Anda di halaman 1dari 8

BAGIAN 5 PENGOBATAN BERBASIS BUKTI (EVIDENCE-BASED MEDICINE)

PENDAHULUAN

Apakah yang dimaksud dengan praktek klinis berbasis bukti

pengambilan keputusan dan mele takkannya dalam konteks yang mendasarkan keputusan pada kajian sistematis mengenal
bukti terbaik yang tersedia.

Hal ini memerlukan sejumlah keterampilan:

 Praktek klinis berbasis bukti merupakan proses rumit Kemampuan untuk mendefinisikan kriteria seperti kemanjuran,
keamanan dan tingkat penerimaan terhadap obat .
 Kemampuan untuk menemukan bukti
 Kemampuan untuk menguji mutu bukti
 Kemampuan untuk menguji apakah hasil penelitian dapat digeneralisasi atau diter kan pada seluruh populasi asal
subyek
 Kemampuan untuk menguji apakah hasil penelitian dapat diterapkan pada keadaan setempat.

Ada dua tantangan yang dihadapi oleh praktek farmasi berbasis bukti. Pertama, uniuk mengembangkan keterampilan
pengobatan berbasis bukti untuk digunakan dalam farmasi klinis, baik dalam lingkup layanan sekunder di bangsal maupun
layanan primer saat berha dapan dengan pasien yang datang dengan mengeluhkan tentang permasalahan atau hal hal seputar
peresepan obat.

Tantangan kedua adalah untuk menemukan bukti yang mendukung praktek saat ini serta untuk menginformasikan
perkembangan selanjutnya.

Pengobatan Berbasis Bukti

Banyak yang telah dituliskan mengenai hal ini, tetapi dua definisi berikut dapat berguna Yang pertama dari Professor David
Sackett:

Pengobatan berbasis bukti adalah penggunaan bukti terbaik saat ini yang bijaksana, tegas dan penuh pertimbangan dalam
pengambilan keputusan yang terkait denga pelayanan pasien individual.

Edence based medicine is the conscientions, explicit and judicious use of current Best etidence in ale decisions a about the care
of individual patients Sackelt, 1996)

Selanjutnya penulis-penulis tersebut menyebutkan bahwa dalam menerapkan Pengobatan Berbasis Bukti diperlukan
keterpaduan antara masing-masing keahlian klinis dengan keter sediaan bukti klinis terbaik dari luar yang berasal dari penelitian
secara sistematis.

Definisi kedua adalah yang dapat ditemukan di Internet dari McMaster University:

Pengobatan berbasis bukti adalah pendekatan terhadap pelayanan kesehatan yang dapat mendorong pengumpulan, penafsiran
serta pengintegrasian bukti yang sah penting dan dapat diterapkan dari bukti yang dilaporkan pasien yang diamati oleh klinisi
maupun dan hasil penelitian. Bukti terbaik yang tersedia, sesuai dengan keadaan dan pilihan pasien diterapkan untuk
memperbaiki mutu pengambilan keputusan kimis. E-idence based medicine is an approach to health care that promotes the
collection interpretation Ena vette gration of valid, jumportant and applicad patient reported clinician ob Drved and research
Beeld etidence. The best dezilable froidende moderated by patient aircum-tantces and preferences Seppted to improve the
quality of clinical pagemonts. MeKibben 1998)

Definisi Sackett menghadapi lontaran kritik yang menyatakan bahwa EBM adalah semacam pendekatan "buku resep masakan".
Keahlian klinis diperlukan oleh klinisi maupun farmasis; tantangannya adalah untuk mengintegrasikan keahlian tersebut dengan
bukti terbaik yang tersedia. Definisi Mc Kibbon diawali dari pendirian untuk menyatukan bukti dan kemudian menerapkannya
dalam lingkup klinis, sesuai dengan keadaan maupun pilihan pasien. Sa lah satu contoh adalah tentang obat anti radang non
steroid. Terdapat bukti yang baik yang menunjukkan bahwa obat anti radang non steroid merupakan analgesik yang poten pada
keadaan nyeri akut, yang jelas lebih baik dari pada parasetamol, dihidrokodein atau kodein; tetapi bukan tanpa risiko. Terlalu
gegabah untuk menggunakan obat jenis ini pada pasien yang mengalami gagal ginjal akut atau yang dilaporkan memiliki riwayat
tukak lambung. Dalam kaitan pasien secara perseorangan, harus dipertimbangkan pengobatan yang dapat menghasilkan
manfaat terbaik.

Kesemuanya ini memunculkan pertanyaan mengenai hal apa saja yang dapat dijadikan bukti. Tabel 16.1 berikut diambil dari
pedoman pengobatan nyeri kanker yang dikembang kan oleh the US Agency for Health Care Policy and Research yang
mengelompokkan bukti men jadi 5 kategori.

Tipe dan Kekuatan dari Manfaat Bukti

I. Bukti kuat dari sedikitnya satu kajian sistematis uji coba klinis multiple, random dan terkontrol yang dirancang dengan baik.

II.Bukti kuat dari sedikitnya satu uji coba klinis random dan terkontrol yang dirancang dengan cukup baik serta dengan ukuran
sampel yang memadai.

III. Bukti uji coba klinis yang dirancang dengan baik tanpa randomisasi, kelompok tung gal sebelum dan sesudah pengobatan,
cohort, time series, atau penelitian terkontrol yang bersifat matched case.

IV. Bukti penelitian non-experimental yang dirancang dengan baik serta meliputi lebih dari satu pusat atau kelompok riset.

V. Opini dari badan yang dihormati, yang didasarkan pada pengalaman klinis, peneli tian yang bersifat deskripsi serta laporan
komite ahli.

PRAKTEK KEFARMASIAN BERBASIS BUKTI

Meskipun kajian sistematis mulai menampakkan intervensi farmasis, namun bukti yang baik sulit untuk dijumpai apabila
digolongkan menurut Tabel 16.1 di atas. Kebanyakan farmasis jelas-jelas lebih banyak menuliskan bukti Tipe V, sedangkan tipe
satu atau dua sulit diperoleh.

Layanan Kefarmasian yang didefinisikan oleh Hepler and Strand sebagai 'Ketentuan mengenai tanggungjawab terapi obat yang
bertujuan untuk mencapai hasil akhir secara jelas yang memperbaiki mutu hidup pasien' telah diterima secara luas dan sering
dibahas, namun sebaliknya konsep tentang Layanan Kefarmasian kurang diteliti. Saat ini terdapat lebih dari 5000 artikel
mengenai subyek tersebut, tetapi sebagian besar hanya berisi sekedar opini atau laporan beberapa kegiatan yang melibatkan
sejumlah kecil praktisi atau pasien. Kebutuhan akan bukti yang mendukung kegiatan maupun pengembangan dapat
menimbulkan perma salahan bagi profesi farmasis, kecuali jika ada upaya untuk memastikan bahwa penelitian yang saat ini
sedang dilakukan dapat ditekankan agar menghasilkan bukti dengan mutu yang lebih tinggi. Kebanyakan perubahan tersebut
tidak begitu sulit atau mahal pada keba nyakan lingkungan. Banyak penelitian yang ada saat ini sebagian besar dengan mudah
dapat memanfaatkan proses randomisasi yang dapat mengurangi bias pada hasilnya.
Pasien yang memahami informasi dengan baik

Pasien saat ini menjadi jauh lebih memahami keadaan mereka sendiri dan pilihan pengobatan yang tersedia bagi penyakit
mereka yang meliputi pengobatan konvensional maupun non konvensional. Sebagai contoh, sejumlah besar informasi selalu
tersedia melalui perpustakaan setempat serta perkumpulan pendukung pasien yang terutama didirikan untuk menyedia kan
informasi bagi penyakit yang lebih serius, bersifat jangka panjang serta mengancam jiwa. Saat ini telah terjadi ledakan informasi
melalui internet. Kafe internet dan ledakan.

kepemilikan personal computers (PC) menunjukkan bahwa siapa pun yang ingin memanfaat lan Internet dapat dengan mudah
melakukannya. Juga penggunaan e-mail yang dewasa ini nenadi sangat biasa dipakai dalam berkomunikasi secara mendunia.
Ketersediaan fasilitas pencarian (search facilities) berarti bahwa informasi telah tersedia, juga ketersediaan kelom pok diskusi
untuk hampir semua subyek yang dapat dipikirkan serta tidak ada pertanyaan yang tidak dapat dijangkau dengan beberapa
jawaban, betapapun anehnya jawaban terse

Namun, biasanya pasien berada di tangan ahli yang sering tidak menyediakan informasi but karena takut kelihatan tidak
menguasai atau karena kesibukannya. Gambaran farmasis atau apoteker hanya menyampaikan kepada pasien obat yang siap
diracik tanpa mengucapkan apa-apa jauh lebih sering dijumpai dibandingkan dengan kesiapan kita untuk memberikan
penyuluhan kepada pasien. Apabila kita tidak menanggapi kebutuhan untuk menyajikan informasi yang bermutu, maka orang
lain yang akan melakukannya untuk kita.

Keterbatasan layanan kesehatan berbasis bukti

Pendekatan berbasis bukti memberikan suatu arti bagi penyaji layanan kesehatan untuk menentukan paduan terbaik antara
pelayanan dengan sumber daya yang terbatas. Tetap tidak ada jaminan bahwa manfaat yang tampak dalam penelitian dapat
diwujudkan pada praktek tanpa adanya pengelolaan mutu yang baik.

Manager (pengelola) memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa layanan kese hatan di bawah tanggung jawabnya
didukung oleh bukti yang bermutu tinggi dan bahwa hal itu lebih membawa manfaat dibandingkan dengan kerugiannya.
Mereka harus meyakin kan bahwa keseluruhan paduan pelayanan adalah bertujuan untuk memberikan keuntung an terbaik
bagi populasi yang dilayaninya. Pelayanan ini harus memenuhi standar tinggi untuk menjamin bahwa keuntungan yang
ditunjukkan melalui riset dapat diwujudkan seca ra nyata dalam praktek.

Layanan Kesehatan Terbaik ditandai dengan:

 Tidak ada intervensi medis yang tidak bermanfaat atau yang membahayakan
 Tersedia intervensi medis yang terbaik bagi kelompok pasien yang paling dapat menerima manfaat
 Layanan diberikan dengan mutu terbaik yang dapat diupayakan

Kesehatan bagi populasi tertentu ditentukan oleh lebih dari sekedar layanan kesehatan; faktor lainnya meliputi lingkungan fisik,
lingkungan sosial dan gaya hidup serta genetika

Faktor Penentu Kesehatan


 lingkungan sosial dan gaya hidup
 lingkungan fisik
 layanan kesehatan
 genetika

Pemerintah sering kali lambat dalam memasukkan konsep tersebut ke dalam pemikiran mereka dan kita dapat terus melihat
departemen seperti transportasi dan departemen sosial tidak mempunyai interaksi dengan departemen kesehatan, walaupun
ada bukti yang ne nunjukkan bahwa kesemuanya penting dalam mempertahankan dan meningkatkan kese hatan di suatu
negara.

Dampak bagi pasien dan konsultasi profesional

Gambaran tentang pasien yang mengunjungi suatu konsultasi dan membekali diri dengan informasi yang diperoleh internet
saat ini sangat banyak dijumpai. Baik tenaga ahli kesehatan maupun pasien menyumbang nilai yang tidak terkira untuk proses
pengambilan keputusan yang harus dipertimbangkan tersebut. Para ahli kesehatan sering mencari jawab an atas pertanyaan
yang mereka pikir ada dalam benak pasien, tetapi juga sering gagal menanyakan kepada pasien apa yang sebenarnya
mengganggu mereka.

Alasan mengapa terjadi kesalahan Mungkin tidak ada ilmu yang dapat diketahuj Mungkin ada ilmu tetapi tidak diketahui
praktisi Mungkin ilmu diketahui tetapi tidak mudah untuk diterapkan pada keadaan klinis yang dihadapi Mungkin ilmu diketahui
tetapi keliru atau salah penerapannya

Latar belakang diskusi klinis merupakan tantangan tersendiri bagi farmasis. Farmasis klinis di bangsal sering menjumpai pasien
yang dengan senang hati membahas masalah pengobatan mereka. Keadaan akan berbeda jika dikaitkan dengan pasien rawat
jalan, di mana mereka telah menunggu sekian lama untuk menemui dokter, kemudian harus menunggu beberapa lama lagi
untuk mendapatkan obat. Dalam hal ini pasien mungkin tidak tertarik pada infor masi yang harus diberikan. Ada tiga unsur yang
berpengaruh dalam komunikasi tersebut:

1. Informasi diberikan kepada pasien

2. Proses penafsiran informasi oleh pasien

3. Diskusi antara farmasis dengan pasien

Sayangnya, proses ini sering kali tidak lebih maju dari nomor satu dan pasien kemudian akan mencoba mengingat apakah hal
yang penting daripada memahami informasi berharga yang seharusnya mereka pahami.

Penyajian informasi berbasis bukti:

Tujuan bagian ini adalah untuk membahas hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam in formasi berbasis bukti. Masalah yang
terkait dengan keadaan pasien rawat jalan atau yang datang ke apotek adalah upaya untuk membuat perkiraan diagnosa
berdasarkan resep pengobatan mereka. Tidak tersedianya catatan rekam medis pasien sangat merugikan pada situasi tersebut
dan mungkin diperlukan informasi lebih lanjut dari pasien atau klinisi yang terlibat. di bangsal, farmasis mempunyai hak untuk
membuka rekam medis pa sin yang memuat informasi seperti diagnosa serius yang tidak diharapkan atau tidak ingin diketahui
oleh pasien. Sebenarnya, pada kedua keadaan tersebut diperlukan penanganan secara cermat.

Farmasis bertanggung jawab untuk memastikan bahwa informasi yang disediakan bagi pasien didukung oleh sumber dan bukti-
bukti yang dapat diandalkan. Hal ini harus dite rapkan baik terhadap pasien yang memerlukan pereda nyeri yang lebih kuat
untuk meng atasi luka yang tidak membahayakan, maupun dalam memberikan saran penggunaan terapi obat yang berpotensi
toksik. Mungkin juga diperlukan untuk menekankan ulang informasi yang diberikan oleh ahli kesehatan lain yang terlibat dalam
layanan kesehatan bagi pasien.
Pasien sering memperoleh informasi dari sejumlah sumber, termasuk media massa Obat baru sering dimuat pada bagian berita
suatu buletin dan saran medis secara cuma-cuma ditawarkan dalam sisipan koran dan majalah. Pasien baru di bangsal rawat
inap mungkin mendapatkan saran dari pasien di sebelahnya mengenai keuntungan relatif pemakaian obat pereda nyeri atau
hipnotik atau obat pencahar yang tersedia. Pada keadaan itu sungguh penting untuk memiliki bukti. Ketidaktahuan klinis
mungkin dapat diterima jika tidak ada pengetahuan tentang hal itu, tetapi tidak dapat diterima apabila ilmu telah tersedia
namun tidak diketahui oleh klinisi.

Penafsiran

Setelah pasien diberikan informasi, maka informasi tersebut harus ditafsirkan dan mungkin dia memerlukan waktu untuk
mempertimbangkannya. Informasi tertulis yang jelas sangat penting, baik pada etiket obat maupun sebagai informasi
tambahan. Secara profesional, ti daklah dapat diterima apabila suatu obat diberi etiket "sesuai petunjuk dokter", meskipun
dokter tersebut memang menuliskan demikian tanpa disertai penjelasan kepada pasien me ngenai maksud yang sebenarnya
serta diberitahu tentang dosis lazim atau maksimum obat tersebut. Penulisan etiket obat sering berupa kata-kata yang tidak
segera dapat dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Beberapa kata singkat memerlukan penjelasan seperti mi salnya Jauhi
Alkohol' atau 'Obat ini dapat menyebabkan mengantuk, jika terpengaruh ja ngan menjalankan mesin atau mengemudi'.

Diskusi

Hubungan yang tercipta antara praktisi dengan pasien akan menentukan mutu suatu discu si atau konsultasi. Penjelasan
mengenai pengobatan dan beberapa informasi lebih lanjut yang terkait akan mendorong diskusi yang bermanfaat.

Penerapan farmasi klinis berbasis bukti

Sesuai definisi pengobatan berbasis bukti yang telah disebutkan di awal bab ini, mika dimungkinkan untuk mendefinisikan
farmasi klinis berbasis bukti sebagai penggunaan buku terbaik saat ini yang bijaksana, tegas dan penuh pertimbangan dalam
pengambilan kepunas an berkaitan dengan pelayanan pasien secara individual. Penggunaan kata-kata bijaksaria" menekankan
bahwa farmasis harus mempertimbangkan keadaan, nilai-nilai dan lingkung an pasien.

PEMBUKTIAN DAN INDUSTRI FARMASI

Industri farmasi secara umum lambat dalam menanggapi gerakan yang menekankan pen tingnya pengobatan berbasis bukti ini,
walaupun sikap tersebut mulai berubah dan sejuni lah perusahaan menginginkan untuk terlibat di dalamnya. Pendekatan yang
disebutkan di atas diperlukan untuk dapat melibatkan seluruh pengelola pengobatan dan banyak hal masih harus diperhatikan
oleh industri farmasi.

Perkembangan obat

industri farmasi sangat inovatif dalam berbagai bidang pengembangan obat, tetapi upaya mereka masih diutamakan pada
kebutuhan akan perijinan obat. Hanya terdapat beberapa contoh di mana industri telah menggunakan ukuran keefektivan
semacam NNTS (numbers needed to treat - jumlah yang harus diberi pengobatan) atau perbandingan manfaat dengan biaya
(cost effectiveness). Dan hal tersebut menimbulkan masalah bagi pengenalan dan peng gunaan beberapa pengobatan yang
baru dan mahal karena obat belum menunjukkan kemanfaatan sebesar nilai uangnya.

Dalam membahas permasalahan tentang pengolahan hasil uji coba klinik, Sheiner men cantumkan tiga 'penyakit Evaluasi Obat
secara Klinis sebagai bagian dari kuliahnya yang disampaikan sekitar 25 tahun lalu. Namun hal tersebut masih berlaku saat ini.

1. Analisis yang tidak relevan (irrelevant). Saat ini masih terlalu ditekankan pada pertanya an tentang apakah obat dapat
bekerja', dan bukan pada seberapa baik kerja obat. Hal ini akan mengarah pada penekanan penentuan dosis yang efektif.
Banyak contoh pada bebe rapa tahun terakhir mengenai obat yang dipasarkan dengan dosis sesuai anjuran, yang kemudian
diturunkan karena diketahui bahwa pada dosis yang lebih rendah juga dapat memberikan respons yang sama dengan efek
samping yang lebih kecil.
2. Pemborosan besar-besaran. Sheiner melaporkan bahwa 18.000 orang telah diteliti dalarn rangka mengusahakan perijinan
bagi simetidina. Percobaan klinis dirancang seputar kebutuhan penolakan terhadap null hypothesis, tetapi pendekatan ini
sekaligus mengabaikan jangkauan/spektrum pasien dalam keadaan yang sesungguhnya di Puskesmas atau di tempat praktek
dokter umum, misalnya kelompok usia muda atau tua, apakah tidak mempunyai gangguan ginjal, adanya terapi berganda dan
lain-lain. Se hingga hanya menghasilkan indikasi sempit dan berarti bahwa kelompok penting dalam masyarakat yang
memerlukan pengobatan ini, seperti pasien anak-anak, sering kali ha rus diobati di luar persetujuan ijin produk, menurut
kebijakan praktisinya

3. Penyakit ketiga menurut Sheiner adalah adanya konservatisme berlebihan yang disebab kan oleh penekanan pada analisis
keinginan untuk mengobati. Ia menanyakan apakah obat itu sendiri yang manjur ataukah keinginan untuk mengobati. la
mempertanyakan filosofi dan praktek penggunaan statistik percobaan klinis ini.

Bukti sangat penting pada tahap pemasaran dan jaman di mana brosur dihiasi grafik yang indah serta sumbu yang tidak berlabel
merupakan masa lalu. Sayangnya, banyak klinisi dan farmasis di dunia yang memperoleh pengetahuannya hanya dari 'detailer
obat. Perusahaan memandang bahwa 'rep' atau 'detailer' obat merupakan bagian penting strategi pemasarannya. Di Inggris
terdapat satu 'rep untuk setiap enam dokter umum. Banyak perusahaan obat yang mengatur 'rep'nya melalui penetapan target
penjualan dan penyedi san bonus serta insentif lain. Tidaklah mengherankan jika beberapa'rep' memakai beragam cara untuk
mencapai hasil tersebut dan perusahaan hanya memiliki sedikit kontrol atas apa yang terjadi di lapangan.

Sebagai contoh ekstrim adalah pernyataan yang penting untuk diperhatikan, berasal dari seorang 'rep' perusahaan obat yang
bekerja di Bombay yang menyatakan bahwa ia bekerja berdasarkan prinsip tiga 'C' dalam membujuk dokter untuk menuliskan
resep. "Strategi saya adalah, mula-mula mencoba meyakinkan (convince) dokter agar mendukung produk obat. Jika tidak
berhasil, saya mencoba membuat dokter bingung (confuse) dengan memberikan rincian-rincian teknis yang tidak diperlukan.
Apabila tidak berhasil, setidaknya hal tersebut akan menimbulkan rasa ingin tahu tentang produknya. Kalau ini juga tidak
berhasil, maka saya berusaha untuk menyuapnya (corrupt). Yaitu dengan memberinya sejumlah besar con toh obat secara
cuma-cuma, bingkisan yang mahal, undangan untuk pesta koktail serta hal lain dari perusahaan, sering kali akan berhasil
mengenai indikasi, dosis dan cara pemberian, namun informasi lain terutama yang berkain an dengan risiko obat sangat sedikit.
Pemaparan sering kali tidak dinilai secara seimbang dan tidak akurat.

Penelitian tersebut dilakukan di Melbourne dan sejumlah dokter diminta untuk merekam pembicaraan mereka dengan
perwakilan perusahaan farmasi serta mengisi secara lengkap satu halaman penuh pertanyaan untuk tiap wawancara. Penelitian
itu memiliki ijin secara etik dan baik dokter umum maupun 'rep' diminta melengkapi lembar kesediaan (consent form). "Rep
diberi waktu untuk membaca lembar kesediaan serta membicarakannya dengan dokter umum sebelum menyetujui untuk ikut
ambil bagian. Peneliti menyadari bahwa sulit untuk mendapatkan sampel yang dapat mewakili melalui pendekatan ini dan
bahwa pere kaman dapat memperbaiki cara kerja perwakilan perusahaan obat. Rekaman yang masing masing dibuat secara
terpisah, kemudian dibuat salinan tertulis dan dianalisa.

Tujuh dokter umum (dari 15 yang diundang) menghasilkan sekitar 16 rekaman. Dua puluh empat 'rep' diminta untuk ambil
bagian; 16 orang yang setuju. Rekaman-rekaman tersebut meliputi 14 perusahaan farmasi yang berbeda dan rata-rata empat
obat yang disaj kan (dengan rentang antara 1-14) pada setiap pertemuan. Rata-rata lama pertemuan han pir mencapai 13 menit
(dengan rentang antara 4-32 menit). Beberapa hal menarik muncul dari penelitian kecil ini. Sebagai contoh, 73% pembicaraan
adalah berasal dari 'rep'. Tercatat sejumlah ketidak-akuratan mengenai informasi obat yang telah disetujui pihak yang
berwewenang. Fada beberapa kasus, informasi yang diberikan sama sekali salah. Misalnya, (jawaban yang benar berada dalam
kurung):

Cakrara estradiol(patches). Rep: 'obat ini tidak mengalami metabolisme oleh hati' (teruta ma dime: bolisme melalui hati)

Asam Azelat. Rep: 'Anda dapat memakai obat ini tanpa takut terhadap sinar matahari. Tidak terjadi reaksi fotosensitivitas' (Efek
samping menurut BNF: jarang, namun dapat terjadi, reaksi fotosensitivas)

"Bukt" yang bersifat anekdot (yaitu dari laporan yang belum dibuktikan dari percobaan) digunakan pada enam kali pertemuan
untuk mendukung pernyataan mereka. Sebagai con toh satu 'rep' tercatat mengatakan demikian, 'Saya menggunakannya
(kombinasi steroid otal) selama beberapa waktu, Menurut saya obat ini sangat baik'. Contoh lain berkaitan dengan penekan
nafsu makan dexfenfluramin pasien melaporkan bahwa mereka hanya makan dua biskuit coklat sekarang...dan tidak lagi
delapan atau sembilan biskuit.

Banyak praktisi medis dan farmasi menggunakan perwakilan perusahaan farmasi sebagai sumber informasi obat, namun dalam
penelitian ini ditemukan permasalahan sebagai berikut:

• Informasi hanya berkisar pada indikasi, dosis, cara penggunaan dan ketersediaan obat

• Jika ada, hanya sedikit penjelasan mengenai kontraindikasi, peringatan, efek samping obat atau kelompok pasien khusus yang
perlu dipantau dengan cermat.

• Paling menonjol adalah usaha untuk menyembunyikan informasi terhadap risiko obat

• Tiga belas dari tiga puluh tiga pemaparan mengandung sedikitnya satu hal yang tidak tepat.

• Perbandingan produk sering kali digunakan dan produk pesaing digambarkan seolah olah kurang memberikan manfaat.

The World Health Organisation (WHO) menganjurkan pemberian informasi yang dapat didukung bukti dan berdasarkan
kenyataan bagi penggunaan obat yang tepat sebagai hak tenaga kesehatan dan konsumen. WHO juga mendukung pemberian
informasi secara seimbang, pernyataan yang positif harus diimbangi dengan informasi mengenai efek samping, kontra indikasi
dan peringatan.

PENGUKURAN DALAM PENGOBATAN BERBASIS BUKTI

Salah satu perkembangan yang menarik seputar pengobatan berbasis bukti adalah muncul nya konsep baru yang membantu
untuk menggambarkan secara grafis dan mengukur sebe rapa baik obat bekerja. Hal ini memudahkan pemahaman bagi banyak
orang yang gagal untuk menguasai statistik selama pelatihan dasar mereka dan sejak saat itu berusaha meng hindari analisis
statistik apa pun juga. Bagian ini mengkaji beberapa hal berkaitan dengan konsep baru tersebut. Pengukuran EBM yang lain
(mis. power, post hoc power, odds ratics, rela tive risks, risks and odds) dimuat dalam buku yang disebutkan pada daftar
pustaka di bagian akhir bab ini. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh dari Bandolier website dan ebm-f2000 (dewan diskusi
Indonesia) [dapat diakses melalui http://groups.yahoo.com).

Interval keyakinan (Confidence Intervals, CI)

Kebanyakan farmasis mengetahui nilai p dalam kaitannya dengan apakah suatu jawaban bermakna (menurut statistik) atau
tidak. Namun penggunaan 'p' sekarang sudah banyak ditinggalkan dan metode baru dalam melaporkan kemaknaan telah
muncul.

Dengan ditinggalkannya nilai-p, maka penggunaan interval keyakinan mulai mening kat. Interval keyakinan, biasanya ditetapkan
pada batas 95% (walaupun dapat dipakai nilai yang lain), merupakan cara yang jemih dan menyeluruh untuk menjelaskan
tingkat keyakin an yang dapat diterapkan pada "hasil". Dengan menentukan interval keyakinan, rentang hasil dapat secara jelas
terlihat, dalam hal ini dengan tingkat keyakinan sebesar 95% bahwa hasil tersebut adalah benar.

Interval keyakinan digunakan secara luas pada berbagai kajian sistematis, meta-analisis dan untuk menggambarkan NNT.
Sebagai contoh NNT untuk parasetamol (asetaminofen) pada nyeri pasca bedah yang sedang atau berat adalah 3,6 (3,0-4,4).
Kita cenderung berkon sentrasi pada angka 3,6 saja, namun kenyataannya jawaban sesungguhnya berkisar antara 3,0 dan 4,4.

Jadi apakah interval keyakinan itu? Ini adalah indikasi dari seberapa meyakinkan hasil yang diperoleh dan terutama berkaitan
dengan nilai yang kita harapkan untuk dapat diyakini kebenarannya. Cobalah menumpang bus malam dari Jakarta ke Surabaya.
Seberapa tingkat keyakinan yang Anda harapkan bahwa Anda sampai ke tempat tujuan? Kebanyakan dari kita ingin keyakinan
yang mendekati 100%. Jika perusahaan angkutan bus yang Anda pilih

Anda mungkin juga menyukai