, sangat penting. Melalui pembelajaran dan latihan bersama, profesional dapat memahami
lebih baik peran dan kontribusi masing-masing anggota tim.

f. Fokus pada Pasien:

Semua keputusan diambil dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik pasien.


Dengan pendekatan interprofesional, pasien mendapatkan manfaat dari penilaian yang lebih
holistik dan terpadu, yang mempertimbangkan semua aspek kesehatan dan kesejahteraan mereka.

g. Adaptasi dan Inovasi:

Tim interprofesional seringkali lebih fleksibel dan adaptif terhadap situasi yang berubah
dan kebutuhan pasien yang beragam. Ini juga membuka jalan untuk inovasi dalam perawatan
kesehatan, karena berbagai perspektif dapat menghasilkan solusi kreatif dan efektif.

4. Sumber Daya Lainnya sebagai Pertimbangan

Selain bukti ilmiah, preferensi pasien, dan perspektif interprofesional, keputusan klinik
juga dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya. Sumber daya ini mencakup berbagai faktor,
dari sumber daya fisik dan materi hingga aspek sosial-ekonomi dan budaya. Berikut adalah
penjelasan lebih rinci mengenai sumber daya lain yang dapat digunakan sebagai pertimbangan
dalam pembuatan keputusan klinik:

a. Sumber Daya Fisik dan Materi


1) Fasilitas Kesehatan:
Kualitas dan jenis fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, dan laboratorium, serta
ketersediaan ruang rawat inap, ruang operasi, dan fasilitas rawat jalan.
2) Peralatan Medis:
Tersedianya peralatan medis canggih, seperti mesin MRI, alat USG, dan peralatan untuk
prosedur bedah, yang dapat mempengaruhi jenis perawatan yang diberikan.
3) Obat dan Bahan Medis:
Ketersediaan obat-obatan esensial, vaksin, dan bahan medis lainnya, termasuk alternatif
generik yang lebih terjangkau.
b. Sumber Daya Manusia
1) Tenaga Kesehatan:
Jumlah, keahlian, dan distribusi tenaga kesehatan, termasuk dokter, perawat, ahli terapi, dan
tenaga pendukung lainnya.
2) Pendidikan dan Pelatihan:
Kemampuan untuk memberikan pelatihan berkelanjutan kepada staf kesehatan, yang penting
untuk menjaga standar perawatan terkini.
c. Sumber Daya Teknologi dan Informasi
1) Teknologi Informasi Kesehatan:
Sistem rekam medis elektronik, platform telemedisin, dan alat bantu diagnostik berbasis AI
yang dapat memperbaiki efisiensi dan akurasi dalam perawatan.
2) Akses ke Literatur Medis:
Ketersediaan database medis dan jurnal ilmiah untuk mendukung praktik berbasis bukti.
d. Sistem dan Kebijakan Kesehatan
1) Kebijakan Kesehatan:
Regulasi pemerintah, kebijakan asuransi, dan inisiatif kesehatan masyarakat yang
mempengaruhi cara sumber daya dialokasikan dan perawatan disediakan.
2) Pendanaan Kesehatan: Sumber pendanaan untuk perawatan kesehatan, baik dari pemerintah,
swasta, maupun donasi, yang mempengaruhi ketersediaan sumber daya.
e. Faktor Sosial dan Budaya
1) Faktor Sosial-Ekonomi: Kemampuan pasien untuk membayar dan mengakses perawatan,
termasuk transportasi ke fasilitas kesehatan.
2) Faktor Budaya: Kepercayaan budaya, bahasa, dan preferensi yang mempengaruhi
penerimaan pasien terhadap jenis perawatan tertentu.
f. Lingkungan dan Geografi
1) Ketersediaan Layanan di Area Geografis: Ketersediaan layanan kesehatan di daerah pedesaan
atau terpencil dibandingkan dengan daerah perkotaan.
2) Faktor Lingkungan: Kondisi lingkungan, seperti polusi atau akses ke air bersih, yang dapat
mempengaruhi kesehatan populasi dan pilihan perawatan.

Dalam pengambilan keputusan klinik, penting untuk mempertimbangkan bagaimana


sumber daya ini berinteraksi dengan bukti ilmiah dan preferensi pasien. Keputusan harus
mencerminkan keseimbangan antara apa yang secara klinis mungkin dan apa yang praktis atau
diinginkan dalam konteks sumber daya yang tersedia. Ini berarti bahwa praktisi kesehatan perlu
mempertimbangkan tidak hanya apa yang terbaik secara medis, tetapi juga apa yang layak dan
berkelanjutan dari sudut pandang sumber daya.
Daftar Pustaka

Coulter, A., & Ellins, J. (2007). Effectiveness of strategies for informing, educating, and
involving patients. BMJ, 335(7609), 24–27.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1905883/

Sustersic, M., Gauchet, A., Foote, A., & Bosson, J. L. (2017). How best to use and evaluate
Patient Information Leaflets given during a consultation: a systematic review of literature
reviews. Health Expectations, 20(4), 531–542.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5480083/

WHO. (2010). Framework for action on interprofessional education & collaborative practice.
World Health Organization.

Interprofessional Education Collaborative Expert Panel. (2011). Core competencies for


interprofessional collaborative practice: Report of an expert panel. Washington, D.C.:
Interprofessional Education Collaborative.

Reeves, S., Pelone, F., Harrison, R., Goldman, J., & Zwarenstein, M. (2017). Interprofessional
collaboration to improve professional practice and healthcare outcomes. Cochrane
Database of Systematic Reviews, 6(6), CD000072.

Barr, H., Koppel, I., Reeves, S., Hammick, M., & Freeth, D. (2005). Effective interprofessional
education: Assumptions, argument and evidence. Blackwell Publishing.

Institute of Medicine. (2015). Measuring the Impact of Interprofessional Education on


Collaborative Practice and Patient Outcomes. National Academies Press.

Anda mungkin juga menyukai